Alvaro melirik Angela yang tidur lelap di sampingnya. Dengan hati-hati dia turun dari atas tempat tidur agar tidak membangunkan Angela. Alvaro ingin pergi ke kamar Cara untuk melihat keadaan gadis itu.
Alvaro memutar kenop pintu kamar Cara dengan pelan. Istri keduanya itu sedang tidur menghadap ke tembok dengan selimut tipis yang menutupi tubuhnya.
Helaan napas panjang sontak lolos dari bibir Alvaro saat melihat jemari Cara yang penuh dengan luka. Gadis itu bekerja terlalu keras melaksanakan setiap perintah yang keluar dari bibir Angela tanpa sepengetahuan dirinya.
Andai saja dia tahu, dia pasti akan melarang Cara mengerjarkan semua pekerjaan rumah demi menjaga bayi yang berada di dalam kandungannya.
Alvaro pun mengambil kotak P3K. Dengan penuh pengertian mengobati jemari Cara yang terluka.
"Aku tidak suka melihatmu sakit. Jangan sakit lagi ya, Caramell?" Alvaro mengecup jemari Cara dengan penuh sayang. Semoga saja jari gadis itu lekas membaik
Ini part terakhir aku nyiksa Cara 🤧 Aku juga gak tega liat dia terus menderita hiks 🥺
Lingkaran hitam menghiasi kedua mata gadis itu. Pipinya pun terlihat lebih tirus dari sebulan yang lalu. Cara sangat setres karena terus memikirkan Alvaro. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka Alvaro tega bercinta dengan Angela di depan kedua matanya. Apa lelaki itu ingin membalas rasa sakit hatinya? Cara memukul dadanya kuat-kuat karena rasa sakit ini begitu menyesakkan. Butiran bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya setiap kali mengingat kejadian malam itu. Kenapa dadanya terasa sangat sakit? Apa dia cemburu? "Apa seperti ini rasanya menjadi Tuan Alvaro saat tahu aku bercinta dengan Jafier?" gumamnya menahan nyeri di dada. Cara merasa sangat menyesal sudah melakukan hubungan hubungan suami istri dengan J
Alvaro pun meletakkan kedua tangannya di antara lutut dan punggung Cara. Dia membopong tubuh gadis yang tidak sadarkan diri itu ke dalam kamarnya dengan wajah panik. Alvaro benar-benar takut terjadi sesuatu dengan Cara. Apa lagi gadis itu sedang mengandung buah hatinya.Alvaro membaringkan Cara dengan hati-hati di atas tempat tidur lalu bergegas menelepon Samudra untuk memeriksa Cara. Namun, Samudra tidak bisa datang karena sedang mengisi seminar di luar kota. Dokter paruh baya berkaca mata itu pun akhirnya meminta sang keponakan ke rumah Alvaro untuk memeriksa Cara.Selesai menelepon Samudra, Alvaro cepat-cepat pergi ke dapur untuk mengambil sebaskom air dingin dan handuk kecil. Dia ingin mengompres Cara sembari menunggu dokter yang akan memeriksa gadis itu datang.Alvaro mencelupkan handuk berwarna putih tersebut ke dalam air sebelum menempelkannya ke kening Cara. Dia melakukannya berulang kali agar demam Cara turun. Alv
Cara mengerjabkan mata perlahan karana cahaya matahari yang masuk melalui celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Gadis itu menggeliat pelan untuk merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Kedua matanya sontak membulat ketika melihat jam yang menempel di dinding kamar. Jam dua siang. Cara merasa sangat lelah hingga tidur sampai lewat dari setengah hari. Cara pun cepat-cepat menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dia harus segera menyiapkan sarapan lalu mengerjakan semua pekerjaan rumah agar Alvaro tidak marah. Namun, sepertinya kurang tepat jika dia menyebut sarapan karena sekarang sudah siang. Ah, persetan! Dia harus segera turun ke bawah agar Alvaro tidak marah. "Ahh ...." Cara meringis sambil m
Cara tertegun. Suara-suara di sekitarnya seolah-olah lenyap. Tatapan kedua matanya terpaku pada lelaki yang berada tepat di hadapannya. Selama 30 detik yang dia lakukan hanya diam memandangi wajah tampan Alvaro. Cara tidak pernah menyangka Alvaro akan mengungkapkan cinta pada dirinya. Apa lelaki itu benar-benar mencintainya? Secepat inikah Alvaro jatub hati pada dirinya? Tidak! Alvaro tidak mungkin mencintainya. Jika Alvaro benar-benar mencintainya maka lelaki itu tidak akan menyakitinya. Namun, apa yang Alvaro lakukan? Lelaki itu malah tega bercinta dengan Angela di depan kedua matanya. Cara tanpa sadar mencengkeram selimut dengan erat hingga jemari tangannya terlihat gemetar Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya. Kenapa Alvaro tega sekali mempermaikan perasaannya? Tidak bisakah lelaki itu berhenti menyakiti hatin
Cara sedari tadi terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman, tapi kedua matanya sampai sekarang sulit sekali untuk dipejamkan karena ucapan Felix tadi siang terus berputar-putar di ingatannya. 'Setiap orang bisa berubah. Karena kadang ... orang bisa berubah demi cinta' Cara pun memutuskan untuk bangun, lalu mendudukkan diri di atas tempat tidur. Kamar yang dia tempati sekarang tidak jauh berbeda dengan kamarnya yang berada di rumah Alvaro. Dindingnya didominasi cat berwarna putih dan ungu muda. Isinya hanya terdiri dari sebuah tempat tidur, meja, dan lemari kayu yang berada di dekat jendela. Helaan napas panjang lolos dari bibir mungil Cara. Diam-diam gadis itu menyetujui apa yang Felix katakan sebelum kembali ke kantor tadi siang. Setiap orang
Alvaro terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman padahal sekarang sudah hampir jam dua belas malam karena tidak ada satu pun pesannya yang dibalas oleh Cara. Menyebalkan! Alvaro pun memutuskan untuk bangun lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidur karena ingin mengirim pesan pada Cara. Otak Amoeba: [Kenapa kamu tidak membalas pesanku, Caramell? Apa kamu tidak tahu kalau aku sangat merindukanmu?] [Pulanglah, Sayang. Aku sangat menyesal sudah menyakitimu. Aku mohon ....] [Tolong balas pesanku, Caramell] [Aku kangen :(] Alvaro menggeram kesal karena Cara tidak kunjung membalas pesannya. Padahal dia sudah memohon-mohon pada gadis itu agar kembali ke rumahnya. Menyebalkan! Rasanya Alvaro ingin sekali menjemput Cara ke rumah Felix. Namun, dia tidak
"Kamu sudah gila?" pekik Cara terdengar lumayan keras. Dia tidak pernah menyangka Alvaro akan datang ke apartemen Felik lalu memborgol tangan kanannya menjadi satu dengan tangan lelaki itu. Apa Alvaro sudah tidak waras? "Aku memang sudah gila karena kamu, Caramell," ucap Alvaro tanpa dosa mengabaikan wajah kesal gadis yang berdiri tepat di hadapannya. Dia bahkan sampai nekat memborgol tangan Cara agar tidak pergi dari sisinya karena dia tidak sanggup berpisah terlalu lama dengan gadis itu. "Alvaro, lepaskan!" Cara berusaha melepas tangannya dari borgol Alvaro. Alvaro menggeleng polos. "Tidak mau." "ALVARO!" geram Cara terdengar kesal. Rasanya dia ingin sekali menampar wajah Alvaro yang kelewat tampan
Felix memarkirkan mobilnya di basemant begitu tiba di apartemen. Dia pun segera turun dan tidak lupa mengunci pintu mobilnya sebelum melangkah menuju apartemennya yang berada di lantai dua belas.Felix menekan tombol lift yang ada di hadapan dan tidak lama kemudian pintu lift itu terbuka. Tanpa menunggu waktu lama dia pun segera masuk ke dalam dan menyandarkan tubuhnya pada dinding lift.Hari ini Felix merasa sangat lelah karena meng-handle semua pekerjaan Alvaro. Entah apa yang terjadi dengan sahabatnya yang bodoh itu. Alvaro tiba-tiba saja menelepon Gabriella dan mengatakan jika dirinya ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Felix tidak tahu urusan penting apa yang dimaksud Alvaro karena sahabatnya itu tidak memberi alasan yang jelas. Dia akan meminta imbalan yang besar pada Alvaro karena sudah membuatnya bekerja sangat keras seperti Romusha.Lamunan Felix buyar karena mendengar lift berdenting. Ternyata dia su