Setengah jam kemudian, suasana kediaman Evand sudah sangat ramai. Para tamu undangan masing-masing datang dengan membawa putra putri mereka.
Malam ini cuaca sangat mendukung, bulan sangat terang bahkan bertabur bintang di langit. Evand baru saja keluar dari salah satu salon kecantikan yang cukup terkenal, milik teman sang istri."Pah, sebenarnya kita mau kemana sih? Kok Papah cuma ajak Bella?! Kenapa Papah nggak ajak Mamah juga?! Atau kak Clara sama kak Rissa," tanya Bella.Bella terheran-heran kenapa sejak sore hari Evand hanya membawa dirinya seorang untuk jalan-jalan, bahkan Evand membawanya ke sebuah salon mewah untuk merias dirinya hingga mengubahnya menjadi seperti seorang putri. Memakai gaun indah dan juga mengubah model rambutnya menjadi tertata rapi dan cantik.Evand membukakan pintu mobil untuk Bella, lalu lekas menjawab. "Kakak-kakak mu nggak bisa ikut karena mereka ada les privat di sekolahnya. Mamah juga nggak bisa, ada arisan sama temen-temennya,""Oh gitu..! Pantesan, cuma aku yang di bawa."Isabella mengangguk-anggukkan kepalanya, dia mempercayai begitu saja ucapan Evand. Padahal Evand sengaja berbohong demi melancarkan pesta kejutan untuk Isabella, dia tidak mau Bella mengetahui jika mereka sudah membuat kejutan untuk Bella.Setelah masuk ke mobil, Evand pun melanjutkan kendaraannya dengan santai, sambil menunggu pesan yang akan di kirimkan oleh Stevie di ponselnya."Trus kita sekarang mau kemana Pah?!""Ke acara temen Papah, sayang! Kamu mau kan temenin Papah malam ini?!"Bella tersenyum lebar sambil mengangguk singkat. "Pasti mau lah, dandan udah cantik begini masa' nggak mau,"Evand tertawa kecil mendengar ucapan putrinya, sekilas dia menatap kearah Bella yang duduk di samping kursi kemudi, dan setelah itu dia kembali fokus pada setir mobilnya.Malam ini Bella terlihat begitu cantik, bahkan sangat cantik. Rambut yang di sanggul rapi ala modern, dengan sedikit polesan make up pada wajahnya lengkap dengan gaun simpel tapi indah dan terkesan mewah dan elegan. Sangat cocok dengan usianya saat ini, empat belas tahun. Siapapun yang memandangnya, pasti akan sangat terkagum-kagum padanya.Baru beberapa menit mobil yang di kendarai oleh Evand meninggalkan area salon kecantikan, tiba-tiba saja ponsel milik Evand yang berada di saku jasnya bergetar. Tentu saja Evand mengetahui pesan dari siapakah yang masuk ke ponselnya itu, tanpa harus melihatnya.Evan pun segera menghentikan laju kendaraannya di pinggir jalan."Loh, kenapa berhenti Pah?"Bella menatap dengan terheran-heran kenapa Evand tiba-tiba menghentikan kendaraan mereka.Evand tidak menjawab, dia hanya tersenyum sambil mengeluarkan kain kecil yang akan digunakannya untuk menutupi mata Isabella."Tutup dulu matanya sayang, Papah ingin menunjukkan sesuatu sama kamu,""Hah, kenapa harus di tutup sih Pah? Emang Papah mau kasi kejutan apa buat Bella?""Nanti juga kamu tau! Kalau di kasi tau sekarang itu namanya bukan kejutan."Bella pasrah saat Evand menutup matanya dengan kain kecil itu, dan setelah selesai Evand kembali melajukan kendaraannya dengan sangat cepat.Sesampainya di rumah, Evand membawa Bella turun dari mobilnya dengan mata yang masih tertutup oleh kain penutup.Semua para tamu undangan berserta Stevie menatap kagum pada Isabella yang terlihat anggun dan cantik.Dalam hitungan ke tiga Evand segera membuka penutup mata Isabella."Happy birthday, Isabella!!""Hah! Pah, ini apa?!"Air mata Isabella seketika menggenang hingga jatuh menetes di pipinya. Tangis haru sudah tidak bisa di ajak kompromi lagi. Bella berlari kearah Stevie lalu memeluk tubuh wanita itu dan membenamkan wajahnya di dada Stevie."Eh, kenapa nangis?! Harusnya seneng dong!"Sebenarnya Stevie juga ingin menangis, namun dia mencoba menahannya dengan tertawa kecil sambil memeluk Bella lalu mengusap lembut pipi Bella yang di basahi oleh air mata.Semua para tamu undangan tersenyum haru melihatnya, ada yang langsung memberi ucapan selamat ulang tahun secara bergantian kepada Bella.Sementara dari jarak yang tidak terlalu dekat, si kembar Clara dan Clarissa menatapnya tidak suka."Mamah sama Papah tuh apa-apaan sih, gitu banget sama anak pungut."Clara sangat jengkel melihat kedua orang tuanya memanjangkan Isabella, apa lagi sampai membuat pesta ulang tahun untuk Bella."Males ah, cabut aja yuk. Ngapain ikut nimbrung di acara beginian, mending kita cari hiburan sendiri,"Clarissa memilir pergi, dia sudah tidak tahan berada di sana. Tanpa bertanya mereka akan kemana, Clara pun mengikutinya hingga mereka keluar dari rumah.Pesta ulang tahun Bella cukup meriah, suasana rumah menjadi sangat riuh dengan suara alunan musik serta suara orang-orang yang sedang bercengkrama.Setelah pestanya usai, Evand dan Stevie menemani Bella di kamarnya. Mereka membuka satu persatu kado ulang tahun yang di berikan oleh para tamu."Mah, Pah, makasih ya. Mamah sama Papah udah bela-belain bikin pesta buat Bella,""Sama-sama, sayang!" jawab Stevie.Stevie pun memberikan sebuah kado istimewa untuk Bella, dan dengan senang Bella menerimanya.Evand yang saat itu hanya memandangi istri dan putrinya yang asik dengan tumpukan kado, tiba-tiba keluar dari kamar Bella kemudian kembali lagi dengan membawa sebuah kota perhiasan yang berukuran sedang."Bella! Ini, ambillah."Stevie yang semula duduk di tepian ranjang, refleks mengubah posisinya menjadi berdiri. Raut wajah Stevie seketika berubah sendu."Ini apa Pah?""Buka saja, itu milikmu."Perlahan Bella membuka kotak itu, kemudian kembali menatap Evand setelah dia melihat isinya dan memegangnya."Ini, punya Bella?" tanya Bella dengan bingung, sebab liontin yang ada di rantai kalung itu berbentuk huruf A.Evand mengangguk lemah dengan raut wajah yang sendu. Dia menatap lekat raut wajah Bella sambil menarik nafas dalam lalu dihembuskannya dengan perlahan."Kenapa liontin ini bentuknya A? Namaku kan Isabella, kok ini huruf nya A sih Pah? Keluarga kita mana ada nama dengan huruf yang berawalan A,"Bella sangat bingung, dia menatap Evand bergantian dengan menatap Stevie.Sesaat Evand dan Stevie saling menatap, kemudian Stevie menganggukkan sedikit kepalanya sebagai tanda mempersilahkan Evand untuk bicara."Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan?"Sikap Evand dan Stevie tentu membuat Bella curiga, arti tatapan mereka pun tidak biasa bagi Bella."Pah, kata Papah kalung ini milik Bella, tapi kenapa harus huruf A, bukan I? Apakah yang ada di pikiran Bella selama ini benar? Apa kecurigaan Bella itu benar Mah, Pah?! Apakah Bella bukan anak Mamah sama Papah?!"Bella menangis, berharap apa yang dia pikirkan selama ini adalah tidak benar. Tapi melihat reaksi Evand yang tertunduk lemah, seakan menjadi jawaban bahwa kecurigaannya selama ini adalah benar.Stevie pun tidak mampu menahan air matanya, dia memeluk tubuh Bella yang sudah berdiri berhadapan dengan mereka. Stevie menangis, sungguh dia tidak sanggup menjawab pertanyaan Bella.Begitu juga Evand, walaupun bibirnya tidak mengucapkan sepatah katapun, namun linangan air matanya menggambarkan sebuah jawaban jika Bella bukanlah putri kandung mereka."Papah sama Mamah kenapa nutupin ini sama Bella..!! Dari kemarin Bella minta Papah sama Mamah untuk jujur..!! Jawab Bella Pah..!! Bella anak kandung Papah atau bukan..!!"Bella berteriak kencang diiringi dengan tangisnya. Hatinya begitu rapuh. Di saat hari ulang tahunnya, dia harus menerima kenyataan pahit. Sebuah kenyataan jika dirinya bukan putri kandung Evand dan Stevie, dan itu menjadi sebuah kado yang sangat istimewa baginya."Maafkan Papah, Bella!!"Bersambung...Sejak malam itu, Bella lebih banyak murung. Dia merenungi hidupnya yang begitu menyakitkan. Pantas saja selama ini kakak-kakaknya bersikap dingin dan kasar padanya, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah karena dirinya hanyalah seorang anak angkat. Pikir Bella.Tapi Evand dan Stevie sudah meyakinkan dirinya, bahwa sampai kapanpun Bella akan tetap menjadi putri mereka.__________________________________Hingga kini, enam tahun kemudian.Usia Bella sudah menginjak dua puluh tahun, dia bahkan sudah menjadi gadis dewasa yang sangat cantik dan mempesona.Pagi ini, Bella akan melakukan interview di salah satu perusahaan terbesar di kotanya. Dia bersikeras tidak ingin bekerja di perusahaan Evander, padahal Evand maupun Stevie sudah memintanya untuk bekerja di perusahaan mereka, tapi Isabella menolak karena tidak ingin membuat kakak-kakaknya berpikiran negatif tentang dirinya.Bekerja di perusahaan Ayah mereka hanya membuat Clara
Malam ini seorang penjaga kediaman keluarga Evander Yudho yang tengah tertidur pulas di pos ronda merasa terganggu saat telinganya mendengar suara tangisan bayi."Owek.. Owek.. Owek..""Uuuh! Suara apaan sih?! Berisik sekali."Penjaga itu bernama Diman. Dalam posisi tidur sambil duduk di kursi Diman enggan untuk membuka matanya, walaupun telinganya mendengar suara tangisan itu."Owek.. Owek.. Owek.."Sekali lagi suara tangisan itu terdengar ditelinganya. Mau tidak mau Diman akhirnya membuka perlahan pelupuk matanya."Hooaaamm!"Diman menguap lebar lalu mengarahkan pandangannya ke sekeliling arah, berusaha mencari dimanakah sumber suara tangisan bayi itu berasal.Tapi saat Diman sudah benar-benar sadar, justru suara tangisan itu sudah tidak terdengar lagi.Diman beranjak dari duduknya sambil melingkarkan kain sarung yang ia pakai ke pinggangnya."Aduh..! Apa aku tadi bermimpi ya? Ah, tapi perasa
"Ini malingnya Pah!"Stevie menunjuk kearah hidung mancung Evand dengan telunjuknya."Loh kok Papah sih Mah? Maksudmu apa?"Evand di buat kesal oleh Stevie istrinya, seketika dia mengerutkan kening dan memasang raut wajah cemberut."Makanya! Bangun dulu! Sadar dulu, baru dengerin baik-baik. Biar tau jelas apa yang Mamah omongin.""Ya sudah, cepat beritahu kenapa Mamah bangunin Papah pake' teriak maling segala. Untung Papah nggak jantungan, coba kalo punya penyakit jantung, siapa yang repot?"Evand menggerutui Stevie, dia masih merasa kesal dengan cara istrinya membangunkannya tadi.Siapapun pasti akan kesal jika ada yang membangunkan tidur dengan cara seperti itu, apa lagi yang di ucapkan itu cuma bohongan."Iya! Mamah minta maaf. Sekarang ayo kita kebawah, ke kamar Sumi."Daripada menjelaskan kepada suaminya, lebih baik langsung mengajaknya untuk pergi ke kamar asisten rumah tangga mereka saja, agar me
Saat Evand ingin membuka amplop surat itu tiba-tiba Stevie mencegahnya, hingga Evand refleks menghentikan gerakan tangannya dan menoleh."Memangnya kenapa?""Tidak apa-apa, buka nya nanti saja Pah, di kamar kita."Evand tidak jadi membukanya, dia kembali memasukkan amplop surat beserta kotak perhiasan itu ke tempat semula."Ya sudah, kita bawa saja bayi ini ke kamar." Ajaknya pada Stevie."Nanti kalau Diman pulang, langsung antarkan ke kamar ya Sum, dan jangan lupa cuci bersih dulu botol susunya," lanjutnya pada Sumi."Baik Tuan.""Ayo Mah."Evand mengajak sang istri lekas keluar dari kamar Sumi. Stevie pun mengikutinya dengan membawa bayi mungil itu di dalam gendongannya.Evand membawa keranjang bayi lalu merangkul pundak Stevie sambil berjalan bersama, menuju kamar mereka yang berada di lantai dua.Di dalam kamar, Evand sudah tidak sabar ingin mengetahui isi dari amplop surat tersebut beserta
Detak jantung Sumi seakan berhenti berdetak saat Isabella menanyakan jati dirinya. Empat belas tahun Sumi maupun Diman berusaha menutup mulut mereka, bahkan mereka sudah berjanji tidak akan memberitahukan siapa Bella sebenarnya kecuali Evand atau Stevie sendiri yang mengatakannya."Kenapa Non Bella bertanya seperti itu? Tentu saja Non adalah anak Mamah dan Papahnya Non,""Bibi udah janji gak akan bohong kan?"Sumi mengangguk cepat. "Tentu saja Bibi nggak bohong Non! Mana berani Bibi bohong sama Non Bella. Kalau Non Bella nggak percaya! Sebaiknya Non tanyakan sendiri saja sama Mamah dan Papahnya Non."Bella terdiam, dia menimbang-nimbang apa yang di ucapkan oleh Sumi. Sepertinya saran Sumi bagus juga, lebih baik bertanya langsung kepada kedua orang tuanya. Pikir Bella.Bella mengulas senyum tipis, setelah itu dia kembali bersuara. "Iya deh, nanti Bella tanya langsung sama Mamah dan Papah. Ya udah, Bella balik ke kamar dulu ya Bik,"
Sejak malam itu, Bella lebih banyak murung. Dia merenungi hidupnya yang begitu menyakitkan. Pantas saja selama ini kakak-kakaknya bersikap dingin dan kasar padanya, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah karena dirinya hanyalah seorang anak angkat. Pikir Bella.Tapi Evand dan Stevie sudah meyakinkan dirinya, bahwa sampai kapanpun Bella akan tetap menjadi putri mereka.__________________________________Hingga kini, enam tahun kemudian.Usia Bella sudah menginjak dua puluh tahun, dia bahkan sudah menjadi gadis dewasa yang sangat cantik dan mempesona.Pagi ini, Bella akan melakukan interview di salah satu perusahaan terbesar di kotanya. Dia bersikeras tidak ingin bekerja di perusahaan Evander, padahal Evand maupun Stevie sudah memintanya untuk bekerja di perusahaan mereka, tapi Isabella menolak karena tidak ingin membuat kakak-kakaknya berpikiran negatif tentang dirinya.Bekerja di perusahaan Ayah mereka hanya membuat Clara
Setengah jam kemudian, suasana kediaman Evand sudah sangat ramai. Para tamu undangan masing-masing datang dengan membawa putra putri mereka.Malam ini cuaca sangat mendukung, bulan sangat terang bahkan bertabur bintang di langit. Evand baru saja keluar dari salah satu salon kecantikan yang cukup terkenal, milik teman sang istri."Pah, sebenarnya kita mau kemana sih? Kok Papah cuma ajak Bella?! Kenapa Papah nggak ajak Mamah juga?! Atau kak Clara sama kak Rissa," tanya Bella.Bella terheran-heran kenapa sejak sore hari Evand hanya membawa dirinya seorang untuk jalan-jalan, bahkan Evand membawanya ke sebuah salon mewah untuk merias dirinya hingga mengubahnya menjadi seperti seorang putri. Memakai gaun indah dan juga mengubah model rambutnya menjadi tertata rapi dan cantik.Evand membukakan pintu mobil untuk Bella, lalu lekas menjawab. "Kakak-kakak mu nggak bisa ikut karena mereka ada les privat di sekolahnya. Mamah juga nggak bisa, ada arisan sama te
Detak jantung Sumi seakan berhenti berdetak saat Isabella menanyakan jati dirinya. Empat belas tahun Sumi maupun Diman berusaha menutup mulut mereka, bahkan mereka sudah berjanji tidak akan memberitahukan siapa Bella sebenarnya kecuali Evand atau Stevie sendiri yang mengatakannya."Kenapa Non Bella bertanya seperti itu? Tentu saja Non adalah anak Mamah dan Papahnya Non,""Bibi udah janji gak akan bohong kan?"Sumi mengangguk cepat. "Tentu saja Bibi nggak bohong Non! Mana berani Bibi bohong sama Non Bella. Kalau Non Bella nggak percaya! Sebaiknya Non tanyakan sendiri saja sama Mamah dan Papahnya Non."Bella terdiam, dia menimbang-nimbang apa yang di ucapkan oleh Sumi. Sepertinya saran Sumi bagus juga, lebih baik bertanya langsung kepada kedua orang tuanya. Pikir Bella.Bella mengulas senyum tipis, setelah itu dia kembali bersuara. "Iya deh, nanti Bella tanya langsung sama Mamah dan Papah. Ya udah, Bella balik ke kamar dulu ya Bik,"
Saat Evand ingin membuka amplop surat itu tiba-tiba Stevie mencegahnya, hingga Evand refleks menghentikan gerakan tangannya dan menoleh."Memangnya kenapa?""Tidak apa-apa, buka nya nanti saja Pah, di kamar kita."Evand tidak jadi membukanya, dia kembali memasukkan amplop surat beserta kotak perhiasan itu ke tempat semula."Ya sudah, kita bawa saja bayi ini ke kamar." Ajaknya pada Stevie."Nanti kalau Diman pulang, langsung antarkan ke kamar ya Sum, dan jangan lupa cuci bersih dulu botol susunya," lanjutnya pada Sumi."Baik Tuan.""Ayo Mah."Evand mengajak sang istri lekas keluar dari kamar Sumi. Stevie pun mengikutinya dengan membawa bayi mungil itu di dalam gendongannya.Evand membawa keranjang bayi lalu merangkul pundak Stevie sambil berjalan bersama, menuju kamar mereka yang berada di lantai dua.Di dalam kamar, Evand sudah tidak sabar ingin mengetahui isi dari amplop surat tersebut beserta
"Ini malingnya Pah!"Stevie menunjuk kearah hidung mancung Evand dengan telunjuknya."Loh kok Papah sih Mah? Maksudmu apa?"Evand di buat kesal oleh Stevie istrinya, seketika dia mengerutkan kening dan memasang raut wajah cemberut."Makanya! Bangun dulu! Sadar dulu, baru dengerin baik-baik. Biar tau jelas apa yang Mamah omongin.""Ya sudah, cepat beritahu kenapa Mamah bangunin Papah pake' teriak maling segala. Untung Papah nggak jantungan, coba kalo punya penyakit jantung, siapa yang repot?"Evand menggerutui Stevie, dia masih merasa kesal dengan cara istrinya membangunkannya tadi.Siapapun pasti akan kesal jika ada yang membangunkan tidur dengan cara seperti itu, apa lagi yang di ucapkan itu cuma bohongan."Iya! Mamah minta maaf. Sekarang ayo kita kebawah, ke kamar Sumi."Daripada menjelaskan kepada suaminya, lebih baik langsung mengajaknya untuk pergi ke kamar asisten rumah tangga mereka saja, agar me
Malam ini seorang penjaga kediaman keluarga Evander Yudho yang tengah tertidur pulas di pos ronda merasa terganggu saat telinganya mendengar suara tangisan bayi."Owek.. Owek.. Owek..""Uuuh! Suara apaan sih?! Berisik sekali."Penjaga itu bernama Diman. Dalam posisi tidur sambil duduk di kursi Diman enggan untuk membuka matanya, walaupun telinganya mendengar suara tangisan itu."Owek.. Owek.. Owek.."Sekali lagi suara tangisan itu terdengar ditelinganya. Mau tidak mau Diman akhirnya membuka perlahan pelupuk matanya."Hooaaamm!"Diman menguap lebar lalu mengarahkan pandangannya ke sekeliling arah, berusaha mencari dimanakah sumber suara tangisan bayi itu berasal.Tapi saat Diman sudah benar-benar sadar, justru suara tangisan itu sudah tidak terdengar lagi.Diman beranjak dari duduknya sambil melingkarkan kain sarung yang ia pakai ke pinggangnya."Aduh..! Apa aku tadi bermimpi ya? Ah, tapi perasa