Lavira menatap Avram yang nampak terdiam setelah mencoba masakannya. Perempuan itu ketar-ketir di tempat, takut jika Avram tak suka dengan rasa masakannya. Lavira terus menunggu laki-laki tampan itu bersuara, dia pun sengaja menggantung suapan untuk menunggu Avram.“Ekhm ... Kakak tidak suka? Kalau tidak suka, tidak usah dilanjutkan makannya. Lebih baik Kakak pesan seperti biasa saja, atau minta bagian koki dapur untuk memasak,” tutur Lavira merasa tak enak jika Avram melanjutkan makan.Avram menoleh dan menatap Lavira yang sedang meringis menatapnya. “Tidak,” sahut Avram singkat.Lavira terdiam mendengar jawaban Avram. Entah kenapa dia malah merasa cukup sedih mendengar jawaban itu. Dia sedih karena sudah berusaha membuat makanan enak, ternyata Avram tak suka. Itu adalah isi benak Lavira saat ini, tetapi dia tak ingin melihatkannya kepada Avram, sebab sampai saat ini Lavira masih menyangka tak pantas untuk dihargai.“Aku tidak ingin makanan lain. Ini enak dan ke depannya, mungkin kau
“Jadi bagaimana sekarang, Ma? Kita tidak bisa diam begitu saja ‘kan? Jika terus seperti ini, bisa-bisa kita memang diinjak oleh si gembel itu. Aku tidak ingin dan tak mau,” tutur Feria kepada Siara.“Diamlah, Mama sedang berpikir sekarang,” jawab Siara.“Aku tak ingin menjadi level bawah orang itu. Kita harusnya tetap menjadi penguasa di sini. Lihat saja, sekarang dia begitu diperlakukan baik oleh Avram. Semakin lama bisa saja dia memanfaatkan itu semua. Dia bisa saja membalas apa yang pernah kita lakukan dengan memanfaatkan perlakuan baik Avram kepadanya,” sambung Feria.Siara diam, dia juga sependapat dengan sang putri. Fero pun sedari tadi juga diam, tetapi dia nampak lebih santai. Entah tak merasa takut akan diusir dari sana atau bagaimana. Fero terlihat begitu santai seakan semuanya bisa diselesaikan oleh Siara. Selama ini dia memang menggantungkan semuanya kepada Siara, apa pun itu.“Abang kenapa diam saja?” tanya Feria kepada Fero.Pria itu menatap Feria yang baru saja bersuara
Kening Avram berkerut mendengar pertanyaan Lavira. Dia melirik gelagat sang istri yang kini sedang memilin jari-jari tangannya. Avram sudah cukup paham bagaimana karakter dan segala gestur tubuh Lavira. Jika dalam keadaan seperti sekarang, bisa ditebak jika Lavira merasa gugup, ragu ataupun sedang takut.“Kau tak bisa tidur?” tebak Avram.Lavira mengangkat kepalanya dan mengangguk menatap Avram. “Iya, Kak.”“Kenapa? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Atau kau merasakan sakit pada wajah dan tangan?” tanya Avram.Lavira menggeleng menanggapi pertanyaan Avram kali ini. Melihat itu, Avram mengerutkan keningnya cukup samar. Dia menunggu Lavira bersuara, perempuan itu nampak ragu. Dia menggaruk puncak kepalanya sambil menatap Avram yang juga sedang menatapnya.“Bukan, aku sudah tak sakit. Wajahku sudah cukup membaik karena sudah tak bengkak lagi. Tangan juga sudah cukup dingin, tak sepanas tadi,” jawab Lavira.“Lalu apa? Katakanlah,” titah Avram.“Emm, itu ... aku tak bisa tidur sendiri
“Dia menggelapkan dana hampir dua triliun, Tuan. Sekarang dia sedang dalam tahap pencarian.”Rahang Avram mengeras mendengar laporang dari Rino. Sekitar jam dua malam, Avram mendapat telepon. Setelah pertempuran panasnya bersama sang istri kecil tadi. Sekarang pria itu mendapatkan kabar yang berhasil memancing amarahnya.“Apa ini ada hubungannya dengan Fero?” tanya Avram dengan suara sangat dingin.“Sayang kurang paham, Tuan. Kami sekarang masih meninjak lanjuti kasus ini lebih dalam lagi. Bisa jadi ada sangkut pautnya dengan Tuan Fero, bisa juga tidak. Akan tetapi, ini mungkin memang ada sangkut pautnya, sebab dia selama ini selalu berkomunikasi dengan Tuan Fero.”Mata Avram menajam, dia mendesis kecil merasa saat ini kesalahan Fero sudah semakin menjadi. “Cari tahu secepatnya, jika memang ini ada kaitan dengan laki-laki bodoh itu. Maka aku sendiri yang akan turun tangan setelah ini. Fero ... dia selama ini terlalu meremehkan semua hukuman dan peringatan yang sudah aku berikan,” des
“Pa, kenapa Papa beberapa hari ini selalu saja diam? Aku baru saja keluar dari rumah sakit, bahkan Papa tak ikut menjemputku. Padah ....”“Papa ada rapat.”Kalimat Joana terputus saat Farhan melewatinya begitu saja. Joana terdiam di tempat, dia menatap tak percaya sang ayah. Marni pun merasa geram melihat putrinya diperlakukan seperti itu oleh Farhan.“Mas, kenapa kamu tiba-tiba berubah seperti ini, hah? Jo sudah beberapa hari di rumah sakit, kamu tidak datang menjenguk putrimu. Dia rindu, sekarang dia menyapa malah kamu cueki? Di mana hati kamu untuk sang anak, Mas? Kenapa kamu seperti ini? Kasihan Jo, putri kita,” celoteh Marni geram.Pergerakan Farhan yang sudah hampir mencapai pintu terhenti mendengar kalimat tersebut. Dia menunduk dan terdiam dengan wajah tak dapat diartikan. Raut wajah Farhan terlihat lain, ada gurat sedih dia nampak tersenyum pahit. Sampai pada akhirnya pria paruh baya itu tertawa miris entah karena apa, sehingga Marni dan Joana merasa heran dan tak paham.“Jad
Tiga manusia sesekali melirik ke arah ruangan makan mansion Dakasa. Beberapa hari ke belakang ini mereka harus sabar karena berbagi tempat dengan Avram. Pria yang biasanya tak pernah turun dari lantai empat untuk sarapan, sekarang malah rutin sarapan pagi di meja makan.“Ada bagusnya juga dia sekarang rutin turun dari sarang. Tiap pagi aku jadi bisa cuci mata, melihat wajah tampannya. Tapi aku kesal, kenapa dia begitu memperlakukan perempuan gembel itu spesial. Sampai bersedia meninggalkan pekerjaannya demi perempuan itu, ck,” celoteh Feria.Siara, Feria dan Fero sekarang sedang berada di ruangan utama mansion Dakasa. Tak seperti hari-hari biasanya, mereka bisa langsung bergerak ke ruangan makan untuk sarapan pagi. Kali ini mereka harus bersabar karena Avram sudah rutin ada di sana, tentu saja bersama Lavira. Pria itu menemani Lavira bahkan dari awal perempuan tersebut memasak, sampai Lavira menghabiskan makanannya.“Diam saja, Feria. Avram seakan memiliki telinga dunia, begitu tajam
“Ah, hari ini dia tidak masuk sekolah, Ma. Akhir-akhir ini aku lihat dia sering bolos, dengan keterangan izin. Pasti karena dia sering disiksa sama Tuan Dakasa, jadi tidak bisa masuk sekolah untuk menjaga nama baik keluaraga Dakasa. Pasti begitu,” celoteh Joana sinis.“Kamu benar, pasti selama ini dia selalu disiksa sampai menderita. Makanya kita baik, kita buat dia nanti langsung mati saja setelah disiksa. Heh, hidup tidak berguna selama ini dunia, menyusahkan dan hanya menjadi sampah,” balas Marni.“Jadi apa Mama sudah mengurus semuanya? Orang sewaannya bagaimana?” tanya Joana nampak tak sabar.“Kamu tenang saja, semuanya sudah siap. Tinggal mencari waktu yang tepat saja. Kita juga tak akan membuang-buang waktu lagi. Semuanya harus tuntas dalam satu hari. Satu kita urus satu hari, kita culik satu hari, nanti kita siksa dia semalaman, lalu langsung bunuh paginya,” jawab Marni.Joana tersenyum licik mendengar kalimat tersebut. Dia sudah membayangkan bagaimana caranya nanti dalam menyi
“Cari istriku secepatnya! Jika kalian tak menemukannya, maka siap-siap saja bertemu neraka!” bentak Avram dengan suara keras nan begitu dingin.“Baik, Tuan,” balas kepala pengawal dengan suara takut.“Cari secepatnya, jika tidak ka ....”“Kakak.”Kalimat Avram terputus saat pria itu mendengar suara lembut seseorang. Dia menoleh cepat dan terdiam ketika melihat wajah manis Lavira. Perempuan itu berjalan dari arah balkon, Lavira tersenyum manis ke arah Avram yang terdiam di tempatnya dengan ponsel masih berada di daun telinga.“Kamu dari mana?” tanya Avram heran.“Aku dari balkon, ternyata di sana enak, ya. Bisa lihat halaman luas mansion dari sini, aku suka.”Avram terdiam mendengar kalimat tersebut. Dia menghela napas lega ketika merasa Lavira baik-baik saja. Dirinya pun melupakan balkon kamarnya, sehingga tak terpikir Lavira ada di sana.“Tetap diposisi,” ucap Avram sebelum pria itu menutup sambungan telepon.Lavira menatap Avram yang kini terlihat lebih lega, tak setegang tadi. Pria
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak