“Apa yang kamu pikirkan?”
Yuna hampir tersentak dengan pertanyaan Jason. Lelaki itu memasuki ruangan terapi sekaligus menjadi ruang untuk melatih kemampuan fisiknya dan mendapati Yuna tengah termenung memandangi lembaran kertas di atas meja. Ya, dokter cantik itu tetap memastikan Jason harus menjalani latihan fisik ringan setiap paginya agar otot kakinya benar-benar pulih.
“Kapan kamu masuk?” tanya Yuna disusul senyuman manisnya. Ia bahkan menghampiri Jason dan langsung memberikan pelukan hangat sebentar.
“Beberapa menit yang lalu dan aku melihat dokter cantikku ini terus menatap lembaran kertas seraya memainkan bibirnya,” jawab Jason setelah melepaskan pelukannya.
Tak lupa Jason menyentuh bibir wanitanya hingga Yuna refleks mele
“Huh, kenapa hatiku harus tergerak untuk memeriksa keadaan wanita munafik itu?” Yuna memprotes dirinya sendiri yang baru saja berhenti di depan pintu apartemennya Arka. Ya, di sanalah Vina sekarang tinggal setelah resmi menjadi istrinya Arka. Hanya seorang diri, itulah yang Yuna yakin. Walaupun hatinya sakit, tetap saja sisi baiknya memintanya untuk peduli. “Ya, tujuanku ke sini untuk memastikan dia tak akan berulah lagi. Bukankah dia sudah tak ada yang mendukung?” ujar Yuna meyakinkan dirinya untuk berani. Walaupun masih tersisa rasa tega dan iba. Jujur saja Yuna merasa kasihan pada wanita itu. Kini Vina hanya seorang diri dan tak ada keluarga, saudara apa lagi sahabat. “Kenapa nggak dibuka-buka sih?” Yuna menggerutu seraya menghempaskan kantong kresek berisi belanjaan di tangannya. “Kenapa juga aku harus belanja banyak dan dibawa kemari?” ujarnya menyadari suara berisik dari plastik yang terhempas. Sudah lebih dari tiga kali ia menekan bel pintu tetapi tak ada sambutan dari d
“Sial! Tak bisakah kamu berbasa basi peduli padaku?” Vina bertanya seraya menyambar jus jeruk yang diberikan Yuna padanya. Wanita itu bahkan langsung menegaknya hingga tak tersisa dalam beberapa teguk saja. Dokter cantik itu tersenyum sinis. Ia pun memilih meminum jus miliknya sebelum menjawab pertanyaan sahabat munafiknya itu. “Aku tak ingin menjadi munafik sepertimu, Vina,” ucap Yuna setelah berdecak merasakan kesegaran minumannya. “Ah, kalau kamu mau anggap saja aku peduli sebagai sama-sama saudara ipar ... tetapi tetap saja terkesan munafik,” tambahnya. “Ternyata seperti ini sifat aslimu,” sahut Vina mencibir. Akan tetapi, tatapan wanita itu terlihat lega. Ya, Vina pantas merasa lega, masih ada orang yang peduli padanya. Jika bukan Yuna siapa lagi? “Terima kasih,” ucap Vina pelan sekali. Sontak saja Yuna refleks menoleh. Vina langsung mengalihkan pandangannya. Mungkin ia terlalu malu untuk mengakui kebaikan Yuna, piki
“Papa baik-baik saja?” Jason bertanya pada Brian dengan raut wajah cemas.Ya, lelaki itu memilih menemui papanya sebelum berangkat ke kantornya. Sama seperti Yuna yang memilih menemui Vina, Jason pun memilih menemui Brian dan memastikan keadaan papanya. Tentu saja Brian menyambutnya dengan haru, walaupun terlihat jelas wajahnya masih terguncang.“Papa baik-baik saja, terima kasih kamu masih peduli, Jason,” ujar Brian seraya membawa putranya duduk di ruang tengah.“Kamu sudah sarapan?” tanya Brian setelah Jason duduk di sofa yang sama dengannya.Jason mengangguk dan memberikan senyuman lebar. Brian pun membalas senyuman putranya. “Kamu bagaimana kabarnya?” tanyanya hangat.
“Kamu pikir aku akan diam saja, Brian,” batin Elsa diikuti dengan senyuman liciknya. “Tak akan kubiarkan kamu selamat!”Damian Alexander—pengacara Brian tampak mengerutkan dahinya. Ia kira wanita di hadapannya akan murka setelah selesai membacakan tuntutan Brian. “Ada pesan yang hendak disampaikan pada tuan Brian?” tanyanya memastikan.“Tidak ada,” sahut Elsa santai.Wanita itu bahkan tersenyum lebar dengan baju tahanannya. Elsa lantas menghela napas santai seraya merapikan rambutnya dengan gerakan anggun. “Katakan saja pada suamiku ... ah, maksudku mantan suamiku, kalau dia harus menjaga kesehatannya dengan baik,” ujarnya.“Berarti Anda menerima semua tuduhan dan gugatan perceraian?&rdqu
Seluruh tubuh Tamara terasa bergetar hebat. Bahkan ia dapat merasakan kedua lututnya terasa lemas, hingga Tamara harus memegangi dinding seraya menyandarkan tubuhnya. Napasnya terasa sesak.Susah payah ia membalas gertakan Arka dan akhirnya Tamara bisa keluar dari ruangan tersebut. Entah apa yang akan terjadi, yang jelas saat ini Tamara membutuhkan banyak oksigen agar napasnya tak terlalu sesak. Wajahnya bahkan terasa pucat dan frustasi.“Bagaimana bisa ada orang yang semengerikan itu?” ujar Tamara seraya mengatur napasnya.Nasibnya terasa di ujung tanduk. Arka bisa saja dengan mudah menyeretnya ke dalam penjara atau ia sendiri yang menyerahkan diri? Akan tetapi, bagaimana dengan ayahnya? Nama baik keluarganya pasti akan hancur.Tamara meringis frustasi. Dia
“Baiklah, aku akan membantumu!” Adam berkata dengan tatapan meyakinkan.Wajah Tamara langsung berubah lega. Kemudian wanita cantik itu memberi isyarat agar mereka meninggalkan kantor polisi dan mencari tempat yang nyaman untuknya bercerita. Tentu saja Adam tak keberatan, ia memilih mengikuti permintaan wanita tersebut.Tamara lantas memilih sebuah kafe yang tak terlalu jauh dari kantor polisi tersebut. Ia memesan dua es kopi dan kue manis untuk mengisi tenaganya. Ya, dirinya membutuhkan glukosa agar tubuhnya tak terlalu lemas.“Aku akan menceritakan semuanya kenapa aku bisa terlibat dengan Arka dan mengkhianat Jason,” ucap Tamara setelah mereka duduk dengan nyaman dan menunggu pesanannya datang.“Terima kasih, Nona bersedia menceritakannya p
“Kamu yakin bisa membuatku terbebas dari Arka? Bagaimana caranya?” Tamara mencecar Adam dengan tatapan berbinar dan penuh harap.“Tentu saja aku bisa melakukannya. Tapi, tetap aku memerlukan bantuan Jason ... aku tak bisa bertindak sendirian dan aku memerlukan kekuasaan Jason untuk membantumu,” sahut Adam yakin.Wajah Tamara langsung tertegun. Jason, adalah orang yang paling merasa bersalah. Bagaimana dirinya berhadapan dengan sepupunya itu?“Kenapa? Kamu ragu atau tak percaya padaku?” tanya Adam menyadari raut wajah Tamara tampak murung.Hampir saja Tamara tersentak. Suara Adam seolah menginterupsi dan meragukan dirinya. Wanita cantik itu menghela napas sebentar sebelum menatap tak berdaya pada pria tampan di hadapannya.
“Ada satu cara untuk bisa menyelamatkan Tamara dari kejaran Arka selain memastikan dia berada di pihak kita,” ucap Jason disusul senyuman penuh keyakinan.“Benarkah? Bagaimana caranya?” Adam langsung bertanya dengan raut wajah penasaran. Ia bahkan merubah posisi duduknya lebih dekat dengan sahabatnya.Senyuman Jason lantas berubah menjadi menggoda. Sontak saja Adam langsung mengerutkan dahinya. Pria itu bahkan memasang wajah curiga.Tentu saja Adam sudah mengenal Jason sejak dulu. Walaupun ia terkenal dingin dan angkuh semenjak di bangku SMA dulu, tetapi Jason sering menggoda dan menjahilinya. Sama seperti tatapan sahabatnya sekarang.“Jason, kita sedang berbicara masalah serius!” Adam menegur, mencoba mengingatkan serta memastikan sahabatnya tak melakukan hal aneh.“Aku tahu, Adam. Karena itulah aku punya satu cara untuk menyelamatkan Tamara dan mengumpulkan banyak bukti … jika yang kamu katakan benar, selama ini Tamara tunduk pada Arka karena kesalahannya. Seharusnya dia juga punya