Keadaan parkiran sekolah itu menjadi heboh ketika melihat sebuah mobil mewah memasuki pekarangan. Semua siswa yang ada di sana menatap kedatangan mobil itu dengan wajah penasaran. Meski sekolah itu terbilang sekolah elit yang diisi oleh para orang kaya. Nampaknya baru kali ini mobil semewah itu datang ke sekolah mereka.“Astaga, itu mobil mewah. Kira-kira siapa yang diantar pakai mobil itu?”“Ya ampun, ternyata di sekolah kita ini ada sultan yang sesungguhnya ya?”“Iya, aku juga baru lihat ada mobil ini masuk lingkungan sekolahan.”Bisikan dan celotehan para murid terus mengalir sampai mobil mewah itu berhenti. Tak kalah penasaran, sekarang ada dua siswi ikut menatap mobil tersebut. Joana dan Kili, dua siwi terbilang bandel itu nampak sedikit mendekat karena penasaran.“Gila, ini sih orang kaya beneran. Kira-kira siapa ya?” cetus Kili kagum.“Tidak tahu, ini pertama kalinya ‘kan? Apa jangan-jangan ada murid baru lagi?” balas Joana ikut penasaran dan menunggu.“Masa iya anak baru? Tapi
Seluruh pengawal keluarga Dakasa bergetar ketakutan ketika melihat keadaan Lavira saat ini. Wajah penuh lebam, rambut terbilang acak-acakan. Lavira sendiri juga bergerak sangat pelan, seperti orang tak memiliki kekuatan. Semua orang menatapnya tak merasa iba, malah mencibir sinis.Baru beberapa menit lalu para pengawal membukakan pintu untuk Lavira turun mobil. Sekarang mereka sudah kembali melihat Lavira datang. Memang mereka semua diperintahkan untuk menunggu nyonya muda tersebut sampai pulang sekolah. Siapa sangka sekarang Lavira kembali hanya dalam waktu tiga puluh menit dengan keadaan tak baik-baik saja.“Astaga, Nyonya, siapa yang membuat Anda seperti ini,” ucap seorang pengawal panik serta takut.Lavira yang sedang menunduk sempat terkejut mendengar suara itu. Dia melihat dua pengawal yang mengantarnya tadi ternyata masih di area parkiran. Perempuan itu tersenyum tipis di dalam rasa sakitnya.“Bapak berdua masih di sini, ya?” ucap Lavira pelan.“Kami diperintahkan oleh Tuan Dak
Lavira berdiri tepat di depan pintu kamar utama mansion Dakasa. Dia menatap pintu itu dengan wajah ragu. Lavira takut jika Avram marah kepadanya, mengingat bagaimana nada suara laki-laki itu tadi.Rino yang berada di belakang Lavira sedikit heran ketika perempuan itu masih diam. Dia menggerakkan kepalanya dan menatap sang istri atasan sekilas. “Ekhm, maaf, Nyonya. Apa Anda tidak kuat menarik gagang pintunya? Biar saya bantu.”Suara berat Rino mengalihkan perhatian Lavira. Perempuan itu menoleh dan menatap laki-laki di belakangnya dengan wajah kikuk. Perlahan Lavira mengggeleng pelan sambil tersenyum kaku ke arah Rino.“Bukan, saya ha ....”“Kenapa masih berdiri di sana?”Kalimat Lavira terputus oleh suara dingin seseorang. Mereka semua menoleh dan melihat kedatangan Avram dari arah ruangan kerja. Lavira langsung menunduk melihat Avram semakin mendekat. Dia siap menerima apa saja yang akan dilakukan Avram kepadanya. Pikiran Lavira terlalu berlebihan dengan mengira Avram akan membuatnya
Keadaan sekolahan kembali dibuat heboh ketika beberapa mobil pengawal masuk dan menggemparkan parkiran. Saat ini sudah masuk jam pelajaran sehingga hampir semua siswa dan siswi berada di dalam kelas masing-masing. Hanya beberapa kelas yang berada di luar, karena jam olahraga.“Eh, itu pengawal keluarga Dakasa yang tadi sempat datang juga ‘kan?”“Iya, kenapa sekarang datang lagi?”“Bahkan semakin ramain, wah ... ada tiga mobil. Orangnya ada sekitar lima belas orang.”“Astaga, pengawal Dakasa saja terlihat sangat gagah menurutku. Apalagi anggota keluarga Dakasa, kecuali Tuan Besar Dakasa itu.”“Hiii, Tuan Besar Dakasa itu ‘kan terbilang mengerikan. Dia buruk rupa.”“Tunggu dulu, sekarang apa alasan mereka datang ke sini? Apa jangan-jangan karena keadaan si gembel tadi?”“Masa iya? Mereka datang untuk mencari perhitungan begitu?”Celotehan dan berbagai bisikan menggema di sekolahan elit tersebut. Merasa penasaran dengan keadaan yang akan terjadi selanjutnya. Semua murid bahkan beberapa
Lavira terus membola-balikkan tubuhnya tak tenang. Kalimat Avram tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Sungguh, Lavira merasa tak tenang dan merasakan hal lain karena kalimat itu masih tak hilang dari pikirannya.Avram melontarkannya dengan suara datar seperti biasa. Akan tetapi, kalimat demi kalimat yang terlontar itu terdengar sangat manis menurut Lavira. Perempuan yang biasa hidup sendiri, mengandalkan diri sendiri tanpa ada bantuan dan perlindungan dari orang lain. Sekarang mendapatkan perhatian dan perlindungan dari Avram, tentu saja itu semua membuat Lavira merasa hanyut.“Astaga, bagaimana aku akan tidur jika seperti ini?” Lavira bergumam sambil duduk di tepian ranjang.Perempuan itu memilih berdiri dan mulai melangkah maju mundur di dalam kamar itu. Keadaannya terbilang cukup baik sekarang, tetapi wajahnya memang masih sangat bengkak. Bahkan mata Lavira setengah terbuka, mungkin dia
“S-sakit, Kak.”“Cepat, bangsat!” umpat Avram ketika dirinya merasa tak tenang mendengar rintihan Lavira.Siara sekarang bergerak membantu Feria untuk berdiri. Sepasang ibu dan anak itu menatap pungguh Avram yang sedang membelakangi mereka dengan wajah heran. Mereka tak kenal orang itu, dari postur tubuhnya dan rambut abu-abu itu bukanlah Rino, apalagi dari suaranya.“Ma, dia siapa? Itu bukan Tuan Rino, orang ini lebih tinggi dan punggungnya lebih lebar dari Tuan Rino. Siapa?” tanya Feria berbisik kepada Siara.“Tidak tahu, kenapa juga dia sampai teriak-teriak tidak jelas di mansion kita,” sahut Siara. “Hei, kau! Siapa kau sehingga berani berteriak tidak jelas di sini?” sambung Siara teruntuk orang tak mereka kenal itu.“Dokter sudah dijalan, Tuan. Apa tidak sebaiknya Nyonya Dakasa dibawa ke atas dulu, Tuan?” ucap Rino tiba-tiba muncul dengan langkah tergesa.Siara dan Feria menoleh ke arah sumber suara dan menatap Rino yang menunduk hormat kepada sosok yang tak mereka kenali itu. Mer
Tok ... tok ... tok ...Perhatian Avram dan Lavira teralihkan ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar. Mereka sama-sama menoleh ke arah pintu. Lavira yang baru saja berniat bergerak dari atas ranjang, terhenti ketika mendengar suara dingin Avram.“Tetap di sana.”Lavira menoleh dan menatap sang suami yang sedang duduk sambil bersandar di kepala ranjang. Hari memang masih senja, sekarang masih menunjukkan pukul setengah delapan malam. Setelah dokter selesai memeriksa keadaan tangan Lavira tadi, Avram masih di sana seakan sengaja menemani perempuan polos tersebut.“Ada apa?” tanya Avram teruntuk orang di luar pintu kamar.“Maaf, Tuan. Di bawah ada Tuan Amrin.”Deg ...Lavira terkesiap mendengar nama tersebut. Wajahnya langsung memucat dan terdiam kaku. Pikiranya berkalana saat ini, rasa takut pun mulai merasuki isi otaknya. Bayang-bayang kemarahan Farhan kepadanya membuat Lavira semakin takut.“P-papa?” cicit Lavira dengan suara sangat pelan.Avram menoleh ketika dirinya mendenga
Cklek ...Lavira menoleh ke arah sumber suara, di mana pintu baru saja dibuka. Perempuan itu melihat kedatangan Avram berjalan masuk dan terus mendekat ke arahnya. Lavira waswas dengan mata menatap Avram takut-takut. Dia penasaran dengan pembicaraan sang suami dan ayahnya.Sett ...Avram duduk, matanya pun sedari tadi tak lepas dari wajah Lavira. Dia tahu dan sangat paham apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan itu. Avram tahu jika Lavira sedang menunggu penjelasannya tentang pembicaraan bersama Farhan tadi. Mengingat topik tadi membuat Avram menggeram kecil tanpa disadari oleh Lavira.‘Kurang ajar sekali dia ingin mengambil alih Lavira. Dia pikir dirinya sedang berhadapan dengan siapa? Sampai kapanpun tak akan pernah aku lepas sesuatu yang sudah tercatat menjadi milikku,’ desis Avram di dalam hati.“Turun dan temui dia,” ucap Avram akhirnya mengeluarkan suaranya.Lavira terkejut, dia menatap Avram dengan wajah semakin pucat. Melihat itu Avram yakin pikiran Lavira dipenuhi hal-hal m
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak