Lavira terus membola-balikkan tubuhnya tak tenang. Kalimat Avram tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Sungguh, Lavira merasa tak tenang dan merasakan hal lain karena kalimat itu masih tak hilang dari pikirannya.
Avram melontarkannya dengan suara datar seperti biasa. Akan tetapi, kalimat demi kalimat yang terlontar itu terdengar sangat manis menurut Lavira. Perempuan yang biasa hidup sendiri, mengandalkan diri sendiri tanpa ada bantuan dan perlindungan dari orang lain. Sekarang mendapatkan perhatian dan perlindungan dari Avram, tentu saja itu semua membuat Lavira merasa hanyut.
“Astaga, bagaimana aku akan tidur jika seperti ini?” Lavira bergumam sambil duduk di tepian ranjang.
Perempuan itu memilih berdiri dan mulai melangkah maju mundur di dalam kamar itu. Keadaannya terbilang cukup baik sekarang, tetapi wajahnya memang masih sangat bengkak. Bahkan mata Lavira setengah terbuka, mungkin dia
“S-sakit, Kak.”“Cepat, bangsat!” umpat Avram ketika dirinya merasa tak tenang mendengar rintihan Lavira.Siara sekarang bergerak membantu Feria untuk berdiri. Sepasang ibu dan anak itu menatap pungguh Avram yang sedang membelakangi mereka dengan wajah heran. Mereka tak kenal orang itu, dari postur tubuhnya dan rambut abu-abu itu bukanlah Rino, apalagi dari suaranya.“Ma, dia siapa? Itu bukan Tuan Rino, orang ini lebih tinggi dan punggungnya lebih lebar dari Tuan Rino. Siapa?” tanya Feria berbisik kepada Siara.“Tidak tahu, kenapa juga dia sampai teriak-teriak tidak jelas di mansion kita,” sahut Siara. “Hei, kau! Siapa kau sehingga berani berteriak tidak jelas di sini?” sambung Siara teruntuk orang tak mereka kenal itu.“Dokter sudah dijalan, Tuan. Apa tidak sebaiknya Nyonya Dakasa dibawa ke atas dulu, Tuan?” ucap Rino tiba-tiba muncul dengan langkah tergesa.Siara dan Feria menoleh ke arah sumber suara dan menatap Rino yang menunduk hormat kepada sosok yang tak mereka kenali itu. Mer
Tok ... tok ... tok ...Perhatian Avram dan Lavira teralihkan ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar. Mereka sama-sama menoleh ke arah pintu. Lavira yang baru saja berniat bergerak dari atas ranjang, terhenti ketika mendengar suara dingin Avram.“Tetap di sana.”Lavira menoleh dan menatap sang suami yang sedang duduk sambil bersandar di kepala ranjang. Hari memang masih senja, sekarang masih menunjukkan pukul setengah delapan malam. Setelah dokter selesai memeriksa keadaan tangan Lavira tadi, Avram masih di sana seakan sengaja menemani perempuan polos tersebut.“Ada apa?” tanya Avram teruntuk orang di luar pintu kamar.“Maaf, Tuan. Di bawah ada Tuan Amrin.”Deg ...Lavira terkesiap mendengar nama tersebut. Wajahnya langsung memucat dan terdiam kaku. Pikiranya berkalana saat ini, rasa takut pun mulai merasuki isi otaknya. Bayang-bayang kemarahan Farhan kepadanya membuat Lavira semakin takut.“P-papa?” cicit Lavira dengan suara sangat pelan.Avram menoleh ketika dirinya mendenga
Cklek ...Lavira menoleh ke arah sumber suara, di mana pintu baru saja dibuka. Perempuan itu melihat kedatangan Avram berjalan masuk dan terus mendekat ke arahnya. Lavira waswas dengan mata menatap Avram takut-takut. Dia penasaran dengan pembicaraan sang suami dan ayahnya.Sett ...Avram duduk, matanya pun sedari tadi tak lepas dari wajah Lavira. Dia tahu dan sangat paham apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan itu. Avram tahu jika Lavira sedang menunggu penjelasannya tentang pembicaraan bersama Farhan tadi. Mengingat topik tadi membuat Avram menggeram kecil tanpa disadari oleh Lavira.‘Kurang ajar sekali dia ingin mengambil alih Lavira. Dia pikir dirinya sedang berhadapan dengan siapa? Sampai kapanpun tak akan pernah aku lepas sesuatu yang sudah tercatat menjadi milikku,’ desis Avram di dalam hati.“Turun dan temui dia,” ucap Avram akhirnya mengeluarkan suaranya.Lavira terkejut, dia menatap Avram dengan wajah semakin pucat. Melihat itu Avram yakin pikiran Lavira dipenuhi hal-hal m
“Papa minta maaf.”Deg ...Napas Lavira tercekat mendengar kalimat Farhan. Dia mengangkat kepalanya dan menatap sang ayah dengan wajah tak percaya. Farhan sendiri semakin tak kuat melihat keadaan wajah putri cantiknya kini menjadi sangat menyedihkan dengan segala lebam dan bengkak di wajah perempuan tersebut.“P-papa berbicara kepadaku?” tanya Lavira ragu.Farhan menggigit bibir bawahnya mencoba menahan sesak di dada. Dia melihat mata lugu itu kini menatapnya dengan penuh penderitaan. Sedari kecil tak merasakan kasih sayang seorang ibu, dengan gilanya Farhan semakin menambah penderitaan Lavira dengan segala perlakuan cueknya.“Papa minta maaf atas semua hal yang telah Papa lakukan selama ini. Papa bodoh dan Papa seorang brengsek. Lakukan apa saja yang ingin kamu lakukan kepada Papa, ingin pukul, tendang, tampar? Semuanya, lakukan, balaskan semuanya.”Lavira kembali dibuat terkejut akan kalimat Farhan. Wajah penuh penyesalan pria itu membuat Lavira ikut merasa sakit. Dia selama ini ben
“Jadi orang yang membuat kamu seperti ini adalah ... Joana?” tanya Farhan kepada Lavira.Perempuan itu terdiam, dia kembali menunduk dengan wajah kaku. Jari-jari tangannya pun sekarang saling bertautan, pertanda jika dirinya saat ini sedang ragu atau takut. Melihat itu Farhan menjadi tahu jawabannya meski Lavira belum menyahut. Pria paruh baya itu tak dapat berkata-kata saat ini, sebab pelaku adalah putri kandungnya dan korban pun adalah putri kandungnya sendiri.Ting ...Denting ponsel Farhan mengalihkan perhatian mereka berdua. Pria paru baya itu langsung meraih benda pipih itu dari saku celananya. Dia sedikit mengerutkan kening ketika melihat sebuah pesan baru dari kontak Avram. Sedikit ragu, dia membuka pesan itu dan semakin bingung ketika melihat sebuah video.Tak menunggu lama, Farhan akhirnya memulai video tersebut. Baru beberapa detik video diputar, mata Farhan membola melihat apa yang terjadi di layar benda pintarnya. Dia menatap Lavira yang kini juga sedang menatapnya dengan
“Ma, sakit hiks, ini sakit hiks.”“Tenang, Sayang. Apa perlu kita panggil dokter dari luar negeri untuk mengobatinya?” balas Marni nampak sangat khawatir melihat keadaan sang putri.“Ini sakit, hiks,” isak Joana terus terdengar.“Jika memang ini berefek kepada wajah kamu nantinya. Kita harus panggil dokter luar negeri, kamu tidak boleh jadi jelek karena ini. Papa kamu juga tak menjawab panggilan telepon dari Mama. Entah ke mana dia, kita harus panggil Lavira pulang dan balas semua ini,” celoteh Marni antara khawatir dan marah karena Lavira adalah alasan di balik semua ini terjadi kepada Joana.“Iya, aku tidak terima. Dia kurang ajar, dia membuat aku seperti ini. Mentang-mentang sekarang dia berada di dalam lingkup keluarga Dakasa, dia seenaknya melakukan aku seperti ini. Aku tak terima, dia harus diberi pelajaran, Ma,” ucap Joana tak kalah marah dan benci kepada Lavira.“Kamu tenang saja, dia tak akan lolos setelah melakukan ini. Dia harus mendapatkan hal yang lebih parah dari ini. Ka
Sesekali Lavira melirik Avram yang berada di sampingnya. Saat ini mereka sedang berada di dalam lift, benar-benar berniat bergerak ke lantai bawah. Lavira masih ragu dan tak percaya jika Avram sungguh ingin ikut ke lantai bawah, menunggunya memasak.“Emm, apa tidak sebaiknya Kakak tunggu di atas saja? Nanti aku antarkan mie gulungnya ke ruangan kerja Kakak,” tutur Lavira menatap Avram dari samping.Avram pun menoleh dan menunduk menatap wajah manis Lavira. “Tidak, aku ingin ke bawah,” sahutnya datar.Lavira mengangguk pelan sambil menghela napas pasrah. Dia juga tak berani memaksa Avram untuk melakukan apa yang dia katakan tadi. Lagipula dia hanya memberi saran, takut jika Avram banyak pekerjaan saat ini.Ting ...Denting lift berbunyi menarik perhatian tiga manusia yang ada di ruangan tamu. Siara duduk bersama dua anaknya, Fero yang sibuk dengan tablet dan Feria yang asik dengan makanan serta luka di tangannya.Luka yang tadi dia dapatkan akibat mempermainkan Lavira sampai terkena ai
Dengan keraguan, tiga manusia yang tadi berada di ruangan tamu sekarang sudah berada di balik tembok. Siara, Feria dan Fero, tiga manusia itu berada di balik tembok, sengaja untuk mengintip kegiatan Avram dan Lavira di dapur. Mereka tak percaya melihat bagaimana Avram dengan antengnya duduk diam menatap pergerakan Lavira.“Apa Mama yakin kalau dia itu benar-benar Avram Dakasa?” tanya Fero dengan suara berbisik.Siara menoleh, begitu pula dengan Feria. Memang jika melihat Avram saat ini, membuat orang-orang tak percaya jika dia adalah seorang Avram sang psikopat. Bahkan selama ini mereka tinggal di mansion seakan selalu diawasi dan itu terasa mengerikan bagi Siara. Dia merasa ngeri jika saja sewaktu-waktu Avram mengusir mereka dari sana, padahal Siara sudah berusaha membuat Fero menggeser kepemimpinan Avram di keluarga Dakasa.“Mama juga sangat terkejut, dia terlihat berbeda tetapi matanya memang sangat tajam. Bahkan hanya dengan sepintas lalu saling bertatapan, kita sukses dibuat bung
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak