“Saya menerimanya, Tuan Jason.”
Yuna menerima tawaran itu dengan yakin, pada akhirnya. Bagaimana pun, ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Di luar ruangan itu ada Ryan dan Vina yang menjadi pasangan munafik.
Gadis itu harus berada di atas mereka untuk menunjukkan jika kali ini ia bukan lagi Yuna yang lemah dan bisa dengan mudah dikelabui mereka.
Alis Jason naik, lelaki itu terlihat kebingungan dengan penerimaan Yuna yang terkesan terburu-buru.
“Tolong jangan salah paham, Tuan. Saya adalah anak perempuan tunggal yang tinggal dengan ayah dan paman. Minggu lalu ayah saya baru saja meninggal.” Yuna mencoba memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. “Jadi, saya memikirkan, apakah paman saya bisa memberikan izin untuk saya tinggal di rumah Tuan Jason?”
Jason mengubah ekspresinya menjadi lebih lembut. Lelaki itu memandang Yuna dengan tatapan sendunya kali ini. “Saya turut berduka atas meninggalnya ayahmu. Maafkan saya,” ucapnya hati-hati.
“Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah tegar dan kuat, itulah sebabnya saya kemari untuk menerima tawaran Tuan Jason,” sahut Yuna cepat. Ia lantas menghirup oksigen sebanyak-banyaknya agar kedua bola matanya tak berembun, apalagi menitikkan air mata. “Saya ingin mengubah masa depan. Dan menerima tawaran dari Tuan Jason adalah keputusan awal saya untuk memulainya,” sambung Yuna jujur, walaupun ia tak sepenuhnya jujur dengan alasan sesungguhnya.
“Lalu, paman Anda?”
“Saya akan berusaha meyakinkan paman saya agar diberikan izin.”
Yuna lantas memberikan senyuman penuh keyakinan. Tentu saja Jason pun membalas senyuman dokter cantik itu dengan tulus.
Tiba-tiba kedua bola mata Yuna berbinar. Senyuman Jason benar-benar tulus, hingga wajah tampannya terpancar jelas. Jantung gadis itu tiba-tiba berdegup kencang.
Sungguh, baru kali ini ia melihat senyuman termanis yang dimiliki seorang laki-laki.
‘Sepertinya dia tahu kelebihannya. Pantas saja Tuan Jason jarang tersenyum. Para wanita bisa menyerbu pria itu jika sadar senyumannya begitu indah,’ batin Yuna semakin melebarkan senyumannya.
Akan tetapi, Yuna segera memindahkan fokus matanya pada map di tangannya sebelum Jason menyadari dirinya terpana akan senyuman lelaki tampan itu.
Dokter cantik itu kembali memeriksa persyaratan selanjutnya. Hingga halaman terakhir, tak ada yang diragukan Yuna.
“Bagaimana? Apa ada yang perlu ditanyakan, Dok?” tanya Adam menyadarkan Yuna.
“Tidak ada, semuanya tercantum dengan jelas dan bisa saya mengerti semuanya,” jawab Yuna santun diakhiri senyuman manisnya.
“Baguslah, lebih cepat lebih baik. Jadi, Dokter bisa segera tinggal di rumahku,” celetuk Jason santai.
“....”
Yuna dan Adam hampir tersentak. Keduanya refleks menoleh pada Jason. CEO tampan itu mengerutkan keningnya heran. Tak lama, ia seolah dapat mengartikan tatapan keduanya.
“Maksud saya, jika sudah di rumah, bukankah saya akan lebih mudah untuk menjalani terapi? Bukankah hari ini saya juga harus menjalani fisioterapi? Saya ingin melakukannya di rumah,” jelas Jason lugas.
“Saya mengerti, Tuan Jason. Tuan pasti khawatir dan cemas dengan kondisi tubuhnya. Apakah saat ini ada bagian tubuh yang dirasa sakit?” tanya Yuna mencoba mengartikan penjelasan CEO lumpuh itu.
Yuna lantas mengeluarkan beberapa peralatan medis dari tas tangannya. “Izinkah saya memeriksa kondisi kesehatan Tuan terlebih dahulu.”
Dokter cantik itu menggeser posisi duduknya mendekat pada Jason. Ia lantas meminta lelaki tampan itu mengulurkan tangannya untuk memeriksa tekanan darah serta detak jantungnya. Wajah Jason yang semula dingin tiba-tiba tampak gugup.
Akan tetapi, Jason tak bisa berbuat apa pun atau menolak. Yuna sudah lebih dulu meraih tangannya dan memasangkan cuff atau manset yang dililitkan pada lengan. Untuk mengurangi gugupnya Jason berdeham pelan, hingga akhirnya Yuna menyadari saat memeriksa detak jantungnya dengan stetoskop.
“Irama jantung Anda tidak beraturan, Tuan. Apa ada yang Anda rasakan?” cicit Yuna cemas.
Sontak saja Jason menoleh dan menatap tepat pada wajah dokter cantik itu. Kedua bola mata mereka bertemu dalam beberapa detik.
Ada perasaan aneh pada keduanya, seolah waktu tiba-tiba berhenti.
“Aku baik-baik saja.” Cepat-cepat Jason mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Singkirkan alat itu dari dada saya!” titah lelaki itu seraya menepis tangan Yuna.
“Maafkan saya, Tuan. Saya hanya ingin memastikan kondisi pasien saya dalam keadaan baik,” sahut Yuna memasang wajah penuh sesal, tetapi ada rasa penasaran dalam hatinya.
Sayangnya Yuna bingung, perasaan apa hingga membuatnya sedikit salah tingkah.
Untunglah monitor tekanan darahnya sudah menunjukkan hasil.
Cepat-cepat Yuna melepaskan manset pada lengan Jason sembari membaca hasilnya.
“Tensi darah Tuan Jason normal. Dan detak jantungnya ....” Suara Yuna mendadak tercekat saat ia hendak membacakan hasil tensinya.
Pasalnya pada monitor tergambar jelas seluruh hasil pemeriksaan. Fokus Yuna tertuju pada hasil detak jantung dengan simbol hati. Dokter cantik itu bukanlah orang bodoh, ia tahu kondisi jantung dengan kondisi seperti itu.
Akan tetapi, segera ia menepis pikiran anehnya. Tidak mungkin Jason tengah salah tingkah atau gugup, wajahnya saja terlihat tegas dan penuh wibawa, pikir Yuna. Segera, ia memerintahkan otak dan pikirannya untuk mencari jawaban lain.
“Sepertinya sudah mendekati jam makan siang, karena itulah kondisi detak jantung Tuan tidak normal.” Yuna tersenyum pada dirinya sendiri yang bisa dengan mudah mencari alasan. “Jangan lewatkan makan siang Anda, Tuan Jason.”
Dokter cantik itu pun memberikan senyuman manis untuk Jason. CEO itu tertegun sebentar menatap senyuman Yuna. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Benar juga, sebentar lagi jam makan,” ucap Adam seolah menyelamatkan ekspresi Jason yang tampak bingung. “Kalau begitu saya permisi sebentar, memesankan makanan untuk Tuan Jason.”
“Tunggu!” Adam berhenti saat Jason berkata demikian. “Pesankan juga untuk Dokter Yuna! Dia akan makan siang di ini dengan saya.”
Kedua bola mata asisten pribadinya membesar. Adam hanya ingin memastikan dirinya tak salah dengar, sebab sejauh ini Jason selalu makan seorang diri dan tak menyukai keberadaan orang lain jika sedang menikmati kesendiriannya.
Melihat ketegangan dan juga kebingungan di wajah Adam, mendadak Yuna pun tergagap. “Ti—tidak usah, Tuan! Saya bisa makan siang di luar sembari pulang ke rumah sakit.”
Ia bahkan menggerakkan kedua tangannya di depan dada, mengisyaratkan penolakan.
“Tolong jangan menolak! Saya ingin mendengar lebih lanjut tentang kondisi kesehatan saya,” sahut Jason lugas. Ia lalu menoleh pada Adam yang masih memasang wajah bingung. “Tunggu apa lagi, kenapa kamu masih berada di situ? Segera siapkan makan siang untuk saya dan Dokter Yuna!”
“Ah, maafkan saya, Tuan. Saya permisi dulu!” sahut Adam langsung, lalu membungkuk hormat sebelum memutarkan tubuhnya dan keluar dari ruangan tersebut.
Sepeninggalan Adam, suasana dalam ruangan tersebut mendadak senyap dan suhu udara seolah bertambah dingin. Keduanya tampak canggung, terutama Yuna. Ia melirik sebentar pada Jason yang tengah membuka kembali map perjanjian mereka.
“Tak usah cemas! Saya yang akan berbicara dengan paman Anda agar memberi izin Dokter untuk tinggal di rumah saya,” ucap Jason santai, seolah menyimpulkan isi pikiran Yuna.
Tentu saja dokter cantik itu tampak terkejut. Bukan itu yang sedang ia pikirkan saat ini. “M—maksud, Tuan?” tanya Yuna mendadak curiga.
Jason menoleh dan menatap heran pada Yuna. Ia lalu menutup map di tangannya tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Yuna. Dokter cantik itu refleks menundukkan wajahnya, menyembunyikan rasa curiga dan terkejutnya.
“Bukankah sebelumnya kamu yang mengatakan menyetujui kontrak ini, tetapi cemas jika pamanmu tak memberi izin jika kamu harus tinggal di rumahku. Ada yang salah dengan perbuatanku? Kamu sepertinya tak percaya padaku?” papar Jason lugas, bahkan ia memberikan penekanan pada setiap kalimatnya.
Dalam hati, Yuna kembali didera kebingungan. ‘Ada apa ini? Kenapa aku merasa Tuan Jason seolah memaksa?’
"Kenapa aku merasa Tuan Jason seolah memaksa?" tanya Yuna dalam hatinya.Pikiran Yuna seolah bercabang. Ocehan Vina dan Ryan tentang keburukan Jason saat dulu terngiang. Akan tetapi, segera ditepisnya.Yuna harus ingat, tujuannya saat ini merubah nasibnya di masa lalu. Ia harus mengambil keputusan yang berlawan dengan dulu. Perlahan Yuna mengukir senyuman pada Jason yang masih menunggu tanggapannya.“Terima kasih atas perhatiannya, Tuan Jason. Saya akan berusaha agar diberikan izin oleh paman saya,” ucap Yuna lugas mempertahankan senyumannya.“Baiklah kalau begitu. Tapi, jika kamu kesulitan jangan sungkan menghubungi saya,” sahut Jason lugas.Sorot matanya memancarkan ketulusan. Yuna semakin melebarkan senyumannya, lalu mengangguk dan mengatakan terima kasih kembali. Hatinya tiba-tiba saja terasa teduh.“Aku yakin Tuan Jason tak seburuk yang dikatakan Vina dan Ryan. Dia memang terlihat dingin dan angkuh, tetapi senyuman serta tatapannya tampak tulus,” batin Yuna, ikuti suara sorakan d
Belum selesai Yuna dengan rasa terkejutnya, Ryan sudah menarik tangannya kasar. Yuna bahkan tak diberi kesempatan untuk berontak. Ingin teriak, tetapi ia tak ingin membuat malu.“Ryan, lepasin! Tangan aku sakit,” pinta Yuna memohon.Sepertinya Ryan tuli. Lelaki itu terus menarik tangan Yuna berbelok melewati lorong menuju lift. Akan tetapi, Ryan masih membawa Yuna berbelok ke arah lain. Kakinya melangkah lebih cepat mengimbangi langkah Ryan agar dirinya tak terjatuh.“Mau ke mana, Ryan? Lepasin tangan aku, sakit!” Yuna merintih.Cengkraman tangan Ryan benar-benar kuat. Semakin Yuna berontak, semakin kencang mencengkeram. Hingga akhirnya Yuna Ryan membuka pintu tangga darurat, barulah ia melepaskan tangan kekasihnya sembari memberikan sedikit dorongan pada tubuhnya.“Argh!” pekik Yuna kesakitan.Hampir saja Yuna terhuyung ke belakang, jika ia tak pandai menjaga keseimbangan tubuhnya. Untungnya juga, ia mengenakan heels yang tak terlalu tinggi. Dokter cantik itu mengusap-usap tangannya
“Apa yang dilakukan pak Ryan pada Dokter?” tanya Adam menyadarkan pemikiran Yuna. “Ah, Ryan? Tidak ada, Pak Adam. Jangan pedulikan itu! Aku dan dia kebetulan dekat ... hanya perbincangan kecil saja, tapi tadi aku dapat pesan dari rumah sakit. Makanya aku langsung meninggalkannya,” jawab Yuna berbohong. Ya, dia tak ingin melibatkan orang lain dengan urusan pribadinya. Tadi, Yuna hanya syok dan terkejut hingga tak berani melawan. Akan tetapi, Adam tampaknya tak percaya dengan jawaban Yuna. “Dokter Yuna yakin? Sepertinya Dokter tadi ketakutan,” selidik Adam dengan tatapan tegas. “Tentu, Pak Adam. Sebenarnya tadi aku sedang buru-buru bukan ketakutan,” jawab Yuna cepat disusul senyuman ragu-ragu. Yuna kembali berbohong. Otaknya terus bekerja keras mencari jawaban yang menurutnya masuk akal. Akan tetapi, tatapan Adam masih tak percaya. “Tadi liftnya sedang penuh, jadi aku lewat tangga. Karena buru-buru aku hampir terjatuh dan pak Ryan yang menolongku, itulah sebabnya aku seperti orang
Yuna menghela napas panjang. Ia bisa memahami cecaran pertanyaan dari Rina karena berat melepas dirinya. Ia lantas menarik kursinya dan duduk dengan santai lalu mengukir senyuman tipis sebelum menjawab pertanyaan Rina. “Ingat nggak, tahun kedua kamu bekerja denganku ... ada bapak paruh baya yang menjual seluruh kebun gandumnya di kampung setelah mengalami kelumpuhan, lalu menjalani pengobatan di sini. Padahal uang tabungannya hasil panennya saja cukup untuk biaya pengobatan serta rawat inapnya,” tanya Yuna hati-hati. “Tentu saja aku ingat, Dok,” sahut Rina cepat tanpa berpikir lagi, bahkan perawat yang usianya lebih muda satu tahun darinya tampak bergidik. “Pak Dirman kalau nggak salah namanya, setiap aku temui selalu memanggakan hasil kebun dan seluruh hartanya ... kalau ditanya baik-baik, jawabnya ketus minta ampun. Sampe nggak ada yang tahan dengannya,” sambungnya. Yuna tersenyum tipis. “Tapi, akhirnya
“Ah, Yuna. Kamu sudah pulang,” sapa Dimas menyadari kehadiran keponakan tercintanya.“Perkenalkan, dia Jason,” sambung Dimas menyadari Yuna terus menatap lelaki di hadapannya tanpa berkedip. “Kamu ingat … dulu aku pernah bercerita pemuda tampan yang membantuku dan ayahmu hampir dirampok saat baru saja pulang tengah malam, setelah meninjau rumah makan baru di luar kota. Jason inilah orangnya,” jelasnya.Sayangnya bukan itu yang ingin Yuna dengar dari penjelasan pamannya. Ia menatap penuh selidik pada Jason. Lelaki yang duduk di kursi rodanya tampak santai, tanpa rasa bersalah padanya.Jason justru tersenyum ramah saat Dimas menatapnya. Bahkan kedua bola mata Yuna hampir terlepas saat melihat Jason mengangguk sopan pada pamannya. Hatinya menaruh curiga besar, hingga jantungny
“Yuna, kamu di dalam?”Ketukan pintu disusul suara panggilan, menghentikan gerakan tangan Yuna yang tengah merapikan pakaiannya. Wajahnya langsung berubah masam. Bagaimana tidak, pemilik suara itu adalah seorang perempuan, Vina—sahabat munafiknya.“Yuna, aku masuk, ya!” Suara teriakan Vina kembali terdengar.Terlambat. Wanita itu sudah mendorong pintu kamar Yuna. Tangan dokter cantik itu meremas pakaiannya yang paling atas menyalurkan rasa kesalnya.Sebenarnya percuma saja, Yuna ingat saat ini mereka masih menjadi sahabat. Vina akan memasuki kamarnya dengan bebas dan sesuka hati. Yuna hanya bisa menghela napas panjang, lalu menyembunyikan amarahnya.“Baiklah, ini terakhir kalinya kamu b
“Kamu itu apa-apaan sih, Vina?” hardik Yuna kesal.Vina hanya tersenyum sinis menyadari Yuna memasang ekspresi kesal. Gadis itu benar-benar meminta Ryan untung datang ke rumahnya. Ia sama sekali tak mengindahkan permintaan Yuna.“Biar kamu sadar, kalau aku dan Ryan itu peduli dan sayang sama kamu!” tegas Vina.Seperti biasa jika Yuna protes dengan keputusannya. Ya, seharusnya Yuna sadar, selama ini pendapatnya tak pernah dianggap oleh Ryan dan Vina. Bodohnya dulu ia selalu menurut dan menerima penjelasan dari mereka.“Munafik!” desis Yuna pelan.“Apa?!” Vina tersentak, padahal Yuna hanya berdesis pelan.Kedua bola mata Vina refleks membulat sempurna. Ia menatap intens wajah dokter cantik di hadapannya. “Kamu ngomong apa tadi?” tanyanya memastikan indera pendengarannya.“Aku bilang nyebelin!” Yuna berbohong.Bukannya dia takut, tetapi Yuna malas berdebat. Lebih baik ia menyimpan tenaganya untuk merapikan sisa pak
Yuna sedikit terkejut dengan keberanian Rina. Hatinya benar-benar tersentuh, seharusnya dirinya yang bertanya seperti itu pada Ryan. Mempertanyakan hak lelaki itu yang selalu mengatur hidupnya, tetapi selalu kalah dengan alasan cinta. “Aku pacarnya Yuna! Kamu siapa, hah?!” hardik Ryan seraya menunjuk wajah Rina. “Heuh, baru jadi pacar aja sok ngatur hidup Dokter Yuna,” sahut Rina, lalu menaikkan sudut atas bibirnya. Rina lantas menoleh pada dokter cantik di sebelahnya. Ia lalu mendekatkan wajahnya pada daun telinganya Yuna, lalu ditutupi bibirnya dengan tangan kanannya. “Dokter Yuna, tahan sih punya pacar posesif kaya dia?” tanya berbisik, tetapi suaranya justru terdengar lantang. Sengaja menyindir. Yuna refleks mendesis, hingga Rina memilih memajukkan bibirnya lalu&
Tak ada lagi halangan menuju hari pernikahan Jason dan Yuna. Semuanya terencana dengan baik. Vincent Wang dan ayahnya serta beberapa investor Hongkong bahkan menyempatkan diri untuk menghadiri pernikahan Jason dan Yuna. Persidangan kasus Arka, Elsa, Teguh—mantan suaminya Elsa dan Tamara, sudah mendekati akhir. Akan tetapi, sudah dipastikan mereka mendapatkan hukuman setimpal. Bukan itu saja, beberapa petugas yang dulu terlibat dan terbukti membantu mereka, sudah mendapatkan hukumannya. Damian, pengacaranya Jason dan Adam memastikan semuanya mendapatkan hukuman. Hingga malam di hari pernikahan tiba, Yuna kembali ke kediamannya dan berbincang bersama pamannya. Ia akan semakin merindukan Dimas, padahal selama ini Yuna jarang berada di rumah. Bahkan Yuna tak malu menggelayut manja pada pamannya yang sudah dianggapnya seperti pengganti ayahnya. “Apa kamu tidak malu terus menggelayut seperti anak kecil?” celetuk Dimas seraya melirik wajah Yuna yang bersandar di bahunya, tetapi ia tersenyu
“Ada apa, Adam? Ada masalah?” tanya Jason setelah berada di samping sahabatnya.Adam hanya tersenyum tipis, enggan menjawab. Kemudian ia memutar tubuhnya menatap gedung megah di sana, lalu mengedarkan pandangannya mencari seseorang. “Sudah selesai? Di mana dokter Yuna?” tanyanya seraya menatap pada Jason.“Yuna menunggu di kafe itu.” Jason menunjuk bangunan kafe di samping gedung.“Memangnya ada yang belum selesai dengan persiapan gedungnya?” tanya Adam dengan raut wajah bingung.Jason menghela napas berat. Ia tahu Adam hanya berusaha menghindari pertanyaan darinya. Ya, sahabatnya itu sedikit tertutup untuk masalah pribadi jika dirinya tak mendesak atau mencari tahu sendiri masalah yang sedang dihadapi Adam.“Ya, memang ada yang belum selesai ... kamu, Adam,” sahut Jason seraya berpindah duduk pada bangku di samping taman bunga, tepi mobilnya terparkir.“Aku? Memangnya ada apa denganku?” tunjuk Adam pada dirinya. Ia semakin memasang wajah bingung.Pria tampan itu tak segera menjawab.
Informasi yang diberikan Rina begitu mengejutkan. Racun arsenik itu berasal dari kelompoknya Teguh Gunawan–mantan suaminya Elsa. Bahkan informasi yang diberikan Rina di luar dugaan yang lainnya.Perawat cantik itu bahkan menemukan tempat persembunyian kelompok mafianya Teguh. Tak menyangga wanita yang terlihat lugu, ternyata memiliki kontribusi besar. Yuna bahkan bangga menjadi sahabat baiknya.Jason langsung bertindak cepat. Akan tetapi, ia memastikan pihak kepolisian yang menangani kasus tersebut benar-benar bersih. Tentu saja selama ini dirinya dan Adam dibantu Rocky menyelidiki para polisi yang bekerja untuk Elsa. Serta para mafia polisi yang tunduk pada kelompoknya Teguh sudah pasti tak bisa berkutik.Damian Alexander, pengacaranya Jason dengan senang hati mengurus semua mafia polisi tersebut. Apa lagi semua bukti yang Jason kumpulkan sangatlah kuat. Bukti tambahan ponselnya Vina, serta bukti penyelidikan Brian yang menunjukkan jelas jika kecelakaan Jason disengaja dan pelakunya
“E–elsa? Papa yakin?” tanya Jason terbata dengan tatapan tak percaya.Brian mengangguk lemah dalam posisi tidurnya. Jason terdiam syok, hingga tubuhnya tampak mematung. Bahkan ia tampak seperti orang linglung menatap wajah papanya.Bukan karena Jason tak percaya pelakunya adalah Elsa, tetapi ia mencemaskan keadaan Brian. Justru karena ia memperkirakan pelakunya adalah Elsa ataupun Arka. Jujur saja ia ingin mencecar papanya, tetapi Yuna sudah menarik kedua bahunya menjauh dari tubuh Brian.“Cukup, Jason! Kita masih punya banyak waktu.” Yuna memberi nasehat.Tepat saat Jason mengangguk pasrah, pintu ruangan tersebut ada yang mengetuk. Tak lama langsung terbuka. Dokter Rudi datang dengan Rina, sahabat baiknya Yuna sekaligus satu-satunya perawat yang mengetahui keadaan Brian.“Kita beri ruang agar Dokter Rudi memeriksa keadaan papamu!” ucap Yuna seraya membawa tubuh Jason menjauh dari ranjang brankar Brian.Dokter cantik itu lantas mengangguk pada dokter Rudi, isyarat agar dia segera meme
“Mungkin saya punya informasi yang membantu untuk Tuan Jason.” Rocky berkata setelah memastikan fokus mereka selesai dengan informasi tentang Vina. Sontak saja, Jason, Yuna dan Adam menoleh padanya. Ketiganya menunggu penjelasannya dengan wajah sigap. Rocky mengeluarkan beberapa lembar foto dari saku dalam jasnya, lalu menjajarkan di atas meja yang menjadi pembatas mereka. “Sebenarnya tadi itu aku dan anak buahku sedang meninjau tempat Tuan Jason kecelakaan setelah menemukan beberapa bukti, lalu Tuan memberitahu kalau Adam sedang dalam bahaya di jalur tersebut ... itulah sebabnya kami datang lebih cepat,” jelas Rocky terdengar melegakan. Adam tersenyum lega. Semua ini memang bukan kebetulan, tetapi hal tersebut berkat kesigapan Jason. Rocky lantas melanjutkan penjelasannya. “Saya berhasil menemukan keberadaan keluarga dari supir truk yang menjadi tersangka penabrakan Tuan Jason. Lalu beberapa bukti jika kecelakaan tersebut sudah direkayasa,” jelas Rocky seraya menunjuk beberapa fo
Adam pantas untuk merasa tenang dan tak perlu panik. Bantuan dari Rocky—anak buahnya Jason datang lebih cepat. Tentu saja Adam tahu kehadiran mereka dari cara mereka memberi sinyal. Dua mobil dari belakang langsung menyalip kendaraan yang sedari tadi diduga orang yang hendak mencelakainya serta menggiringnya menuju arah jalan tempat Jason kecelakaan. Sementara dua mobil lainnya mengamankan kendaraan yang mengikuti Adam.Kini dua mobil itu mengawalnya hingga Adam memilih kembali ke rumah sakit. Jason langsung menyambutnya dan memeluk sebentar lalu ia berpindah pada anak buahnya yang berada di belakang Adam. “Terima kasih, kalian memang selalu bisa diandalkan,” ucapnya pada mereka.“Sama-sama, Tuan Jason. Ini adalah tugas kami,” sahut lelaki yang berada di paling kiri. Jumlah mereka enam orang dan semuanya berpakaian formal.“Ah, Tuan. Saya baru saja menerima pesan dari anak buahku yang kutugaskan mencari keberadaan—“ ucap lelaki tadi terhenti. Jason menempelkan jari telunjuknya di dep
“Apa?” Jason terkejut dengan ucapan Adam dari balik telepon. Wajah pria tampan itu langsung berubah pucat dan cemas, serta panik. Ia bahkan refleks berdiri dan mengacak rambut belakangnya, frutasi. Yuna yang berada di sampingnya pun ikut bangkit merasakan kecemasan Jason. “Apa yang terjadi, Jason?” tanya Yuna panik. Jason hanya memberi isyarat untuk tenang dengan mengangkat tangan kanannya. Ia lantas fokus pada ponselnya. “Dengarkan aku, Adam! Tetap tenang dan jangan putuskan sambungan teleponnya! Terus beri laporan padaku kondisi terkinimu, mengerti!” perintahnya. “Baik, Jason. Tolong bantu aku secepatnya,” sahut Adam terdengar panik. “Tentu, aku pasti akan membantumu dan tak akan tinggal diam,” balas Jason cepat. “Aku akan meminta Rocky untuk mengirimkan anak buahnya dan secepatnya menjemputmu,” pungkasnya menenangkan. Terdengar jelas suara Adam mengatur napasnya dari balik telepon. Tentu saja, Jason dapat merasakan bagaimana cemasnya Adam, dirinya sudah pernah mengalami hal te
“Sepertinya habis batre. Aku selalu lupa charger ponsel dan biasanya diisi daya jika sedang dalam perjalanan di mobil,” ucap Adam diakhiri senyuman canggung.“Bisa tolong buka laci dasbor di hadapanmu? Aku menyimpan alat pengisi dayanya di sana.” Adam menunjuk laci di hadapan Tamara.Wajah wanita cantik itu yang semula tegang kini tampak terlihat lega. Ia bahkan segera menuruti permintaan Adam, mengeluarkan alat mengisi daya ponselnya. “Berikan ponselmu padaku! Biarkan aku yang memasangkannya,” ujarnya.Adam mengangguk dan memberikan ponselnya pada Tamara. Wanita itu tampak cekatan dan memang sudah terbiasa melakukannya. Tanpa disadari Adam masih meliriknya curiga.Tentu saja yang dilakukan Adam tadi hanyalah pura-pura. Ia bukanlah pria bodoh seperti yang dikatakan Jason. Adam lebih mengandalkan intuisi dan nalurinya dalam berbisnis.Ya, pria tampan itu memiliki pemikiran yang sama dengan Jason. Tak ada sesuatu hal di dunia ini yang kebetulan, pemikiran mereka. Mungkin karena mereka s
“Aku akan mencoba menghubungi Adam. Saat ini dia sedang bersama dengan Tamara “ Jason berkata dengan tatapan cemas seraya menggulir beberapa kali layar ponselnya.Yuna hanya mengangguk. Wajahnya pun tak kalah cemas dengan lelakinya. Ia lantas menoleh ke arah ujung lorong tempat pria mencurigakan tadi menghilang.Tampaknya mereka lebih waspada atau sadar jika keberadaannya sudah diketahui. Yuna lantas menatap Jason yang tiba-tiba tersentak dengan kedua bola mata melotot. “Ada apa, Jason?” tanya Yuna langsung.“Adam menolak panggilanku,” sahut Jason langsung. “Akan kucoba lagi,” ujarnya seraya mengulang panggilan teleponnya.“Mungkin Adam tak sengaja menggeser ke tolak.” Yuna mencoba menenangkan.Jason mengangguk. Namun, ia kembali tersentak. Ponsel Adam tak bisa dihubungi. Pria tampan itu masih penasaran dan mencobanya sekali lagi.“Adam mematikan ponselnya,” tebak Jason disusul helaan napas berat. “Sepertinya Tamara sedang bersamanya,” tambahnya seraya memijat ujung alisnya.“Bagaiman