Aisyah menyaksikan Faiz dari jauh, tersenyum malu-malu. "Ihh, Mas Faiz apasih, kan aku jadi malu," ucap Aisyah sambil berteriak, "Mas, masuk aja. Malu sama tetangga." Faiz pun masuk, segera menyerahkan pesanan Aisyah. "Sayang, makan dulu ya," ucap Faiz sambil menyuapi Aisyah. Aisyah menerima suapan itu dengan senang hati dan menikmatinya. Setelah merasa kenyang, Faiz membereskan sisa makanan lalu kembali ke kamar. Ia duduk di samping Aisyah, menatapnya lekat dan memeluknya erat. Aisyah yang kebingungan ingin melepaskan pelukan, namun Faiz berucap, "Aku mau peluk kamu, Sayang. Boleh kan?" Aisyah mengangguk perlahan. "Sayang, dalam rumah tangga, pasti ada aja masalah. Baik itu masalah besar maupun kecil, tapi aku mau kita bisa selesaikan masalah itu dengan kepala dingin. Tanpa marahan berhari-hari atau bahkan nggak ngomong sama sekali," ucap Faiz lirih. "Sayang, aku tahu kamu nggak siap. Banyak hal yang kamu khawatirkan. Aku nggak merasakan beratnya mual, pusing, pegal-pegal
Faiz memegang ubun-ubun Aisyah lalu membaca: الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب "Allaziina aamanuu wa tathma'innu quluubuhum bizikrillaah, alaa bizikrillaahi tathma'innul-quluub" Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar-Ra’d: 28). Keesokan paginya, seperti biasa Aisyah dan Faiz berbagi tugas membersihkan rumah. Sementara Aisyah membuat sarapan dan mencuci baju, Faiz menyapu dan mengepel lantai. Kemudian, setelah pakaian selesai dicuci oleh Aisyah, Faiz menjemurnya. Saat menjemur pakaian, ibu-ibu julid datang dan berkata, "Ehh, pak Faiz, untungnya punya istri, apa sih segala pekerjaan rumah kok pak Faiz yang mengerjakan? Istrinya kemana?" Kemudian, ibu-ibu lain menjawab, "Istri pak Faiz pemalas ya? Taunya habisin duit pasti." Dengan ekspresi julitnya. Faiz tersenyum lal
"Apa yang harus aku lakukan? Kuliah atau kerja?"Aisyah menatap ibunya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Pikirannya berkecamuk. Semenjak ibunya harus mendapatkan perawatan intens di rumah sakit, ia jadi bingung menentukan masa depannya."Jika aku kuliah, dari mana aku akan mendapatkan biaya yang begitu besar, belum lagi uang untuk pengobatan ibu," pikiran Aisyah kembali berisik. "Tapi jika aku bekerja, bagaimana dengan cita-citaku?"Andaikan saja ayahnya masih di sini, Aisyah tidak akan merasa sendirian seperti ini. Sebagai anak tunggal dan seorang yatim, satu-satunya teman Aisyah adalah sang ibu. Dia menghapus air matanya, mengingat betapa cerianya ibunya dahulu, yang selalu memberikan kasih sayang setiap hari. Namun, kini, dia hanya bisa menyaksikan ibunya terbaring lemah tak berdaya."Ibu, jujur, Aisyah tidak bisa jauh dari Ibu. Aisyah harus bagaimana? Aisyah tidak bisa berbuat apa-apa selain mendoakan ibu yang terbaik." gumamnya, suara lembutnya pecah di ruangan yang su
Aisyah yang kebingungan, untuk menjawab pertanyaan dari ibunya kemudian berucap, "Ibu, bolehkah Aisyah bicara berdua dengannya?" ucap Aisyah mengalihkan matanya menatap Faiz.Kemudian Umi Fatimah menjawab, "Boleh dong, Sayang. Silahkan," ucapnya tersenyum. "Aisyah, ibu harap kamu mengambil keputusan yang tepat ya? Dan ibu mohon pertimbangkan perjodohan ini.""Nak, ibu yakin Nak Faiz yang terbaik untukmu. Ibu harap Aisyah menerima perjodohan ini, agar ketika ibu meninggalkanmu, ibu merasa tenang," ucap ibunya menatap serius Aisyah.Aisyah merasa terjepit dalam sebuah pilihan yang sulit. Di satu sisi, dia merasa perlu untuk memenuhi keinginan ibunya, tetapi di sisi lain, dia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri."Faiz, Aisyah, Umi mengerti bahwa ini adalah keputusan besar yang harus dibuat. Tapi percayalah, kami hanya menginginkan yang terbaik untuk kalian berdua," ucap Umi Fatimah dengan suara lembut, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di udara.Faiz mengangguk, menco
"Hah? Beneran, Aisyah? Kamu terima?" ucap Faiz bertanya dengan penuh antusias."Iyaa, aku terima," ucap Aisyah sedikit tersenyum."Terimakasih, Aisyah. Terimakasih sudah mau menerima perjodohan ini," ucap Faiz, nampak begitu senang.Aisyah juga senang, namun karena gengsinya, ia berbalik meninggalkan Faiz. Bibirnya tak henti-hentinya tersenyum, dan hatinya berdebar-debar sangat kencang."Aduuh, apa ini? Namanya baper ya?" ucap Aisyah karena untuk pertama kalinya dia merasakan hal semacam ini.Melihat kepergian Aisyah, Faiz berteriak, "Calon istriku mau kemana?" teriak Faiz sedikit menggoda Aisyah.Aisyah berbalik, "Ihhh, Faizz! Apasiih!" ucap Aisyah mengulum senyumnya malu tauu!! Pipinya merona mendengar ucapan Faiz.Melihat tingkah Aisyah, Faiz bergumam, "Aku tidak menyangka bahwa takdirku akan menikahi gadis kecil seperti Aisyah. Aku tidak sabar menantikan melewati hari-hari bersamanya," gumamnya sambil tersenyum.Melihat Faiz tersenyum sendiri, Aisyah berkata, "Kamu kenapa senyum-s
Hari pernikahan mereka pun tiba. Aisyah duduk tengah di kursi make up, didampingi oleh ibunya. Di hari pernikahannya, Aisyah mengenakan hijab.“Waah, Aisyah, kamu cantik sekali. Kamu adalah klien tercantik yang pernah aku make up,” ucap MUA itu kepada Aisyah.“Terimakasih ya,” ucap Aisyah tersipu. “Memang betul, anak ibu ini sangatlah cantik,” ucap ibunya bangga.Aisyah berdiri di depan cermin, hatinya berdebar kencang, merasakan campuran gugup dan kebahagiaan. Kemudian, ibunya memanggilnya untuk duduk di hadapannya. Aisyah tersenyum sambil menatap mata ibunya dengan penuh kasih.Ibu memperhatikan wajah Aisyah dengan cermat. “Nak, ibu sangat bahagia bisa melihatmu menikah hari ini,” ucap ibunya sambil berkaca-kaca.Aisyah mengangguk menahan tangisannya. “Aisyah juga senang, ibu. Ibu bisa melihat Aisyah menikah,” ucap Aisyah dengan suara bergetar.Sementara di luar, Faiz merasa agak tegang. Penghulu telah tiba dengan para tamu undangan.Kini Faiz dan penghulu sudah duduk berhadapan, sa
"Ibu, bangunlah," ucap Aisyah sambil mengguncang tubuh ibunya. "Kak Faiz, ayo kita bawa ibu ke rumah sakit," tambahnya, air mata mengalir dari matanya.Faiz mengecek denyut nadi ibunya, lalu berkata, "Innalillahi wa inna ilahi raji'un, wa inna ila rabbina lamunqalibun. Allahummaktubhu indaka fil muhsinin, waj'al kitabahu fi'illiyyin, wakhlufhu fi ahlihi fil ghabirin, wa la tahrimnaa ajrahu wala taftinna ba'dahu."Aisyah, ibu sudah tiada," ucap Faiz sambil memeluk Aisyah, turut menangis melihat keadaan istri dan anaknya yang terpukul. Faiz kemudian mengusap lembut kepala Aisyah, mencoba memberinya kekuatan.Fatimah melangkah gontai mendekati Dinda, "Mengapa kamu pergi begitu cepat? Kamu udah janji akan sembuh dan sehat, tapi mengapa kamu meninggalkan kita semua?" Tangis Fatimah pecah, memeluk erat tubuh Dinda."Umi, tenanglah," ucap Abi Faizal menenangkan Fatimah, lalu menatap Aisyah, "Nak, seperti yang dikatakan ibumu, Allah lebih menyayangi beliau sehingga mengambilnya. Kita harus be
"Assalamualaikum warahmatullah, Assalamualaikum warahmatullah"Setelah salam selesai, Faiz berbalik, dan Aisyah segera mencium punggung tangan Faiz, sementara Faiz mencium pipi Aisyah berkali-kali, mengelus rambutnya, dan memeluknya. "Humairaku, mungkin akan banyak masalah yang menghampiri kita, namun kita akan melaluinya bersama. Mungkin juga banyak kebahagiaan yang akan kita rasakan bersama," ucap Faiz dengan penuh kasih.Faiz melanjutkan, "Humairaku, mungkin di luar sana ada banyak pria yang lebih sholeh dariku, dengan iman yang lebih kuat, dan ketampanan yang lebih. Namun aku merasa sangat beruntung, bisa mendapatkan kasih sayangmu. Percayalah, aku tidak akan pernah meninggalkanmu saat kau jatuh atau sedang terbang tinggi."Aisyah tersenyum bahagia mendengar ucapan Faiz. "Kak Faiz, dipertemukan denganmu adalah hal paling bahagia bagiku. Terima kasih telah menjadikanku istrimu, dan terima kasih karena telah membuatku percaya bahwa kehilangan bukanlah ak
Faiz memegang ubun-ubun Aisyah lalu membaca: الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب "Allaziina aamanuu wa tathma'innu quluubuhum bizikrillaah, alaa bizikrillaahi tathma'innul-quluub" Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar-Ra’d: 28). Keesokan paginya, seperti biasa Aisyah dan Faiz berbagi tugas membersihkan rumah. Sementara Aisyah membuat sarapan dan mencuci baju, Faiz menyapu dan mengepel lantai. Kemudian, setelah pakaian selesai dicuci oleh Aisyah, Faiz menjemurnya. Saat menjemur pakaian, ibu-ibu julid datang dan berkata, "Ehh, pak Faiz, untungnya punya istri, apa sih segala pekerjaan rumah kok pak Faiz yang mengerjakan? Istrinya kemana?" Kemudian, ibu-ibu lain menjawab, "Istri pak Faiz pemalas ya? Taunya habisin duit pasti." Dengan ekspresi julitnya. Faiz tersenyum lal
Aisyah menyaksikan Faiz dari jauh, tersenyum malu-malu. "Ihh, Mas Faiz apasih, kan aku jadi malu," ucap Aisyah sambil berteriak, "Mas, masuk aja. Malu sama tetangga." Faiz pun masuk, segera menyerahkan pesanan Aisyah. "Sayang, makan dulu ya," ucap Faiz sambil menyuapi Aisyah. Aisyah menerima suapan itu dengan senang hati dan menikmatinya. Setelah merasa kenyang, Faiz membereskan sisa makanan lalu kembali ke kamar. Ia duduk di samping Aisyah, menatapnya lekat dan memeluknya erat. Aisyah yang kebingungan ingin melepaskan pelukan, namun Faiz berucap, "Aku mau peluk kamu, Sayang. Boleh kan?" Aisyah mengangguk perlahan. "Sayang, dalam rumah tangga, pasti ada aja masalah. Baik itu masalah besar maupun kecil, tapi aku mau kita bisa selesaikan masalah itu dengan kepala dingin. Tanpa marahan berhari-hari atau bahkan nggak ngomong sama sekali," ucap Faiz lirih. "Sayang, aku tahu kamu nggak siap. Banyak hal yang kamu khawatirkan. Aku nggak merasakan beratnya mual, pusing, pegal-pegal
"Aku benar-benar belum siap! aku nggak siap menerima bayi inii!" teriak Aisyah penuh frustasi "Kenapa sih, Mas, aku harus hamil?" teriak Aisyah, menatap Faiz dengan mata yang berkaca-kaca. "Kalau bukan karena kamu, Aisyah nggak bakalan hamil."Faiz menatap mata Aisyah kemudian memeluknya, diam, tidak tahu harus berkata apa. Aisyah menangis terisak, tak membalas pelukan Faiz. "Kenapa kamu lakukan itu, Mas! Aisyah belum siap untuk hamil, belum siap menjadi ibu, belum siap melewati hari-hari merawat bayi ini," bisik Aisyah dengan suara yang meredam.Setelah Aisyah mulai tenang, Faiz membuka suara, "Udah lebih tenang sekarang, Sayang? Kita pulang dulu ya, nanti kita bahas di rumah, oke?" ucap Faiz lembut, mengelus kepala Aisyah dan tersenyum.Setelah sampai di rumah, Faiz mendudukkan Aisyah di sofa. Ia mengambil segelas air dan duduk di samping Aisyah. "Minum dulu, Sayang," kata Faiz. Aisyah menerima gelas itu dan meneguk airnya sampai habis."Sayang, lihat aku," ucap Faiz lembut, memega
"Wahh, ini enak sekali, sayangku, kalau mas punya jempol banyak, dua jempol ini nggak cukup untuk masakan kamu ini." puji Faiz dengan antusias, memberikan dua jempol untuk masakan Aisyah. Mata Aisyah berbinar-binar, menatap Faiz yang lahap memakan masakannya. "Aku mau mencoba juga, nih," ucap Aisya, mengambil sendok. Namun, tindakannya dihentikan oleh Faiz. "Aku yang suapin kamu, buka mulutnya... Aaaa..." ucap Faiz, ikut menganga sambil menyuapi Aisyah. Aisyah dengan senang hati membuka mulutnya dan menggoyangkan kepalanya menikmati rasa masakan tersebut. "Wow, benar-benar enak, Mas," ucap Aisyah. Faiz, dalam kegembiraannya, melap sudut bibir Aisyah yang terkena kecap. "Masyaallah, istriku pintar sekali," puji Faiz. "Terima kasih, Mas," balas Aisyah tersenyum manis. Mereka lalu saling suap-menyuap, menikmati makanan mereka. *Berbicara dengan Orang Tua* Setelah selesai makan, mereka mencuci piring dan bekas masak. Aisyah mencuci, dan Faiz membilas. Tiba-tiba, dering telepon berbun
"A Faiz, katanya?" Gerutu Aisyah sambil menatap kesal pada wanita itu. Faiz yang melihat mimik wajah istrinya itu sedang kesal berucap. "Menyukai saya adalah hakmu, tapi jika kamu berusaha lewat jalur langit, maka saya juga akan meminta agar kamu di jauhkan dengan saya, dan hak saya untuk melakukan itu. Saya hanya akan mencintai istri saya, saya berharap kamu akan mendapatkan lelaki yang lebih baik dari saya, Dan oh ya, Humairaku, sayang sini”. Panggil Faiz kepada Aisyah untuk naik keatas panggung. Di bawah sana, Aisyah menolak dengan gelengan kepala, merasa malu. Tapi Faiz tetap bersikeras, "Gapapa, Humairaku naik sini." Aisyah akhirnya mendekat, disinari lampu yang menyorotinya. "Perkenalkan, ini istriku. Satu-satunya dan untuk selamanya, sampai maut memisahkan insyaallah," ucap Faiz dengan bangga, merangkul Aisyah. Aisyah tersipu malu, kemudian dengan ragu membuka suara. "Halo, aku Aisyah. Aku mungkin tidak pantas berada di samping Gus Faiz, tapi aku berusaha menjadi wanita
Kemudian para wanita di sana berseru, "Tentu saja dia akan dipinang". "Nah, dengar itu, para lelaki," ucap Faiz dengan senyuman. "Hahahaha!" tawa mereka serempak di dalam ruangan. “Cinta dalam Islam bukan sekadar perasaan atau nafsu belaka, melainkan ikatan yang dilandaskan pada ketakwaan kepada Allah SWT. Pacaran sering kali berpotensi melanggar nilai-nilai moral dan agama yang telah ditetapkan. Sebaliknya, meminang merupakan langkah yang lebih terhormat dalam mencari jodoh,” ucap Faiz. “Pacaran, dalam konteks modern, sering dipandang sebagai proses untuk saling mengenal antara dua individu. Ini adalah fase di mana kita dapat membangun kedekatan, saling memahami, serta menemukan kesamaan dan perbedaan. Namun, pacaran yang sehat haruslah…” lanjutnya. “Bagaimanapun, pacaran itu haram! Ya, sekalipun kalian semakin rajin sholat Dhuha dan tahajjud, itu tetap tidak diperbolehkan dalam Islam. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Isra: وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَ
"Happ" Faiz berhasil menangkap Aisyah, "Sayang, aku sudah bilang pegangan yang erat, kamu jadi jatuh," ucap Faiz dengan khawatir. Aisyah tersenyum, "Hehe, maaf ya, Pak Suami, Aisyah terlalu senang sehingga lupa pegangan," ucap Aisyah sambil nyengir. "Iya, tapi lain kali hati-hati ya. Aku tidak mau melihat kamu sampai terluka lagi, oke?" ucap Faiz sambil menurunkan Aisyah dari gendongannya. "Iyaa, Aisyah akan lebih hati-hati," jawab Aisyah sambil tersenyum pada Faiz. Faiz mengelus kepala Aisyah, "Baiklah, sekarang mau main apa lagi?" tanya Faiz. Aisyah memikirkan sambil melihat sekeliling. "Aku mau makan es krim itu," tunjuk Aisyah, "tapi sepertinya Aisyah sudah menghabiskan banyak uang ya? Kita pulang saja," ucap Aisyah merasa tidak enak meminta lagi kepada Faiz. Faiz memegang wajah Aisyah, "Sayang, jika aku bisa membuatmu bahagia, rezeki akan selalu mengalir. Selama aku punya uang, jangan khawatir, beli saja apa yang kamu inginkan, oke?" ucap Faiz dengan lembut. Aisyah mengang
Suara azan subuh berkumandang membangunkan Faiz dan Aisyah yang masih setengah sadar. “Aaaa!” jerit Aisyah saat melihat pakaian mereka berdua berserakan di lantai. "Apa yang terjadi, Humairaku?" tanya Faiz kebingungan sambil menatap wajah Aisyah. "Ada apa?" "Ihhh, Kak Faiz, ngapain unboxing, sih?" ucap Aisyah kesal sambil menatap Faiz. "Maaf, Humairaku," ucap Faiz merasa bersalah. Aisyah memalingkan wajahnya dan hendak turun dari kasur, namun merasakan sakit di area tubuhnya. "Aduh, sakit banget," keluh Aisyah. "Yang mana yang sakit, Humairaku? Apakah ada yang bisa aku bantu?" tanya Faiz. "Tahu ahh!" Aisyah mengerucutkan bibirnya. Faiz mendekat dan mengelus lembut rambut Aisyah, lalu mencium singkat. "Maaf ya, Humairaku. Lain kali aku nggak bakal minta jatah, sampai kamu sendiri yang memutuskan untuk memberikannya," ucap Faiz sambil memasang wajah sedih dan memeluk Aisyah. "Hmm," jawab Aisyah singkat. "Yuk, aku bantu ke kamar mandi, habis itu kita sholat bareng ya?" uc
Lengan Umi Fatimah digigit oleh binatang buas itu karena menyelamatkan Aisyah. Namun dengan segera, polisi yang berada di sana menembak bertubi-tubi hewan buas itu.Aisyah berteriak histeris, "Maafkan Aisyah, Umi! Gara-gara Umi menyelamatkan Aisyah, Umi yang terluka," ucap Aisyah sambil menangis tersedu-sedu. Kemudian, Umi Fatimah menggeleng kepalanya, "Nggak sayang, ini bukan salah Aisyah. Jangan merasa bersalah. Coba Aisyah pikir, orang tua mana yang tega melihat anaknya terluka? Hmm?" ucap Umi Fatimah lembut sambil menahan kesakitannya.Setelah serangan polisi kepada hewan-hewan itu, akhirnya mereka bisa meninggalkan jurang tersebut. Umi Fatimah dibawa ke rumah sakit, sedangkan sopir tadi dibawa ke kantor polisi. Faiz melajukan mobilnya dengan kecepatan agak cepat untuk segera sampai ke rumah sakit.Setelah sampai, Abi Faizal berteriak, "Tolong! Di sini ada keadaan darurat!! Umi Fatimah, Faiz, dan Aisyah segera dibawa ke ruangan mereka untuk melakukan pemeriksaan, sedangkan Abi Fai