“Apa aku keterlaluan ya?” gumam Yuna seraya membawa bobot tubuhnya berlabuh di atas kursi kerjanya.Fokus mata dokter cantik itu terus tertuju pada Jason dari balik kaca bening pintu ruangan kerja lelaki itu. Jason sama sekali tak berniat melirik ke arahnya, ia fokus pada lembaran kertas di hadapannya. Yuna tak nyaman dengan perubahan lelaki itu.“Apa sebaiknya aku minta maaf padanya?” tanya Yuna semakin bingung. “Tidak perlu, Yuna! Sebaiknya jangan mengganggunya!”Dua sisi hatinya terus bertanya dan saling memberikan jawaban. Yuna bingung dan tak tenang. Seharusnya ia nyaman dan lagi canggung bukan. Fokus Yuna langsung tergantikan saat indera pendengarannya menangkap suara langkah kaki bergerak ke arahnya. Salah satu karyawan staf menghampirinya dan berhenti tepat di hadapannya.“Dokter Yuna, i—itu ... bu Vina terus mengeluh sakit perut, katanya tadi minum obat pemberian dari Dokter Yuna,” ucap karyawan itu seraya menunjuk ke arah belakangnya. Wajahnya panik dan nadanya terbata sert
Vina tampak terlelap di atas sofa ruangannya Jason. Yuna memberikan obat tidur setelah menetralkan racun yang memberi dampak sakit perut pada wanita itu. Dokter cantik memilih tetap berada di dekat Vina, alasan agar dia bisa melihat reaksi Jason dan lelaki itu tetap dingin serta tak acuh pada dirinya.“Tuan Jason sengaja pura-pura abai padaku atau memang kembali ke settingan awal ... dingin dan angkuh,” batin Yuna melirik lelaki tampan itu.Jason sama sekali tak merasa terganggu dengan kehadiran dirinya. Haruskan Yuna terbatuk agar Jason sadar atau sekedar bertanya kenapa karyawannya sakit dan ia harus beristirahat di sana. Yuna lantas meringis kesal.Kenapa dirinya jadi sibuk mencari perhatian Jason? Bukankah sebelumnya Yuna sudah memantapkan hatinya untuk bersikap profesional sebagai dokter dan pasien. Fokus dokter cantik itu berpindah pada tab berukuran 10 inch miliknya. Di sanalah Yuna menyimpan catatan perkembangan kesehatan Jason. Tak lama senyuman dokter cantik itu mengukir se
“Kamu yakin bisa mengalahkan Jason?” tanya Tamara pada Arka dengan tatapan mengejek. “Hei, jangan remehkan aku!” jawab Arka sedikit meninggikan suaranya. Tamara tersenyum nakal. “Aku suka semangatmu! Tapi, aku belum bisa memutuskan pada siapa aku berpihak,” sahutnya seraya mengambil map di atas meja yang menjadi pembatas dirinya dengan Arka. Gerakan tangan Tamara terhenti. Arka menahan map tersebut cepat. Sontak saja kedua mata mereka saling bertemu. “Aku akan memahami jika kamu masih sedikit bimbang karena ketampanan Jason, tetapi kamu harus ingat! Dia sekarang lumpuh, tak banyak yang bisa dibanggakan dari pria cacat!” ucap Arka tajam lalu tersenyum sinis sebelum melepaskan berkat tersebut. Wanita cantik di hadapannya tersenyum penuh arti. Ia bahkan memangku dagunya dan memberikan tatapan penuh tanya. Arka tersenyum tipis mengerti Tamara menuntut penjelasannya. “Perusahaan ini sudah bagaikan hidupnya Jason. Dia pasti tak akan rela meninggalkannya hanya untuk menemui investor di
“Tidak ada! Mungkin karena dia sahabatmu jadi kamu begitu perhatian padanya, hingga kamu mengkhawatirkannya,” jawab Jason seraya mengalihkan fokusnya menutup dokumen di tangannya. “Apa ini? Tuan Jason cemburu karena aku bersikap baik dan perhatian pada Vina?” batin Yuna seraya menatap Jason penuh selidik. “Bisa tolong ambilkan sepatuku!” Jason menunjuk sepatunya. Yuna menurut, tetapi ia sendiri yang memakaikannya sembari duduk berjongkok di hadapan Jason. Hampir saja lelaki itu tersentak saat dokter cantik itu memasukkan kaos kakinya sebelum memasukan sepatu pantofelnya. Dokter cantik itu memakaikannya tanpa meminta izin terlebih dahulu. “Aku bisa memakainya sendiri. Kamu hanya perlu mendekatkan bangku itu saja!” ucap Jason tiba-tiba canggung. “Tuan Jason adalah pasienku, jadi sudah sewajarnya aku perhatian juga,” sahut Yuna sedikit menyindir, bahkan ia tak menoleh apalagi melirik pada Jason. “Bisa-bisanya Tuan Jason cemburu pada Vina? Padahal tadi, dia bersikap dingin dan menat
“K–kamu mau ke Hongkong? A–aku nggak salah dengar, ‘kan?” Tamara bertanya dengan nada gagap seolah tak percaya dengan ucapan Jason.Tentu saja Jason mengangguk. “Iya aku sendiri yang akan ke Hongkong dan membujuk para investor itu. Bukankah kamu tahu kemampuanku merayu para investor?” jawabnya dengan penuh keyakinan.Wajah Tamara tampak bingung. Jason terlihat berbeda menurutnya. Ia kira akan sesuai rencana, seperti yang sudah dibahas dengan Arka. “Kenapa? Ada yang salah dengan keputusanku?” tanya Jason menyadari tatapan wanita cantik di hadapannya.“B–bukan begitu, hanya saja sedikit aneh. Kamu yakin mau meninggalkan perusahaan ini? Dan … Arka ada di sini loh. Kamu nggak takut dia bikin ulah saat kamu tak ada?” Tamara pura-pura mengungkapkan rasa cemasnya.Jason tersenyum tipis. “Daripada dia buat ulah dengan para investor. Lagipula di sini ada Adam .. dia asisten pribadiku yang sudah memahami semua cara kerjaku. Adam pasti akan menjaga perusahaan ini dengan baik saat aku di Hongkon
“Yuna, bagaimana kamu tahu kalau kopi itu mengandung racun, apalagi jenis racunnya arsenik? Tak bisa dideteksi hanya dari bau dan indera perasa.”Yuna membaca pesan yang baru saja masuk, dari Rina. Ia yang sudah selesai mengisi berkas pemberian Adam langsung terdiam. Deretan pesan dari Rina menunjukkan kecemasan padanya terus masuk dan Yuna hanya memandanginya sembari terus diam serta berpikir.“Racun pada kopi itu arsenik ... seharusnya memang tak memiliki rasa dan bau. Bagaimana tubuhku bisa meresponnya?” gumam Yuna terus berpikir mencoba mencari jawaban dari Rina tadi.“Mungkin karena aku pernah mati karena obat-obatan, jadi tubuhku merespon segala jenis obat dan racun?” Yuna menebaknya, setelah lama berpikir. “Atau mungkin karena tubuhnya menjadi waspada dengan pemberian dari Vina, si pengkhianat?” tebaknya lagi.Pikiran Yuna kemudian berselancar pada kejadian di mana Jason pun hampir mengalami nasib yang sama. Vitamin yang diberikan pembantunya, tetapi isinya obat berisi racun un
“Harus mendampingi Tuan? Maksudnya aku dan Tuan akan sering melakukan perjalanan ke luar negeri?” tanya Yuna memastikan.Tiba-tiba ia gugup dan cemas. Wajah Jason dan dirinya terlalu dekat. Yuna tak bisa mengartikannya, yang jelas bukan ekspresi dingin atau angkuh.Jason tak menjawab. Lelaki itu hanya tersenyum tipis dan Yuna tak bisa mengartikannya. Degup jantungnya berdebar kencang tak beraturan. Untunglah suara panduan terdengar keras, hingga Yuna yakin Jason tak akan mendengar detak jantungnya.Yuna tersentak, Jason menarik kencang safety belt di tubuhnya secara mendadak, sesuai dengan instruksi dari pengeras suara. Hampir saja Yuna memekik, tetapi secepatnya ia menurunkan pandangannya dari Jason.“Mereka memerintahkan sabuk pengamannya,” ucap Jason beralasan.“Terima kasih,” sahut Yuna cepat agar tak terlihat gugup.Lagi, Jason tersenyum tipis. Setelah yakin safety belt pada tubuh Yuna terpasang dengan baik, ia kembali meluruskan pinggang dan kakinya. Kursi yang mereka duduki bis
Jason hanya bisa menahan kesal menyaksikan Yuna memberikan napas buatan pada orang yang tak dikenalnya. Tubuhnya terasa terbakar, padahal ia sadar yang dilakukan Yuna hanyalah memberi pertolongan sebagai seorang tenaga medis. Akan tetapi, ia tak rela.“Sial!” keluh Jason seraya memukul kedua lututnya. “Kenapa harus dokter Yuna yang memberikan pertolongan tersebut?” kesalnya.Lelaki tampan itu meremas kedua lututnya. Andai saja ia bisa menggerakan kakinya, pasti Jason akan menghampirinya dan menggantikan Yuna. Sungguh, ia tak rela bibir Yuna menyentuh lelaki lain.Tak bisa dipungkiri ia menyukai Yuna. Alasan itu juga, ia menjadikan Yuna sebagai dokter pribadinya. Jason sudah tahu semua latar belakang dokter cantik itu, walaupun dokter cantik itu sudah memiliki kekasih.“Ryan bukanlah lelaki yang baik untuk dokter Yuna. Aku sudah bisa menunjukkan padanya dan dia percaya,” gumam Jason berusaha menguasai dirinya.Jason kembali menoleh. Sepertinya rasa panas hatinya sudah berhenti, usaha Y