“Kalian siap, kan?” tanya Hizam dengan suara rendah namun penuh kepastian.Teman-temannya yang duduk di sekitar meja mengangguk, wajah mereka menunjukkan antusiasme untuk terlibat dalam rencana jahat itu.“Pelayan udah tau apa yang harus dilakukan,” lanjut Hizam. “Kita akan kirim minuman itu ke meja Dania, dan dia nggak akan curiga sama sekali. Biasanya cewek-cewek di klub kayak gini senang kalau ada yang traktir minuman.”Temannya menyeringai. “Beres, bro. Nanti kita kasih sinyal ke pelayan, terus kamu langsung sembunyi biar dia nggak tahu ini rencana kamu.”Hizam tertawa kecil, lalu menoleh ke arah Dania dan Sebastian yang duduk di bar.Dia menyesap minumannya sambil tersenyum puas. “Oke, Nanti, ketika anjing penjaga di sebelahnya udah pergi, kita yang ambil alih.”Teman-teman Hizam mengangguk paham. Ini bukan hal pertama untuk mereka ketika bersenang-senang sembari mencari mangsa ketika sedang bosan.Kali ini, mangsa mereka lebih menakjubkan dari biasanya, maka mana mungkin mereka
“Hizam? Kamu beneran Hizam?” Dania sambil menggoyang-goyangkan kepala seakan ingin lebih fokus.Dania merasa pusing, namun di tengah rasa limbung itu, dia masih bisa mengenali wajah yang mendekatinya.Wajah yang tak asing lagi baginya, Hizam. Mantan suaminya berdiri di depannya, menyeringai dengan sikap angkuh dan puas.“Halo, Dania,” sapanya dengan nada dingin. Senyuman sinis di wajahnya semakin membuat Dania meyakini kecurigaannya.Di belakang Hizam, teman-temannya ikut terkekeh, memperlihatkan ekspresi yang tidak menyenangkan. Mereka tampak bersemangat, seolah menunggu sesuatu yang jahat akan terjadi.Dania menepis tangan mereka pada pinggangnya dan melepaskan lengannya dari mereka.“Kenapa mereka senyum-senyum gitu?” tanya Dania dengan suara lemah, tapi nadanya tetap tegas. “Apa kalian saling kenal?”Dania menjauh beberapa langkah dari gerombolan pemuda itu sambil menepis tangan yang hendak menjangkau tubuhnya, hingga punggungnya menempel di pintu masuk ruang VIP.Hizam menyeringai
“Pak Manajer, apakah klub malam Anda terbiasa menyediakan obat terlarang untuk mencelakai pengunjung wanita?” tanya Dania dengan suara tegas.Manajer klub malam tentu tak menyangka akan tuduhan Dania.Dia seketika gugup ketika menjawab, “Te-tentu tidak, Nona! Tak mungkin kami… kami ingin mencelakai pengunjung kami, terutama wanita!”Dania membalas tatapan gugup manajer klub malam dengan pandangan meremehkan seakan dia tak percaya ucapan si manajer.“Lalu kenapa ada mereka yang bekerja sama dengan pelayan Anda untuk mencelakai saya?”Matanya langsung terarah ke Hizam yang mulai bangkit berdiri dibantu teman-temannya.Hizam menatap benci ke Dania dan berkata sambil menahan sakit, “K-kamu… ternyata kamu udah tau—““Tentu aja, dong! Menghadapi orang licik kayak kamu, udah pasti aku juga harus ikutan licik.” Dania menaikkan dagunya, memberikan aura determinasi ke mantan suaminya.Jika menilik ke dua puluhan menit ke belakang, sebenarnya Sebastian sudah sempat melihat adanya Hizam di meja t
“Aku masih punya kebaikan di hatiku, Seba.” Dania menyahut cukup keras agar didengar mantan suami dan teman-temannya.Mendengar ucapan Dania, teman-teman Hizam menghela napas lega. Mereka bisa terhindar dari hukuman kurungan penjara.“Cuma… kalau mereka berani cari gara-gara lagi sama aku, maka rekaman itu bisa jadi alat untuk membuat suram masa depan mereka. Aku jamin soal itu,” lanjut Dania.Dikarenakan ucapan terakhir Dania, mereka pun bergidik ngeri dan berikrar di hati masing-masing untuk tidak lagi mencari masalah dengan Dania.Namun, entah apakah Hizam kapok seperti mereka atau dia masih ingin menjajal keberuntungannya lolos dari berbagai tindakan yang ingin menjatuhkan Dania.Sebenarnya bisa saja Dania membuat Hizam tersandung kasus pidana. Dania hanya masih ingin bermain-main dulu dengan mantan suaminya, tak ingin langsung diberi killing shot. Ingin ‘dikunyah’ dulu pelan-pelan agar hancur tak berbentuk.“Pak Manajer, saya harap kejadian hari ini bisa menjadi pelajaran bagi An
“Pasti, sayang… pasti akan kunikahi kamu… errhh!” Hizam terus saja menjanjikan itu sambil memacu miliknya mencapai puncak kenikmatan.***Esok harinya, Dania mendampingi ayahnya beserta Yohan ke gedung Nexus Prime Development, bisnis mereka di bidang real estate.“Kamu juga harus menguasai bisnis ini, sayang.” Levi berkata ke putrinya saat mereka berada di mobil yang sama dengan Yohan.“Oke, Pa. Jangan khawatir. Aku pasti akan mempelajarinya, kok!” Dania mengangguk di samping ayahnya.Di depan, ada Yohan bersama Sebastian yang mengemudi.“Anda bisa tenang, Tuan Levi. Putri Anda termasuk orang yang cepat belajar. Dia genius.” Yohan memberikan sahutan berupa pujian.Dania tertawa kecil untuk ucapan itu dan tak lupa berterima kasih pada Yohan.Nexus Holdings memang memiliki 2 macam bisnis besar; di bidang pertambangan dan di bidang real estate. Gedung utama kantor Nexus memang yang selama ini menjadi tempat Dania bekerja.Sementara itu, gedung Nexus Prime Development ada di bangunan lain
“Dania, kan?” Arvan tersenyum kaku ke Dania.Seingat Dania, Arvan memang bukan jenis orang yang pandai beramah-tamah, terlebih jika bukan kepada pihak yang disegani.Makanya tak heran jika melihat Arvan menyapa sopan ke Levi terlebih dahulu, karena Arvan menyadari perbedaan statusnya yang cukup jauh dari Levi.“Benar, Pak.” Dania membalas dengan senyuman basa-basi.“Sekarang kamu cantik sekali.” Arvan masih memaksakan senyuman canggung.Dania mengucapkan terima kasih ala kadarnya.Dulu, Arvan hampir tidak pernah bertemu Dania di rumah Grimaldi, kecuali di saat makan malam bersama. Jangan-jangan Arvan tak tahu kalau selama ini perlakuan anggota Grimaldi lainnya begitu buruk padanya.“Kamu juga sudah sukses bergabung di Nexus.” Arvan menambahkan.Dania merasa geli sendiri dengan cara Arvan berbasa-basi. Kenapa begitu kentara kecanggungannya? Dia heran, orang sekaku Arvan bagaimana bisa menjadi pengusaha sukses di Morenia? Bicara santai dengan orang saja tak bisa.“Selain itu, dia cerdas
“Enak aja!” desis sengit Hizam menanggapi ejekan halus Dania.Hizam menatap Dania dengan mata yang menyipit, penuh kebencian yang terpendam. Wajahnya sejenak memerah mendengar jawaban Dania yang penuh percaya diri.“Ah, sepertinya kamu banyak belajar setelah kita berpisah. Tapi jangan lupa, bukan soal tahu cara makan yang penting, tapi soal siapa yang benar-benar punya kelas,” Hizam melontarkan kata-katanya sambil mulai memotong bruschetta-nya sendiri dengan garpu dan pisau, meski gerakannya tidak sehalus Dania.Dania hanya tersenyum kecil. "Kelas itu bukan tentang tampilan, Hizam. Orang yang benar-benar punya kelas nggak merasa perlu merendahkan orang lain," jawabnya dingin, matanya tetap menatap lurus ke arah Hizam.Sebastian yang duduk di samping Dania, tersenyum tipis mendengar tanggapan Dania. Dia selalu mengagumi bagaimana Dania tetap tenang dalam situasi seperti ini. Dia melirik Hizam yang tampak berusaha keras untuk menahan amarahnya.Hizam tersenyum sinis saat bicara lagi. "N
“Oh? Gitu, yah?” Dania menaikkan alisnya dan kemudian tersenyum atas ucapan Hizam yang ingin merendahkan Nexus.Hizam sebenarnya mengetahui kalau Nexus Holdings bukan sekedar perusahaan tambang saja, melainkan real estate juga, meski yang paling menonjol adalah pertambangan mereka.Dia mengatakan itu hanya untuk membuat Dania kesal.Dania tidak bisa menahan senyum sinisnya. "Zenith Group juga nggak dikenal besar di bidang infrastruktur, Hizam. Kalian cuma tau soal menjual barang-barang di toko. Jadi, mungkin lebih baik kita lihat aja siapa yang lebih mampu menangani proyek sebesar ini."Seperti Hizam, Dania juga mengetahui bisnis Zenith juga mencakup ke real state, meski yang paling terkenal adalah bisnis ritail mereka.Hizam tertawa pendek, meskipun tampak sedikit tegang. "Jangan terlalu percaya diri, Dania. Dunia ini keras, dan kadang yang kuat bukanlah yang paling berbakat, tapi yang paling licik."Dania menyahut dengan nada lebih tenang. "Yang paling licik, yah? Mau tak mau aku ha