“Ah, hari ini dia tidak masuk sekolah, Ma. Akhir-akhir ini aku lihat dia sering bolos, dengan keterangan izin. Pasti karena dia sering disiksa sama Tuan Dakasa, jadi tidak bisa masuk sekolah untuk menjaga nama baik keluaraga Dakasa. Pasti begitu,” celoteh Joana sinis.“Kamu benar, pasti selama ini dia selalu disiksa sampai menderita. Makanya kita baik, kita buat dia nanti langsung mati saja setelah disiksa. Heh, hidup tidak berguna selama ini dunia, menyusahkan dan hanya menjadi sampah,” balas Marni.“Jadi apa Mama sudah mengurus semuanya? Orang sewaannya bagaimana?” tanya Joana nampak tak sabar.“Kamu tenang saja, semuanya sudah siap. Tinggal mencari waktu yang tepat saja. Kita juga tak akan membuang-buang waktu lagi. Semuanya harus tuntas dalam satu hari. Satu kita urus satu hari, kita culik satu hari, nanti kita siksa dia semalaman, lalu langsung bunuh paginya,” jawab Marni.Joana tersenyum licik mendengar kalimat tersebut. Dia sudah membayangkan bagaimana caranya nanti dalam menyi
“Cari istriku secepatnya! Jika kalian tak menemukannya, maka siap-siap saja bertemu neraka!” bentak Avram dengan suara keras nan begitu dingin.“Baik, Tuan,” balas kepala pengawal dengan suara takut.“Cari secepatnya, jika tidak ka ....”“Kakak.”Kalimat Avram terputus saat pria itu mendengar suara lembut seseorang. Dia menoleh cepat dan terdiam ketika melihat wajah manis Lavira. Perempuan itu berjalan dari arah balkon, Lavira tersenyum manis ke arah Avram yang terdiam di tempatnya dengan ponsel masih berada di daun telinga.“Kamu dari mana?” tanya Avram heran.“Aku dari balkon, ternyata di sana enak, ya. Bisa lihat halaman luas mansion dari sini, aku suka.”Avram terdiam mendengar kalimat tersebut. Dia menghela napas lega ketika merasa Lavira baik-baik saja. Dirinya pun melupakan balkon kamarnya, sehingga tak terpikir Lavira ada di sana.“Tetap diposisi,” ucap Avram sebelum pria itu menutup sambungan telepon.Lavira menatap Avram yang kini terlihat lebih lega, tak setegang tadi. Pria
Avram menarik napas panjang ketika dirinya merasa sudah lebih tenang. Pria itu menggerakkan lehernya dan menatap ke arah dinding kaca pembatas kamar dan balkon. Pergerakan tirai kamar membuat Avram sesekali melihat keberadaan sang istri di balkon kamarnya. Lavira sedang berdiri membelakangi dinding kaca dan menatap ke halaman luas mansion Dakasa tersebut.“Padahal dia hanya seperti itu, maksudku ... dia anak kecil yang masih duduk di bangku SMA. Tapi kenapa dia dengan mudahnya membuat aku seperti ini? Serasa seperti orang bodoh yang tak paham dengan diri dan pergerakan hati sendiri,” gumam Avram masih merasa heran dan tak percaya akan perubahan dirinya.Bahkan Avram sendiri sekarang merasa jika dirinya sudah mulai lunak. Tak segarang dan tak semengerikan dulu. Bahkan jika dulu dia setiap malam mencari mangsa, sekarang Avram malah sibuk berdekatan dengan Lavira. Pria itu tak bisa, tak bisa jika berada jauh dari Lavira. Tak melihat wajah istri kecilnya selama setengah jam saja sudah mam
“Apa kamu yakin? Kamu tidak salah lihat?” tanya Siara memastikan.“Astaga, Ma. Mana mungkin aku salah lihat, mereka benar-benar bermesraan di balkon kamar utama. Ah, mana tau sekarang mereka masih di sana. Ayo kita cek, dari kamar Mama juga terlihat ‘kan? Ayo cepat!” Feria bersuara sambil menarik tangan Siara ke arah balkon.Setelah merasa sangat panas sendiri melihat kemesraan Avram dan Lavira. Ternyata Feria malah berlari cepat ke kamar Siara. Perempuan itu juga menceritakan dan memberitahu semua hal yang dia lihat kepada sang ibu. Sekarang Feria menarik tangan Siara ke arah balkon, ingin memberikan bukti jika apa yang dia katakan benar adanya.Srek ...Dengan cepat Feria menyibak gorden tinggi dinding kaca penghubung kamar dan balkon. Detik berikutnya dia mengintip ke atas, fokus kepada balkon kamar utama. Masih ada Avram dan Lavira di sana, sungguh aksi hangat sepasang suami istri berlangsung lama.“Itu itu, astaga, ternyata mereka masih ada di sana!” pekik Feria di balik dinding
“Bagus, dia akhirnya sekolah hari ini,” bisik Siara senang.“Iya, Ma. Aku jadi semakin tidak sabar,” balas Feria.Fero menatap ibu dan adiknya dengan wajah tak berminat. Detik berikutnya dia mengikuti arah pandang sepasang ibu dan anak tersebut. Saat ini mereka sedang berada di balik tembok, seperti biasa kegiatan pagi mereka. Menunggu Avram dan Lavira sarapan pagi, setelahnya baru mereka bisa menggunakan meja makan.Sekarang ini Lavira memang sudah menggunakan seragam sekolah. Setelah beberapa hari lalu dia izin sekolah dengan alasan aneh. Sekarang akhirnya perempuan itu kembali bisa ke sekolah. Meski sebenarnya Avram sendiri antara tak ingin dan tak rela lama-lama berpisah dari Lavira.Apa Avram sudah bisa digolongkan kepada pria bucin? Mungkin bisa, sebab saat ini pria itu terlihat benar-benar ingin selalu lengket dengan sang istri. Bahkan Lavira tak ditemukan di dalam kamar saja, Avram sampai heboh sendiri. Balasan dari selama ini pria itu berkurung dengan keseharian kertas dan ma
Keadaan sekolahan kali ini terbilang cukup sunyi karena masih jam pelajaran. Para murid dan guru masih sibuk dengan pelajaran di dalam kelas. Sehingga keadaan di luar kelas rata-rata tak ada, kecuali untuk kelas yang sedang ada jam olahraga.Joana sekarang sedang melangkah sambil bergerak menatap sekitar. Dia memperhatikan halaman belakan sekolah yang kini juga lebih sepi dari halaman utama. Perempuan itu tersenyum manis ketika merasakan jika rencananya bisa dilansungkan sekarang.“Bagaimana, aman?” tanya Marni dari seberang telepon.“Aman, Ma. Bisa kita mulai sekarang,” balas Joana senang.“Baguslah, sekarang siapa yang harus memanggil Lavira ke sana?”“Aku saja, aku akan memanggilnya dengan minta izin kepada guru kelas. Sekarang dia masih dalam jam pelajaran,” jawab Joana sembari melangkah ke arah kelas Lavira.“Baik, orang suruhan Mama juga sudah siap di tempatnya. Mereka tinggal bergerak ketika melihat perempuan gembel itu.”“Baik, aku tutup dulu, Ma. Aku sudah hampir sampai,” uja
“Jadi bagaimana? Apa mereka berhasil?” tanya Feria tak sabar menunggu berita dari ibunya.“Tentu saja berhasil, mereka sekarang sudah bergerak ke arah gedung tua di tengah hutan. Setelah ini kita akan aman dan tak akan ada lagi yang membuat kesal. Mansion ini sedari awal milik kita, jadi hanya kita yang boleh berkuasa di sini,” balas Siara angkuh.“Tentu saja, aku sekarang tinggal menunggu berita kematian dia. Kenapa juga mereka harus menyiksa dulu? Harusnya langsung dibunuh saja, buang-buang waktu,” cetus Feria malas.“Kalau Mama yang berada di posisi mereka, pasti juga akan melakukan hal yang sama. Menyiksa musuh terlebih dahulu, itu rasanya lebih seru,” pungkas Siara licik.“Tapi aku kesal saja kalau belum mendengar berita kematian dia. Seharusnya sekarang dia langsung mati saja,” tutur Feria. ‘Dengan begitu, aku bisa semakin cepat memiliki Avram,’ sambungnya di dalam hati.“Sudahlah, sekarang kamu kenapa sudah pulang padahal baru jam segini?” tanya Siara menatap sang putri.“Karen
“Ini sudah lebih dua jam, kenapa dia masih belum memberikan kabar? Kabar terakhir sudah lewat dua jam tiga puluh menit. Apa dia sesibuk itu? Tapi ini seharusnya sudah jam istirahat .... Hubungi orang yang memantau, Lavira. Sedang apa dia sekarang, sehingga tak bisa mengirim kabar kepadaku,” celoteh Avram sekarang sudah meraih benda pipih tersebut.“Baik, Tuan. Akan saya hubungi mere ....”Tring ... tring ... tring ...Kalimat Rino terputus saat ponsel genggam pria itu lebih dulu berdering. Keningnya sedikit berkerut ketika melihat nama ketua dari pengawal yang memantau Lavira. Rino melirik Avram yang juga sedang menatapnya dengan wajah menunggu, terlihat tak sabar.“Hem,” deham Rino menerima telepon tersebut.“Gawat, Tuan. Nyonya Dakasa hilang.”Mata Rino melotot mendengar laporan tersebut. Melihat ekspresi Rino, Avram semakin merasa penasaran. Dia menatap temannya itu dengan wajah menunggu tak sabar.“Jangan main-main kau,” desis Rino dingin.“Maafkan kami, Tuan. Tadi Nyonya melarang
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak