Iko melihat jam tangannya, waktu sudah menunjukkan jika jam istirahat telah habis. Iko beranjak berdiri sembari memegang pundak Nami."Nami maaf, jam istirahat sudah habis. Aku kembali bekerja dulu!" Iko berpamitan pada Nami. Wanita itu menganggukkan kepalanya disertai senyuman kecil."Semangat kerjanya, Iko!" Nami memberikan semangat pada Iko.Iko membalasnya dengan senyuman. Lalu kepalanya mendongak dan turun dua kali sembari menunjukkan jari jempolnya berbentuk oke. "Oke, Nami." Iko menapak dengan langkah sedikit cepat. Di ambang pintu, Iko sedikit terjingkat kaget hingga mundur beberapa langkah.Iko tersenyum canggung, ia mengangguk menundukkan kepalanya sedikit ke bawah seperti sedang memberi hormat pada seseorang sembari melirik Nami. Nami menaikkan satu alisnya memperhatikan sikap Iko yang tampak aneh.Belum sempat Nami bertanya, Iko sudah pergi. Nami menghela napas panjang. Ia menurunkan pandangannya memperhatikan dokumen yang ia pegang. Haruskah ia menyerahkan dokumen ini pad
Nami berkeliling mall bersama Sele setelah mendapatkan gaun pengantin pilihannya. Sele ingin membelikan barang-barang lainnya untuk calon menantu serta calon cucunya yang lahir 8 bulan lagi. Ini masih terlalu dini untuk mempersiapkan, apalagi jenis kelamin bayi belum diketahui.Sele terlalu berlebihan, wanita itu membelikan semua barang bayi perempuan dan laki-laki. Nami pun hanya bisa menghela napas pelan. Tidak berani protes meskipun ia ingin menolaknya.Nami hanya mengekori Sele di belakang tanpa ikut memilih-milih baju. Sedari tadi hanya Sele saja yang meminta pendapat Nami, dan Nami hanya mengangguk saja menyetujui. Nami tidak berani menolak."Kamu suka ini sayang?"Sele memperlihatkan sebuah lingerie seksi berwarna merah pada Nami. Wanita itu sedikit terkejut. Ia membulat sempurna.Nami meneguk ludahnya. Tidak mungkin jika lingerie itu untuk Nami 'kan? Nami tidak akan memakainya. Tidak cocok untuk tubuhnya yang kurus.Nami menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. Nami belum me
"Gawat! aku terlambat 20 menit!"Iko buru-buru memakirkan sepeda motornya tanpa melepas helm. Wanita itu lupa jika masih memakai helm. Karna terburu-buru, ia tak sempat melepasnya. Iko segera berlari menuju pintu belakang kantin, yaitu pintu khusus karyawan.'Sedang diperbaiki. Harap untuk lewat pintu utama.'Tulisan itu menempel di pintu belakang.Iko membuang napas kasar. Decakan keluar dari mulutnya. "Sejak kapan pintunya rusak?" Iko bergegas kembali menuju pintu utama."Iko, kamu baru datang?" sapa Pia---cleaning service yang sedang membuang sampah di tong sampah dekat satpam.Iko berjalan sembari menoleh ke belakang. Ia melambaikan tangannya. "Iya, aku terlambat!" kata Iko melangkahkan kaki bergerak cepat.Pia geleng-geleng kepala. "Hm, terlambat. Awas nanti kamu di hukum sama Pak Warno!" kata Pia memberikan peringatan agar Iko mempersiapkan diri sebelum dihukum oleh Pak Warno---kepala kantin.Iko mendesah pelan. Ia mengangguk. Iko sadar akan kesalahannya, jadi dia akan menerima
Sekitar ada 8 orang yang sedang mempekerjakan proyek untuk cabang baru butik Gerrard Group. Steven terus mengikuti perkembangan proyek yang dikerjakan bersama istrinya, Taranami Sharifa Shanephila yang ia pinang beberapa waktu lalu.Nami sudah menolak dan ingin menetap di rumah saja, tetapi Steven mengajaknya, ah lebih tepatnya memaksa. Steven membuatkan butik ini atas nama Nami tanpa sepengatahuan Nami. Steven ingin Nami memiliki usaha. Jika ia bosan di rumah bisa berkunjung di butik.Walaupun Steven membangunkan usaha untuk Nami, tetapi Steven tetap memperkejakan orang untuk mengolah butik Nami nanti. Steven tidak mau jika Nami banyak pikiran. Nami hanya cukup menerima uangnya saja.Nami menunggu mie ayam. Nami ngidam. Ia ingin makan mie ayam dengan toping ayam yang sangat banyak. Nami menelan salivanya. Air liurnya terus mengucur deras di tenggorokan."Hah ... kapan mie ayamnya datang, ya?"Nami mengusap perutnya yang masih datar. Ia mengusap bibirnya pelan. Rasa ingin makan mie ay
Piranda bangun lebih awal. Ia segera beranjak dari kasur. Masuk ke dalam kamar mandi menyiapkan busa serta kelopak bunga mawar untuk ritual mandinya.Persiapan sudah selesai, wanita itu menanggalkan semua pakaiannya dan masuk ke dalam bathub yang sudah terisi air, busa sabun serta taburan beberapa kelopak bunga mawar. Piranda memejamkan matanya saat merasakan sejuk merambat ke seluruh badannya."Sejuknya," gumamnya.Piranda membuka matanya. Sebuah senyuman terulas di kedua sudut bibirnya saat membayangkan ketampanan wajah Steven. Ketegasan rahang pria itu serta hidungnya yang mancung menambah kesan wibawa dan dewasa.Betapa senangnya jika Piranda bisa mendapatkan hati Steven. Karna ia bisa menggantikan posisi Nami sebagai Nona muda Gerrard Group. Membayangkan saja membuatnya gila apalagi jika Piranda berhasil menyelesaikan misi menjadi seorang pelakor?Piranda terkekeh kecil. Ia mengambil beberapa kelopak bunga dan menjadikan kelopak itu sebagai sosok Nami. Piranda meremasnya sangat k
Sejak keluar dari ruangan Steven, raut wajah Piranda sangat masam. Darwin menaikkan satu alisnya bingung. Pasalnya, wanita itu saat pergi kelihatan sangat sumringah. Tetapi saat kembali raut wajahnya sangat tak sedap dipandang. Ditambah lagi, cepolan rambut seperti pramugari yang membuat wajahnya bersinar kini telah terurai.Ya, meskipun wajahnya masih terlihat cantik. Hanya saja berbeda daripada sebelumnya.Darwin dan Farwah saling pandang satu sama lain. Mereka bertiga sedang menunggu pesanan makanan tiba di cafetaria kantor. Di atas meja sudah ada minuman. Piranda mengaduk-aduk minumannya dengan sangat malas. Decakan kasar terus keluar dari mulutnya."Kamu kenapa, Piranda? Kok kelihatannya galau begitu?" Farwah sedikit khawatir pada Piranda, biasanya wanita itu sangat berisik. Namun, sekarang banyak diam-nya.Piranda mendongak menatap Farwah. Hembusan kasar keluar dari mulutnya. "Hari ini mood-ku hancur, Farwah." Sahutnya."Bagaimana bisa? Bukannya tadi pagi kamu sangat semangat be
Nami mencicipi masakannya. Indra perasa mulai beraksi, wanita itu mengecap rasa demi rasa sup ayam ginseng di dalam lidahnya."Bagaimana rasanya, Sayang?" tanya Sele menunggu jawaban menantu kesayangannya itu.Mata Nami membola. Rasa kuah yang enak dan hangat meledak sempurna di dalam lidah. Saat kuah sup itu turun ke lehernya, tubuhnya merasakan hangat. Nami merasa jika tubuhnya kembali sehat."Enak sekali, Mama. Sup ini juga bisa menghangatkan tubuh, Nami suka."Ternyata meski pun ngidam makanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, karna ia hanya melihatnya sekilas dari beranda Instagram, Nami bisa menikmati makanan yang sangat nikmat. Makanan ini bernama Samgyetang atau sup ayam ginseng yang berasal dari Korea.Saat Nami mencari di internet, dia membaca salah satu artikel yang mengatakan jika sup ayam ginseng adalah makanan Korea yang biasanya dimakan saat musim panas. Makanan yang mampu mengalahkan hawa panas dan membuat tubuh menjadi lebih bertenaga.Nami pikir ia tidak akan
"Selamat datang, Nami."Nami menunduk hormat pada Arroyan setelah melewati ambang pintu. Dia hanya berdiam diri di sana dan tidak melanjutkan langkahnya untuk masuk. Nami tau adab. Jika belum dipersilahkan masuk, maka dia belum boleh masuk."Masuk!"Nami mengulas senyum tipis. Mendengar titah dari Tuan Arroyan—kakek Steven sekaligus pemilik Gerrard Group, baru lah Nami melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam. Dilihatnya ada dua buah kursi yang memang disediakan di depan meja kantor Arroyan sebagai kursi tamu atau karyawan yang akan ia ajak diskusi, dan Nami duduk di salah satu kursi tersebut setelah mendapat perintah duduk."Apa kamu tau mengapa saya memanggil kamu ke sini, Nami?"Tentu Nami tidak tau. Bahkan sejak ia mengetahui jika orang yang memanggil dirinya adalah Arroyan saja jantungnya sudah hampir copot. Di setiap tapak lantai yang ia pijak menjadi saksi bagaimana gemetarnya kaki Nami saat hendak mendekati pintu kantor khusus milik Arroyan yang ada di mansion ini.Nami pu