Ekspresi Aleandro menggelap melihat tampang jijik di wajahnya. Dia diingatkan saat Yuriel bersama Leon dan tidak bisa menahan kemarahan di dadanya. Wanita selalu menolaknya, tetapi tidak keberatan dengan pria lain.
Mengingat perselingkuhannya, kemarahan Aleandro seperti letusan gunung merapi. Dia ingin menghancurkan sesuatu. Menahan kemarahannya, dia menatapnya dengan menyipit tajam.
“Apa dia pria itu?”
“Maksud kamu apa?” Yuriel menatapnya bingung dan kesal.
Aleandro terdiam dengan rahang mengeras. Dia ingat Yuriel hilang ingatan dan itu membuatnya frustrasi.
Bagaimana wanita itu begitu mudah melupakan perselingkuhannya, sementara dia memikirkannya seperti menelan duri.
Aleandro tidak tahu siapa pria itu yang tertangkap bersamanya di ranjang hotel.
Tidak ada berita yang memuat wajah pria itu koran, dan mencari tahu hanya akan membuatnya semakin marah dan cemburu.
Dia melepaskan tangan Yuriel, dan k
Di kantor Leon, Yuriel dan Ariana duduk di sofa saling berhadapan. Sementara Leon menjelaskan situasinya pada kepala yang baru datang.Kepala sekolah itu seorang pria paruh baya hampir botak, berusia 50 tahun. Dia manggut-manggut mengerti mendengar penjelasan Leon, yang merupakan seorang profesor sekaligus pengajar di jurusan Yuriel.“Anda tidak perlu khawatir kepala sekolah. Saya akan membuat mereka menulis esai refleksi agar kejadian ini tidak akan terulang,” ujar Leon meyakinkan kepala sekolah.Dia agak bingung pada awalnya dengan kedatangan kepala sekolah ke kantornya setelah mendengar perkelahian Yuriel dan Ariana.Kepala sekolah menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan ucapan Leon.“Karena kasus ini melibatkan kekerasan dan perkelahian yang merusak reputasi sekolah. Karena itu, saya sudah berdiskusi dekan lain, untuk mengeluar Yunifer Jenkins dari kampus.”Keheningan jatuh di kantor berukuran minimalis. Yuri
Sementara Leon .... Kepala sekolah menatapnya dengan penuh harap. Namun, Leon membuang muka dan tidak memberikan kursinya pada kepala sekolah. Kepala sekolah sudah menyinggungnya karena mengeluarkan Yunifer tanpa mendiskusikan dengannya. Kepala berdiri dengan canggung. Dia berdiri di sebelah kursi Aleandro seperti seorang pesuruh. Tidak ada orang yang memberinya kursi untuk duduk. “Jadi ....” Suara Aleandro memecahkan keheningan. Dia menatap kepala sekolah dengan tajam. “Mengapa kau mengeluarkan istriku dari kampus?” “Itu ....” Kepala sekolah berkeringat dingin. Jika dia betulan mengeluarkan Yunifer sesuai dengan permintaan keluarga Grinn, maka dia akan menyinggung Aleandro. Tapi, dia juga akan menyinggung keluarga Grinn jika tidak mengeluarkan Yunifer, dia juga tidak bisa menyebutkan kesepakatannya dengan keluarga Grinn. Itu sama saja mengakui bahwa dia menerima uang sogok. Kepala sekolah berada di posisi sulit, dia tida
Keheningan meraja dalam mobil yang melaju di jalan raya. Yuriel tidak kembali ke kelas, dia mengikuti Aleandro pulang ke mansion.Dia sangat cuek memandang keluar jendela mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Aleandro yang sudah tidak ditemuinya selama satu bulan.Di sini lain, Aleandro yang sedari tadi menunggu Yuriel mengucapkan sepatah kata saja, mulai kesal melihatnya diam.“Apa tidak ada yang ingin kau katakan padaku?” ujar Aleandro, menatapnya dingin.“Tidak ada.” Yuriel menjawab cuek tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.“Kamu sudah membuatku datang jauh-jauh ke sini,” ujar Aleandro dengan penuh tekanan.“Terus?” Yuriel masa bodoh dan menjawabnya acuh tak acuh. “Apa aku yang memintamu datang? Aku cuma menelepon dan kaulah yang datang ke sini dengan kakimu sendiri, tidak ada yang maksa.”“Kamu ....” Sudut bibir Aleandro berkedut. “Bagaim
Yuriel hanya terkekeh. Lagian dia juga lelah setelah kuliah seharian. Dia tidak mood untuk sekadar shopping. Dia hanya menelpon untuk menanyakan kabar Melly.“Lupakan aja, waktunya agak mepet. Aku ingin beristirahat sebentar sebelum pergi ke pesta bar Bule Star.”“Buat apa kau pergi ke sana?”Yuriel tersentak dengan mendengar suara Aleandro. Dia menoleh dengan cepat melihat ke ruang tamu.Di sofa single, duduk sosok pria tampan dengan pakaian santai, menghadapnya. Dia menurunkan koran di tangannya dan menatapnya tajam.“Kapan kau di situ?”“Sebelum kau pulang.”“Tumben kau pulang cepat?” Yuriel mengerutkan keningnya menatap lelaki itu, lalu melirik jam tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul lima sore.“Apa aku tidak boleh pulang ke rumahku sendiri?” Aleandro malah balik bertanya.Yuriel hanya mendengus.“Yayaya, terserah kau. Kau yang
Pandangan Aleandro menyapu ke seluruh bar seperti mencari seseorang. Dia seperti suami yang ingin memergoki istrinya berselingkuh. “Wow, datang tepat waktu saat istrinya tengah bermain dengan laki-laki lain.” Salah satu gadis berkata dengan pandangan tertarik seolah sedang menonton drama menarik. “Apa Presdir Gilren ingin menangkap basah istrinya yang berselingkuh?” “Sangat mungkin, jika tidak, bagaimana dia bisa masuk saat bar sedang di pesan seharian.” “Kali ini Yunifer akan tamat.” Sebagian perempuan senang ketidakberuntungan Yunifer dan sebagian ingin melihat dari sosok Aleandro Gilren yang cuma bisa mereka lihat di majalah bisnis, secara langsung. Ariana dan Thalia saling pandang. “Apa kemunculan Presdir Gilren bagian dari rencanamu?” Ariana bertanya dengan suara pelan, takut ada yang mendengar mereka. “Mana mungkin. Apa kau pikir mudah mendapatkan kontak Presdir Gilren?” Thalia balik berbisik. Mereka berdua cemas dengan kehadiran tak terduga Aleandro yang entah berakiba
Jon membukakan pintu belakang mobil ketika melihat Aleandro kembali dengan membawa Yuriel di pelukannya. Aleandro meletakkan Yuriel di kursi penumpang sebelum duduk di sampingnya. Dia memerintahkan dengan dingin pada sopirnya. “Kembali ke mansion!” “Baik, Tuan.” Jon segera masuk ke dalam mobil dan mengemudi ke kediaman majikannya. Kemarahan Aleandro belum reda. Dia menatap Yuriel yang tidak bisa berhenti bergerak dengan kening berkerut. Gaunnya menjadi berantakan. Satu tali gaun melorot ke bahunya hingga memperlihatkan kulit pundaknya yang mulus. Dia terlihat berkeringat, wajahnya memerah menatap Aleandro dengan pandangan sayu dan memohon. “Tolong aku, aku merasa panas ...” Dia merengek dan terisak. Ekspresi Aleandro tampak dingin. “Sayang, ini tidak akan terjadi jika kau patuh dan tidak menghadiri pesta itu.” Yuriel semakin tersiksa. Obatnya tampaknya sangat kuat. " ... panas sekali~” Dia menarik gaunnya turun. Jon tidak berani melihat ke belakang setelah mendengar erangan
“Bagaimana kau akan melaporkanku? Hm, istriku, atau ... harus kupanggil, penipu?” Yuriel menegang dan berhenti memberontak. Matanya membelalak syok menatap wajah tampan di depannya. Aleandro telah menyentuhnya dan pasti mengetahui dirinya masih perawan. Yunifer yang sebenarnya bukan lagi perawan karena dia pernah hamil. “ Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau pura-pura menjadi istriku?” Aleandro mengelus wajahnya dengan lembut, sebelum kemudian mencengkeram rahangnya. “Beraninya kau mempermainkanku!” Aleandro teringat bagaimana Yuriel mempermainkannya dan menginjak-injak harga dirinya. Dia telah memenuhi semua keinginannya dan memanjakan, hanya untuk seseorang yang palsu entah siapa. Dia tidak pernah merasa semarah ini. Harga dirinya terluka ditipu oleh seseorang yang entah sejak kapan mulai memasuki hatinya. “Katakan siapa kau sebenarnya?!” Yuriel mengerang kesakitan akibat cengkeramannya, di tambah dengan rasa di sekujur tubuhnya. Rasa takutnya yang sesaat dia rasakan karena meng
Yuriel memandang tubuh Nyonya Jenkins yang di dorong ke ruang operasi sampai pintunya tertutup. “Maaf,” gumamnya meminta maaf. “Hanya ini yang bisa kulakukan.” Dia kemudian berbalik, pergi untuk membayar tagihan rumah sakit dan biaya perawatan jangka panjang Nyonya Jenkins dengan menggunakan kartu hitam Aleandro. Dia tidak berencana untuk tinggal. Yuriel menarik uang tunai untuk kembali ke kotanya, sebelum mengirimkan kartu hitam tanpa limit kembali ke mansion. Dia kemudian naik kereta bawah tanah, kembali ke kotanya. Memandang gedung-gedung pencakar langit Ibukota yang menjauh dari balik jendela, Yuriel mengucapkan selamat tinggal. .... Aleandro tidak bisa berkonsentrasi bekerja di kantornya. Dia memutar-mutar pena di jarinya, dengan mata menatap dokumen keuangan di depannya. Namun, tidak ada satu pun yang masuk ke kepalanya. Pikirannya berputar-putar dengan kejadian tadi pagi. Tok, tok, tok. “Tuan Gilren
Pernikahan Yuriel dan Aleandro bertempat di sebuah hotel pinggir pantai. Dekorasi pesta di dekor dengan serba putih dan dihias bunga Lily tulip seperti taman khayangan. Altar pengantin dibuat menyerupai gapura bunga. Para tamu sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Keluarga Aleandro berbincang keluarga Flint yang hadir. Di altar sosok Aleandro berdiri dengan gagah dalam balutan setelan putih. Rambut hitamnya disisir rapi ke belakang. Dia sangat tampan hari ini. Banyak wanita maupun gadis-gadis muda mencuri-curi pandang ke arahnya. Terdengar dentingan piano di mainkan, dan semua orang berdiri melihat ke arah sosok pengantin berdiri di ujung jalan menuju altar. Yuri menjadi pendamping mereka, berdiri di depan sambil memegang keranjang berisi bunga. Dia menaburkan bunga di sepanjang jalan. Lewis secara pribadi menuntun Yuriel menyusuri jalan mengantarnya menuju ke altar, di mana Aleandro menunggu. Le
Ginny mendorong dada Lewis untuk melepaskan pelukannya.Lewis membeku, menatapnya dengan mata membelalak.“Ka-kamu …. Dari mana kamu ….” Dia tidak melanjutkan kata-katanya. Terdiam menatap air mata mengalir dari mata hijau wanitu.“Aku sudah tahu kamu membunuh kakakku dan mengambil jantung keponakanku untuk menyelamatkanku. Meski aku berterima kasih padamu sudah menyelamatkan aku, aku tidak bisa hidup dengan perasaan bersalah ini seumur hidup.”Ginny terisak memejamkan matanya membiarkan air matanya mengalir di pipinya. Dia menarik napas dalam-dalam dan mendongak menatap Lewis.“Aku tidak hidup bersamamu. Lewis, kamu pembunuh, berdarah dingin dan egois. Aku tidak bisa memaafkanmu karena sudah membunuh kakakku. Setiap bersamamu terasa mencekikku dan membuatku sangat muak.”Lewis terdiam sambil mengepalkan tangannya, menatap tanpa daya wanita di depannya.“Maafkan aku,” ujarn
Para pengawal Ludwig langsung bersiaga melihat Lewis menerobos pengawalan Raja. “Tuan Anda tidak bi—” Lewis meraih tangan seorang pengawal yang mencoba menahannya dan membantingkannya ke lantai. Pengawal Ludwig langsung mengeluarkan senjata mereka mencoba menghentikan Lewis mendekati Ludwig. “Berhenti atau kami akan menembak—!” Lewis dengan cepat menjatuhkan senjata pengawal terdekat dan mengalahkan mereka dengan keterampilan bertarungnya. Anak buah Lewis juga membantunya mengalahkan pengawal Ludwig. Senjata mereka dilempar jauh dan mereka terlibat pertarungan fisik. Terjadi kekacauanya di bandara akibat pertarungan mereka. “Gawat, keadaan darurat. Cepat kirim petugas keamanan. Terjadi perkelahian di tempat ini.” “Tuan-tuan mohon berhenti. Kalian tidak bisa berkelahi di tempa ini.” Para stas bandara panik dan memanggil keamanan untuk menghentikan mereka. Ludwig menatap dingin Lewis yang bertarung dengan pe
“Ibu, aku harap kamu akan bahagia.” Yuriel memeluk Ginny erat, sangat enggan melepaskannya.“Jangan khawatir,” ucap Ginny balas memeluknya dengan erat sebelum melepaskannya.“Apa yang kamu rencanakan setelah aku pergi? Apa kamu akan tinggal bersama ayahmu?” tanya Ginny khawatir sambil mengelus rambut Yuriel.“Jangan khawatir Bu, aku akan membawa Yuriel dan anak-anak kembali ke Capital. Kami tidak akan tinggal bersama Lewis. Aku berjanji akan mencintai dan menjaganya.” Aleandro yang menjawab sambil memeluk pinggang Yuriel dan menatap Ginny dengan tatapan tegas.Ginny menoleh menatap Aleandro dan tersenyum.“Syukurlah. Aku tidak akan mencemaskannya lagi. Aku harap kamu akan menepati janjimu.” Ginny menghela napas memandang Yuriel dan Aleandro.“Aku harap kalian selalu bahagia. Terutama kamu Yuriel, jangan bersikap keras kepala dan perlakukan Aleandro dengan lebih baik. Kamu tida
“Apa yang kamu lakukan?!” Dia meringis merasakan hidungnya sakit usai menabrak dada keras Aleandro.Aleandro menarik pinggangnya untuk semakin menempel di tubuhnya.“Apa Freyan sudah tidur?” tanya menunduk menatap Yuriel dengan tatapan panas.“Ya, kenapa?” Yuriel tersipu dan menghindari tatapan panasnya.Aleandro menyeringai dan menunduk untuk berbisik di samping telinganya.“Kalau begitu waktunya kamu menjadi milikku. Sayang mari kita mandi bersama,” bisiknya dengan suara rendah mulai menurunkan jubah mandi Yuriel.Wajah Yuriel memanas. Dia menahan tangan Aleandro dan mendorong dadanya dengan malu-malu.“He-hentikan, aku sudah mandi. Mandilah sendiri. Aku tidak bisa meninggalkan Freyan lama. Bagaimana kalau dia terbangun dengan suara berisik kita,” ujarnya tersipu malu.“Jadilah baik sayang. Bocah itu sudah tidur, dia tidak bangun. Aku akan melakukannya dengan c
Freyan melepaskan dada ibunya dan menangis keras. Tangisannya mengagetkan Yuriel. Dia dengan cepat membujuknya.“Sayang, sayang, kenapa kamu nangis?” ujarnya cemas mencoba membujuk Freyan dan menyusuinya lagi.Namun Freyan tidak berhenti menangis dan tangisannya semakin keras. Yuriel cemas dan memeriksa apa putranya buang besar.Dia berbalik untuk meletakkan Freyan di atas tempat tidur. Dia menoleh melihat Aleandro. Tatapan tajam pria itu tertuju pada putranya.Yuriel menunduk menatap putranya yang menangis dan Aleandro yang memelototi Freyan. Dia seketika marah.“Aleandro Gilren, apa kamu menakuti putraku!” seru Yuriel memarahinya.Freyan terisak kecil di pelukan ibunya, tampak seolah merasakan ibunya membelanya dan memarahi ayahnya.“Bagaimana aku bisa menakutinya? Bocah itu terlalu manja.” Aleandro berkata dengan enggan dan memelototi Freyan.Tangisan bayi kecil itu mengeras.Yuriel
Wajah Yuriel memanas. Dia mencoba mendorong Aleandro.“A-alenadro Gilren … kamu sebaiknya lepaskan aku—Angh!” Yuriel tidak bisa menahan suara erangannya kala lidah panas Aleandro menjilati bibirnya.“Sayang, akui saja kamu menyukainya. Kamu merindukan aku juga, kan?” bisik Aleandro menggoda di samping telinganya. Sementara tangannya menjelajah di tubuh Yuriel dengan nakal.Wajah Yuriel memerah menangkap tangan nakal Aleandro di bawah perutnya.“Aleandro Gilren, hentikan—” desisnya memukul tangan nakal Aleandro yang menyusup di bawah jubahnya.Aleandro mengangkat kepalanya dan tersenyum miring menatap wajah merah Yuriel.Wajahnya berkeringat bergelut dengannya. Keringat mengalir di wajahnya turun ke leher jenjang nan putihnya. Dia terengah-engah memelototi Aleandro. Wajahnya yang memerah membuatnya tampak menggairahkan.Aleandro menelan ludah kering.“Sayang, akui saja
Aleandro berdiri tenang di bawah guyuran hujan deras. Pakaiannya basah kuyup dan wajahnya memucat.“Hei, apa yang kamu lakukan di situ! Kenapa kamu tidak pergi!” seru Yuriel dari atas.Aleandro mendongak dan tersenyum tipis memandang Yuriel dari bawah. Wajahnya pucat, bibirnya membiru bergetar saat dia tersenyum.“Riel, akhirnya aku bisa melihatmu.”Yuriel berdecak.“Apa yang kamu lakukan di sana? Apa kamu tidak lihat hujan semakin deras!”Aleandro seolah tidak mendengarnya.“ Aku minta maaf sudah menipumu dan berpura-pura bertunangan. Aku tidak bermaksud begitu. Aku melakukan itu agar aku bisa bertemu denganmu dan anak-anak kita. Kamu tahu tidak mudah bagiku untuk ke Kingtown,” ujar Aleandro dengan suara rendah, tampak lemah.Yuriel merasa cemas dalam hati melihat hujan semakin deras.“Apa-apaan, apa kamu pikir dengan melakukan ini aku akan memaafkan kamu. Pergilah,
“Mengapa aku harus bekerja sama denganmu? Apa kamu meremehkan kemampuanku?” kata Lewis tidak senang.“Kamu bahkan tidak bisa mengusirnya dari Kingstown-mu dan membuatnya berkeliaran di sekitar Ibu,” balas Aleandro meremehkan.“Lalu bagaimana denganmu? Kamu bahkan tidak bisa menghentikannya membawa Yuriel,” balas Lewis dingin.Aleandro terdiam dengan ekspresi kesal.“Daripada kita di sini bertengkar tidak jelas, mengapa tidak bekerja sama saja mengusir Ludwig Arghio kembali ke tempat asalnya.”Lewis meliriknya dari ujung matanya acuh tak acuh.“Aku tidak butuh bantuanmu untuk mengusirnya. Lagi pula tidak akan lama dia meninggalkan Kingstown.”Ludwig tidak bisa tinggal lebih lama di sini. Lewis hanya perlu bersabar lagi menunggunya pergi dari sini dan membalas dendam kecil pada Presiden yang membuatnya terlihat remeh di depan Ludwig.“Benarkah?” kata Aleandro