"Kau berhutang cerita padaku, Al!"
Alvaro menutup ponsel sebelum memandang sang adik. Sudah pukul 1 dini hari, ia sengaja menunggu karena tau Erico pasti datang untuk meminta penjelasan tentang pernikahannya dengan Olivia yang sangat mendadak."Tidak ada yang spesial dalam ceritaku, Erico. Aku berhutang budi pada kakaknya atas kecelakaan dulu, kau pun tau itu. Arsen memintaku menjaganya tapi gadis itu--"Alvaro menjeda. Sedikit terkekeh karena merasa hidupnya memiliki lelucon tersendiri setelah menikahi Olivia."--dia memaksaku menikah. Aku hanya menurutinya," lanjutnya menetralkan ekspresi di wajah tampannya."Al, kurasa Olivia tidak pantas dipermainkan," kata Erico lirih.Bohong memang ketika ia berkata pada Olivia bahwa dirinya tidak mengetahui fakta tentang Alvaro. Kenyataannya, Erico sering membantu Alvaro untuk menjebak tikus-tikus yang mencoba bersarang di perusahaan besarnya. Hanya saja, Erico bermain aman. Tidak seperti Alvaro yang berani menampakkan diri di depan tikus-tikus itu."Karena kau mencintainya?" sinis Alvaro.Tentang Erico, Alvaro tau segalanya. Anak yatim piatu yang 'beruntung' itu telah Alvaro didik menjadi pria yang pintar berbisnis. Padahal, orang tua Erico dulunya adalah seorang pengedar narkoba sebelum akhirnya meninggal ketika dijebak oleh geng Jepang."Ck, kau tau aku bersama Adisty sekarang," sangkal Erico, "dia teman baikku, Al. Ya, meski terkadang menyebalkan, tapi aku tidak mau melihatnya menderita--""Maksudmu, menikah denganku akan membuat gadis itu menderita? Kau pikir aku tidak bisa menghidupinya?" cecar Alvaro menyela dengan cepat.Tawa sumbang Erico terdengar. "Oh, ayolah, Al! Aku tidak berbicara tentang materi. Siapa pun tau yang beruntung menjadi istrimu pasti tidak akan kekurangan uang!""Lalu?""Kesehatan mentalnya bisa terancam jika hidup denganmu, Al! Lihat tadi? Belum ada satu hari pernikahan kalian, wajahnya sudah pias ketika mengatakan bahwa kau pembunuh! Katakan padaku, kau menyiksa lawanmu di hadapannya?"Alvaro tidak menjawab. Membiarkan Erico bingung atas pertanyaannya yang menggantung. Menurutnya Erico telah melewati batasan. Pria itu terlalu jauh mencampuri urusannya. Alvaro tidak menyukainya."Pulanglah, Adisty pasti menunggumu," kata Alvaro memgubah topik pembicaraan.Erico sudah ia izinkan untuk menjalin kasih dengan Adisty. Seharusnya, pria muda itu tidak ikut campur lagi masalah Alvaro dengan Olivia. Kecuali, Erico masih memiliki rasa pada Olivia, baru Alvaro akan menanggapinya.Kedua lengan Alvaro bertumpu di atas meja ketika wajahnya condong pada Erico yang belum beranjak."Mulai hari ini, Olivia Angelica adalah milikku, Tuan Muda Erico Vederich. Jika kau berbuat lancang dengan menyimpan cintamu untuk gadis itu, maka Adisty akan berakhir di tanganku sendiri.".Olivia menggeliat perlahan ketika sinar matahari memaksa masuk ke dalam kelopak mata, menembus pada retina. Rintihan kecil terdengar dari mulutnya ketika merasakan kepalanya sangat berat."Ah, pusing sekali!" eluhnya memijat pelipis bagian kanan. Ia memaksakan diri untuk bangun. Lalu terpaku ketika mendapati dirinya berada di tempat asing.Ingatan Olivia kembali pada saat Alvaro menjemputnya di kantor Erico. Pria itu datang menyela pembicaraannya dengan Erico. Membuat Olivia tidak mendapatkan jawaban apapun dari pertanyaannya kemarin tentang Alvaro."Bukankah aku menyuruhmu pulang dan bersiap untuk malam pertama kita, Nona?"Alvaro duduk di kursi tamu sebelah Olivia. Lagi-lagi pertanyaannya mengejutkan untuk Erico dan Adisty. Dapat dilihat keduanya saling tatap sebelum akhirnya Erico mengangkat alis pada Alvaro. Bertanya lewat ekspresi wajahnya."Ah, kau tidak mengatakan pada mereka tentang pernikahan kita? Apa ini akan menjadi rahasia?" cecarnya lagi menyinggung Olivia yang masih bungkam.Dalam diam, Olivia bersusah payah meneguk ludah. Setelah melihat bagaimana kejamnya Alvaro ketika menyiksa musuhnya, Olivia jadi takut. Olivia pikir, jika pulang ke rumah Alvaro, pria itu juga akan menyiksanya."Aku menyukai aktivitas seks sadisme dan masokhisme."Kalimat yang terlontar dari mulut Alvaro terngiang kembali di telinga Olivia. Diliriknya sang suami yang sekarang menatapnya menghunus. Olivia yakin jika mata Alvaro adalah pisau, maka Olivia sudah tertusuk dan terluka karena tatapan itu."Aku mau pulang!"Olivia bergegas menyambar tasnya. Meninggalkan tempat itu tanpa mau menunggu Alvaro. Ia akan pulang, tapi ke rumah Arsen. Bukan mansion milik Alvaro.Alvaro ikut beranjak. Ia tidak tergesa ketika mengejar Olivia. Namun kecepatan mobilnya membuatnya tidak sulit menemukan gadis itu."Astaga, bagaimana ini?"Olivia menambah kecepatan mobilnya dengan harapan Alvaro kehilangan jejak. Namun tidak bisa, Alvaro sangat menguasai jalanan hingga ia terus berada di belakang sang istri.Alvaro menyunggingkan sudut bibirnya. Bermain-main dengan Olivia ternyata menyenangkan. Gadis itu berhasil membuatnya merasakan kembali kesenangan yang sudah lama tidak ia dapatkan. Alvaro bersumpah ia tidak akan melepaskan Olivia begitu saja.Pertigaan jalan ada di depan mata. Olivia tidak menyalakan sein mobil, tapi Alvaro tau gadis itu hendak mengambil jalur kanan. Saat itulah Alvaro memaksimalkan kecepatannya ke arah yang sama hingga menabrak bagian belakang mobil Olivia.Alvaro dengan mudah menginjak rem, sedangkan mobil Olivia terpental beberapa meter dan menabrak trotoar jalan."Sempurna," gumam Alvaro ketika mendapati Olivia jatuh pingsan dengan kepalanya yang berdarah akibat menghantam setir.###Olivia tersadar dari lamunannya ketika ketukan pintu terdengar. Belum sempat bersuara, pintu kamar itu terbuka paksa. Seorang pelayan datang dan langsung menunduk hormat."Tuan Alvaro menunggu Anda di meja makan, Nona," katanya sopan."Aku tidak nafsu makan!" ketus Olivia.Alvaro hampir saja membuatnya mati semalam. Dan tanpa kata maaf, Alvaro bersikap seolah tidak terjadi apa-apa padanya. Ah, Olivia salah telah berharap Alvaro akan peduli dengan keadaannya. Nyatanya, seorang psikopat sepertinya memang tidak memiliki hati!Olivia ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia harus berpikir bagaimana caranya terlepas dari Alvaro.Olivia benci kenyataan bahwa penyesalan selalu datang terlambat. Ya, ia menyesali pernikahan ini. Menikah dengan Alvaro sama saja ia mempertaruhkan hidupnya sendiri. Ia bisa saja mati di tangan Alvaro."Olivia."Ketukkan kasar serta panggilan datar itu membuat Olivia meremang. Ia jelas tau bahwa itu
2 minggu berlalu. Olivia masih terkurung di dalam mansion Alvaro. Segala macam cara telah ia lakukan agar bisa bebas dari pria itu, tapi semuanya sia-sia. Alvaro tidak segampang itu membiarkannya kabur.Olivia keluar kamar setelah mengonsumsi pil kontrasepsi. Salah satu hal yang ia syukuri karena berhasil membawa masuk pil itu ke area mansion dan meminumnya.Tau bahwa Alvaro adalah seorang mafia, Olivia tidak ingin memiliki keturunan darinya.Setelah puas menggauli Olivia malam itu, Alvaro pergi tanpa pamit. Ya, memang Olivia salah telah berharap lebih pada Alvaro. Nyatanya, setelah puas memakainya, Alvaro tidak berubah. Sampai sekarang, Alvaro tidak menghubunginya sama sekali. Ia tidak tau pria itu kemana dan pelayan di sana juga bungkam ketika Olivia bertanya.Duduk di taman belakang, Olivia tersenyum kecil ketika beberapa siberian husky mungil datang menghampiri. Memutari kakinya dengan lidah terjulur. Kemudian naik ke pangkuannya. An
Hari ini, Olivia dipaksa untuk ikut ke acara pesta pernikahan rekan bisnis Alvaro. Penolakannya tidak berguna karena Alvaro mengirim beberapa pelayan ke mansion hanya untuk mengurus penampilan Olivia. Hal itu membuat Olivia cukup kesal.Olivia bukan wanita kurang pergaulan yang tidak mengerti fashion. Apalagi Olivia mantan aktris. Ia tentu tau seperti apa gaun yang pantas digunakan untuk acara mewah seperti ini. Seharusnya Alvaro tidak perlu repot memerintah mereka kemari."Kalian bilang acaranya setengah jam lagi, tapi Tuan kalian belum juga pulang!" ketus Olivia ketika kukunya sedang diberi warna marun. Sesuai dengan gaun yang dikenakannya."Jadi kau menungguku?" Alvaro muncul dari balik pintu. Pria itu masih mengenakan setelan kerjanya berwarna abu. Tidak cocok dengan baju yang dikenakan oleh Olivia sekarang. Dengan satu gerakan dagu, Alvaro berhasil mengusir beberapa pelayan yang telah menyelesaikan tugasnya. Kini hanya mereka berdua di dalam kamar."Tidak. Kau terlalu percaya di
Olivia terbiasa menghadiri pesta. Namun kali ini, pesta yang ia kunjungi bersama Alvaro jauh lebih mewah. Seluruh tamu undangan berasal dari kalangan atas dan Olivia merasa dirinya tidak pantas berada di sana."Oliv?""Victor!" Senyum Olivia mengembang saat Victor berdiri di depannya. Menyodorkan minuman merah dengan senyum khas yang menunjukkan lesung di pipi kanannya. Olivia tidak berpikir akan bertemu dengan Victor di sini."Bagaimana kabarmu?" tanya Victor setelah Olivia menerima minuman darinya."I'm good. How about you? Gimana hubunganmu sama gadis Rusia itu?" tanya Olivia berbisik di akhir pertanyaannya."Yaaa, begitulah," jawab Victor tidak jelas. "Jadi sekarang apa kesibukanmu setelah lepas dari industri perfilman?""Tidak ada," balas Olivia tidak sepenuhnya berbohong. Nyatanya menjadi istri Alvaro membuatnya tidak memiliki aktivitas apapun. Bahkan untuk keluar dari mansion saja Olivia butuh izin."Kau benar-benar menjalin hubungan dengan anak tunggal keluarga Vederich?" tan
Olivia meringis perih ketika menyeka bekas luka di sudut bibirnya. Alvaro benar-benar menggoreskan pisau itu. Beruntung hanya goresan kecil yang Alvaro berikan. Olivia tidak bisa membayangkan jika Alvaro memberikan sayatan di bibirnya. Pasti akan berkali lipat lebih menyakitkan dari ini."Jangan memancing emosinya, Oliv. Alvaro tidak akan kasar jika kau menurut."Suara Erico kembali terdengar. Padahal Olivia menelfon Adisty tapi yang mengangkat panggilannya justru Erico. Pria itu sama menyebalkannya seperti Alvaro."Erico, jujur saja padaku! Kau tau seperti apa sebenarnya Alvaro itu! Kau adiknya!"Erico tidak pernah mau mengaku ketika Olivia menudingnya tau tentang Alvaro. Padahal Olivia sangat yakin jika Erico juga ikut andil dalam setiap pembunuhan yang Alvaro lakukan."Ya aku tau Alvaro! Dia baik dan penyayang! Percaya padaku, sekali saja kau mencintainya, kau tidak akan pernah bisa menghentikan perasaan itu!"Erico memutus telponnya. Membiarkan Olivia bingung sendiri atas keadaan
Olivia kesepian.Setiap hari, Olivia hanya beraktivitas di dalam kamar dan di taman belakang dengan beberapa anjing kesayangan Alvaro. Tidak ada yang bisa ia kerjakan di sini. Membantu memasak pun tidak bisa. Bersih-bersih? Olivia yang tidak sudi melakukannya.Jujur saja selama beberapa hari ini hatinya gelisah. Alvaro tidak pernah pulang semenjak perdebatan mereka beberapa hari lalu.Olivia heran pada dirinya sendiri. Seharusnya ia senang karena jauh dari Alvaro. Namun pikirannya selalu tertuju pada suaminya. Ia pikir, perkataannya terlalu kejam sampai melukai perasaan Alvaro."Tunggu!"Olivia menghentikan pelayan yang mengantarkan susu ke kamarnya. Menyuruh wanita muda itu duduk di tepi ranjang."Berapa lama kau kerja di sini?" tanya Olivia."Sejak menggantikan ibuku yang sakit. Hampir 3 tahun," balas pelayan itu tanpa berani mengangkat wajah. Sudah menjadi peraturan, pelayan tidak boleh mengangkat wajah di hadapan maj
"Tidak ada pria yang bisa mengabaikan pesonaku!" Olivia Angelica menyibak rambutnya dengan gerakan arogan. Kemudian tawa dari mulutnya meledak. Terkikik geli karena tingkahnya sendiri. Namun, perkataannya tidak bisa disangkal. Olivia adalah aktris yang sedang naik daun setelah membintangi film berjudul The Billionaire's Passion. Film dengan rating 21+ itu mampu membawa namanya melejit di kalangan muda. Bahkan sosial media milik Olivia langsung dibanjiri followers, serta komentar yang mengatakan bahwa Olivia sangat cantik dan mampu memikat lawan jenisnya dengan mudah. Adanya rumor tentang hubungan tersembunyi antara Olivia dan peran utama pria dalam film tersebut menambah panas berita tentang dirinya. Banyak netizen yang mendukung mereka dan mengatakan mereka adalah pasangan yang serasi. Bahkan, mereka sering disebut dengan julukan 'si tampan dan si cantik'. Antara Olivia dan Victor, tidak menyangkal ataupun membenarkan rumor tersebut. Bagi mereka para aktor dan aktris, rumor adala
"Aku lebih sudi menampung lebih banyak siberian husky dari pada makhluk sepertinya!" Alvaro meneliti penampilan Olivia dari ujung kaki hingga kepala. Gadis itu memang berpakaian modis, tapi Alvaro tidak tertarik padanya. Dibandingkan dengan Olivia, lebih baik Alvaro menampung lebih banyak anjing husky. Mereka lebih cantik dari pada gadis di hadapannya itu. "Kau berkata seolah-olah tidak membutuhkan wanita, Tuan." Menurut Olivia, apa yang dikatakan Alvaro sangatlah munafik. Secinta-cintanya pria pada hewan peliharaannya, dia juga butuh wanita untuk menemani hidupnya hingga akhir. Atau setidaknya untuk memuaskan hasrat seksualnya. Tidak mungkin kebutuhan biologisnya tersalur pada siberian husky, bukan? "Kau benar. Aku tidak membutuhkannya." Alvaro melenggang santai diikuti Erico di belakangnya. Olivia tidak tinggal diam. Ia tersinggung akan ucapan Alvaro. Pria itu harus diberi pelajaran. "Kau gay?" Bibir Olivia tersungging sinis ketika Alvaro menghentikan langkahnya. Berbalik dan
Olivia kesepian.Setiap hari, Olivia hanya beraktivitas di dalam kamar dan di taman belakang dengan beberapa anjing kesayangan Alvaro. Tidak ada yang bisa ia kerjakan di sini. Membantu memasak pun tidak bisa. Bersih-bersih? Olivia yang tidak sudi melakukannya.Jujur saja selama beberapa hari ini hatinya gelisah. Alvaro tidak pernah pulang semenjak perdebatan mereka beberapa hari lalu.Olivia heran pada dirinya sendiri. Seharusnya ia senang karena jauh dari Alvaro. Namun pikirannya selalu tertuju pada suaminya. Ia pikir, perkataannya terlalu kejam sampai melukai perasaan Alvaro."Tunggu!"Olivia menghentikan pelayan yang mengantarkan susu ke kamarnya. Menyuruh wanita muda itu duduk di tepi ranjang."Berapa lama kau kerja di sini?" tanya Olivia."Sejak menggantikan ibuku yang sakit. Hampir 3 tahun," balas pelayan itu tanpa berani mengangkat wajah. Sudah menjadi peraturan, pelayan tidak boleh mengangkat wajah di hadapan maj
Olivia meringis perih ketika menyeka bekas luka di sudut bibirnya. Alvaro benar-benar menggoreskan pisau itu. Beruntung hanya goresan kecil yang Alvaro berikan. Olivia tidak bisa membayangkan jika Alvaro memberikan sayatan di bibirnya. Pasti akan berkali lipat lebih menyakitkan dari ini."Jangan memancing emosinya, Oliv. Alvaro tidak akan kasar jika kau menurut."Suara Erico kembali terdengar. Padahal Olivia menelfon Adisty tapi yang mengangkat panggilannya justru Erico. Pria itu sama menyebalkannya seperti Alvaro."Erico, jujur saja padaku! Kau tau seperti apa sebenarnya Alvaro itu! Kau adiknya!"Erico tidak pernah mau mengaku ketika Olivia menudingnya tau tentang Alvaro. Padahal Olivia sangat yakin jika Erico juga ikut andil dalam setiap pembunuhan yang Alvaro lakukan."Ya aku tau Alvaro! Dia baik dan penyayang! Percaya padaku, sekali saja kau mencintainya, kau tidak akan pernah bisa menghentikan perasaan itu!"Erico memutus telponnya. Membiarkan Olivia bingung sendiri atas keadaan
Olivia terbiasa menghadiri pesta. Namun kali ini, pesta yang ia kunjungi bersama Alvaro jauh lebih mewah. Seluruh tamu undangan berasal dari kalangan atas dan Olivia merasa dirinya tidak pantas berada di sana."Oliv?""Victor!" Senyum Olivia mengembang saat Victor berdiri di depannya. Menyodorkan minuman merah dengan senyum khas yang menunjukkan lesung di pipi kanannya. Olivia tidak berpikir akan bertemu dengan Victor di sini."Bagaimana kabarmu?" tanya Victor setelah Olivia menerima minuman darinya."I'm good. How about you? Gimana hubunganmu sama gadis Rusia itu?" tanya Olivia berbisik di akhir pertanyaannya."Yaaa, begitulah," jawab Victor tidak jelas. "Jadi sekarang apa kesibukanmu setelah lepas dari industri perfilman?""Tidak ada," balas Olivia tidak sepenuhnya berbohong. Nyatanya menjadi istri Alvaro membuatnya tidak memiliki aktivitas apapun. Bahkan untuk keluar dari mansion saja Olivia butuh izin."Kau benar-benar menjalin hubungan dengan anak tunggal keluarga Vederich?" tan
Hari ini, Olivia dipaksa untuk ikut ke acara pesta pernikahan rekan bisnis Alvaro. Penolakannya tidak berguna karena Alvaro mengirim beberapa pelayan ke mansion hanya untuk mengurus penampilan Olivia. Hal itu membuat Olivia cukup kesal.Olivia bukan wanita kurang pergaulan yang tidak mengerti fashion. Apalagi Olivia mantan aktris. Ia tentu tau seperti apa gaun yang pantas digunakan untuk acara mewah seperti ini. Seharusnya Alvaro tidak perlu repot memerintah mereka kemari."Kalian bilang acaranya setengah jam lagi, tapi Tuan kalian belum juga pulang!" ketus Olivia ketika kukunya sedang diberi warna marun. Sesuai dengan gaun yang dikenakannya."Jadi kau menungguku?" Alvaro muncul dari balik pintu. Pria itu masih mengenakan setelan kerjanya berwarna abu. Tidak cocok dengan baju yang dikenakan oleh Olivia sekarang. Dengan satu gerakan dagu, Alvaro berhasil mengusir beberapa pelayan yang telah menyelesaikan tugasnya. Kini hanya mereka berdua di dalam kamar."Tidak. Kau terlalu percaya di
2 minggu berlalu. Olivia masih terkurung di dalam mansion Alvaro. Segala macam cara telah ia lakukan agar bisa bebas dari pria itu, tapi semuanya sia-sia. Alvaro tidak segampang itu membiarkannya kabur.Olivia keluar kamar setelah mengonsumsi pil kontrasepsi. Salah satu hal yang ia syukuri karena berhasil membawa masuk pil itu ke area mansion dan meminumnya.Tau bahwa Alvaro adalah seorang mafia, Olivia tidak ingin memiliki keturunan darinya.Setelah puas menggauli Olivia malam itu, Alvaro pergi tanpa pamit. Ya, memang Olivia salah telah berharap lebih pada Alvaro. Nyatanya, setelah puas memakainya, Alvaro tidak berubah. Sampai sekarang, Alvaro tidak menghubunginya sama sekali. Ia tidak tau pria itu kemana dan pelayan di sana juga bungkam ketika Olivia bertanya.Duduk di taman belakang, Olivia tersenyum kecil ketika beberapa siberian husky mungil datang menghampiri. Memutari kakinya dengan lidah terjulur. Kemudian naik ke pangkuannya. An
Olivia tersadar dari lamunannya ketika ketukan pintu terdengar. Belum sempat bersuara, pintu kamar itu terbuka paksa. Seorang pelayan datang dan langsung menunduk hormat."Tuan Alvaro menunggu Anda di meja makan, Nona," katanya sopan."Aku tidak nafsu makan!" ketus Olivia.Alvaro hampir saja membuatnya mati semalam. Dan tanpa kata maaf, Alvaro bersikap seolah tidak terjadi apa-apa padanya. Ah, Olivia salah telah berharap Alvaro akan peduli dengan keadaannya. Nyatanya, seorang psikopat sepertinya memang tidak memiliki hati!Olivia ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia harus berpikir bagaimana caranya terlepas dari Alvaro.Olivia benci kenyataan bahwa penyesalan selalu datang terlambat. Ya, ia menyesali pernikahan ini. Menikah dengan Alvaro sama saja ia mempertaruhkan hidupnya sendiri. Ia bisa saja mati di tangan Alvaro."Olivia."Ketukkan kasar serta panggilan datar itu membuat Olivia meremang. Ia jelas tau bahwa itu
"Kau berhutang cerita padaku, Al!"Alvaro menutup ponsel sebelum memandang sang adik. Sudah pukul 1 dini hari, ia sengaja menunggu karena tau Erico pasti datang untuk meminta penjelasan tentang pernikahannya dengan Olivia yang sangat mendadak."Tidak ada yang spesial dalam ceritaku, Erico. Aku berhutang budi pada kakaknya atas kecelakaan dulu, kau pun tau itu. Arsen memintaku menjaganya tapi gadis itu--"Alvaro menjeda. Sedikit terkekeh karena merasa hidupnya memiliki lelucon tersendiri setelah menikahi Olivia."--dia memaksaku menikah. Aku hanya menurutinya," lanjutnya menetralkan ekspresi di wajah tampannya."Al, kurasa Olivia tidak pantas dipermainkan," kata Erico lirih.Bohong memang ketika ia berkata pada Olivia bahwa dirinya tidak mengetahui fakta tentang Alvaro. Kenyataannya, Erico sering membantu Alvaro untuk menjebak tikus-tikus yang mencoba bersarang di perusahaan besarnya. Hanya saja, Erico bermain aman. Tidak seperti
"Baiklah, ayo menikah!" Alvaro membawa Olivia untuk melangsungkan janji suci secara sederhana, lalu ke gedung catatan sipil untuk mengurus akta pernikahan mereka. Olivia hanya menginginkan status pernikahannya untuk Arsen, jadi Alvaro tidak akan membuat pesta meriah. "Kemas barangmu di rumah dan bawa ke tempatku. Aku tidak bisa mengantarmu karena ada hal lain yang harus kuurus!" Alvaro meninggalkan Olivia di halaman gedung catatan sipil. Membuat Wanita itu menggeram kesal. Baru kali ini ada pria yang tega meninggalkannya sendiri. Padahal sejak dulu, Olivia yang selalu meninggalkan para pria. Tidak mau tenaganya terkuras oleh emosi, Olivia segera kembali ke rumah. Beruntung karena Arsen ada di sana jadi ia langsung menyerahkan akta pernikahan itu pada sang kakak. "Aku sudah menikah!" "Oliv--" "Aku memutuskan untuk menikahi pria yang Kak Arsen pilih. Jadi, berhenti memikirkanku dan cari lah kebahagiaan Kakak sendiri mulai sekarang," jelas Olivia. Olivia tidak marah. Ia justru le
Satu minggu setelah pertemuannya dengan Arsen dan adik gilanya--Alvaro tidak pernah bertemu lagi dengan mereka. Rasa syukur ia panjatkan karena masalah antara dirinya dengan Olivia tidak menyebabkan bisnisnya hancur. Mereka para pembisnis rupanya paham mana berita yang harus ditelan dan mana yang harus diabaikan. Alvaro sendiri bingung pada industri percetakan yang memuat fotonya dengan Olivia, itu bukan masalah bisnis jadi mereka melanggar aturan terbitnya sendiri. Seharusnya, mereka didenda karena melakukan sebuah kesalahan. "Al!" Suara menggema itu berhasil mengusik ketenangannya. Melupakan jus alpukat yang baru saja ia buat, langkahnya menghampiri Erico yang hendak menuju ke lantai atas untuk mencari keberadaannya. "Aku di sini!" Segera Erico memutar tubuh untuk menghampiri Alvaro. "Olivia mencarimu. Dia di teras mansion." Kerutan di kening Alvaro terlihat jelas setelah Erico bersuara. Olivia? Untuk apa gadis itu mencarinya? Bukankah--Olivia takut berdekatan karena menganggapn