Yuna menghela napas panjang. Ia bisa memahami cecaran pertanyaan dari Rina karena berat melepas dirinya. Ia lantas menarik kursinya dan duduk dengan santai lalu mengukir senyuman tipis sebelum menjawab pertanyaan Rina.
“Ingat nggak, tahun kedua kamu bekerja denganku ... ada bapak paruh baya yang menjual seluruh kebun gandumnya di kampung setelah mengalami kelumpuhan, lalu menjalani pengobatan di sini. Padahal uang tabungannya hasil panennya saja cukup untuk biaya pengobatan serta rawat inapnya,” tanya Yuna hati-hati.“Tentu saja aku ingat, Dok,” sahut Rina cepat tanpa berpikir lagi, bahkan perawat yang usianya lebih muda satu tahun darinya tampak bergidik. “Pak Dirman kalau nggak salah namanya, setiap aku temui selalu memanggakan hasil kebun dan seluruh hartanya ... kalau ditanya baik-baik, jawabnya ketus minta ampun. Sampe nggak ada yang tahan dengannya,” sambungnya.Yuna tersenyum tipis. “Tapi, akhirnya“Ah, Yuna. Kamu sudah pulang,” sapa Dimas menyadari kehadiran keponakan tercintanya.“Perkenalkan, dia Jason,” sambung Dimas menyadari Yuna terus menatap lelaki di hadapannya tanpa berkedip. “Kamu ingat … dulu aku pernah bercerita pemuda tampan yang membantuku dan ayahmu hampir dirampok saat baru saja pulang tengah malam, setelah meninjau rumah makan baru di luar kota. Jason inilah orangnya,” jelasnya.Sayangnya bukan itu yang ingin Yuna dengar dari penjelasan pamannya. Ia menatap penuh selidik pada Jason. Lelaki yang duduk di kursi rodanya tampak santai, tanpa rasa bersalah padanya.Jason justru tersenyum ramah saat Dimas menatapnya. Bahkan kedua bola mata Yuna hampir terlepas saat melihat Jason mengangguk sopan pada pamannya. Hatinya menaruh curiga besar, hingga jantungny
“Yuna, kamu di dalam?”Ketukan pintu disusul suara panggilan, menghentikan gerakan tangan Yuna yang tengah merapikan pakaiannya. Wajahnya langsung berubah masam. Bagaimana tidak, pemilik suara itu adalah seorang perempuan, Vina—sahabat munafiknya.“Yuna, aku masuk, ya!” Suara teriakan Vina kembali terdengar.Terlambat. Wanita itu sudah mendorong pintu kamar Yuna. Tangan dokter cantik itu meremas pakaiannya yang paling atas menyalurkan rasa kesalnya.Sebenarnya percuma saja, Yuna ingat saat ini mereka masih menjadi sahabat. Vina akan memasuki kamarnya dengan bebas dan sesuka hati. Yuna hanya bisa menghela napas panjang, lalu menyembunyikan amarahnya.“Baiklah, ini terakhir kalinya kamu b
“Kamu itu apa-apaan sih, Vina?” hardik Yuna kesal.Vina hanya tersenyum sinis menyadari Yuna memasang ekspresi kesal. Gadis itu benar-benar meminta Ryan untung datang ke rumahnya. Ia sama sekali tak mengindahkan permintaan Yuna.“Biar kamu sadar, kalau aku dan Ryan itu peduli dan sayang sama kamu!” tegas Vina.Seperti biasa jika Yuna protes dengan keputusannya. Ya, seharusnya Yuna sadar, selama ini pendapatnya tak pernah dianggap oleh Ryan dan Vina. Bodohnya dulu ia selalu menurut dan menerima penjelasan dari mereka.“Munafik!” desis Yuna pelan.“Apa?!” Vina tersentak, padahal Yuna hanya berdesis pelan.Kedua bola mata Vina refleks membulat sempurna. Ia menatap intens wajah dokter cantik di hadapannya. “Kamu ngomong apa tadi?” tanyanya memastikan indera pendengarannya.“Aku bilang nyebelin!” Yuna berbohong.Bukannya dia takut, tetapi Yuna malas berdebat. Lebih baik ia menyimpan tenaganya untuk merapikan sisa pak
Yuna sedikit terkejut dengan keberanian Rina. Hatinya benar-benar tersentuh, seharusnya dirinya yang bertanya seperti itu pada Ryan. Mempertanyakan hak lelaki itu yang selalu mengatur hidupnya, tetapi selalu kalah dengan alasan cinta. “Aku pacarnya Yuna! Kamu siapa, hah?!” hardik Ryan seraya menunjuk wajah Rina. “Heuh, baru jadi pacar aja sok ngatur hidup Dokter Yuna,” sahut Rina, lalu menaikkan sudut atas bibirnya. Rina lantas menoleh pada dokter cantik di sebelahnya. Ia lalu mendekatkan wajahnya pada daun telinganya Yuna, lalu ditutupi bibirnya dengan tangan kanannya. “Dokter Yuna, tahan sih punya pacar posesif kaya dia?” tanya berbisik, tetapi suaranya justru terdengar lantang. Sengaja menyindir. Yuna refleks mendesis, hingga Rina memilih memajukkan bibirnya lalu&
“Apa? P—putus?” tanya Ryan sedikit gagap.Yuna mengangguk cepat. Ia juga menunjukkan wajah penuh keyakinan. Dokter cantik itu tak ingin menunggu waktu lain dan ia ingin segera bebas dari bajingan di hadapannya.“Yuna, kamu pasti salah ngomong, ‘kan?” seru Vina seraya mendekat pada dirinya.Bahkan gadis itu meraih lengannya untuk memastikan lebih jelas ekspresi Yuna. Namun dokter cantik itu langsung menangkap tangan sahabat munafiknya dan langsung menjatuhkannya, seolah jijik disentuh oleh Vina. Tak lupa, Yuna tersenyum tipis menunjukkan keyakinannya.“A
Sesuai dugaan Yuna, Vina membawa Ryan ke apartemennya. Gadis itu berusaha keras menenangkan Ryan. Bahkan ia menuruti permintaan lelaki itu untuk memberikan minuman keras. Vina hanya bisa menjadi pendengar amarah Ryan seraya menemaninya minum. Jujur saja, hatinya panas, semakin lama mendengar lelaki itu menyebut nama Yuna. Hingga pada tegukan gelas wiski ketiga wajahnya sudah memerah karena pengaruh alkohol.“Kenapa kamu begitu menyukai Yuna, Ryan?” tanya Vina seraya menatap lelaki itu lamat, mempertahankan keseimbangan tubuhnya.“Dia cantik dan pintar, tetapi bodoh serta manis,” jawab Ryan diakhiri tawa kecilnya.Pertanyaan Vina seolah meredam amarahnya. Ia teringat pertemuan pertamanya pada Yuna dan bagaimana bersemangatnya saat ia tahu gadis itu kuliah di jurusan kedokteran. Pasti dia anak orang kaya, pikir Ryan.“Lalu bagaimana denganku?” tanya Vina tiba-tiba. Matanya mulai sayup, tetapi ditahannya.Ryan tersenyum menyadari gadis
“Dengan peralatan secanggih ini, aku bisa buka praktek di rumah,” ucap Yuna menahan senyuman girangnya.Dokter cantik itu tengah berkhayal, setelah menyelesaikan tugasnya menyembuhkan Jason dan kontrak berakhir ... ia bisa memiliki semua peralatan itu, lalu membuka praktek. Gajinya sebagai dokter spesialis rehabilitasi medik tak akan cukup untuk membeli semua perlengkapan alat-alat medis tersebut. Mungkin cukup jika Yuna mencicilnya atau menjual satu rumah makan peninggalan ayahnya.“Ah, aku bukan anak yang berambisi. Ayahku bisa menyekolahkanku menjadi dokter spesialis hanya mengandalkan usaha rumah makannya saja ... sudah luar biasa. Aku tidak mungkin menghancurkan perjuangan ayahku.” Yuna terus berdialog seorang diri, bertanya dan menjawab jawabannya sendiri.“Hm ....” Suara dehaman Jason hampir mengejutkan Yuna.Awalnya CEO itu tak ingin mengganggu keseruan Yuna. Namun, setelah kedatangan dokter cantik itu satu jam lalu dan ia sudah memperhati
“Boleh lihat dulu obat dan vitaminnya?”Selesai sarapan, pelayan lain membawakan nampan kecil berisi obat dan vitamin untuk Jason yang sudah tersaji dalam wadah kecil. Yuna langsung mengajukan diri memeriksanya. Jason memerintahkan bi Nani—pelayan tadi untuk membawakan kemasan obat dan vitaminnya.Intuisinya tiba-tiba merasakan ada yang tak baik di sana. Yuna harus memastikan dengan benar agar tak ada yang mengganjal pada hatinya. Mungkin saat mendengar kata vitamin, ia menjadi sensitif dan waspada teringat kabodohannya dulu.Ya, lebih baik Yuna membenarkan perasaan tersebut. Ia harus memastikan Jason tak mengalami hal yang sama seperti dirinya. Tertipu kemasan obat penggemuk badan yang ditukar dengan label vitamin oleh Ryan.Bukan itu saja yang membuat rasa curiga Yuna tiba-tiba muncul. Raut wajah pelayan tadi seolah menyembunyikan sesuatu dan sulit untuk dipahami. Entahlah, ekspresinya seperti mengingatkan pada wajah Nita—mantan ibu mertuanya (
Tak ada lagi halangan menuju hari pernikahan Jason dan Yuna. Semuanya terencana dengan baik. Vincent Wang dan ayahnya serta beberapa investor Hongkong bahkan menyempatkan diri untuk menghadiri pernikahan Jason dan Yuna. Persidangan kasus Arka, Elsa, Teguh—mantan suaminya Elsa dan Tamara, sudah mendekati akhir. Akan tetapi, sudah dipastikan mereka mendapatkan hukuman setimpal. Bukan itu saja, beberapa petugas yang dulu terlibat dan terbukti membantu mereka, sudah mendapatkan hukumannya. Damian, pengacaranya Jason dan Adam memastikan semuanya mendapatkan hukuman. Hingga malam di hari pernikahan tiba, Yuna kembali ke kediamannya dan berbincang bersama pamannya. Ia akan semakin merindukan Dimas, padahal selama ini Yuna jarang berada di rumah. Bahkan Yuna tak malu menggelayut manja pada pamannya yang sudah dianggapnya seperti pengganti ayahnya. “Apa kamu tidak malu terus menggelayut seperti anak kecil?” celetuk Dimas seraya melirik wajah Yuna yang bersandar di bahunya, tetapi ia tersenyu
“Ada apa, Adam? Ada masalah?” tanya Jason setelah berada di samping sahabatnya.Adam hanya tersenyum tipis, enggan menjawab. Kemudian ia memutar tubuhnya menatap gedung megah di sana, lalu mengedarkan pandangannya mencari seseorang. “Sudah selesai? Di mana dokter Yuna?” tanyanya seraya menatap pada Jason.“Yuna menunggu di kafe itu.” Jason menunjuk bangunan kafe di samping gedung.“Memangnya ada yang belum selesai dengan persiapan gedungnya?” tanya Adam dengan raut wajah bingung.Jason menghela napas berat. Ia tahu Adam hanya berusaha menghindari pertanyaan darinya. Ya, sahabatnya itu sedikit tertutup untuk masalah pribadi jika dirinya tak mendesak atau mencari tahu sendiri masalah yang sedang dihadapi Adam.“Ya, memang ada yang belum selesai ... kamu, Adam,” sahut Jason seraya berpindah duduk pada bangku di samping taman bunga, tepi mobilnya terparkir.“Aku? Memangnya ada apa denganku?” tunjuk Adam pada dirinya. Ia semakin memasang wajah bingung.Pria tampan itu tak segera menjawab.
Informasi yang diberikan Rina begitu mengejutkan. Racun arsenik itu berasal dari kelompoknya Teguh Gunawan–mantan suaminya Elsa. Bahkan informasi yang diberikan Rina di luar dugaan yang lainnya.Perawat cantik itu bahkan menemukan tempat persembunyian kelompok mafianya Teguh. Tak menyangga wanita yang terlihat lugu, ternyata memiliki kontribusi besar. Yuna bahkan bangga menjadi sahabat baiknya.Jason langsung bertindak cepat. Akan tetapi, ia memastikan pihak kepolisian yang menangani kasus tersebut benar-benar bersih. Tentu saja selama ini dirinya dan Adam dibantu Rocky menyelidiki para polisi yang bekerja untuk Elsa. Serta para mafia polisi yang tunduk pada kelompoknya Teguh sudah pasti tak bisa berkutik.Damian Alexander, pengacaranya Jason dengan senang hati mengurus semua mafia polisi tersebut. Apa lagi semua bukti yang Jason kumpulkan sangatlah kuat. Bukti tambahan ponselnya Vina, serta bukti penyelidikan Brian yang menunjukkan jelas jika kecelakaan Jason disengaja dan pelakunya
“E–elsa? Papa yakin?” tanya Jason terbata dengan tatapan tak percaya.Brian mengangguk lemah dalam posisi tidurnya. Jason terdiam syok, hingga tubuhnya tampak mematung. Bahkan ia tampak seperti orang linglung menatap wajah papanya.Bukan karena Jason tak percaya pelakunya adalah Elsa, tetapi ia mencemaskan keadaan Brian. Justru karena ia memperkirakan pelakunya adalah Elsa ataupun Arka. Jujur saja ia ingin mencecar papanya, tetapi Yuna sudah menarik kedua bahunya menjauh dari tubuh Brian.“Cukup, Jason! Kita masih punya banyak waktu.” Yuna memberi nasehat.Tepat saat Jason mengangguk pasrah, pintu ruangan tersebut ada yang mengetuk. Tak lama langsung terbuka. Dokter Rudi datang dengan Rina, sahabat baiknya Yuna sekaligus satu-satunya perawat yang mengetahui keadaan Brian.“Kita beri ruang agar Dokter Rudi memeriksa keadaan papamu!” ucap Yuna seraya membawa tubuh Jason menjauh dari ranjang brankar Brian.Dokter cantik itu lantas mengangguk pada dokter Rudi, isyarat agar dia segera meme
“Mungkin saya punya informasi yang membantu untuk Tuan Jason.” Rocky berkata setelah memastikan fokus mereka selesai dengan informasi tentang Vina. Sontak saja, Jason, Yuna dan Adam menoleh padanya. Ketiganya menunggu penjelasannya dengan wajah sigap. Rocky mengeluarkan beberapa lembar foto dari saku dalam jasnya, lalu menjajarkan di atas meja yang menjadi pembatas mereka. “Sebenarnya tadi itu aku dan anak buahku sedang meninjau tempat Tuan Jason kecelakaan setelah menemukan beberapa bukti, lalu Tuan memberitahu kalau Adam sedang dalam bahaya di jalur tersebut ... itulah sebabnya kami datang lebih cepat,” jelas Rocky terdengar melegakan. Adam tersenyum lega. Semua ini memang bukan kebetulan, tetapi hal tersebut berkat kesigapan Jason. Rocky lantas melanjutkan penjelasannya. “Saya berhasil menemukan keberadaan keluarga dari supir truk yang menjadi tersangka penabrakan Tuan Jason. Lalu beberapa bukti jika kecelakaan tersebut sudah direkayasa,” jelas Rocky seraya menunjuk beberapa fo
Adam pantas untuk merasa tenang dan tak perlu panik. Bantuan dari Rocky—anak buahnya Jason datang lebih cepat. Tentu saja Adam tahu kehadiran mereka dari cara mereka memberi sinyal. Dua mobil dari belakang langsung menyalip kendaraan yang sedari tadi diduga orang yang hendak mencelakainya serta menggiringnya menuju arah jalan tempat Jason kecelakaan. Sementara dua mobil lainnya mengamankan kendaraan yang mengikuti Adam.Kini dua mobil itu mengawalnya hingga Adam memilih kembali ke rumah sakit. Jason langsung menyambutnya dan memeluk sebentar lalu ia berpindah pada anak buahnya yang berada di belakang Adam. “Terima kasih, kalian memang selalu bisa diandalkan,” ucapnya pada mereka.“Sama-sama, Tuan Jason. Ini adalah tugas kami,” sahut lelaki yang berada di paling kiri. Jumlah mereka enam orang dan semuanya berpakaian formal.“Ah, Tuan. Saya baru saja menerima pesan dari anak buahku yang kutugaskan mencari keberadaan—“ ucap lelaki tadi terhenti. Jason menempelkan jari telunjuknya di dep
“Apa?” Jason terkejut dengan ucapan Adam dari balik telepon. Wajah pria tampan itu langsung berubah pucat dan cemas, serta panik. Ia bahkan refleks berdiri dan mengacak rambut belakangnya, frutasi. Yuna yang berada di sampingnya pun ikut bangkit merasakan kecemasan Jason. “Apa yang terjadi, Jason?” tanya Yuna panik. Jason hanya memberi isyarat untuk tenang dengan mengangkat tangan kanannya. Ia lantas fokus pada ponselnya. “Dengarkan aku, Adam! Tetap tenang dan jangan putuskan sambungan teleponnya! Terus beri laporan padaku kondisi terkinimu, mengerti!” perintahnya. “Baik, Jason. Tolong bantu aku secepatnya,” sahut Adam terdengar panik. “Tentu, aku pasti akan membantumu dan tak akan tinggal diam,” balas Jason cepat. “Aku akan meminta Rocky untuk mengirimkan anak buahnya dan secepatnya menjemputmu,” pungkasnya menenangkan. Terdengar jelas suara Adam mengatur napasnya dari balik telepon. Tentu saja, Jason dapat merasakan bagaimana cemasnya Adam, dirinya sudah pernah mengalami hal te
“Sepertinya habis batre. Aku selalu lupa charger ponsel dan biasanya diisi daya jika sedang dalam perjalanan di mobil,” ucap Adam diakhiri senyuman canggung.“Bisa tolong buka laci dasbor di hadapanmu? Aku menyimpan alat pengisi dayanya di sana.” Adam menunjuk laci di hadapan Tamara.Wajah wanita cantik itu yang semula tegang kini tampak terlihat lega. Ia bahkan segera menuruti permintaan Adam, mengeluarkan alat mengisi daya ponselnya. “Berikan ponselmu padaku! Biarkan aku yang memasangkannya,” ujarnya.Adam mengangguk dan memberikan ponselnya pada Tamara. Wanita itu tampak cekatan dan memang sudah terbiasa melakukannya. Tanpa disadari Adam masih meliriknya curiga.Tentu saja yang dilakukan Adam tadi hanyalah pura-pura. Ia bukanlah pria bodoh seperti yang dikatakan Jason. Adam lebih mengandalkan intuisi dan nalurinya dalam berbisnis.Ya, pria tampan itu memiliki pemikiran yang sama dengan Jason. Tak ada sesuatu hal di dunia ini yang kebetulan, pemikiran mereka. Mungkin karena mereka s
“Aku akan mencoba menghubungi Adam. Saat ini dia sedang bersama dengan Tamara “ Jason berkata dengan tatapan cemas seraya menggulir beberapa kali layar ponselnya.Yuna hanya mengangguk. Wajahnya pun tak kalah cemas dengan lelakinya. Ia lantas menoleh ke arah ujung lorong tempat pria mencurigakan tadi menghilang.Tampaknya mereka lebih waspada atau sadar jika keberadaannya sudah diketahui. Yuna lantas menatap Jason yang tiba-tiba tersentak dengan kedua bola mata melotot. “Ada apa, Jason?” tanya Yuna langsung.“Adam menolak panggilanku,” sahut Jason langsung. “Akan kucoba lagi,” ujarnya seraya mengulang panggilan teleponnya.“Mungkin Adam tak sengaja menggeser ke tolak.” Yuna mencoba menenangkan.Jason mengangguk. Namun, ia kembali tersentak. Ponsel Adam tak bisa dihubungi. Pria tampan itu masih penasaran dan mencobanya sekali lagi.“Adam mematikan ponselnya,” tebak Jason disusul helaan napas berat. “Sepertinya Tamara sedang bersamanya,” tambahnya seraya memijat ujung alisnya.“Bagaiman