Share

Ketahuan Prapto

Author: Jenang gula
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ratih diam sepanjang perjalanan. Bibirnya tertutup rapat. Sebuah kalimat yang terlalu lama ingin dia dengar dan kini semua seolah terlalu terlambat.

“Ndoro Ratih.” Panggil pekerja pria yang mengusiri dokar Ratih.

Ratih tersadar dari lamunan. Hampir senja saat dia sampai rumah besar ini, tanpa dia sangka, semua perjalanan datang terlalu cepat, “Tolong, bawakan ini, Pak.” Pintanya karena semua baju itu terlalu banyak. Dia sendiri juga membawa satu buntalan cukup besar, berjalan pelan menuju ke kamar yang kini ditinggali putranya. Ada kamar kecil di sana, dulu itu kamar Siti, dan sekarang dialah yang harus tinggal di sana.

“Kamu lama sekali?” Sumi yang tahu Ratih sudah kembali, segera datang, putranya yang dia gendong tak mau diam dari tadi, dan dia tak peduli dengan Ratih yang mungkin lelah, segera menyerahkan putranya yang rewel itu.

“Inggih, Mbak Sumi. Ibu sama bapak mengajak makan dulu tadi.” Dusta Ratih, dia menimang putranya, seperti memiliki sihir, putranya malah tersenyum sambil
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
wwwwkkk ngakak Nex next next next next next next ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Mulai gila

    ***Ratih kaget. Segera bangun untuk duduk saat merasakan tubuhnya terguncang cukup keras.“Kau tidur di sini semalaman?” tanya Sumi. Dia baru saja bangun, berniat memandikan putranya sebelum sarapan dimulai.Ratih mengangguk, “Aku hanya menjaganya dengan baik.”Sumi mengangguk, “Mandilah. Aku tidak mau putraku dirawat oleh orang yang kotor.”Ratih pun segera beranjak ke kamarnya. Semalam dia memang tak berniat pergi. Setelah ketahuan Prapto dan tak ada sepatah kata pun, Ratih semakin enggan meninggalkan putranya di sini sendiri. Ratih mandi dengan cepat, kembali ke kamar putranya, ternyata Sumi baru saja selesai memandikan, “Butuh sesuatu?” tanya Ratih.Sumi menggeleng, “Bantu saja pelayan di dapur. Sebentar lagi kita sarapan. Banyak pekerjaan hari ini, Iis dan Fitri akan ke sini, apa kau lupa?”Ratih tersenyum, “Tidak, Mbak.” Ratih mengekor Sumi, membiarkan Sumi menuju ke kamar Prapto, sedangkan dirinya ke dapur untuk melihat persiapan sarapan. Setelah semuanya siap, “Biar aku saja

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Perkelahian panas

    Bima semakin tak suka. Toh! Anak Ratih sudah dia gendong, Bima semakin tak segan mengambil belati yang dia simpan di lipatan jarit yang dia kenakan. Menghunus dengan pasti ke perut Sumi, “Seperti itu juga sakit yang dirasakan Ratih.” Mata Bima merah menyala, dia puas setelah membalaskan dendam Ratih.Tubuh Sumi kaku, dia tak berani bergerak, rasanya sangat luar biasa perutnya ini.“Mbak Sumi!” Ratih mendorong Bima, tak peduli dengan putranya karena yakin Bima menggendongnya erat, tapi Sumi? “Mbak Sumi? Mbak Sumi?” memeluk Sumi erat, dibantu untuk duduk di jalan. Orang juga mulai berkerumun dan Ratih semakin ketakutan.Sumi terus menekan perutnya, “Jaga putraku, Ratih.”Ratih menggeleng, “Jangan berkata apa pun lagi, Mbak.” Ratih menggeletakkan Sumi di tanah, “Bantu aku!” teriaknya ke semua orang. Saat semua orang menggendong Sumi, Ratih mendekat ke Bima dan meminta putranya, “Jangan pernah kau berani mendekatiku lagi.” Peringatkan itu sangat keras, dia juga mengacungkan telunjuk ke Bi

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Pertanyaan tak terduga

    “Ndoro Ratih, ndoro Sumi siuman.” Ucap pelayan dari dalam.Kalimat itu lebih menyejukkan dari pada kata lainnya. Ratih tak lagi peduli dengan Prapto dan Bima. Berlari masuk, dia ingin melihat Sumi, dan memastikan sendiri dengan mata kepalanya kalau Sumi baik-baik saja.Prapto menghela napas lalu menoleh ke Bima, “Mungkin memang ada yang salah di antara kita. Benar kata Ratih, tak seharusnya kita bertingkah seperti anak kecil, jadi pulanglah. Kuanggap ulahmu ke istriku hanya kecelakaan. Jangan membuatku semakin marah karena di sini kamulah yang salah, Bima.”Baru saja akan membela diri, Prapto sudah melangkah pergi, Bima pun kembali menutup mulutnya.“Aden Bima, silakan diminum.” Lek Tejo yang paling berani. Dia tahu berkelahi sangat melelahkan, jadi dia membawakan minum untuk Bima, selaku tamu di rumah besar ini.Bima menoleh, “Aku tidak membutuhkannya, Lek Tejo.” Dia juga beranjak mendekati kudanya. Akan pulang saja karena tahu tak berguna di sini.Lek Tejo tersenyum, “Ndoro Ratih su

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Dua permintaan

    Baru saja Ratih mendorong pintu dan ingin segera masuk.“Ndoro Ratih, ndoro Iis dan ndoro Fitri sudah datang.”Pelayan datang dan membuatnya terkejut untuk ke dua kalinya, “Aku akan ke luar. Siapkan saja kamar mbak Iis dan mbak Fitri.” Perintah Ratih yang diangguki pelayan itu. Langsung ke depan, tersenyum saat bertemu dengan dua wanita yang lebih hebat darinya, “Mbak Iis, Mbak Fitri, sangat rindu rasanya.” Ratih memeluk keduanya, Fitri tetap hangat, sedangkan Iis lebih ramah dari yang dulu.“Mana mbak Sumi?” tanya Iis.“Mbak Sumi sedang sakit.” Ratih mengajak ke duanya ke kamar Sumi, “Ngapunten, tapi jangan berisik, aku akan menjelaskannya setelah kita ke luar dari kamar mbak Sumi.”Iis dan Fitri saling lempar pandang. Keduanya ingin bertanya, tapi Ratih yang keburu masuk, hanya menyisakan diam. “Mbak Sumi?” Iis lebih terkejut, Sumi perutnya terbuka dengan luka dibubuhi daun berwarna hitam pekat.Sumi tersenyum, dia baru saja menghabiskan bubur yang tak enak itu, “Iis, Fitri, kalian

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Kelam menjelang

    ***Prapto terbangun. Tak menyangka ternyata dia tertidur di kamar putranya, semalam memang putranya agak rewel, mungkin lelah atau bahkan kaget dengan kejadian yang beruntun sejak beberapa hari yang lalu. Dilihatnya Ratih tidur di ranjang yang sama dengannya, Prapto tersenyum, dengan lancang mencuri ciuman di pipi Ratih, baru ke luar setelahnya.Di luar masih gelap. Prapto ingat kalau ingin mengajak Sumi menikmati embun yang belum kering pagi ini. Mungkin di taman samping sambil menunggu matahari bersinar malu, akan menyenangkan, ditambah dengan beberapa obrolan kecil, Prapto pun terkekeh membayangkan semuanya.“Bantu aku.” Prapto mengajak pekerja pria yang sedang sibuk menata bekal untuk dibawa ke kebun. Ke duanya mengangkat kursi panjang, setelah memastikan semua pas di tempat, barulah Prapto masuk. Dia akan membangunkan Sumi dan mengajaknya menunggu pagi.Prapto mengerutkan kening, tak biasa Sumi tidur tanpa lampu, dan kamar ini menjadi terlalu gelap. “Sumi? Kau sudah bangun? Saya

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Hidup baru

    Senyum yang merekah. Tak ada ketakutan sedikit pun di wajah itu. Bukan tangisan lagi, tapi malah liur yang terus menetes disertai dengan isapan di pergelangan tangannya, cukup membuat Prapto kembali terkesima. Wajah yang dulu sangat dia inginkan, apa tega dia membuangnya begitu saja? Prapto pun menangis, dia memeluk putranya erat, “Maafkan Romo, Tole. Maafkan Romomu yang goblok ini. Maafkan Romomu.” Prapto terus menangis, menciumi putranya yang kian tertawa terbahak-bahak.“Tole—“ Ratih terkesiap memandang apa yang ada di kamar Prapto. Suaminya bangun, bercanda dengan putranya setelah sekian lama, Ratih tak ingin mengganggu, hanya diam sambil menyeka air mata haru yang membasahi pipi.“Apa yang kau lakukan di situ?!” bentak Prapto membuat Ratih menjingkat, “Putraku menangis, dia lapar, beri dia susu atau apa pun.” Prapto kembali bermain dengan putranya.Ratih segera duduk di samping putranya yang dipangku Prapto, nasi lembek dan tongkol goreng yang dia bawa, segera dijumput dan disodo

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Tambah gaduh

    ‘Siti, Aden Prapto.’ Kalimat itu terus menggema di telinga Prapto. Padahal sudah malam dan dia terus saja merasa pekerja itu masih bicara di dekat telinganya saat ini.“Mas Prapto?” Ratih datang dengan putranya yang sudah mulai mengantuk, “Kenapa langsung masuk tadi?" Tanyanya sambil merebahkan putranya di ranjang.Prapto yang berdiri di balik jendela, tersenyum dan duduk di ranjang, “Aku sedang berpikir, sepertinya besok aku akan ke pasar.” Ikut mengusap kepala putranya, membuat putranya yang sudah mengantuk, jadi memejamkan mata, siap tidur.“Aku senang kalau Mas mau ke pasar lagi. Mas, mau kupijit?” Ratih menawarkan diri. Lama Prapto tak dia manjakan. Sejujurnya, dia pun juga rindu dengan Prapto dan semua sentuhan dari Prapto juga.Prapto mengangguk, dia merebahkan diri di bawah putranya dengan berbantal pangkuan Ratih, “Dengan membuat diriku sibuk, semuanya akan lebih ringan, bagaimana menurutmu?” Prapto memejamkan mata, pijatan itu melebihi kata nyaman, cukup lama dia tak memanja

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Perang dingin

    Basah. Cipratan air yang terlalu tinggi membuat tak hanya wajah Prapto yang basah, tapi juga rambut sisi depan ikut meneteskan air, dan kini ditambah dengan ludahan dari Ratih juga. Tepat mengenai pipi kiri. Itu adalah penghinaan baginya. ‘Plak!’ Ditamparnya wajah itu. Begitu berani Ratih menginjak harga dirinya dan Prapto tak akan lagi memaafkan Ratih kali ini.Ratih malah terkekeh, “Sakit bukan dihina seperti itu?” tanyanya, “Lalu ...bagaimana denganku yang kau cerca dengan semua kalimat buruk yang kau tuduhkan?!” Memekik agar Prapto mendengar dengan jelas ucapannya. Setelah diam beberapa detik, Ratih mengedarkan pandangannya, mengambil kembali gayung yang teronggok di lantai dan menyodorkannya ke Prapto, “Guyur! Pukul! Kalau semua bisa membuatmu puas dengan menyiksaku seperti itu, lakukan saja. Tubuhku masih sangat kuat hanya untuk menerima semua sakit darimu yang bertubi-tubi.” Ratih menyeringai, “Lalukan, Mas Prapto.” tantangnya.Prapto tak menjawab. Dia melepas cekalan tangannya

Latest chapter

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Lembaran baru - END - EPILOG

    Hampir tengah malam. Prapto masih duduk di ruang tengah. Dia baru saja ke luar dari kamar putranya, Ratih belum pulang, Prapto akan menunggu sampai istrinya itu tiba di rumah. Bukankah Ratih sudah berjanji tak akan menginap? Kini angannya jadi melayang... “Apa yang kamu lakukan di sini? Aku tidak mau sampai istrimu tahu.” “Biar saja dia tahu. Bukankah kita sama-sama tahu kalau aku tak pernah menyukai istriku sepenuhnya? Pernikahan ini hasil perjodohan dan kedatanganmu di sini seolah memberiku puas akan dahaga.” “Jangan pernah mengatakan itu.” “Apa yang salah? Aku sudah pernah melakukannya, kau juga, apa salah kalau kita mencoba memuaskan hasrat kita selama ini?” “Aku tidak mau membuat dosa.” “Anggap saja ini hadiah yang bisa kuberikan. Aku janji hanya sekali. Tak ada esok hari. Hanya ini yang bisa kuberikan padamu, Jum.” Rayuan yang begitu memabukkan, mbok Jum muda pun terbuai, dia membiarkan setiap jengkal kulit disentuh oleh sang mantap, dan sungguh, kenikmatan itu tiada tara.

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Apa kau mencintai?

    Mbok Jum terkekeh, “Semua orang memusuhiku.”“Tidak ada yang berlaku seperti itu, Mbok Jum. Semua karena perasaanmu saja karena yang sebenarnya terjadi adalah semua orang butuh waktu untuk menenangkan diri saat hatinya merasa tak baik.” Ratih baru saja selesai makan, dia berdiri karena ingin melakukan banyak hal untuk hari ini, “Jangan banyak memaksa. Setelah waktu yang dibutuhkan tercukupi, semua orang akan menyambutmu sehangat dulu.” Ratih tersenyum, menunduk hormat ke mbok Jum, dan beranjak dari ruang makan. Dia ke halaman, tahu kalau Prapto pasti sibuk, dia tak ingin putranya mengganggu pekerjaan Prapto. Tepat saat dokar berhenti di halaman, Ratih mendekati Prapto dan meminta putranya, tak menunggu siapa tamu itu, dia segera masuk kembali meski hanya bersembunyi di belakang pintu utama. Dokar yang datang adalah milik Prapto. Bisa dipastikan Siti yang ada di dalamnya.Prapto tetap duduk. Dia bahkan mulai meramu lintingan tembakau untuk dinikmati. Lek Tejo yang terus mendekat ke dok

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Nasi jadi bubur

    “Ya?!” Prapto berteriak dari kamar mandi. Dia sedang membersihkan tubuhnya. Berharap dengan begitu lelah yang dia rasa akan hilang.Ratih menghela napas menyadari Prapto tak pergi jauh, “Aku membuatkanmu minuman, Mas.” Ratih mendekat, bahkan hampir menempelkan tubuhnya ke pintu kamar mandi.“Aku selesai sebentar lagi, Ratih. Letakkan saja di sana.” Prapto kembali melanjutkan mandinya saat Ratih tak lagi bertanya.Menuju ke almari, Ratih segera mencari surjan dan jarit yang pasti akan pas dikenakan oleh Prapto, tepat dengan suaminya yang baru saja ke luar dari kamar mandi. “Sarapan di dapur hampir siap, Mas.” Ratih mendekat untuk mengambil handuk basah. Menyampirkan agar tak membuat tempat lain menjadi lembab.Prapto mengangguk, “Kau tidak ke kamarmu sendiri? Kupikir anak kita akan mencarimu.” Prapto mulai membuat simpul untuk jarit yang dia kenakan.Ratih menggeleng, “Tidak, Mas. Aku sedang mengandung. Sebisa mungkin aku tak menyusui putra kita. Mas, mau kusiapkan makan di kamar atau

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Satu sisi

    Sudah senja, mbok Jum heran karena pintunya diketuk dari luar, tak pernah ada tamu di jam seperti ini. Dia tetap melangkah ke luar, tersenyum saat melihat siapa yang mengejutkan dirinya, “Apa yang membawamu ke sini, Tejo?” Mbok Jum membuka pintu rumahnya sangat lebar, tapi lek Tejo malah memilih duduk di teras, mbok Jum juga tak mau memaksa lek Tejo untuk masuk.“Siapkan barangmu. Prapto ingin kamu menginap di sana untuk beberapa hari.” Lek Tejo tak menoleh, dia memilih menatap rimbunnya pohon yang mulai gelap, biar cahaya lampu minyak tak mampu membuat halaman luas ini menjadi terang.Mbok Jum terkekeh, “Ada apa? Prapto sudah menemukan Siti?”Barulah lek Tejo menoleh, menatap mbok Jum tajam, gigi menguning hasil dari kinang itu membuatnya jijik. “Baru kali ini kau berani mengatakan nama putri yang kau sembunyikan, kenapa? Kau takut aku memberi tahu Prapto dan membunuh putrimu?” Lek Tejo tak menyangka kalau mbok Jum tetap saja menjadi wanita yang licik.“Apa Prapto sudah berhasil memb

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Kenyataan tak diinginkan

    Pekerja pria itu tersenyum getir, “Memang sangat menyakitkan, Aden Prapto.”Tanpa banyak bicara, Prapto memukuli pekerja itu hingga babak belur, dia melakukannya hingga puas. Setelah pria dengan tubuh lunglai seperti seonggok baju kotor, Prapto melepas dengan setengah melempar begitu saja, tak peduli jika napas pekerja itu sebentar lagi akan melayang. “Kau tak menghalangiku?” Prapto terkekeh, “Bukankah dia kekasihmu?” Siti masih menangis sambil duduk di tanah dan Prapto tak juga merasa kasihan.Siti menggeleng, “Aku hanya ingin hidup, bukan berarti aku kekasihnya.”“Hahahaha.” Prapto berjalan mendekati Siti, “Kau pikir setelah menemukanmu aku akan melepaskanmu begitu saja?” Menggeleng sambil mencebikkan bibirnya, “Katakan, sebelum kematianmu datang, apa kau masih ingin bertemu dengan ibumu?” Prapto berjongkok tepat di depan Siti.“Apa yang membuatmu sebenci itu denganku?” Siti seperti menantang, tapi bukan itu yang dia luapkan, hanya penasaran kenapa Prapto tak pernah memberinya kesem

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Nama baik

    Prapto menghela napas panjang dan dalam, “Di mana tempatnya?” Tadi matahari belum muncul ke permukaan dan kini kepalanya malah pusing karena cukup terik. Prapto terus berjalan menyusuri sungai seperti yang diperintahkan oleh lek Tejo, meski tak menemukan apa pun, sudah kepalang basah. Dia tak ingin kembali dengan tangan kosong.Kakinya yang terlalu lelah, Prapto memilih untuk istirahat, duduk di batu besar, dan minum air sungai. “Di mana tempatnya? Kakiku mau copot.” Prapto menyandarkan punggung, hampir merebah untuk menghilangkan penat sambil menikmati semilir angin. Cukup menyegarkan hingga dirinya hampir saja tertidur. Untung tak sampai karena dia bangun saat mencium harum masakan rumah.Prapto membuka mata, menyapu seluruh sisi untuk mencari apa yang bisa dijadikan pertanda, hingga di kejauhan dia melihat asap. “Apa itu?” Prapto berdiri, “Tak ada pemukiman di sini, sepertinya memang itu.” Terkekeh, Prapto sedikit banyak mengenal daerah yang dia tapaki. Ini adalah tanah kelahiranny

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Menemuimu lagi

    Entah ini ketepatan yang bagaimana, baru saja Prapto turun dan pas sekali di acara ketemu kemanten, jadilah dia ikut mengiring meski bukan sanak kadang mempelai wanita. Seluruh prosesi yang biasa setiap orang hafal, Prapto melihatnya juga, dia pernah melewati yang seperti itu dengan ke tiga istrinya, tapi tidak dengan Ratih. Prapto menoleh ke Ratih, entah seperti apa perasaan istrinya melihat semua ini. Ternyata istri Bima sangat cantik, Ratih menoleh ke Prapto, bertemu tatap dengan pandangan sedih, Ratih malah tersenyum sambil mengusap lengan Prapto, “Ada apa, Mas?” “Pernikahan kita tak seramai ini. Ibu dan bapakmu menangis, kamu juga menangis, saat itu kita menikah dengan diri dipenuhi amarah, Ratih.” Penyesalan selalu datang belakangan. Andai Prapto tahu Ratih adalah satu-satunya wanita yang bisa memberinya anak, dia tak akan sejahat dulu, dan semua sudah terlambat untuk diulang. Ratih tersenyum lagi, “Tidak penting, Mas. Asal Mas tetap sebaik ini, aku tetap menerima semua dengan

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Membius setiap mata

    Prapto tertawa terbahak-bahak, dua wajah di depannya sangat tegang, “Mbok Minah, aku ingin kau menikah dengan lek Tejo.”“Aden?!” Lek Tejo tak bisa berkata-kata selain menegur Prapto.Minah malah lidahnya jadi kelu. Dia memang suka dengan lek Tejo, pria dewasa itu begitu baik, tapi dirinya ini? Ah! Sangat tidak pantas menjadi salah satu bagian dari juragan tanah seperti aden Prapto.Ratih malah lega, dia pikir Prapto terus membuat onar, ternyata dirinya salah. Ratih jadi berani ke luar, tersenyum ke tamunya, dan duduk di samping suaminya. “Ini jembelm siapa?” Ratih baru tahu ada makanan ini di meja.“Buatan saya, Ndoro Ratih.” Minah yakin makanan seperti itu akan membuat semua orang sakit perut.Ratih mengambilnya, mencicipinya, dan mengangguk ketika menemukan rasa yang enak sekali. “Mas Prapto benar, Mbok Minah menikah saja dengan Lek Tejo. Aku yakin, hubungan yang niatnya baik, pasti akan menjadi berkah.” Ratih mengambil jemblem itu lagi.Lek Tejo menghela napas, “Kalau ...kamu mau,

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Ingin meminangmu

    Prapto baru saja sampai rumah. Tak ada yang menyambutnya. “Ke mana Ratih?” Hanya pelayan yang mendekat dengan membawakan kopi.Pelayan itu meletakkan kopi yang dipegangnya, “Di kamar, Aden Prapto. Aden tole tadi menangis, mungkin sekarang sedang tidur. Njenengan mau makan dulu?”Prapto menggeleng, “Nanti saja. Pergilah.” Prapto menyandarkan punggung, setelah beberapa saat membiarkan otot agak lemas, Prapto menikmati kopi yang manisnya pas. Baru saja ingin bersantai, tangisan putranya membuat mengerut keheranan, “Katanya tidur, kenapa nangis?” Prapto berdiri. Dia segera mendatangi putranya, siapa tahu Ratih membutuhkan bantuannya untuk menenangkan si tole.Prapto heran, tak ada Ratih di sana, hanya putranya yang digendong oleh pelayan pribadi Ratih, “Kau sendiri?”“Aden Prapto? Kapan Aden Prapto datang?” Pelayan itu terus menimang balita, hingga saat Prapto meminta, dengan hati-hati memberikannya.Prapto mengerutkan kening, “Pertanyaanmu aneh. Di mana Ratih?”“Ndoro Ratih sedang buang

DMCA.com Protection Status