“Ryan, kamu mau ikut menemui Yuna?” tanya Vina sebelum membuka pintu tangga darurat, menyudahi perbincangan.“Mm ... aku ada keperluan yang tak bisa kutinggalkan. Mamaku dan Rachel, kamu tahu sendiri kalau mereka sedang ada keinginan tak bisa ditunda sebentar saja,” jawab Ryan tampak gugup.Vina menatap lelaki itu sedikit dalam. Terlihat jelas lelaki itu menyembunyikan sesuatu, tetapi ia memilih mengangguk mengiyakan jawaban Ryan. Bukan hanya itu saja, Vina perlu memastikan Yuna tak mengetahui kegilaannya dengan Arka.Dengan langkah hati-hati keduanya bergantian memasuki ruangan kerja, memastikan agar tak ada yang mencurigai mereka. Tentu saja, mereka pun tak ingin menjadi bahan gunjingan rekan-rekannya. Berbeda dengan Ryan saat baru saja masuk, lelaki itu mendapatkan cecaran dari teman-teman
“Mm ... Vina, kamu masih ingat saat aku masih menjadi dokter residen ... ayah dan pamanku menjadi korban begal, lalu selamat karena bantuan pria bermasker.” Yuna mengawali perbincangan langsung.Sengaja ia tak berbasa basi agar langsung mendekati Vina dan wanita di hadapannya melupakan tentang minuman yang disajikannya. Yuna perlu memastikan wanita itu berpihak padanya dibandingkan Ryan. Setidaknya ia merasa dipermudah dahulu sempat bersahabat dengan Vina, walaupun dia munafik. Yuna punya cara melangkan mendekatinya, bukan?“Tentu saja aku ingat. Kenapa dengan pria itu? Apa kamu berhasil menemukan identitasnya?” sahut Vina langsung.Rencana Yuna berhasil. Vina tertarik dengan topik pembicaraannya. Ia pun langsung mengangguk dan tentu saja wanita di hadapannya langsung tertarik.Dahulu, Vina bagaikan peri penyelamat yang selalu ada untuknya. Mereka selalu bersama sejak di bangku SMP, hanya terpisah saat kuliah ... jurusan kuliah mereka berbeda. Entah sejak kapan Vina mulai berkhianat,
“Racun apa yang Vina masukan dalam minumanku? Padahal sudah kumuntahkan, tapi efeknya masih ada.” Yuna membatin kesal, seraya mempertahankan kesadarannya.Pandangannya semakin kabur. Tangannya mencoba meraih apa pun yang bisa dijangkau agar tubuhnya tak tumbang. Tiba-tiba dari sisi kanan dan kirinya diapit seseorang yang tak dikenal berpakaian serba hitam, memakai topi serta masker.“Siapa ka–” ucap Yuna terpotong.Kedua orang misterius itu membekap mulutnya seraya mencekal tubuhnya. Yuna tak kuasa berontak. Tenaga serta pengaruh obatnya sudah bekerja.Ponsel Yuna yang dalam mode memanggil Jason terjatuh. Jason bahkan sudah menjawabnya, tetapi salah satu dari mereka meraihnya dan langsung mematikan panggilan teleponnya. Yuna dibawa paksa memasuki mobil.“Siapa kalian?” pekik Yuna keras seraya mempertahankan kesadarannya.“Tak usah banyak tanya!” hardik salah satu dari mereka seraya mendorong tubuh Yuna agar ia bisa masuk dan langsung menutup pintu mobil keras. Yuna dihimpit oleh dua
“Apa yang terjadi, Yuna?” tanya Jason semakin menatapnya cemas.Yuna merasakan perubahan pada dirinya. Ia tahu apa itu, dan yakin sekali yang terjadi masih berhubungan dengan minuman campuran dari Vina. Dokter cantik itu lantas memberi isyarat pada Jason untuk memasuki kamarnya.Dokter cantik itu pun menutup rapat pintu, lalu berdiri tepat di hadapan lelaki itu menatap kedua netra Jason. Tentu saja Jason menatapnya bingung dan cemas. Ia bisa melihat jelas wajah cantik Yuna, termasuk pipinya yang merah karena tamparan penculik itu.“Mereka menyakitimu?” ucap Jason dengan tatapan tak terima.Sontak saja Yuna langsung menutupi pipinya yang merah. Mungkin ia terlalu lega hingga tak menyadari sakit dan perih bekas tamparannya. “Ini tak terl
Yuna tak segera menjawab panggilan telepon dari Vina. Ia bahkan mematikan nada dering ponselnya, lalu membalikkan benda pipih tersebut di atas nakas samping ranjangnya. Dokter cantik itu memilih mengatur napasnya berkali-kali.Benar, dokter cantik itu tak boleh terpancing marahnya. Ia harus bisa mengontrolnya agar tubuhnya tak memanas dan berakibat pada reaksi obat perangsang yang belum sepenuhnya ternetralkan. Yuna bahkan harus memeluk tubuhnya sendiri seraya duduk di atas ranjang, memfokuskan hati dan pikirannya. Kedua bola matanya tertutup sempurna, memudahkan dirinya bisa lebih fokus.Ponselnya terus berdering hingga kelima kalinya, barulah Yuna membuka kedua bola matanya. Garis kecemasan dan gelisahnya berkurang. Dokter cantik itu berhasil, walaupun keringat dingin sebesar biji jagung membasahi wajahnya.“Anak itu pantang menyerah,” ucap Yuna seraya menoleh ke arah nakas. Nama Vina memanggil, tertulis jelas di layar ponselnya setelah ia membalik benda tersebut,Yuna berdesis sini
“Aku masuk perangkap yang siapkan untuk Yuna.”“Apa maksudnya?” tanya Ryan menghentikan gerakan bibirnya yang tengah mencumbu leher Vina.Wanita itu sedikit tersentak. Bukan karena pertanyaan Ryan, tetapi lelaki itu menghentikan kesenangannya. Ia segera mendorong kasar tubuh Ryan dan menjauh darinya.“Jika kamu tak mau membuatku lega, pergilah!” kesal Vina dengan napas memburu dan mata memerah.Tangannya langsung meraih tas tangannya mengeluarkan ponselnya. Ia masih memiliki Arka yang selalu memperlakukannya ganas. Lelaki itu pasti akan senang hati meredamkan libidonya saat ini. Vina yakin masih bisa menahannya. Wanita itu kesal, Ryan masih mementingkan Yuna, padahal saat ini dirinya membutuhkan kepuasan agar tak tersiksa karena pengaruh racun tersebut. Padahal ia selalu ada jika lelaki itu memerlukan dirinya untuk melepaskan rasa frustasinya.“Okeh, maafkan aku! Janji, tak akan bertanya tentang Yuna lagi,” ucap Ryan menyadari wanita itu marah.Tentu saja, ia tak ingin kehilangan kes
“Aku hanya memastikan Vina tetap denganku dan tak menaruh curiga padaku,” ucap Yuna yang berada dalam sandaran Jason. “Aku akan tetap memakai peran seperti dulu ... wanita polos yang bisa ia kelabui saat bersamanya,” sambungnya yakin.Kemudian dokter cantik bangkit dan memutar punggungnya hanya untuk memberikan senyuman penuh keyakinan pada Jason. “Kamu tak usah cemas, Jason! Aku akan lebih hati-hati lagi,” ujarnya sungguh-sungguh.“Baiklah, kali ini aku percaya padamu. Tapi, jika kejadian seperti ini terulang lagi ... aku akan mengurungmu dalam mansion dan tak akan kuizinkan keluar, mengerti!” tegas Jason dengan tatapannya yang tanpa ragu.“Aku mengerti,” sahut Yuna disusul senyuman manisnya.Tentu saja Jason m
Wajah penuh amarah Ryan tiba-tiba memudar. Terlintas sebuah ide yang menurutnya bisa menjadi jalan terbaik, memanfaatkan suasana yang tengah keruh. Ia lantas menatap Vina yang menunduk cemas dan takut padanya.“Apa tuan Arka mengancammu?” tanya Ryan hati-hati.Sontak saja Vina sedikit tersentak. Ia bahkan refleks menaikkan wajahnya menatap wajah lelaki yang sama-sama tak mengenakan sehelai benang pun, hanya bagian tubuh bawahnya tertutup selimut yang sama dengannya. Vina seolah menyelidik wajah Ryan. Tak seperti biasanya, pikir Vina. Lelaki itu sulit mengendalikan emosinya. Hanya dengan memasang wajah tunduk hingga ocehan Ryan mereda, tetapi kali ini? Vina yakin lelaki itu belum tuntas dengan amarahnya, tapi sudah bisa bersuara lembut.“A—aku tahu siapa tuan Arka, dia itu lebih arogan dari tuan Jason. Pasti dia mengancammu hingga kamu tak punya pilihan, benarkan?” jelas Ryan sedikit gagap mencoba menyembunyikan niat buruknya.Ya, dia harus mendapatkan informasi keburukan serta kelema