Felix memarkirkan mobilnya di basemant begitu tiba di apartemen. Dia pun segera turun dan tidak lupa mengunci pintu mobilnya sebelum melangkah menuju apartemennya yang berada di lantai dua belas.
Felix menekan tombol lift yang ada di hadapan dan tidak lama kemudian pintu lift itu terbuka. Tanpa menunggu waktu lama dia pun segera masuk ke dalam dan menyandarkan tubuhnya pada dinding lift.
Hari ini Felix merasa sangat lelah karena meng-handle semua pekerjaan Alvaro. Entah apa yang terjadi dengan sahabatnya yang bodoh itu. Alvaro tiba-tiba saja menelepon Gabriella dan mengatakan jika dirinya ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Felix tidak tahu urusan penting apa yang dimaksud Alvaro karena sahabatnya itu tidak memberi alasan yang jelas. Dia akan meminta imbalan yang besar pada Alvaro karena sudah membuatnya bekerja sangat keras seperti Romusha.
Lamunan Felix buyar karena mendengar lift berdenting. Ternyata dia su
Alvaro tertegun melihat air mata yang membasahi pipi Cara. Apa dirinya telah salah bicara? "Caramell, maafkan aku. Tolong jangan menangis," ucapnya terdengar panik. Namun, tangis Cara malah semakin pecah melihat kekhawatiran yang terpancar jelas dari kedua mata Alvaro. Gadis itu seolah-olah bisa merasa jika Alvaro benar-benar mencintai dirinya. "Caramell, please. Jangan menangis ...," desah Alvaro seraya mengusap air mata yang membasahi pipi Cara. "Maaf kalau aku ada salah kata. Aku tidak akan bicara yang aneh-aneh lagi, tapi tolong jangan menangis." Alvaro menarik tubuh Cara dalam dekapan, lantas mengusap punggung gadis itu dengan lembut. Dia benar-benar mengkhawatirkan Cara. Cara pun menarik napas panjang agar perasaannya menjadi lebih tenang lalu menatap lelaki yang sedang mendekap tubuhnya dengan erat. "Kenapa?" Alvaro mendadak gugup da
Senyum tipis menghiasi bibir manis Cara ketika memperhatikan Alvaro yang sedang tertidur lelap. Dia tidak pernah bosan memandangi wajah Alvaro yang kelewat tampan seperti dewa Yunani. Arez, Apolo, Zeus, atau siapa pun itu.Cara mengubah posisinya agar bisa melihat wajah Alvaro dengan lebih jelas. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka akan jatuh hati pada lelaki yang sudah memiliki istri seperti Alvaro. Padahal dia sudah memilih menutup pintu hatinya untuk lelaki lain setelah berpisah dengan Jafier.Namun, sejak Alvaro datang pertahanannya perlahan-lahan goyah. Entah kenapa sifat arogan dan keras kepala Alvaro malah membuatnya jatuh cinta.Sepertinya Cara memang sudah gila dan dia tidak mau menampik hal itu. Dia memang sudah tergila-gila pada Alvaro hingga nekat menjatuhkan hatinya pada lelaki yang sudah beristri itu.
Cara pun cepat-cepat menyambar segelas air putih yang ada di hadapannya, lalu meminumnya hingga tersisa setengah untuk meredakan rasa panas yang menjalar di tenggorokannya karena mendengar ucapan Felix barusan. Cara tidak pernah menyangka jika Felix tidak bisa tidur karena mendengar desahannya saat bercinta dengan Alvaro semalam. Apa dia mendesah terlalu keras? "Duh, Gusti!" Cara mengusap wajah kasar. Rasanya dia ingin sekali menghilang dari hadapan Felix sekarang. Sumpah! Dia malu sekali. Sementara itu Alvaro menyemburkan kopi yang sedang diminumnya karena panas hingga tanpa sengaja mengenai wajah Felix. "Sorry banget, Lix. Aku nggak sengaja." Alvaro mengambil selembar tisu untuk membersihkan wajah Felix yang terkena kopi. Felix menarik napas panjang, berusaha menahan diri agar tidak memaki Alvaro karena membuat wajahnya terasa panas sekal
Alvaro mengemudikan Mercedes Benz G65 miliknya sedikit kencang menuju rumah Mama. Sementara Cara memilih menatap jalanan lewat kaca mobil yang ada di sampingnya. Gadis itu tidak bisa berhenti tersenyum sejak keluar dari rumah Felix. Cara merasa amat sangat bahagia karena Alvaro mau menuruti keinginannya.Padahal Alvaro dulu bersikap sangat dingin dan kasar di awal pertemuan mereka. Alvaro bahkan menganggapnya seorang jalan. Namun, siapa yang akan menyangka Alvaro sekarang sangat mencintainya dan rela melakukan apa pun untuknya."Apa yang membuatmu terlihat sangat bahagia, Sayang?" Alvaro meraih tangan Cara lantas menautkan jemari mereka. Jemari gadis itu begitu pas mengisi sela-sela kosong di jemari tangannya. Seolah-olah Cara memang sudah diciptakan untuknya."Apa kamu tahu, Roo?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Alvaro.Alvaro menggeleng polos. Entah kenapa jantungnya selalu berdet
Sedikit pun Alvaro tidak pernah menyangka jika dirinya sekarang mengulangi hal yang dulu hanya dia lakukan pada Angela ke Cara.Alvaro yang terkenal arogan dan dingin pada siapa pun bersikap sangat manis dan hangat hanya pada Angela. Sejak dulu dia memang menaruh hati pada model seksi itu hingga rela melakukan apa pun. Termasuk bersaing dengan saudara kembarnya sendiri.Butuh perjuangan yang tidak mudah bagi Alvaro untuk meluluhkan hati Angela karena wanita itu memiliki harga diri yang sangat tinggi. Berkali-kali dia ditolak dan berkali-kali dia hanya diberi harapan palsu oleh Angela. Namun, Alvaro tidak gentar untuk mendekati wanita itu. Dia mencurahkan seluruh perhatian juga kasih sayangnya untuk membuktikan jika dirinya sungguh-sungguh mencintai Angela.Setelah sepuluh tahun lebih berjuang, akhirnya Angela mau membalas perasaannya. Alvaro merasa sangat bahagia dan tanpa pikir lama langsung memutuskan
'Aku hayalah karakter sampingan yang tidak akan kau lihat. Tetapi aku merasa sangat bahagia hanya karena mencintaimu Aku hanya berharap jika suatu hari nanti kau bersedih. Kau tidak perlu mencari siapa pun karena kau masih memilikiku yang tidak akan hilang ... di sini' ~ Aditya Kafka ~ Dio mendadak tidak mau makan. Anak berusia lima tahun itu marah karena Cara pergi meninggalkan mansion keluarga Mahendra. Dia ingin sekali bertemu dengan gadis itu. "Ayo, makan dulu, Sayang." Alexandra mengulurkan satu sendok nasi tepat di depan mulut Dio. Namun, anak itu masih setia menutup mulutnya rapat-rapat. Alexandra menghela napas panjang. Rasanya dia nyaris menyerah membujuk Dio agar mau makan.
Setelah dari rumah sakit, Cara dan Alvaro mampir ke sebuah pusat perbelanjaan karena ingin membeli perlengkapan bayi untuk calon buah hati mereka. Cara terlihat begitu senang melihat baju, popok, bahkan mainan untuk bayi yang lucu-lucu. Rasanya dia ingin sekali membeli semuanya. Namun, dia masih cukup waras untuk tidak menguras kantong Alvaro. "Baju ini lucu ya, Roo?" Cara menunjukkan baju bayi model ikan badut alias Nemo pada Alvaro. Kening Alvaro berkerut dalam melihat baju bayi yang Cara tunjukkan pada dirinya. Baju model ikan itu malah mengingatkannya dengan Romeo dan Julliet. Ikan koi peliharaan mereka di rumah. "Kalau anak kita pakai baju ini pasti kelihatan lucu. Kita beli ini ya, Roo?" Cara menatap Alvaro dengan penuh harap. "Yang ada anak kita nanti malah mirip Romeo dan Julliet. Aku nggak mau beli baju yang ini!" Cara mengerucutkan bibir kesal karena Alvaro
Maldives merupakan tempat yang sangat romantis dan sempurna untuk berbulan madu karena memiliki banyak pantai yang indah. Negara kepulauan tersebut berada di selatan-barat daya India. Tepatnya 700 km sebelah barat daya Sri Lanka.Setelah kondisinya membaik, Allendra langsung mengajak Angela ke Maldives untuk berlibur karena dia sudah terlalu bosan tinggal di apartemen. Dari Singapura butuh waktu kurang lebih sekitar empat setengah jam untuk tiba di sana.Allendra memilih menginap di Lux South Ari Atol yang ada di Pulau Didhoofinolhu, Maldives. Resort tersebut menawarkan pengalaman Resort Luxe tanpa alas kaki dengan properti rumah pantai yang sangat apik. Dengan 194 vila, menjadikan Lux sebagai salah satu resort Maldives yang unggul dalam menciptakan pengalaman intim bagi setiap tamu yang menginap. Di sana juga ada delapan macam restoran kelas atas yang menyajikan makanan buatan koki ternama."Bagaimana menurutmu tempat ini
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di