Lingkaran hitam menghiasi kedua mata gadis itu. Pipinya pun terlihat lebih tirus dari sebulan yang lalu. Cara sangat setres karena terus memikirkan Alvaro. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka Alvaro tega bercinta dengan Angela di depan kedua matanya.
Apa lelaki itu ingin membalas rasa sakit hatinya?
Cara memukul dadanya kuat-kuat karena rasa sakit ini begitu menyesakkan. Butiran bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya setiap kali mengingat kejadian malam itu.
Kenapa dadanya terasa sangat sakit? Apa dia cemburu?
"Apa seperti ini rasanya menjadi Tuan Alvaro saat tahu aku bercinta dengan Jafier?" gumamnya menahan nyeri di dada.
Cara merasa sangat menyesal sudah melakukan hubungan hubungan suami istri dengan J
Gimana? Udah gak marah lagi sama Alvaro, kan? 😅
Alvaro pun meletakkan kedua tangannya di antara lutut dan punggung Cara. Dia membopong tubuh gadis yang tidak sadarkan diri itu ke dalam kamarnya dengan wajah panik. Alvaro benar-benar takut terjadi sesuatu dengan Cara. Apa lagi gadis itu sedang mengandung buah hatinya.Alvaro membaringkan Cara dengan hati-hati di atas tempat tidur lalu bergegas menelepon Samudra untuk memeriksa Cara. Namun, Samudra tidak bisa datang karena sedang mengisi seminar di luar kota. Dokter paruh baya berkaca mata itu pun akhirnya meminta sang keponakan ke rumah Alvaro untuk memeriksa Cara.Selesai menelepon Samudra, Alvaro cepat-cepat pergi ke dapur untuk mengambil sebaskom air dingin dan handuk kecil. Dia ingin mengompres Cara sembari menunggu dokter yang akan memeriksa gadis itu datang.Alvaro mencelupkan handuk berwarna putih tersebut ke dalam air sebelum menempelkannya ke kening Cara. Dia melakukannya berulang kali agar demam Cara turun. Alv
Cara mengerjabkan mata perlahan karana cahaya matahari yang masuk melalui celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Gadis itu menggeliat pelan untuk merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Kedua matanya sontak membulat ketika melihat jam yang menempel di dinding kamar. Jam dua siang. Cara merasa sangat lelah hingga tidur sampai lewat dari setengah hari. Cara pun cepat-cepat menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dia harus segera menyiapkan sarapan lalu mengerjakan semua pekerjaan rumah agar Alvaro tidak marah. Namun, sepertinya kurang tepat jika dia menyebut sarapan karena sekarang sudah siang. Ah, persetan! Dia harus segera turun ke bawah agar Alvaro tidak marah. "Ahh ...." Cara meringis sambil m
Cara tertegun. Suara-suara di sekitarnya seolah-olah lenyap. Tatapan kedua matanya terpaku pada lelaki yang berada tepat di hadapannya. Selama 30 detik yang dia lakukan hanya diam memandangi wajah tampan Alvaro. Cara tidak pernah menyangka Alvaro akan mengungkapkan cinta pada dirinya. Apa lelaki itu benar-benar mencintainya? Secepat inikah Alvaro jatub hati pada dirinya? Tidak! Alvaro tidak mungkin mencintainya. Jika Alvaro benar-benar mencintainya maka lelaki itu tidak akan menyakitinya. Namun, apa yang Alvaro lakukan? Lelaki itu malah tega bercinta dengan Angela di depan kedua matanya. Cara tanpa sadar mencengkeram selimut dengan erat hingga jemari tangannya terlihat gemetar Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya. Kenapa Alvaro tega sekali mempermaikan perasaannya? Tidak bisakah lelaki itu berhenti menyakiti hatin
Cara sedari tadi terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman, tapi kedua matanya sampai sekarang sulit sekali untuk dipejamkan karena ucapan Felix tadi siang terus berputar-putar di ingatannya. 'Setiap orang bisa berubah. Karena kadang ... orang bisa berubah demi cinta' Cara pun memutuskan untuk bangun, lalu mendudukkan diri di atas tempat tidur. Kamar yang dia tempati sekarang tidak jauh berbeda dengan kamarnya yang berada di rumah Alvaro. Dindingnya didominasi cat berwarna putih dan ungu muda. Isinya hanya terdiri dari sebuah tempat tidur, meja, dan lemari kayu yang berada di dekat jendela. Helaan napas panjang lolos dari bibir mungil Cara. Diam-diam gadis itu menyetujui apa yang Felix katakan sebelum kembali ke kantor tadi siang. Setiap orang
Alvaro terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman padahal sekarang sudah hampir jam dua belas malam karena tidak ada satu pun pesannya yang dibalas oleh Cara. Menyebalkan! Alvaro pun memutuskan untuk bangun lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidur karena ingin mengirim pesan pada Cara. Otak Amoeba: [Kenapa kamu tidak membalas pesanku, Caramell? Apa kamu tidak tahu kalau aku sangat merindukanmu?] [Pulanglah, Sayang. Aku sangat menyesal sudah menyakitimu. Aku mohon ....] [Tolong balas pesanku, Caramell] [Aku kangen :(] Alvaro menggeram kesal karena Cara tidak kunjung membalas pesannya. Padahal dia sudah memohon-mohon pada gadis itu agar kembali ke rumahnya. Menyebalkan! Rasanya Alvaro ingin sekali menjemput Cara ke rumah Felix. Namun, dia tidak
"Kamu sudah gila?" pekik Cara terdengar lumayan keras. Dia tidak pernah menyangka Alvaro akan datang ke apartemen Felik lalu memborgol tangan kanannya menjadi satu dengan tangan lelaki itu. Apa Alvaro sudah tidak waras? "Aku memang sudah gila karena kamu, Caramell," ucap Alvaro tanpa dosa mengabaikan wajah kesal gadis yang berdiri tepat di hadapannya. Dia bahkan sampai nekat memborgol tangan Cara agar tidak pergi dari sisinya karena dia tidak sanggup berpisah terlalu lama dengan gadis itu. "Alvaro, lepaskan!" Cara berusaha melepas tangannya dari borgol Alvaro. Alvaro menggeleng polos. "Tidak mau." "ALVARO!" geram Cara terdengar kesal. Rasanya dia ingin sekali menampar wajah Alvaro yang kelewat tampan
Felix memarkirkan mobilnya di basemant begitu tiba di apartemen. Dia pun segera turun dan tidak lupa mengunci pintu mobilnya sebelum melangkah menuju apartemennya yang berada di lantai dua belas.Felix menekan tombol lift yang ada di hadapan dan tidak lama kemudian pintu lift itu terbuka. Tanpa menunggu waktu lama dia pun segera masuk ke dalam dan menyandarkan tubuhnya pada dinding lift.Hari ini Felix merasa sangat lelah karena meng-handle semua pekerjaan Alvaro. Entah apa yang terjadi dengan sahabatnya yang bodoh itu. Alvaro tiba-tiba saja menelepon Gabriella dan mengatakan jika dirinya ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Felix tidak tahu urusan penting apa yang dimaksud Alvaro karena sahabatnya itu tidak memberi alasan yang jelas. Dia akan meminta imbalan yang besar pada Alvaro karena sudah membuatnya bekerja sangat keras seperti Romusha.Lamunan Felix buyar karena mendengar lift berdenting. Ternyata dia su
Alvaro tertegun melihat air mata yang membasahi pipi Cara. Apa dirinya telah salah bicara? "Caramell, maafkan aku. Tolong jangan menangis," ucapnya terdengar panik. Namun, tangis Cara malah semakin pecah melihat kekhawatiran yang terpancar jelas dari kedua mata Alvaro. Gadis itu seolah-olah bisa merasa jika Alvaro benar-benar mencintai dirinya. "Caramell, please. Jangan menangis ...," desah Alvaro seraya mengusap air mata yang membasahi pipi Cara. "Maaf kalau aku ada salah kata. Aku tidak akan bicara yang aneh-aneh lagi, tapi tolong jangan menangis." Alvaro menarik tubuh Cara dalam dekapan, lantas mengusap punggung gadis itu dengan lembut. Dia benar-benar mengkhawatirkan Cara. Cara pun menarik napas panjang agar perasaannya menjadi lebih tenang lalu menatap lelaki yang sedang mendekap tubuhnya dengan erat. "Kenapa?" Alvaro mendadak gugup da
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di