"Kenapa aku merasa Tuan Jason seolah memaksa?" tanya Yuna dalam hatinya.
Pikiran Yuna seolah bercabang. Ocehan Vina dan Ryan tentang keburukan Jason saat dulu terngiang. Akan tetapi, segera ditepisnya.Yuna harus ingat, tujuannya saat ini merubah nasibnya di masa lalu. Ia harus mengambil keputusan yang berlawan dengan dulu. Perlahan Yuna mengukir senyuman pada Jason yang masih menunggu tanggapannya.“Terima kasih atas perhatiannya, Tuan Jason. Saya akan berusaha agar diberikan izin oleh paman saya,” ucap Yuna lugas mempertahankan senyumannya.“Baiklah kalau begitu. Tapi, jika kamu kesulitan jangan sungkan menghubungi saya,” sahut Jason lugas.Sorot matanya memancarkan ketulusan. Yuna semakin melebarkan senyumannya, lalu mengangguk dan mengatakan terima kasih kembali. Hatinya tiba-tiba saja terasa teduh.“Aku yakin Tuan Jason tak seburuk yang dikatakan Vina dan Ryan. Dia memang terlihat dingin dan angkuh, tetapi senyuman serta tatapannya tampak tulus,” batin Yuna, ikuti suara sorakan dalam hatinya.Suara ketukan pintu membuyarkan fokus mereka. Jason langsung menoleh ke arah pintu dan berteriak pelan. “Masuk!” titahnya.Yuna hampir saja tersentak saat menyadari Ryan lah yang memasuki ruangan tersebut. Sontak saja Yuna mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sungguh ia belum siap bertemu dengan Ryan.Sama seperti Yuna, lelaki yang sekarang sudah berdiri di hadapan Jason sedikit tersentak. Ingin rasanya ia menanyakan keberadaan Yuna di sana, yang masih berstatus sebagai kekasihnya. Akan tetapi Ryan masih bisa profesional, apalagi terlihat jelas kekasihnya itu menghindari tatapannya.“Permisi, Tuan Jason. Saya membawakan proposal yang sudah di revisi ... silahkan diperiksa dulu,” ucap Ryan sopan seraya menyerahkan map dengan sampul biru pada Jason.CEO tampan itu hanya mengangguk, lalu menerima pemberian Ryan dan langsung memeriksa setiap lembarannya. Ryan berdeham kecil sekali, isyarat agar Yuna menoleh padanya untuk sekedar tersenyum atau memberi penjelasan. Akan tetapi, dokter cantik itu pura-pura tak menyadari wujudnya.Yuna mengalihkan perhatiannya pada map berisi surat perjanjian dari Jason. Hingga tiba-tiba Ryan tersentak dengan suara kecil yang mengejutkan dari mulutnya saat indera penglihatannya menangkap tulisan map di hadapan Jason.“Hah?!” Ryan segera mengatupkan mulutnya, menyadari Jason langsung menatapnya tak suka. “Maafkan saya, Tuan,” ucapnya cepat.Dokter cantik itu makin merunduk sembari menggigit bibir bawahnya menyadari penyebab Ryan tersentak. Andai saja tak ada Jason di sana, Ryan pasti akan mencecar dan menuntut penjelasannya. Namun, cepat atau lambat hal itu akan terjadi setelah ia keluar dari ruangan tersebut.“Okeh, sempurna.” Jason berkata seraya menaikkan pandangannya menatap Ryan.Ucapan Jason langsung membuyarkan rasa kesalnya Ryan. Lelaki itu refleks menatap atasannya dan mengukir senyuman, walaupun dipaksakan. “Terima kasih, Tuan Jason,” ucap Ryan dengan nada rendah.“Lanjutkan dengan membuat penawaran pada klien kita, lalu laporkan padaku hasil tanggapan klien tersebut!” perintah Jason lugas seraya memberikan kembali berkas milik Ryan.“Baik, Tuan. Saya permisi dulu.” Ryan menjawab seraya menerima berkas tersebut.Lelaki itu menundukkan kepalanya sebelum berpamitan. Tak lupa, ia memberi isyarat pada Yuna dengan lirikan matanya agar gadis itu mengikuti langkahnya. Sontak Yuna langsung menggelengkan kepalanya isyarat penolakan.Terpaksa Ryan memutar tubuhnya dan langsung keluar dari ruangan tersebut dengan wajah kesal. Langkah lelaki itu terhenti saat hendak membuka pintu. Adam lebih dulu mendorong pintu tersebut dari luar.Asisten pribadinya Jason refleks membungkuk hormat pada Ryan. Tentu saja lelaki itu membalasnya dan berjalan keluar dengan hati kesal. Tubuhnya tiba-tiba terasa terbakar saat indera pendengarannya menangkap suara Adam yang memberikan laporan untuk Jason.“15 menit lagi hidangan siap untuk Tuan dan Dokter Yuna.”Tangan Ryan mengepal dan langsung menarik handle pintu untuk menutupnya. Yuna refleks menoleh menyadari pintu baru saja tertutup. Yakin sekali, Ryan pasti mendengar ucapan Adam.Akan tetapi, Yuna tak peduli. Bukankah ini adalah rencananya menjauhi Ryan. Ia hanya memerlukan rencana selanjutnya untuk bisa menghindari lelaki itu.“Ada masalah, Dokter Yuna?” tanya Jason menyadarkan Yuna.“Tidak ada, Tuan,” jawab Yuna cepat seraya menoleh dan langsung menghadap Jason. Tak lupa ia mengukir senyuman meyakinkan.Jason mengangguk pelan. “Sepertinya kalian saling mengenal? Maksud saya, karyawan tadi,” tanyanya memasang wajah penasaran.“Iya, saya mengenalnya, Tuan,” jawab Yuna jujur.Senyuman Yuna perlahan memudar. Kemudian ia menundukkan pandangannya, cemas jika Jason curiga padanya. Seharusnya Yuna berbohong.“Pantas saja. Tapi, kenapa tadi tak saling menyapa?” Jason kembali mencecar Yuna dengan penuh selidik.“Mm ... pak Ryan ‘kan sedang bekerja, saya tidak ingin mengganggu kenyamanannya di tempat kerja,” jawab Yuna berbohong, padahal dirinya yang tak ingin diganggu rasa nyamannya.Jason hanya mengangguk dan memilih menyudahi semua pertanyaannya. Hati dan pikiran Yuna lega, Jason tak menaruh curiga. Kemudian mereka bertiga kembali membahas kontrak dan langsung menandatangani dengan segera. Tepat setelah mereka selai menandatangani kontrak kerja sama, hantaran makan siang tiba.Adam langsung membuka pintu itu lebar. Sekilas Yuna dapat melihat Ryan menatapnya di lorong antara karyawan staf menuju ruangan Jason. Tatapan penuh selidik dan amarah tergambar jelas, tetapi Yuna memilih fokus pada hidangan yang tengah di sajikan di meja hadapannya.Sejujurnya ada rasa canggung pada diri Yuna. Ia tak biasa menyantap makanan secara formal seperti ini. Bahkan di tempat kerjanya, ia selalu menghindari acara makan-makan bersama atasannya.“Rasanya tidak nyaman jika makan dengan orang penting, aku tidak bisa menikmati makananku,” batin Yuna malas.Akan tetapi, demi misinya merubah nasib ia harus membiasakan diri. Sembari memberikan penjelasan detail tentang kondisi kesehatan Jason dan beberapa alat-alat medis yang diperlukannya agar bisa menjalani terapi di rumah. Untunglah Jason menjadi pendengar bijak dan tak membantah, sebab semuanya demi kesehatan tubuhnya.Hingga tak terasa hidangan di hadapan mereka telah usai. Sebelum Yuna diperkenankan pulang, ia memilih memeriksa kondisi kedua kakinya Jason dengan hati-hati. CEO muda dan tampan itu tak banyak menolak hingga Yuna selesai dengan hasil pemeriksaan tubuhnya dan langsung dituangkan dalam buku catatan dokter cantik itu.“Saya akan meminta Adam untuk mengantarmu pulang, Dokter,” ucap Jason terdengar bijak.“Ah, tidak usah, Tuan. Saya bawa mobil,” tolak Yuna sesopan mungkin. “Tuan tidak usah khawatir, saya akan mencoba membujuk paman saya agar besok pagi saya sudah bisa menjalani tugas sebagai dokter pribadi Tuan Jason,” imbuhnya diakhiri senyuman yakin.Jason tak punya pilihan selain menuruti ucapan Yuna. Kontrak kerja sama antara mereka berdua sudah ditanda tangani. Ia hanya perlu memastikan dokter cantik itu menyiapkan diri.Yuna yang sudah keluar dari ruangan Jason tampak berjalan waspada. Ruangan staf tampak kosong. “Sepertinya mereka sudah beristirahat,” gumamnya dengan tatapan was-was.“Kenapa kamu berjalan mengendap seperti maling yang takut ketahuan?” suara Ryan langsung mengejutkan Yuna dari balik dinding samping lift.“R—ryan?”Belum selesai Yuna dengan rasa terkejutnya, Ryan sudah menarik tangannya kasar. Yuna bahkan tak diberi kesempatan untuk berontak. Ingin teriak, tetapi ia tak ingin membuat malu.“Ryan, lepasin! Tangan aku sakit,” pinta Yuna memohon.Sepertinya Ryan tuli. Lelaki itu terus menarik tangan Yuna berbelok melewati lorong menuju lift. Akan tetapi, Ryan masih membawa Yuna berbelok ke arah lain. Kakinya melangkah lebih cepat mengimbangi langkah Ryan agar dirinya tak terjatuh.“Mau ke mana, Ryan? Lepasin tangan aku, sakit!” Yuna merintih.Cengkraman tangan Ryan benar-benar kuat. Semakin Yuna berontak, semakin kencang mencengkeram. Hingga akhirnya Yuna Ryan membuka pintu tangga darurat, barulah ia melepaskan tangan kekasihnya sembari memberikan sedikit dorongan pada tubuhnya.“Argh!” pekik Yuna kesakitan.Hampir saja Yuna terhuyung ke belakang, jika ia tak pandai menjaga keseimbangan tubuhnya. Untungnya juga, ia mengenakan heels yang tak terlalu tinggi. Dokter cantik itu mengusap-usap tangannya
“Apa yang dilakukan pak Ryan pada Dokter?” tanya Adam menyadarkan pemikiran Yuna. “Ah, Ryan? Tidak ada, Pak Adam. Jangan pedulikan itu! Aku dan dia kebetulan dekat ... hanya perbincangan kecil saja, tapi tadi aku dapat pesan dari rumah sakit. Makanya aku langsung meninggalkannya,” jawab Yuna berbohong. Ya, dia tak ingin melibatkan orang lain dengan urusan pribadinya. Tadi, Yuna hanya syok dan terkejut hingga tak berani melawan. Akan tetapi, Adam tampaknya tak percaya dengan jawaban Yuna. “Dokter Yuna yakin? Sepertinya Dokter tadi ketakutan,” selidik Adam dengan tatapan tegas. “Tentu, Pak Adam. Sebenarnya tadi aku sedang buru-buru bukan ketakutan,” jawab Yuna cepat disusul senyuman ragu-ragu. Yuna kembali berbohong. Otaknya terus bekerja keras mencari jawaban yang menurutnya masuk akal. Akan tetapi, tatapan Adam masih tak percaya. “Tadi liftnya sedang penuh, jadi aku lewat tangga. Karena buru-buru aku hampir terjatuh dan pak Ryan yang menolongku, itulah sebabnya aku seperti orang
Yuna menghela napas panjang. Ia bisa memahami cecaran pertanyaan dari Rina karena berat melepas dirinya. Ia lantas menarik kursinya dan duduk dengan santai lalu mengukir senyuman tipis sebelum menjawab pertanyaan Rina. “Ingat nggak, tahun kedua kamu bekerja denganku ... ada bapak paruh baya yang menjual seluruh kebun gandumnya di kampung setelah mengalami kelumpuhan, lalu menjalani pengobatan di sini. Padahal uang tabungannya hasil panennya saja cukup untuk biaya pengobatan serta rawat inapnya,” tanya Yuna hati-hati. “Tentu saja aku ingat, Dok,” sahut Rina cepat tanpa berpikir lagi, bahkan perawat yang usianya lebih muda satu tahun darinya tampak bergidik. “Pak Dirman kalau nggak salah namanya, setiap aku temui selalu memanggakan hasil kebun dan seluruh hartanya ... kalau ditanya baik-baik, jawabnya ketus minta ampun. Sampe nggak ada yang tahan dengannya,” sambungnya. Yuna tersenyum tipis. “Tapi, akhirnya
“Ah, Yuna. Kamu sudah pulang,” sapa Dimas menyadari kehadiran keponakan tercintanya.“Perkenalkan, dia Jason,” sambung Dimas menyadari Yuna terus menatap lelaki di hadapannya tanpa berkedip. “Kamu ingat … dulu aku pernah bercerita pemuda tampan yang membantuku dan ayahmu hampir dirampok saat baru saja pulang tengah malam, setelah meninjau rumah makan baru di luar kota. Jason inilah orangnya,” jelasnya.Sayangnya bukan itu yang ingin Yuna dengar dari penjelasan pamannya. Ia menatap penuh selidik pada Jason. Lelaki yang duduk di kursi rodanya tampak santai, tanpa rasa bersalah padanya.Jason justru tersenyum ramah saat Dimas menatapnya. Bahkan kedua bola mata Yuna hampir terlepas saat melihat Jason mengangguk sopan pada pamannya. Hatinya menaruh curiga besar, hingga jantungny
“Yuna, kamu di dalam?”Ketukan pintu disusul suara panggilan, menghentikan gerakan tangan Yuna yang tengah merapikan pakaiannya. Wajahnya langsung berubah masam. Bagaimana tidak, pemilik suara itu adalah seorang perempuan, Vina—sahabat munafiknya.“Yuna, aku masuk, ya!” Suara teriakan Vina kembali terdengar.Terlambat. Wanita itu sudah mendorong pintu kamar Yuna. Tangan dokter cantik itu meremas pakaiannya yang paling atas menyalurkan rasa kesalnya.Sebenarnya percuma saja, Yuna ingat saat ini mereka masih menjadi sahabat. Vina akan memasuki kamarnya dengan bebas dan sesuka hati. Yuna hanya bisa menghela napas panjang, lalu menyembunyikan amarahnya.“Baiklah, ini terakhir kalinya kamu b
“Kamu itu apa-apaan sih, Vina?” hardik Yuna kesal.Vina hanya tersenyum sinis menyadari Yuna memasang ekspresi kesal. Gadis itu benar-benar meminta Ryan untung datang ke rumahnya. Ia sama sekali tak mengindahkan permintaan Yuna.“Biar kamu sadar, kalau aku dan Ryan itu peduli dan sayang sama kamu!” tegas Vina.Seperti biasa jika Yuna protes dengan keputusannya. Ya, seharusnya Yuna sadar, selama ini pendapatnya tak pernah dianggap oleh Ryan dan Vina. Bodohnya dulu ia selalu menurut dan menerima penjelasan dari mereka.“Munafik!” desis Yuna pelan.“Apa?!” Vina tersentak, padahal Yuna hanya berdesis pelan.Kedua bola mata Vina refleks membulat sempurna. Ia menatap intens wajah dokter cantik di hadapannya. “Kamu ngomong apa tadi?” tanyanya memastikan indera pendengarannya.“Aku bilang nyebelin!” Yuna berbohong.Bukannya dia takut, tetapi Yuna malas berdebat. Lebih baik ia menyimpan tenaganya untuk merapikan sisa pak
Yuna sedikit terkejut dengan keberanian Rina. Hatinya benar-benar tersentuh, seharusnya dirinya yang bertanya seperti itu pada Ryan. Mempertanyakan hak lelaki itu yang selalu mengatur hidupnya, tetapi selalu kalah dengan alasan cinta. “Aku pacarnya Yuna! Kamu siapa, hah?!” hardik Ryan seraya menunjuk wajah Rina. “Heuh, baru jadi pacar aja sok ngatur hidup Dokter Yuna,” sahut Rina, lalu menaikkan sudut atas bibirnya. Rina lantas menoleh pada dokter cantik di sebelahnya. Ia lalu mendekatkan wajahnya pada daun telinganya Yuna, lalu ditutupi bibirnya dengan tangan kanannya. “Dokter Yuna, tahan sih punya pacar posesif kaya dia?” tanya berbisik, tetapi suaranya justru terdengar lantang. Sengaja menyindir. Yuna refleks mendesis, hingga Rina memilih memajukkan bibirnya lalu&
“Apa? P—putus?” tanya Ryan sedikit gagap.Yuna mengangguk cepat. Ia juga menunjukkan wajah penuh keyakinan. Dokter cantik itu tak ingin menunggu waktu lain dan ia ingin segera bebas dari bajingan di hadapannya.“Yuna, kamu pasti salah ngomong, ‘kan?” seru Vina seraya mendekat pada dirinya.Bahkan gadis itu meraih lengannya untuk memastikan lebih jelas ekspresi Yuna. Namun dokter cantik itu langsung menangkap tangan sahabat munafiknya dan langsung menjatuhkannya, seolah jijik disentuh oleh Vina. Tak lupa, Yuna tersenyum tipis menunjukkan keyakinannya.“A
Tak ada lagi halangan menuju hari pernikahan Jason dan Yuna. Semuanya terencana dengan baik. Vincent Wang dan ayahnya serta beberapa investor Hongkong bahkan menyempatkan diri untuk menghadiri pernikahan Jason dan Yuna. Persidangan kasus Arka, Elsa, Teguh—mantan suaminya Elsa dan Tamara, sudah mendekati akhir. Akan tetapi, sudah dipastikan mereka mendapatkan hukuman setimpal. Bukan itu saja, beberapa petugas yang dulu terlibat dan terbukti membantu mereka, sudah mendapatkan hukumannya. Damian, pengacaranya Jason dan Adam memastikan semuanya mendapatkan hukuman. Hingga malam di hari pernikahan tiba, Yuna kembali ke kediamannya dan berbincang bersama pamannya. Ia akan semakin merindukan Dimas, padahal selama ini Yuna jarang berada di rumah. Bahkan Yuna tak malu menggelayut manja pada pamannya yang sudah dianggapnya seperti pengganti ayahnya. “Apa kamu tidak malu terus menggelayut seperti anak kecil?” celetuk Dimas seraya melirik wajah Yuna yang bersandar di bahunya, tetapi ia tersenyu
“Ada apa, Adam? Ada masalah?” tanya Jason setelah berada di samping sahabatnya.Adam hanya tersenyum tipis, enggan menjawab. Kemudian ia memutar tubuhnya menatap gedung megah di sana, lalu mengedarkan pandangannya mencari seseorang. “Sudah selesai? Di mana dokter Yuna?” tanyanya seraya menatap pada Jason.“Yuna menunggu di kafe itu.” Jason menunjuk bangunan kafe di samping gedung.“Memangnya ada yang belum selesai dengan persiapan gedungnya?” tanya Adam dengan raut wajah bingung.Jason menghela napas berat. Ia tahu Adam hanya berusaha menghindari pertanyaan darinya. Ya, sahabatnya itu sedikit tertutup untuk masalah pribadi jika dirinya tak mendesak atau mencari tahu sendiri masalah yang sedang dihadapi Adam.“Ya, memang ada yang belum selesai ... kamu, Adam,” sahut Jason seraya berpindah duduk pada bangku di samping taman bunga, tepi mobilnya terparkir.“Aku? Memangnya ada apa denganku?” tunjuk Adam pada dirinya. Ia semakin memasang wajah bingung.Pria tampan itu tak segera menjawab.
Informasi yang diberikan Rina begitu mengejutkan. Racun arsenik itu berasal dari kelompoknya Teguh Gunawan–mantan suaminya Elsa. Bahkan informasi yang diberikan Rina di luar dugaan yang lainnya.Perawat cantik itu bahkan menemukan tempat persembunyian kelompok mafianya Teguh. Tak menyangga wanita yang terlihat lugu, ternyata memiliki kontribusi besar. Yuna bahkan bangga menjadi sahabat baiknya.Jason langsung bertindak cepat. Akan tetapi, ia memastikan pihak kepolisian yang menangani kasus tersebut benar-benar bersih. Tentu saja selama ini dirinya dan Adam dibantu Rocky menyelidiki para polisi yang bekerja untuk Elsa. Serta para mafia polisi yang tunduk pada kelompoknya Teguh sudah pasti tak bisa berkutik.Damian Alexander, pengacaranya Jason dengan senang hati mengurus semua mafia polisi tersebut. Apa lagi semua bukti yang Jason kumpulkan sangatlah kuat. Bukti tambahan ponselnya Vina, serta bukti penyelidikan Brian yang menunjukkan jelas jika kecelakaan Jason disengaja dan pelakunya
“E–elsa? Papa yakin?” tanya Jason terbata dengan tatapan tak percaya.Brian mengangguk lemah dalam posisi tidurnya. Jason terdiam syok, hingga tubuhnya tampak mematung. Bahkan ia tampak seperti orang linglung menatap wajah papanya.Bukan karena Jason tak percaya pelakunya adalah Elsa, tetapi ia mencemaskan keadaan Brian. Justru karena ia memperkirakan pelakunya adalah Elsa ataupun Arka. Jujur saja ia ingin mencecar papanya, tetapi Yuna sudah menarik kedua bahunya menjauh dari tubuh Brian.“Cukup, Jason! Kita masih punya banyak waktu.” Yuna memberi nasehat.Tepat saat Jason mengangguk pasrah, pintu ruangan tersebut ada yang mengetuk. Tak lama langsung terbuka. Dokter Rudi datang dengan Rina, sahabat baiknya Yuna sekaligus satu-satunya perawat yang mengetahui keadaan Brian.“Kita beri ruang agar Dokter Rudi memeriksa keadaan papamu!” ucap Yuna seraya membawa tubuh Jason menjauh dari ranjang brankar Brian.Dokter cantik itu lantas mengangguk pada dokter Rudi, isyarat agar dia segera meme
“Mungkin saya punya informasi yang membantu untuk Tuan Jason.” Rocky berkata setelah memastikan fokus mereka selesai dengan informasi tentang Vina. Sontak saja, Jason, Yuna dan Adam menoleh padanya. Ketiganya menunggu penjelasannya dengan wajah sigap. Rocky mengeluarkan beberapa lembar foto dari saku dalam jasnya, lalu menjajarkan di atas meja yang menjadi pembatas mereka. “Sebenarnya tadi itu aku dan anak buahku sedang meninjau tempat Tuan Jason kecelakaan setelah menemukan beberapa bukti, lalu Tuan memberitahu kalau Adam sedang dalam bahaya di jalur tersebut ... itulah sebabnya kami datang lebih cepat,” jelas Rocky terdengar melegakan. Adam tersenyum lega. Semua ini memang bukan kebetulan, tetapi hal tersebut berkat kesigapan Jason. Rocky lantas melanjutkan penjelasannya. “Saya berhasil menemukan keberadaan keluarga dari supir truk yang menjadi tersangka penabrakan Tuan Jason. Lalu beberapa bukti jika kecelakaan tersebut sudah direkayasa,” jelas Rocky seraya menunjuk beberapa fo
Adam pantas untuk merasa tenang dan tak perlu panik. Bantuan dari Rocky—anak buahnya Jason datang lebih cepat. Tentu saja Adam tahu kehadiran mereka dari cara mereka memberi sinyal. Dua mobil dari belakang langsung menyalip kendaraan yang sedari tadi diduga orang yang hendak mencelakainya serta menggiringnya menuju arah jalan tempat Jason kecelakaan. Sementara dua mobil lainnya mengamankan kendaraan yang mengikuti Adam.Kini dua mobil itu mengawalnya hingga Adam memilih kembali ke rumah sakit. Jason langsung menyambutnya dan memeluk sebentar lalu ia berpindah pada anak buahnya yang berada di belakang Adam. “Terima kasih, kalian memang selalu bisa diandalkan,” ucapnya pada mereka.“Sama-sama, Tuan Jason. Ini adalah tugas kami,” sahut lelaki yang berada di paling kiri. Jumlah mereka enam orang dan semuanya berpakaian formal.“Ah, Tuan. Saya baru saja menerima pesan dari anak buahku yang kutugaskan mencari keberadaan—“ ucap lelaki tadi terhenti. Jason menempelkan jari telunjuknya di dep
“Apa?” Jason terkejut dengan ucapan Adam dari balik telepon. Wajah pria tampan itu langsung berubah pucat dan cemas, serta panik. Ia bahkan refleks berdiri dan mengacak rambut belakangnya, frutasi. Yuna yang berada di sampingnya pun ikut bangkit merasakan kecemasan Jason. “Apa yang terjadi, Jason?” tanya Yuna panik. Jason hanya memberi isyarat untuk tenang dengan mengangkat tangan kanannya. Ia lantas fokus pada ponselnya. “Dengarkan aku, Adam! Tetap tenang dan jangan putuskan sambungan teleponnya! Terus beri laporan padaku kondisi terkinimu, mengerti!” perintahnya. “Baik, Jason. Tolong bantu aku secepatnya,” sahut Adam terdengar panik. “Tentu, aku pasti akan membantumu dan tak akan tinggal diam,” balas Jason cepat. “Aku akan meminta Rocky untuk mengirimkan anak buahnya dan secepatnya menjemputmu,” pungkasnya menenangkan. Terdengar jelas suara Adam mengatur napasnya dari balik telepon. Tentu saja, Jason dapat merasakan bagaimana cemasnya Adam, dirinya sudah pernah mengalami hal te
“Sepertinya habis batre. Aku selalu lupa charger ponsel dan biasanya diisi daya jika sedang dalam perjalanan di mobil,” ucap Adam diakhiri senyuman canggung.“Bisa tolong buka laci dasbor di hadapanmu? Aku menyimpan alat pengisi dayanya di sana.” Adam menunjuk laci di hadapan Tamara.Wajah wanita cantik itu yang semula tegang kini tampak terlihat lega. Ia bahkan segera menuruti permintaan Adam, mengeluarkan alat mengisi daya ponselnya. “Berikan ponselmu padaku! Biarkan aku yang memasangkannya,” ujarnya.Adam mengangguk dan memberikan ponselnya pada Tamara. Wanita itu tampak cekatan dan memang sudah terbiasa melakukannya. Tanpa disadari Adam masih meliriknya curiga.Tentu saja yang dilakukan Adam tadi hanyalah pura-pura. Ia bukanlah pria bodoh seperti yang dikatakan Jason. Adam lebih mengandalkan intuisi dan nalurinya dalam berbisnis.Ya, pria tampan itu memiliki pemikiran yang sama dengan Jason. Tak ada sesuatu hal di dunia ini yang kebetulan, pemikiran mereka. Mungkin karena mereka s
“Aku akan mencoba menghubungi Adam. Saat ini dia sedang bersama dengan Tamara “ Jason berkata dengan tatapan cemas seraya menggulir beberapa kali layar ponselnya.Yuna hanya mengangguk. Wajahnya pun tak kalah cemas dengan lelakinya. Ia lantas menoleh ke arah ujung lorong tempat pria mencurigakan tadi menghilang.Tampaknya mereka lebih waspada atau sadar jika keberadaannya sudah diketahui. Yuna lantas menatap Jason yang tiba-tiba tersentak dengan kedua bola mata melotot. “Ada apa, Jason?” tanya Yuna langsung.“Adam menolak panggilanku,” sahut Jason langsung. “Akan kucoba lagi,” ujarnya seraya mengulang panggilan teleponnya.“Mungkin Adam tak sengaja menggeser ke tolak.” Yuna mencoba menenangkan.Jason mengangguk. Namun, ia kembali tersentak. Ponsel Adam tak bisa dihubungi. Pria tampan itu masih penasaran dan mencobanya sekali lagi.“Adam mematikan ponselnya,” tebak Jason disusul helaan napas berat. “Sepertinya Tamara sedang bersamanya,” tambahnya seraya memijat ujung alisnya.“Bagaiman