Kilatan petir bercahaya itu merambat menuju kerak bumi disertai suara sambaran yang begitu memekik telinga. Bulan mulai menghilang tertutup oleh awan, cahaya bintang mulai redup. Angin ribut berdesau kencang disertai awan kelabu yang menggelap menandakan akan ada badai turun yang melanda bumi bersamaan dengan tetesan air hujan.Steven mendongak menatap langit hitam digelapnya malam dari jendela mobil yang tertutup. Tarikan napas itu sangat panjang. Ia menghirup oksigen sebanyak mungkin. Membayangkan bagaimana mengerikannya kilatan petir itu, ia mengingat istrinya di rumah. Steven melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Pria itu takut jika wanitanya ketakutan.Steven menyalip beberapa pengendara lain dengan sangat amat lihai seperti seorang pembalap handal. Tak memperdulikan suara klakson yang saling bersahutan dari beberapa pengendara untuk memperingati Steven. Percuma, karna itu tak akan mempengaruhi Steven untuk mengurangi kecepatan. Justru suara klakson mereka membua
Steven terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Pria itu menoleh ke samping, sosok wanita berwajah cantik tengah terlelap di tidurnya yang nyaman. Steven membaringkan tubuhnya sedikit menyamping untuk melihat wajah istrinya. Steven memperhatikan wajah Nami lekat. Membelai lembut pipi wanita itu yang mulai mengembang.Steven menyingkirkan anak rambut yang menghalangi kecantikan Nami. Satu kecupan sayang ia daratkan di kening wanita itu. Seulas senyum terbit di bibir tipis merah muda milik Steven.Steven duduk di ranjangnya. Ia menurunkan kedua kakinya di bawah lantai seraya menyugar rambutnya ke belakang. Steven hanya memakai celana pendek tanpa baju. Steven menuangkan segelas air minum di dalam gelas lalu meminumnya hingga tandas. Tak lupa juga ia menyiapkan minuman untuk Nami dan menutupnya agar tak ada serangga yang masuk ke dalam minumannya.Steven beranjak dari ranjang. Sebelum meninggalkan kamar, Steven menarik selimut untuk menutupi tubuh Nami. Pria itu keluar kamar tanpa memakai b
Steven sangat menikmati pemandangan terindah yang pernah ia lihat sebelumnya selama masa hidupnya. Bahkan tak hanya pemandangan dari luar, tetapi dari dalam juga.Ah ada apa dengan otaknya?Kotor sekali!Seorang gadis—ah bukan gadis! Melainkan seorang wanita cantik dengan rambut panjang hitam berkilau tengah terapung di atas air menciptakan ombak kecil dengan tangan serta kakinya.Tinggi badan sekitar seratus enam puluhan itu nampak sangat mungil di matanya. Berbeda sedikit jauh dengan tinggi badannya yang mencapai seratus tujuh puluhan. Meski mungil, dia sangat seksi layaknya gitar spanyol. Sembari memandang tubuh seksi milik nona kecilnya, Steven meminum segelas wine di kursi santai.Nami—wanita yang dipandangi oleh Steven mencapai garis finish setelah berenang sebanyak 15 putaran. Sebelum hamil, dia mampu memutari kolam renang di pemandian umum sebanyak 25 putaran, tapi sekarang tubuhnya sudah terasa lelah.Nami memunculkan kepalanya di atas air. Mengusap wajahnya menyugar rambutny
Nami mencetak satu centong nasi goreng buatannya di mangkok kecil untuk membentuk nasi berbentuk setengah bulat dengan cara sedikit menekan. Kemudian Nami menata bentukan nasi tersebut ke dalam wadah bekal yang sudah ia siapkan.Tak lupa juga Nami menambahkan telur mata sapi di atas nasi goreng sebagai hiasan serta beberapa irisan cabai ia tancapkan di kuning telur. Melihat penampilan nasi goreng itu saja sudah menggugah selera, apalagi saat satu sendok nasi meluncur masuk ke dalam mulut? Pasti siapapun yang menikmati akan merasakan surga dunia.Bahkan para koki yang bertugas memasak di dapur keluarga Arroyan saja mengakui bahwa nasi goreng spesial buatan Nami ini sangatlah lezat.Nami sudah mempersiapkan bekal yang akan ia bawakan untuk Steven. Pria itu tidak meminta Nami untuk membawakan bekal, tapi ini adalah inisiatif Nami sendiri.Tentu saja dengan adanya tujuan tersendiri.Bukan tujuan untuk membuat Steven semakin jatuh cinta pada Nami, bukan!! Melainkan tujuan untuk membuat Pira
Bulan madu yang harusnya membuat hubungan suami istri menjadi mesra dan romantis ternyata tidak sesuai ekspektasi Steven. Niatnya pergi ke Bali selama satu bulan supaya bisa membuat hubungannya dengan Nami lebih baik, tetapi dalam keadaan Nami yang hamil menuju tiga bulan membuat emosi Nami tak stabil dan sering mual-mual.Apalagi saat mencium aroma parfum Steven. Pria itu sering mendapatkm kekerasan secara fisik seperti pukulan, tamparan sampai tendangan maut Nami saat bangun tidur. Dikarenakan kondisi Nami yang belum stabil, akhirnya Steven memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Nami pun meminta maaf pada Steven karna belum bisa membuat bulan madu mereka indah.'Aku minta maaf karna sudah membuat bulan madu ini hancur, tapi ini terjadi juga karna kamu yang membuatku hamil!'Saat Nami berkata demikian, Steven pun juga memikirkan hal yang sama. Tapi, dia bangga. Bangga karna sudah membuat Nami menjadi miliknya seutuhnya."Nanti, bawakan aku bekal lagi, ya?" Steven memeluk perut Nami dar
'Apa benar si Nami bicara seperti itu, Bu?''Iya, Nami bilang dia akan datang mengambil rumah ini lagi. Bagaimana ini Piranda? Bagaimana kalau kita jadi gelandangan?''Tidak akan, lihat saja kalau sampai dia berani ambil alih rumah ini lagi!'Pikiran Piranda melayang mengingat percakapannya dengan sang ibu beberapa hari lalu tentang kedatangan Nami di rumah mereka.Ingat! Ini sudah menjadi rumah mereka! Bukan rumah Nami lagi.Mendengar perkataan Nami yang sudah seperti di atas langit membuat Piranda sangat amat jengah sampai tak bisa tidur dengan nyenyak. Bawah mata Piranda menghitam layaknya mata panda. Dia kurang tidur beberapa hari ini memikirkan ide jahat lagi.Kalau seperti ini, Piranda ingin mendapat hati Steven semakin cepat tetapi ia bingung apa yang harus ia lakukan agar tidak gagal lagi? Ide dari Pujangga—pekerja Madam Sherly sudah bagus hanya saja, diwaktu yang salah.Piranda jadi tak tenang. Design yang harusnya deadline hari ini belum selesai. Darwin sakit dan terpaksa wa
"Berhenti!"Steven memberikan titah pada Zang untuk menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah makan sederhana. Steven memasukkan benda pipih ke dalam saku. Kepalanya menoleh ke samping. Iamenajamkan indera penglihatannya pada seorang wanita cantik yang tengah makan lalapan ditemani dua orang maid."Zang, apakah dia malaikatku?" tanya Steven memastikan.Zang ikut menoleh. Ikut memperhatikan seseorang di sana. Satu alisnya terangkat ke atas. "Malaikat?" gumamnya."Dia bukan malaikatmu, dia Nami, istrimu."Steven melempar pandang pada Zang. "Istriku malaikatku juga Zang!" ucapnya sedikit ketus..Zang pun menjawab. "Bukan, malaikatmu itu bernama maut. Apakah kau ingin bertemu malaikat maut? Kalau iya, aku tabrakan mobil ini ke truk yang sedang melaju kencang itu, Steven," tawar Zang membuat bulu kuduk Steven merinding."Sialan kau Zang!" Steven mengumpat. Pria itu keluar dari mobil. Menutupnya dengan kasar sembari berkata, "kau saja yang mati!"Zang tertawa kecil mendengar kekesa
"Shh.." Nami meringis sembari memegangi kepalanya yang terasa berdenyut pusing, seolah-olah terhantam batu besar. "Aku di mana?"Nami membuka matanya perlahan. Cahaya lampu pijar menyilaukan matanya. Memperhatikan ruangan yang asing lamat-lamat. Selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Ini bukan kamar Nami, lalu di mana sekarang dia berada?Nami tidak ingat apa yang sudah terjadi semalam padanya , tapi yang jelas pagi ini Nami merasa kesakitan di area bawahnya."S-sakit," rintihnya pelan. Dia duduk di atas ranjang. Sepertinya dia harus menyegarkan tubuhnya yang terasa lengket.Dia menyibakkan selimut. Mata Nami membola saat ia tersadar telah tidak memakai sehelai benang pun. Dia kembali menutupi tubuhnya yang polos.Nami menoleh ke samping. Seorang pria tak dikenal tidur berada di sampingnya. Jantungnya berdegup kencang. Dunia seakan-akan berhenti seketika. Nami berusaha mencerna apa yang sudah terjadi. Banyak tanda tanya di dalam otaknya.Siapa orang itu?Dan apa yang sudah ia lakuk
"Berhenti!"Steven memberikan titah pada Zang untuk menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah makan sederhana. Steven memasukkan benda pipih ke dalam saku. Kepalanya menoleh ke samping. Iamenajamkan indera penglihatannya pada seorang wanita cantik yang tengah makan lalapan ditemani dua orang maid."Zang, apakah dia malaikatku?" tanya Steven memastikan.Zang ikut menoleh. Ikut memperhatikan seseorang di sana. Satu alisnya terangkat ke atas. "Malaikat?" gumamnya."Dia bukan malaikatmu, dia Nami, istrimu."Steven melempar pandang pada Zang. "Istriku malaikatku juga Zang!" ucapnya sedikit ketus..Zang pun menjawab. "Bukan, malaikatmu itu bernama maut. Apakah kau ingin bertemu malaikat maut? Kalau iya, aku tabrakan mobil ini ke truk yang sedang melaju kencang itu, Steven," tawar Zang membuat bulu kuduk Steven merinding."Sialan kau Zang!" Steven mengumpat. Pria itu keluar dari mobil. Menutupnya dengan kasar sembari berkata, "kau saja yang mati!"Zang tertawa kecil mendengar kekesa
'Apa benar si Nami bicara seperti itu, Bu?''Iya, Nami bilang dia akan datang mengambil rumah ini lagi. Bagaimana ini Piranda? Bagaimana kalau kita jadi gelandangan?''Tidak akan, lihat saja kalau sampai dia berani ambil alih rumah ini lagi!'Pikiran Piranda melayang mengingat percakapannya dengan sang ibu beberapa hari lalu tentang kedatangan Nami di rumah mereka.Ingat! Ini sudah menjadi rumah mereka! Bukan rumah Nami lagi.Mendengar perkataan Nami yang sudah seperti di atas langit membuat Piranda sangat amat jengah sampai tak bisa tidur dengan nyenyak. Bawah mata Piranda menghitam layaknya mata panda. Dia kurang tidur beberapa hari ini memikirkan ide jahat lagi.Kalau seperti ini, Piranda ingin mendapat hati Steven semakin cepat tetapi ia bingung apa yang harus ia lakukan agar tidak gagal lagi? Ide dari Pujangga—pekerja Madam Sherly sudah bagus hanya saja, diwaktu yang salah.Piranda jadi tak tenang. Design yang harusnya deadline hari ini belum selesai. Darwin sakit dan terpaksa wa
Bulan madu yang harusnya membuat hubungan suami istri menjadi mesra dan romantis ternyata tidak sesuai ekspektasi Steven. Niatnya pergi ke Bali selama satu bulan supaya bisa membuat hubungannya dengan Nami lebih baik, tetapi dalam keadaan Nami yang hamil menuju tiga bulan membuat emosi Nami tak stabil dan sering mual-mual.Apalagi saat mencium aroma parfum Steven. Pria itu sering mendapatkm kekerasan secara fisik seperti pukulan, tamparan sampai tendangan maut Nami saat bangun tidur. Dikarenakan kondisi Nami yang belum stabil, akhirnya Steven memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Nami pun meminta maaf pada Steven karna belum bisa membuat bulan madu mereka indah.'Aku minta maaf karna sudah membuat bulan madu ini hancur, tapi ini terjadi juga karna kamu yang membuatku hamil!'Saat Nami berkata demikian, Steven pun juga memikirkan hal yang sama. Tapi, dia bangga. Bangga karna sudah membuat Nami menjadi miliknya seutuhnya."Nanti, bawakan aku bekal lagi, ya?" Steven memeluk perut Nami dar
Nami mencetak satu centong nasi goreng buatannya di mangkok kecil untuk membentuk nasi berbentuk setengah bulat dengan cara sedikit menekan. Kemudian Nami menata bentukan nasi tersebut ke dalam wadah bekal yang sudah ia siapkan.Tak lupa juga Nami menambahkan telur mata sapi di atas nasi goreng sebagai hiasan serta beberapa irisan cabai ia tancapkan di kuning telur. Melihat penampilan nasi goreng itu saja sudah menggugah selera, apalagi saat satu sendok nasi meluncur masuk ke dalam mulut? Pasti siapapun yang menikmati akan merasakan surga dunia.Bahkan para koki yang bertugas memasak di dapur keluarga Arroyan saja mengakui bahwa nasi goreng spesial buatan Nami ini sangatlah lezat.Nami sudah mempersiapkan bekal yang akan ia bawakan untuk Steven. Pria itu tidak meminta Nami untuk membawakan bekal, tapi ini adalah inisiatif Nami sendiri.Tentu saja dengan adanya tujuan tersendiri.Bukan tujuan untuk membuat Steven semakin jatuh cinta pada Nami, bukan!! Melainkan tujuan untuk membuat Pira
Steven sangat menikmati pemandangan terindah yang pernah ia lihat sebelumnya selama masa hidupnya. Bahkan tak hanya pemandangan dari luar, tetapi dari dalam juga.Ah ada apa dengan otaknya?Kotor sekali!Seorang gadis—ah bukan gadis! Melainkan seorang wanita cantik dengan rambut panjang hitam berkilau tengah terapung di atas air menciptakan ombak kecil dengan tangan serta kakinya.Tinggi badan sekitar seratus enam puluhan itu nampak sangat mungil di matanya. Berbeda sedikit jauh dengan tinggi badannya yang mencapai seratus tujuh puluhan. Meski mungil, dia sangat seksi layaknya gitar spanyol. Sembari memandang tubuh seksi milik nona kecilnya, Steven meminum segelas wine di kursi santai.Nami—wanita yang dipandangi oleh Steven mencapai garis finish setelah berenang sebanyak 15 putaran. Sebelum hamil, dia mampu memutari kolam renang di pemandian umum sebanyak 25 putaran, tapi sekarang tubuhnya sudah terasa lelah.Nami memunculkan kepalanya di atas air. Mengusap wajahnya menyugar rambutny
Steven terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Pria itu menoleh ke samping, sosok wanita berwajah cantik tengah terlelap di tidurnya yang nyaman. Steven membaringkan tubuhnya sedikit menyamping untuk melihat wajah istrinya. Steven memperhatikan wajah Nami lekat. Membelai lembut pipi wanita itu yang mulai mengembang.Steven menyingkirkan anak rambut yang menghalangi kecantikan Nami. Satu kecupan sayang ia daratkan di kening wanita itu. Seulas senyum terbit di bibir tipis merah muda milik Steven.Steven duduk di ranjangnya. Ia menurunkan kedua kakinya di bawah lantai seraya menyugar rambutnya ke belakang. Steven hanya memakai celana pendek tanpa baju. Steven menuangkan segelas air minum di dalam gelas lalu meminumnya hingga tandas. Tak lupa juga ia menyiapkan minuman untuk Nami dan menutupnya agar tak ada serangga yang masuk ke dalam minumannya.Steven beranjak dari ranjang. Sebelum meninggalkan kamar, Steven menarik selimut untuk menutupi tubuh Nami. Pria itu keluar kamar tanpa memakai b
Kilatan petir bercahaya itu merambat menuju kerak bumi disertai suara sambaran yang begitu memekik telinga. Bulan mulai menghilang tertutup oleh awan, cahaya bintang mulai redup. Angin ribut berdesau kencang disertai awan kelabu yang menggelap menandakan akan ada badai turun yang melanda bumi bersamaan dengan tetesan air hujan.Steven mendongak menatap langit hitam digelapnya malam dari jendela mobil yang tertutup. Tarikan napas itu sangat panjang. Ia menghirup oksigen sebanyak mungkin. Membayangkan bagaimana mengerikannya kilatan petir itu, ia mengingat istrinya di rumah. Steven melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Pria itu takut jika wanitanya ketakutan.Steven menyalip beberapa pengendara lain dengan sangat amat lihai seperti seorang pembalap handal. Tak memperdulikan suara klakson yang saling bersahutan dari beberapa pengendara untuk memperingati Steven. Percuma, karna itu tak akan mempengaruhi Steven untuk mengurangi kecepatan. Justru suara klakson mereka membua
Piranda menaikkan kembali dress yang sempat ia turunkan hingga batas dada untuk menutupi tubuhnya yang sedikit terbuka. Tadi ia menurunkan dress-nya untuk berfoto selfi lalu ia kirimkan kepada Nami. Seringaian iblis tak luntur di wajahnya cantiknya. Ia memilin rambut yang terurai di samping pipi."Mari kita lihat bagaimana reaksi Nami saat melihat suaminya tidur bersama wanita lain." Piranda mengirimkan foto selfie yang baru saja ia ambil bersama Steven. Pria itu tengah tertidur pulas akibat obat tidur yang dituangkan oleh Andi di minumannya.Piranda menurunkan pandangannya ke bawah ranjang, di mana Steven masih memejamkan mata, sudut bibirnya tertarik ke atas. Piranda mengusap peluh keringat Steven yang mengalir."Apakah kamu tidur nyenyak, calon suamiku?" Piranda terkekeh geli. Ia membayangkan ketika mimpinya menjadi nyata. Mimpi jika dirinya sudah menjadi istri dari seorang Steven. Pasti akan sangat amat membahagiakan.Lalu wanita itu beralih menatap ponselnya dan menunggu reaksi d
"Selamat datang, Nami."Nami menunduk hormat pada Arroyan setelah melewati ambang pintu. Dia hanya berdiam diri di sana dan tidak melanjutkan langkahnya untuk masuk. Nami tau adab. Jika belum dipersilahkan masuk, maka dia belum boleh masuk."Masuk!"Nami mengulas senyum tipis. Mendengar titah dari Tuan Arroyan—kakek Steven sekaligus pemilik Gerrard Group, baru lah Nami melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam. Dilihatnya ada dua buah kursi yang memang disediakan di depan meja kantor Arroyan sebagai kursi tamu atau karyawan yang akan ia ajak diskusi, dan Nami duduk di salah satu kursi tersebut setelah mendapat perintah duduk."Apa kamu tau mengapa saya memanggil kamu ke sini, Nami?"Tentu Nami tidak tau. Bahkan sejak ia mengetahui jika orang yang memanggil dirinya adalah Arroyan saja jantungnya sudah hampir copot. Di setiap tapak lantai yang ia pijak menjadi saksi bagaimana gemetarnya kaki Nami saat hendak mendekati pintu kantor khusus milik Arroyan yang ada di mansion ini.Nami pu