Setelah selesai jumpa pers, Yuna dan Jason langsung diarahkan ke pintu keluar di belakang panggung. Namun saat mereka baru saja memasuki lorong yang terhubung dengan basement, Ryan sudah menghadang langkah keduanya. Ya, Jason sengaja meminta petugas keamanan tak mengikuti mereka. Ia tahu Ryan pasti akan mengejar dirinya dan dokter cantiknya.
“Sepertinya kita perlu bicara!” ucap Ryan langsung dengan tatapan menahan amarah.
Lelaki itu bahkan menatap tak suka pada Jason, seolah lupa jika adalah atasannya. “Apa maksud ucapan Tuan Jason saat jumpa pers tadi?” cecarnya langsung.
“Maaf, Ryan, sebaiknya kita bicarakan ini nanti! Tuan Jason perlu beristirahat,” sela Yuna seraya meraih tangan lelaki itu dan mencoba melindungi Jason.
Sontak
“Kamu sengaja datang ke sini untuk menertawakanku?” Arka bertanya dengan tatapan menahan kesal penuh kebencian.Tak ada rasa bersalah pada wajahnya, padahal Jason mengetahui perbuatan buruknya. Namun, Jason tak peduli. Memang seperti itulah Arka, sangat jelas menunjukkan tatapan tak sukanya hingga saudara tirinya tak ragu menunjukkan sikap tak sukanya.Tentu saja Jason pun tak perlu bersikap ramah pada saudara tirinya yang tak tahu diri. Namun satu hal yang disayangkan, ia tak bisa memecat lelaki tersebut karena permintaan papanya. Jason masih menghormati Brian sehingga menahan dirinya seraya mencari kesalahan lelaki Arka agar papanya bisa menerima pemecatan saudara tirinya.“Tenang saja, aku ke sini hanya ingin melihat ekspresi menyedihkan saudara tiriku,” jawab Jason dengan wajah angkuh dan meledek. “Ternyata cukup menyenangkan,” sambungnya.“Kau?!” Arka menggereget dengan mata melotot dan kedua giginya beradu.Arka langsung bergegas mendekat pada Jason dan meraih kerah bajunya. Tan
“Yuna, aku baik-baik saja!” ucap Jason saat Yuna memaksa memeriksa kakinya.“Diam! Sekarang aku bukan hanya dokter pribadimu, tapi calon istrimu. Jadi, kamu tak berhak protes ... paham!” tegas Yuna seraya melentikkan jari telunjuknya pada wajah Jason.Lelaki tampan itu langsung terdiam. Ia tahu, Yuna begitu memperhatikan dirinya. Namun alasan penolakannya, sebab ia tahu Yuna pun kelelahan seperti dirinya.Setelah tiba di rumah dan Jason bertukar pakaian, Yuna memastikan urat saraf pada kakinya dalam keadaan rilex. Ia bahkan menyalakan sinar infrared, sebab Jason memaksakan kakinya untuk berdiri saat di ruang rapat anggota dewan tadi. Dokter cantik itu tampak telaten mengarahkan sinarnya pada titik yang tepat.“Tunggu sampai 10 menit agar kakimu rilex, okeh!” ucap Yuna setelah selesai yakin Jason dalam posisi nyaman. Duduk bersandar pada ranjang empuknya dengan kaki lurus yang disinari infrared.“Kamu mau ke mana?” tanya Jason langsung menyadari Yuna hendak melangkah.Yuna refleks meng
“Ryan, kamu mau ikut menemui Yuna?” tanya Vina sebelum membuka pintu tangga darurat, menyudahi perbincangan.“Mm ... aku ada keperluan yang tak bisa kutinggalkan. Mamaku dan Rachel, kamu tahu sendiri kalau mereka sedang ada keinginan tak bisa ditunda sebentar saja,” jawab Ryan tampak gugup.Vina menatap lelaki itu sedikit dalam. Terlihat jelas lelaki itu menyembunyikan sesuatu, tetapi ia memilih mengangguk mengiyakan jawaban Ryan. Bukan hanya itu saja, Vina perlu memastikan Yuna tak mengetahui kegilaannya dengan Arka.Dengan langkah hati-hati keduanya bergantian memasuki ruangan kerja, memastikan agar tak ada yang mencurigai mereka. Tentu saja, mereka pun tak ingin menjadi bahan gunjingan rekan-rekannya. Berbeda dengan Ryan saat baru saja masuk, lelaki itu mendapatkan cecaran dari teman-teman
“Mm ... Vina, kamu masih ingat saat aku masih menjadi dokter residen ... ayah dan pamanku menjadi korban begal, lalu selamat karena bantuan pria bermasker.” Yuna mengawali perbincangan langsung.Sengaja ia tak berbasa basi agar langsung mendekati Vina dan wanita di hadapannya melupakan tentang minuman yang disajikannya. Yuna perlu memastikan wanita itu berpihak padanya dibandingkan Ryan. Setidaknya ia merasa dipermudah dahulu sempat bersahabat dengan Vina, walaupun dia munafik. Yuna punya cara melangkan mendekatinya, bukan?“Tentu saja aku ingat. Kenapa dengan pria itu? Apa kamu berhasil menemukan identitasnya?” sahut Vina langsung.Rencana Yuna berhasil. Vina tertarik dengan topik pembicaraannya. Ia pun langsung mengangguk dan tentu saja wanita di hadapannya langsung tertarik.Dahulu, Vina bagaikan peri penyelamat yang selalu ada untuknya. Mereka selalu bersama sejak di bangku SMP, hanya terpisah saat kuliah ... jurusan kuliah mereka berbeda. Entah sejak kapan Vina mulai berkhianat,
“Racun apa yang Vina masukan dalam minumanku? Padahal sudah kumuntahkan, tapi efeknya masih ada.” Yuna membatin kesal, seraya mempertahankan kesadarannya.Pandangannya semakin kabur. Tangannya mencoba meraih apa pun yang bisa dijangkau agar tubuhnya tak tumbang. Tiba-tiba dari sisi kanan dan kirinya diapit seseorang yang tak dikenal berpakaian serba hitam, memakai topi serta masker.“Siapa ka–” ucap Yuna terpotong.Kedua orang misterius itu membekap mulutnya seraya mencekal tubuhnya. Yuna tak kuasa berontak. Tenaga serta pengaruh obatnya sudah bekerja.Ponsel Yuna yang dalam mode memanggil Jason terjatuh. Jason bahkan sudah menjawabnya, tetapi salah satu dari mereka meraihnya dan langsung mematikan panggilan teleponnya. Yuna dibawa paksa memasuki mobil.“Siapa kalian?” pekik Yuna keras seraya mempertahankan kesadarannya.“Tak usah banyak tanya!” hardik salah satu dari mereka seraya mendorong tubuh Yuna agar ia bisa masuk dan langsung menutup pintu mobil keras. Yuna dihimpit oleh dua
“Apa yang terjadi, Yuna?” tanya Jason semakin menatapnya cemas.Yuna merasakan perubahan pada dirinya. Ia tahu apa itu, dan yakin sekali yang terjadi masih berhubungan dengan minuman campuran dari Vina. Dokter cantik itu lantas memberi isyarat pada Jason untuk memasuki kamarnya.Dokter cantik itu pun menutup rapat pintu, lalu berdiri tepat di hadapan lelaki itu menatap kedua netra Jason. Tentu saja Jason menatapnya bingung dan cemas. Ia bisa melihat jelas wajah cantik Yuna, termasuk pipinya yang merah karena tamparan penculik itu.“Mereka menyakitimu?” ucap Jason dengan tatapan tak terima.Sontak saja Yuna langsung menutupi pipinya yang merah. Mungkin ia terlalu lega hingga tak menyadari sakit dan perih bekas tamparannya. “Ini tak terl
Yuna tak segera menjawab panggilan telepon dari Vina. Ia bahkan mematikan nada dering ponselnya, lalu membalikkan benda pipih tersebut di atas nakas samping ranjangnya. Dokter cantik itu memilih mengatur napasnya berkali-kali.Benar, dokter cantik itu tak boleh terpancing marahnya. Ia harus bisa mengontrolnya agar tubuhnya tak memanas dan berakibat pada reaksi obat perangsang yang belum sepenuhnya ternetralkan. Yuna bahkan harus memeluk tubuhnya sendiri seraya duduk di atas ranjang, memfokuskan hati dan pikirannya. Kedua bola matanya tertutup sempurna, memudahkan dirinya bisa lebih fokus.Ponselnya terus berdering hingga kelima kalinya, barulah Yuna membuka kedua bola matanya. Garis kecemasan dan gelisahnya berkurang. Dokter cantik itu berhasil, walaupun keringat dingin sebesar biji jagung membasahi wajahnya.“Anak itu pantang menyerah,” ucap Yuna seraya menoleh ke arah nakas. Nama Vina memanggil, tertulis jelas di layar ponselnya setelah ia membalik benda tersebut,Yuna berdesis sini
“Aku masuk perangkap yang siapkan untuk Yuna.”“Apa maksudnya?” tanya Ryan menghentikan gerakan bibirnya yang tengah mencumbu leher Vina.Wanita itu sedikit tersentak. Bukan karena pertanyaan Ryan, tetapi lelaki itu menghentikan kesenangannya. Ia segera mendorong kasar tubuh Ryan dan menjauh darinya.“Jika kamu tak mau membuatku lega, pergilah!” kesal Vina dengan napas memburu dan mata memerah.Tangannya langsung meraih tas tangannya mengeluarkan ponselnya. Ia masih memiliki Arka yang selalu memperlakukannya ganas. Lelaki itu pasti akan senang hati meredamkan libidonya saat ini. Vina yakin masih bisa menahannya. Wanita itu kesal, Ryan masih mementingkan Yuna, padahal saat ini dirinya membutuhkan kepuasan agar tak tersiksa karena pengaruh racun tersebut. Padahal ia selalu ada jika lelaki itu memerlukan dirinya untuk melepaskan rasa frustasinya.“Okeh, maafkan aku! Janji, tak akan bertanya tentang Yuna lagi,” ucap Ryan menyadari wanita itu marah.Tentu saja, ia tak ingin kehilangan kes
Tak ada lagi halangan menuju hari pernikahan Jason dan Yuna. Semuanya terencana dengan baik. Vincent Wang dan ayahnya serta beberapa investor Hongkong bahkan menyempatkan diri untuk menghadiri pernikahan Jason dan Yuna. Persidangan kasus Arka, Elsa, Teguh—mantan suaminya Elsa dan Tamara, sudah mendekati akhir. Akan tetapi, sudah dipastikan mereka mendapatkan hukuman setimpal. Bukan itu saja, beberapa petugas yang dulu terlibat dan terbukti membantu mereka, sudah mendapatkan hukumannya. Damian, pengacaranya Jason dan Adam memastikan semuanya mendapatkan hukuman. Hingga malam di hari pernikahan tiba, Yuna kembali ke kediamannya dan berbincang bersama pamannya. Ia akan semakin merindukan Dimas, padahal selama ini Yuna jarang berada di rumah. Bahkan Yuna tak malu menggelayut manja pada pamannya yang sudah dianggapnya seperti pengganti ayahnya. “Apa kamu tidak malu terus menggelayut seperti anak kecil?” celetuk Dimas seraya melirik wajah Yuna yang bersandar di bahunya, tetapi ia tersenyu
“Ada apa, Adam? Ada masalah?” tanya Jason setelah berada di samping sahabatnya.Adam hanya tersenyum tipis, enggan menjawab. Kemudian ia memutar tubuhnya menatap gedung megah di sana, lalu mengedarkan pandangannya mencari seseorang. “Sudah selesai? Di mana dokter Yuna?” tanyanya seraya menatap pada Jason.“Yuna menunggu di kafe itu.” Jason menunjuk bangunan kafe di samping gedung.“Memangnya ada yang belum selesai dengan persiapan gedungnya?” tanya Adam dengan raut wajah bingung.Jason menghela napas berat. Ia tahu Adam hanya berusaha menghindari pertanyaan darinya. Ya, sahabatnya itu sedikit tertutup untuk masalah pribadi jika dirinya tak mendesak atau mencari tahu sendiri masalah yang sedang dihadapi Adam.“Ya, memang ada yang belum selesai ... kamu, Adam,” sahut Jason seraya berpindah duduk pada bangku di samping taman bunga, tepi mobilnya terparkir.“Aku? Memangnya ada apa denganku?” tunjuk Adam pada dirinya. Ia semakin memasang wajah bingung.Pria tampan itu tak segera menjawab.
Informasi yang diberikan Rina begitu mengejutkan. Racun arsenik itu berasal dari kelompoknya Teguh Gunawan–mantan suaminya Elsa. Bahkan informasi yang diberikan Rina di luar dugaan yang lainnya.Perawat cantik itu bahkan menemukan tempat persembunyian kelompok mafianya Teguh. Tak menyangga wanita yang terlihat lugu, ternyata memiliki kontribusi besar. Yuna bahkan bangga menjadi sahabat baiknya.Jason langsung bertindak cepat. Akan tetapi, ia memastikan pihak kepolisian yang menangani kasus tersebut benar-benar bersih. Tentu saja selama ini dirinya dan Adam dibantu Rocky menyelidiki para polisi yang bekerja untuk Elsa. Serta para mafia polisi yang tunduk pada kelompoknya Teguh sudah pasti tak bisa berkutik.Damian Alexander, pengacaranya Jason dengan senang hati mengurus semua mafia polisi tersebut. Apa lagi semua bukti yang Jason kumpulkan sangatlah kuat. Bukti tambahan ponselnya Vina, serta bukti penyelidikan Brian yang menunjukkan jelas jika kecelakaan Jason disengaja dan pelakunya
“E–elsa? Papa yakin?” tanya Jason terbata dengan tatapan tak percaya.Brian mengangguk lemah dalam posisi tidurnya. Jason terdiam syok, hingga tubuhnya tampak mematung. Bahkan ia tampak seperti orang linglung menatap wajah papanya.Bukan karena Jason tak percaya pelakunya adalah Elsa, tetapi ia mencemaskan keadaan Brian. Justru karena ia memperkirakan pelakunya adalah Elsa ataupun Arka. Jujur saja ia ingin mencecar papanya, tetapi Yuna sudah menarik kedua bahunya menjauh dari tubuh Brian.“Cukup, Jason! Kita masih punya banyak waktu.” Yuna memberi nasehat.Tepat saat Jason mengangguk pasrah, pintu ruangan tersebut ada yang mengetuk. Tak lama langsung terbuka. Dokter Rudi datang dengan Rina, sahabat baiknya Yuna sekaligus satu-satunya perawat yang mengetahui keadaan Brian.“Kita beri ruang agar Dokter Rudi memeriksa keadaan papamu!” ucap Yuna seraya membawa tubuh Jason menjauh dari ranjang brankar Brian.Dokter cantik itu lantas mengangguk pada dokter Rudi, isyarat agar dia segera meme
“Mungkin saya punya informasi yang membantu untuk Tuan Jason.” Rocky berkata setelah memastikan fokus mereka selesai dengan informasi tentang Vina. Sontak saja, Jason, Yuna dan Adam menoleh padanya. Ketiganya menunggu penjelasannya dengan wajah sigap. Rocky mengeluarkan beberapa lembar foto dari saku dalam jasnya, lalu menjajarkan di atas meja yang menjadi pembatas mereka. “Sebenarnya tadi itu aku dan anak buahku sedang meninjau tempat Tuan Jason kecelakaan setelah menemukan beberapa bukti, lalu Tuan memberitahu kalau Adam sedang dalam bahaya di jalur tersebut ... itulah sebabnya kami datang lebih cepat,” jelas Rocky terdengar melegakan. Adam tersenyum lega. Semua ini memang bukan kebetulan, tetapi hal tersebut berkat kesigapan Jason. Rocky lantas melanjutkan penjelasannya. “Saya berhasil menemukan keberadaan keluarga dari supir truk yang menjadi tersangka penabrakan Tuan Jason. Lalu beberapa bukti jika kecelakaan tersebut sudah direkayasa,” jelas Rocky seraya menunjuk beberapa fo
Adam pantas untuk merasa tenang dan tak perlu panik. Bantuan dari Rocky—anak buahnya Jason datang lebih cepat. Tentu saja Adam tahu kehadiran mereka dari cara mereka memberi sinyal. Dua mobil dari belakang langsung menyalip kendaraan yang sedari tadi diduga orang yang hendak mencelakainya serta menggiringnya menuju arah jalan tempat Jason kecelakaan. Sementara dua mobil lainnya mengamankan kendaraan yang mengikuti Adam.Kini dua mobil itu mengawalnya hingga Adam memilih kembali ke rumah sakit. Jason langsung menyambutnya dan memeluk sebentar lalu ia berpindah pada anak buahnya yang berada di belakang Adam. “Terima kasih, kalian memang selalu bisa diandalkan,” ucapnya pada mereka.“Sama-sama, Tuan Jason. Ini adalah tugas kami,” sahut lelaki yang berada di paling kiri. Jumlah mereka enam orang dan semuanya berpakaian formal.“Ah, Tuan. Saya baru saja menerima pesan dari anak buahku yang kutugaskan mencari keberadaan—“ ucap lelaki tadi terhenti. Jason menempelkan jari telunjuknya di dep
“Apa?” Jason terkejut dengan ucapan Adam dari balik telepon. Wajah pria tampan itu langsung berubah pucat dan cemas, serta panik. Ia bahkan refleks berdiri dan mengacak rambut belakangnya, frutasi. Yuna yang berada di sampingnya pun ikut bangkit merasakan kecemasan Jason. “Apa yang terjadi, Jason?” tanya Yuna panik. Jason hanya memberi isyarat untuk tenang dengan mengangkat tangan kanannya. Ia lantas fokus pada ponselnya. “Dengarkan aku, Adam! Tetap tenang dan jangan putuskan sambungan teleponnya! Terus beri laporan padaku kondisi terkinimu, mengerti!” perintahnya. “Baik, Jason. Tolong bantu aku secepatnya,” sahut Adam terdengar panik. “Tentu, aku pasti akan membantumu dan tak akan tinggal diam,” balas Jason cepat. “Aku akan meminta Rocky untuk mengirimkan anak buahnya dan secepatnya menjemputmu,” pungkasnya menenangkan. Terdengar jelas suara Adam mengatur napasnya dari balik telepon. Tentu saja, Jason dapat merasakan bagaimana cemasnya Adam, dirinya sudah pernah mengalami hal te
“Sepertinya habis batre. Aku selalu lupa charger ponsel dan biasanya diisi daya jika sedang dalam perjalanan di mobil,” ucap Adam diakhiri senyuman canggung.“Bisa tolong buka laci dasbor di hadapanmu? Aku menyimpan alat pengisi dayanya di sana.” Adam menunjuk laci di hadapan Tamara.Wajah wanita cantik itu yang semula tegang kini tampak terlihat lega. Ia bahkan segera menuruti permintaan Adam, mengeluarkan alat mengisi daya ponselnya. “Berikan ponselmu padaku! Biarkan aku yang memasangkannya,” ujarnya.Adam mengangguk dan memberikan ponselnya pada Tamara. Wanita itu tampak cekatan dan memang sudah terbiasa melakukannya. Tanpa disadari Adam masih meliriknya curiga.Tentu saja yang dilakukan Adam tadi hanyalah pura-pura. Ia bukanlah pria bodoh seperti yang dikatakan Jason. Adam lebih mengandalkan intuisi dan nalurinya dalam berbisnis.Ya, pria tampan itu memiliki pemikiran yang sama dengan Jason. Tak ada sesuatu hal di dunia ini yang kebetulan, pemikiran mereka. Mungkin karena mereka s
“Aku akan mencoba menghubungi Adam. Saat ini dia sedang bersama dengan Tamara “ Jason berkata dengan tatapan cemas seraya menggulir beberapa kali layar ponselnya.Yuna hanya mengangguk. Wajahnya pun tak kalah cemas dengan lelakinya. Ia lantas menoleh ke arah ujung lorong tempat pria mencurigakan tadi menghilang.Tampaknya mereka lebih waspada atau sadar jika keberadaannya sudah diketahui. Yuna lantas menatap Jason yang tiba-tiba tersentak dengan kedua bola mata melotot. “Ada apa, Jason?” tanya Yuna langsung.“Adam menolak panggilanku,” sahut Jason langsung. “Akan kucoba lagi,” ujarnya seraya mengulang panggilan teleponnya.“Mungkin Adam tak sengaja menggeser ke tolak.” Yuna mencoba menenangkan.Jason mengangguk. Namun, ia kembali tersentak. Ponsel Adam tak bisa dihubungi. Pria tampan itu masih penasaran dan mencobanya sekali lagi.“Adam mematikan ponselnya,” tebak Jason disusul helaan napas berat. “Sepertinya Tamara sedang bersamanya,” tambahnya seraya memijat ujung alisnya.“Bagaiman