Share

DUA

Author: Syafa A
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ini malingnya Pah!"

Stevie menunjuk kearah hidung mancung Evand dengan telunjuknya.

"Loh kok Papah sih Mah? Maksudmu apa?"

Evand di buat kesal oleh Stevie istrinya, seketika dia mengerutkan kening dan memasang raut wajah cemberut.

"Makanya! Bangun dulu! Sadar dulu, baru dengerin baik-baik. Biar tau jelas apa yang Mamah omongin."

"Ya sudah, cepat beritahu kenapa Mamah bangunin Papah pake' teriak maling segala. Untung Papah nggak jantungan, coba kalo punya penyakit jantung, siapa yang repot?"

Evand menggerutui Stevie, dia masih merasa kesal dengan cara istrinya membangunkannya tadi.

Siapapun pasti akan kesal jika ada yang membangunkan tidur dengan cara seperti itu, apa lagi yang di ucapkan itu cuma bohongan.

"Iya! Mamah minta maaf. Sekarang ayo kita kebawah, ke kamar Sumi."

Daripada menjelaskan kepada suaminya, lebih baik langsung mengajaknya untuk pergi ke kamar asisten rumah tangga mereka saja, agar mereka sama-sama bisa melihat jelas bayi yang dimaksudkan tadi. Pikir Stevie.

"Mau ngapain ke kamar Sumi? Mau nyuruh Papah pindah kamar? Tidur dengan Sumi, gitu?!"

"Enak aja, ya enggaklah. Pokoknya ikut aja, nanti juga bakalan tau ada apa di kamar Sumi."

Stevie menarik pelan lengan Evand, membawanya turun dari ranjang mewah mereka. Dengan raut wajah yang kebingungan, Evand pun mengikuti saja langkah istrinya.

Sesampainya mereka di lantai satu, mereka langsung menuju kamar Sumi yang ada di dapur.

Namun saat langkah mereka belum sampai di depan pintu kamar Sumi, suara tangisan bayi sudah terdengar ke telinga mereka.

Sontak saja Evand dan Stevie mempercepat langkah mereka hingga sampai ke depan kamar Sumi.

"Loh, apa-apaan kalian? Ini bayi siapa?"

Seketika Evand terkejut saat melihat Sumi yang sedang menggendong seorang bayi dengan di temani oleh Diman.

Diman dan Sumi menoleh bersamaan, berhubung pintu kamar Sumi tidak tertutup, Evand dan Stevie langsung masuk menghampiri mereka.

"Tuan, Nyonya." Sapa Sumi dan Diman serentak.

"Ini bayi nya Mbak?"

Stevie menimpali, dia langsung mendekati Sumi lalu menatap bayi mungil tersebut dalam gendongan Sumi.

"Iya 'Nya! Ini bayi nya."

"Bayi siapa?"

Evand masih penasaran. Dia menatap Sumi, Diman dan juga Stevie secara bergantian.

"Ceritakan aja Man,"

"I_ Iya Nyonya."

Diman pun menceritakan awal mula dia menemukan bayi itu kepada Evand dan Stevie, dan Sumi pun ikut mendengarnya. Sementara itu, mereka bertiga menyimak dan mendengarkan apa yang di ceritakan Diman dengan baik.

"Kalau begitu aku lihat dulu rekaman cctv yang ada di pintu gerbang." Kata Evand yang sudah tidak sabar ingin melihat siapa yang sudah meletakkan bayi itu di depan rumahnya.

"Diman, kau ikut dengan ku."

"Baik Tuan."

Evand pun segera keluar dari kamar Sumi, diikuti oleh Diman yang menjurus dari belakang.

Sepeninggalan mereka berdua, Stevie mengambil alih bayi itu dari gendongan Sumi. Dia tersenyum lebar menatap bayi mungil itu yang sesekali tertidur dan sesekali menangis saat dia lapar.

"Dari tadi rewel trus Nyonya, mungkin dia lapar. Tapi kita tidak menyimpan susu formula untuk bayi seumurannya,"

"Iya Mbak, kita tunggu Diman sebentar, nanti saya langsung memintanya untuk mencarikan susu,"

"Iya Nyonya."

"Dia cantik ya Mbak, Clara sama Clarissa pasti seneng kalo mereka lihat."

"Nyonya mau adopsi bayi ini ya 'Nya?"

Di dengar dari kata-kata Stevie, Sumi bisa memastikan jika Stevie mempunyai keinginan untuk mengadopsi bayi mungil tersebut. Untuk itu dia mempertanyakannya, sebab jika benar seperti itu Sumi akan merasa senang di tambah lagi Stevie langsung mengangguk cepat sambil tersenyum.

"Baguslah kalau begitu 'Nya! Kasian, bayi sekecil ini sudah berada dalam kesulitan. Entah apa yang terjadi dengan orang tuanya, sehingga tega membuangnya."

"Nanti juga akan tau siapa yang membuangnya Mbak!"

Dan benar saja, tak lama kemudian Evand dan Diman kembali ke kamar Sumi.

"Gimana Pah? Tau orangnya?!"

Stevie sudah tidak sabar ingin segera mengetahui siapa yang membuang bayi yang kini terus berada di dalam gendongannya.

"Enggak Mah, orang itu menutup kepalanya. Tapi kalau dilihat dari gerak gerik dan cara berjalan, sepertinya dia seorang wanita."

"Yah! Trus gimana dong?"

Stevie dan juga Sumi sedikit kecewa karena hasil dari rekaman cctv tidak bisa menunjukkan wajah orang yang terekam di kamera cctv mereka.

"Besok Papah lapor ke pihak berwajib dulu, setelah itu kita adopsi saja dia."

"Beneran Pah?"

Evand mengangguk cepat sebagai jawaban dia menginginkan bayi itu.

Ternyata tidak hanya Stevie saja yang menginginkannya, bahkan Evand sebagai suami pun punya keinginan yang sama.

Sumi dan Diman ikut senang mendengarnya, mereka sama-sama tersenyum bahagia menatap bayi malang itu.

"Diman, kamu tolong cariin susu formula buat dia ya, dari tadi kan cerewet terus, pasti dia lapar."

"Oh, iya Nyonya."

"Iya, kamu cariin susu formula buat anak yang baru lahir, sekalian sama botol susunya juga."

Evand menimpali ucapan istrinya sambil mendekat lalu mengelus lembut pipi mungil bayi yang sedang tertidur di dalam gendongan sang istri.

"Iya Tuan."

"Kamu punya uang cash?"

"Ada Tuan."

"Ya sudah, pakai uangmu dulu, nanti aku transfer ke rekening mu, besok."

"Iya Tuan, kalau begitu saya carikan susunya dulu."

"Iya," jawab Stevie dan Evand hampir bersamaan sambil mengangguk.

Tidak mengulur waktu lagi, bergegas Diman keluar dari kamar Sumi, mengingat sang bayi mungil tersebut harus segera diberi susu formula.

Sepeninggalan Diman, Evand terus mengelus lembut pipi mungil bayi yang akan segera di adopsinya itu, sesekali dia mengecup lembut pipi bayi mungil itu.

"Dia perempuan kan?"

"Iya Tuan, bayi ini perempuan."

Evand mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berpikir, namun detik kemudian dia kembali bersuara.

"Kau ingin memberikan dia nama apa, sayang?!" tanya Evand pada sang istri.

Stevie mengulas senyumnya lalu lekas menjawab. "Terserah Papah aja deh, Mamah ikut aja."

"Jadi, Papah yang kasi nama nih?!"

Evand memastikan lagi, takut Stevie akan berubah pikiran dan ingin memberikan nama untuk calon anggota baru di keluarga mereka.

"Papah atau Mamah sama aja.. Siapapun namanya asal cantik, sesuatu dengan wajahnya."

"Oke! Kalau begitu kita beri dia nama Isabella Evander Yudho."

Dengan tegas dan jelas Evand memberikan sebuah nama yang bagus menurutnya, dan tak lupa juga dia menambahkan namanya di belakang nama Isabella.

Stevie maupun Sumi ikut senang hingga tanpa sadar air mata kebahagiaan keluar dari sudut mata mereka hampir bersamaan.

Suasana bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang kamar Sumi. Bayi mungil itu pun terlihat sangat nyaman berada di dalam gendongan Stevie ditambah lagi dengan sentuhan lembut dari Evand, layaknya sentuhan kasih sayang dari seorang ayah kepada putrinya.

"Mbak Sum, itu apa?"

Tiba-tiba saja pandangan mata Stevie menangkap sebuah keranjang bayi yang tergeletak di tepian ranjang Sumi, sehingga Sumi maupun Evand sontak menoleh kearah yang di maksud Stevie.

"Oh, itu_ Itu keranjang bayinya Nyonya,"

"Keranjang bayi? Coba ku lihat."

Evand penasaran ingin melihat apakah ada sesuatu di dalam keranjang itu selain selimut.

Dengan cepat dia meraihnya lalu meletakkannya di atas tempat tidur Sumi. Evand mengeluarkan selimut bayi, lalu dengan waktu yang bersamaan sebuah amplop putih beserta sebuah kotak perhiasan terlihat oleh pandangan matanya.

"Apa ini?"

Evand mengambilnya lalu menunjukkannya pada Stevie dan Sumi. Tentu saja keduanya saling melempar pandang satu sama lain, dengan kening yang mengerut kemudian menatap kearah Evand.

"Mungkin itu barang peninggalan ibu yang tega membuang bayinya ini Pah,"

"Iya benar 'Nya, berarti dia sengaja membuang bayi ini di depan rumah. Dan mungkin saja memang sudah di rencanakan."

"Ya, aku rasa juga begitu. Kalau tidak, mana mungkin dia sempat meninggalkan sesuatu di dalam sana."

Stevie membenarkan ucapan Sumi, dia juga yakin pasti aksi membuang bayi itu memang sudah di rencanakan sebelumnya, jika di lihat dari penemuan barang-barang itu.

"Ya sudah, kalau begitu kita buka saja, biar tau apa isinya."

Evand tidak sabaran ingin membaca isi kertas yang terdapat di dalam amplop surat tersebut, dan perhiasan apa yang ada di dalam kotak tersebut.

"Tunggu dulu Pah,"

Bersambung...

Related chapters

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    TIGA

    Saat Evand ingin membuka amplop surat itu tiba-tiba Stevie mencegahnya, hingga Evand refleks menghentikan gerakan tangannya dan menoleh."Memangnya kenapa?""Tidak apa-apa, buka nya nanti saja Pah, di kamar kita."Evand tidak jadi membukanya, dia kembali memasukkan amplop surat beserta kotak perhiasan itu ke tempat semula."Ya sudah, kita bawa saja bayi ini ke kamar." Ajaknya pada Stevie."Nanti kalau Diman pulang, langsung antarkan ke kamar ya Sum, dan jangan lupa cuci bersih dulu botol susunya," lanjutnya pada Sumi."Baik Tuan.""Ayo Mah."Evand mengajak sang istri lekas keluar dari kamar Sumi. Stevie pun mengikutinya dengan membawa bayi mungil itu di dalam gendongannya.Evand membawa keranjang bayi lalu merangkul pundak Stevie sambil berjalan bersama, menuju kamar mereka yang berada di lantai dua.Di dalam kamar, Evand sudah tidak sabar ingin mengetahui isi dari amplop surat tersebut beserta

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    EMPAT

    Detak jantung Sumi seakan berhenti berdetak saat Isabella menanyakan jati dirinya. Empat belas tahun Sumi maupun Diman berusaha menutup mulut mereka, bahkan mereka sudah berjanji tidak akan memberitahukan siapa Bella sebenarnya kecuali Evand atau Stevie sendiri yang mengatakannya."Kenapa Non Bella bertanya seperti itu? Tentu saja Non adalah anak Mamah dan Papahnya Non,""Bibi udah janji gak akan bohong kan?"Sumi mengangguk cepat. "Tentu saja Bibi nggak bohong Non! Mana berani Bibi bohong sama Non Bella. Kalau Non Bella nggak percaya! Sebaiknya Non tanyakan sendiri saja sama Mamah dan Papahnya Non."Bella terdiam, dia menimbang-nimbang apa yang di ucapkan oleh Sumi. Sepertinya saran Sumi bagus juga, lebih baik bertanya langsung kepada kedua orang tuanya. Pikir Bella.Bella mengulas senyum tipis, setelah itu dia kembali bersuara. "Iya deh, nanti Bella tanya langsung sama Mamah dan Papah. Ya udah, Bella balik ke kamar dulu ya Bik,"

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    LIMA

    Setengah jam kemudian, suasana kediaman Evand sudah sangat ramai. Para tamu undangan masing-masing datang dengan membawa putra putri mereka.Malam ini cuaca sangat mendukung, bulan sangat terang bahkan bertabur bintang di langit. Evand baru saja keluar dari salah satu salon kecantikan yang cukup terkenal, milik teman sang istri."Pah, sebenarnya kita mau kemana sih? Kok Papah cuma ajak Bella?! Kenapa Papah nggak ajak Mamah juga?! Atau kak Clara sama kak Rissa," tanya Bella.Bella terheran-heran kenapa sejak sore hari Evand hanya membawa dirinya seorang untuk jalan-jalan, bahkan Evand membawanya ke sebuah salon mewah untuk merias dirinya hingga mengubahnya menjadi seperti seorang putri. Memakai gaun indah dan juga mengubah model rambutnya menjadi tertata rapi dan cantik.Evand membukakan pintu mobil untuk Bella, lalu lekas menjawab. "Kakak-kakak mu nggak bisa ikut karena mereka ada les privat di sekolahnya. Mamah juga nggak bisa, ada arisan sama te

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    ENAM

    Sejak malam itu, Bella lebih banyak murung. Dia merenungi hidupnya yang begitu menyakitkan. Pantas saja selama ini kakak-kakaknya bersikap dingin dan kasar padanya, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah karena dirinya hanyalah seorang anak angkat. Pikir Bella.Tapi Evand dan Stevie sudah meyakinkan dirinya, bahwa sampai kapanpun Bella akan tetap menjadi putri mereka.__________________________________Hingga kini, enam tahun kemudian.Usia Bella sudah menginjak dua puluh tahun, dia bahkan sudah menjadi gadis dewasa yang sangat cantik dan mempesona.Pagi ini, Bella akan melakukan interview di salah satu perusahaan terbesar di kotanya. Dia bersikeras tidak ingin bekerja di perusahaan Evander, padahal Evand maupun Stevie sudah memintanya untuk bekerja di perusahaan mereka, tapi Isabella menolak karena tidak ingin membuat kakak-kakaknya berpikiran negatif tentang dirinya.Bekerja di perusahaan Ayah mereka hanya membuat Clara

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    SATU

    Malam ini seorang penjaga kediaman keluarga Evander Yudho yang tengah tertidur pulas di pos ronda merasa terganggu saat telinganya mendengar suara tangisan bayi."Owek.. Owek.. Owek..""Uuuh! Suara apaan sih?! Berisik sekali."Penjaga itu bernama Diman. Dalam posisi tidur sambil duduk di kursi Diman enggan untuk membuka matanya, walaupun telinganya mendengar suara tangisan itu."Owek.. Owek.. Owek.."Sekali lagi suara tangisan itu terdengar ditelinganya. Mau tidak mau Diman akhirnya membuka perlahan pelupuk matanya."Hooaaamm!"Diman menguap lebar lalu mengarahkan pandangannya ke sekeliling arah, berusaha mencari dimanakah sumber suara tangisan bayi itu berasal.Tapi saat Diman sudah benar-benar sadar, justru suara tangisan itu sudah tidak terdengar lagi.Diman beranjak dari duduknya sambil melingkarkan kain sarung yang ia pakai ke pinggangnya."Aduh..! Apa aku tadi bermimpi ya? Ah, tapi perasa

Latest chapter

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    ENAM

    Sejak malam itu, Bella lebih banyak murung. Dia merenungi hidupnya yang begitu menyakitkan. Pantas saja selama ini kakak-kakaknya bersikap dingin dan kasar padanya, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah karena dirinya hanyalah seorang anak angkat. Pikir Bella.Tapi Evand dan Stevie sudah meyakinkan dirinya, bahwa sampai kapanpun Bella akan tetap menjadi putri mereka.__________________________________Hingga kini, enam tahun kemudian.Usia Bella sudah menginjak dua puluh tahun, dia bahkan sudah menjadi gadis dewasa yang sangat cantik dan mempesona.Pagi ini, Bella akan melakukan interview di salah satu perusahaan terbesar di kotanya. Dia bersikeras tidak ingin bekerja di perusahaan Evander, padahal Evand maupun Stevie sudah memintanya untuk bekerja di perusahaan mereka, tapi Isabella menolak karena tidak ingin membuat kakak-kakaknya berpikiran negatif tentang dirinya.Bekerja di perusahaan Ayah mereka hanya membuat Clara

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    LIMA

    Setengah jam kemudian, suasana kediaman Evand sudah sangat ramai. Para tamu undangan masing-masing datang dengan membawa putra putri mereka.Malam ini cuaca sangat mendukung, bulan sangat terang bahkan bertabur bintang di langit. Evand baru saja keluar dari salah satu salon kecantikan yang cukup terkenal, milik teman sang istri."Pah, sebenarnya kita mau kemana sih? Kok Papah cuma ajak Bella?! Kenapa Papah nggak ajak Mamah juga?! Atau kak Clara sama kak Rissa," tanya Bella.Bella terheran-heran kenapa sejak sore hari Evand hanya membawa dirinya seorang untuk jalan-jalan, bahkan Evand membawanya ke sebuah salon mewah untuk merias dirinya hingga mengubahnya menjadi seperti seorang putri. Memakai gaun indah dan juga mengubah model rambutnya menjadi tertata rapi dan cantik.Evand membukakan pintu mobil untuk Bella, lalu lekas menjawab. "Kakak-kakak mu nggak bisa ikut karena mereka ada les privat di sekolahnya. Mamah juga nggak bisa, ada arisan sama te

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    EMPAT

    Detak jantung Sumi seakan berhenti berdetak saat Isabella menanyakan jati dirinya. Empat belas tahun Sumi maupun Diman berusaha menutup mulut mereka, bahkan mereka sudah berjanji tidak akan memberitahukan siapa Bella sebenarnya kecuali Evand atau Stevie sendiri yang mengatakannya."Kenapa Non Bella bertanya seperti itu? Tentu saja Non adalah anak Mamah dan Papahnya Non,""Bibi udah janji gak akan bohong kan?"Sumi mengangguk cepat. "Tentu saja Bibi nggak bohong Non! Mana berani Bibi bohong sama Non Bella. Kalau Non Bella nggak percaya! Sebaiknya Non tanyakan sendiri saja sama Mamah dan Papahnya Non."Bella terdiam, dia menimbang-nimbang apa yang di ucapkan oleh Sumi. Sepertinya saran Sumi bagus juga, lebih baik bertanya langsung kepada kedua orang tuanya. Pikir Bella.Bella mengulas senyum tipis, setelah itu dia kembali bersuara. "Iya deh, nanti Bella tanya langsung sama Mamah dan Papah. Ya udah, Bella balik ke kamar dulu ya Bik,"

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    TIGA

    Saat Evand ingin membuka amplop surat itu tiba-tiba Stevie mencegahnya, hingga Evand refleks menghentikan gerakan tangannya dan menoleh."Memangnya kenapa?""Tidak apa-apa, buka nya nanti saja Pah, di kamar kita."Evand tidak jadi membukanya, dia kembali memasukkan amplop surat beserta kotak perhiasan itu ke tempat semula."Ya sudah, kita bawa saja bayi ini ke kamar." Ajaknya pada Stevie."Nanti kalau Diman pulang, langsung antarkan ke kamar ya Sum, dan jangan lupa cuci bersih dulu botol susunya," lanjutnya pada Sumi."Baik Tuan.""Ayo Mah."Evand mengajak sang istri lekas keluar dari kamar Sumi. Stevie pun mengikutinya dengan membawa bayi mungil itu di dalam gendongannya.Evand membawa keranjang bayi lalu merangkul pundak Stevie sambil berjalan bersama, menuju kamar mereka yang berada di lantai dua.Di dalam kamar, Evand sudah tidak sabar ingin mengetahui isi dari amplop surat tersebut beserta

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    DUA

    "Ini malingnya Pah!"Stevie menunjuk kearah hidung mancung Evand dengan telunjuknya."Loh kok Papah sih Mah? Maksudmu apa?"Evand di buat kesal oleh Stevie istrinya, seketika dia mengerutkan kening dan memasang raut wajah cemberut."Makanya! Bangun dulu! Sadar dulu, baru dengerin baik-baik. Biar tau jelas apa yang Mamah omongin.""Ya sudah, cepat beritahu kenapa Mamah bangunin Papah pake' teriak maling segala. Untung Papah nggak jantungan, coba kalo punya penyakit jantung, siapa yang repot?"Evand menggerutui Stevie, dia masih merasa kesal dengan cara istrinya membangunkannya tadi.Siapapun pasti akan kesal jika ada yang membangunkan tidur dengan cara seperti itu, apa lagi yang di ucapkan itu cuma bohongan."Iya! Mamah minta maaf. Sekarang ayo kita kebawah, ke kamar Sumi."Daripada menjelaskan kepada suaminya, lebih baik langsung mengajaknya untuk pergi ke kamar asisten rumah tangga mereka saja, agar me

  • Istri Haram Sang CEO Dingin    SATU

    Malam ini seorang penjaga kediaman keluarga Evander Yudho yang tengah tertidur pulas di pos ronda merasa terganggu saat telinganya mendengar suara tangisan bayi."Owek.. Owek.. Owek..""Uuuh! Suara apaan sih?! Berisik sekali."Penjaga itu bernama Diman. Dalam posisi tidur sambil duduk di kursi Diman enggan untuk membuka matanya, walaupun telinganya mendengar suara tangisan itu."Owek.. Owek.. Owek.."Sekali lagi suara tangisan itu terdengar ditelinganya. Mau tidak mau Diman akhirnya membuka perlahan pelupuk matanya."Hooaaamm!"Diman menguap lebar lalu mengarahkan pandangannya ke sekeliling arah, berusaha mencari dimanakah sumber suara tangisan bayi itu berasal.Tapi saat Diman sudah benar-benar sadar, justru suara tangisan itu sudah tidak terdengar lagi.Diman beranjak dari duduknya sambil melingkarkan kain sarung yang ia pakai ke pinggangnya."Aduh..! Apa aku tadi bermimpi ya? Ah, tapi perasa

DMCA.com Protection Status