"Aku menerima talak mu Mas."Satu butir air mata jatuh di pipinya, Kinanti mengusap dada yang terasa sesak.Sesak bukan karena, kesal tetapi, kasihan akan nasib anaknya yang tak pernah bisa merasakan keluarga yang utuh layaknya anak di luar sana.Mata nanar Kinanti terus menatap punggung Adam, sesaat sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil Adam kembali menatap Kinanti yang kini berdiri di ambang pintu depan menggendong bayi nya yang malang.Sedetik kemudian Adam benar-benar pergi, menghilang dari pandangan mata Kinanti."Kamu kuat," Serena mengusap punggung Kinanti.Memberikan kekuatan untuk sahabatnya itu agar tetap berdiri tegak di atas segalanya."Aku boleh nangis, ya, Serena? Aku janji setelah ini tak akan menangisi dia lagi," Kinanti memberikan Fikri pada Serena.Setelah itu masuk ke dalam kamar dan menangis sekencang-kencangnya untuk meluapkan perasaan emosi yang tertahan.Mengapa harus anaknya ikut merasakan apa yang pernah di rasakan olehnya, Kinanti tak ingin membagi penderi
Akhirnya semua kembali seperti semula setelah beberapa lama merasakan pahit getirnya rumah tangga yang kelam. Renata dan Adam kembali bahagia dengan pernikahan mereka, bahkan keduanya memutuskan untuk berlibur ke luar negeri.Memperbaiki hubungan yang sempat retak, sekaligus untuk mengulangi honeymoon yang kini menjadi baby moon.Sungguh hari-hari sangat membahagiakan bagi keduanya.Menara Eiffel, atau dikenal juga sebagai La Tour Eiffel, merupakan salah satu bangunan ikonik dan terkenal di dunia. Bangunan yang ada di Kota Paris, Perancis, ini menjadi salah satu monumen berbayar yang paling banyak dikunjungi di dunia.Sudah lama Renata memimpikan berlibur bersama Adam ke negeri impiannya itu, akhirnya setelah melewati terjalnya badai kini ia benar-benar bisa mewujudkan semua mimpinya itu."Adam Terim kasih banyak," Renata berteriak dengan keras, merentangkan kedua tangannya dan mendongkak menatap langit.Indahnya langit kini sama seperti bahagianya hatinya, Renata tak bisa mengatakan
Pagi ini Kinanti dan Renata duduk di kursi meja makan, menikmati nasi goreng yang baru saja di sajikan oleh Kinanti sendiri."Ren, kamu yakin mau tinggal di kontrakan aku?" Tanya Kinanti, mengingat Serena memiliki apartemen dan juga terlahir dari keluarga berada."Nggak papa, lah, penting sama kamu.""Ini gubuk reyot. Menurut kalian yang berada.""CK, omongan Renata di dengar. Reyot dari mana, dinding beton, cat bagus, lantai keramik, pakai AC. Reyot pala nya iya!""Makasih kamu ada buat aku."Keduanya berpelukan layaknya Teletubbies yang tengah berbahagia."Ren, cariin aku kerjaan dong."Tabungan Kinanti mulai menipis, kini ia harus berjuang untuk membesarkan anaknya.Sebenarnya tidak sulit untuk membiayai Fikri sebab Papa mantan mertuanya dengan senang hati membiayai Fikri tetapi, Kinanti bukan wanita lemah. Tak ingin merepotkan orang lain dan juga tak ingin di pandang rendah, di anggap memanfaatkan anaknya untuk mendapatkan uang."Ijazah aku di simpan Mulu, kasian bener. Aku cape
Hari ini di mulai dengan senyuman, pakaian perawat berwana putih berpadu dengan topi perawat dan sepatu putih meletakan indah di tubuh Kinanti.Berulangkali kali menatap diri di depan pantulan cermin, lama sudah tidak menggunakan pakaian kesukaannya itu.Akhirnya setelah sekian purnama semuanya bisa di lalui dan benar-benar ingin menata hidup kembali."Kinanti, kamu cantik banget," Serena memuji sahabatnya yang terlihat cantik dengan seragam perawat nya."Biasa aja," Kinanti memakai jam di pergelangan tangannya, dan menatap diri kembali.Kemudian segera mendekati Fikri dan mencium pipi bocah itu."Fikri tinggal sama Mbak Indah ya, Bunda kerja dulu. Jangan nakal."Indah adalah tetangga yang tak jauh dari rumah kontrakan Kinanti, wanita itu bersedia menjaga Fikri selama Kinanti bekerja.Sebab Indah hanya di rumah saja sedang mencari pekerjaan tambahan untuk membantu perekonomian keluarga. Suaminya hanya seorang buruh sehingga, saat mendapatkan tawaran menjaga Fikri membuat Indah segera
Setelah keluar dari ruangan direktur utama Kinanti terlihat biasa saja, awalnya memang cukup shock tapi tak lama kemudian kembali santai mengingat Adam hanyalah sebuah masa lalu.Tidak ada kesedihan dan juga luka seperti dulu. Fikri adalah semangat baginya. Kini segalanya hanya untuk Fikri tak ada yang lain."Kinanti, tolong belikan aku kopi, di restoran depan rumah sakit," pinta Dokter Zidan."Iya, Dok. Sekalian saya mau makan siang, ijin ya, Dok.""Iya, tapi, jangan lupa pesanan ku."Kinanti segera meninggalkan Dokter Zidan di ruangannya, sedangkan ia segera menuju restoran yang terletak saling berhadapan di depan rumah sakit.Tapi saat memesan kopi malah ada tangan yang menepuk pundaknya.Kinanti segera berbalik dan menatap pria tersebut."Bayu!" Kinanti tersenyum melihat Bayu, setelah sekian lama tak bertemu akhirnya kini bertemu kembali."Apa kabar?" Tanya Bayu dengan seragam polisi yang masih melekat di tubuhnya."Baik."Bayu menatap seragam perawat yang masih melekat ditubuh Ki
"Kamu ngontrak di sini?""Iya."Kinanti turun dari sepeda motor milik Bayu, begitu juga dengan Bayu sambil mengamati rumah kontrakan sederhana milik Kinanti."Anak kamu mana?" Bayu ingat saat Kinanti mengatakan memiliki seorang anak dan ia juga ingin melihatnya."Kamu tunggu di sini, aku jemput dulu. Di sana, rumah tempat aku nitipin dia. Ya," Kinanti menunjukkan kursi yang ada di depan teras rumah kontrakan nya.Meminta Bayu menunggu sambil duduk manis di teras.Setelah itu segera berjalan menuju rumah Indah, di mana di sana lah, Fikri di titipkan selama bekerja."Aduh Bunda kamu datang," Indah yang sedang bermain bersama dengan Fikri melihat kedatangan Kinanti, seketika ia tersenyum pada Kinanti."Fikri rewel ya, Ndah?" Kinanti mengambil alih Fikri dan menciumi pipi nya dengan gemas.Baru saja tak berjumpa beberapa jam membuat Kinanti sudah sangat merindukan putranya."Nggak, dia baik dan aku nggak kerepotan sama sekali."Indah begitu menyayangi Fikri dan mengurus dengan baik, bahk
Hari-hari Kinanti kini adalah bekerja, setiap pagi mengantarkan Fikri ke rumah Indah maka setelahnya berangkat bekerja."Dok, hari ini ada jadwal operasi.""Iya, saya ngopi dulu. Supaya konsentrasi," sesekali Dokter Zidan meneguk secangkir kopi pada mejanya, setelah di rasa lebih rileks. Perlahan bangun dari duduknya."Udah, Dok?""Udah."Keduanya berjalan menuju ruang operasi, setelah dokter anestesi mengatakan siap untuk melakukan operasi. Maka Dokter Zidan pun memulai, di bantu oleh beberapa perawatan termasuk Kinanti.Kinanti memberikan apa saja yang di butuhkan oleh Dokter Zidan, sampai beberapa jam kemudian operasi selesai.Pasien di pindahkan ke ruang rawat inap, beberapa dokter keluar bersama beberapa perawatan lainnya juga.Dokter Zidan berjalan beriringan dengan Kinanti menuju ruangan Dokter Zidan, sesekali keduanya bercerita melepaskan rasa lelah."Anak kamu di mana? Bukannya kamu punya anak?" Tanya Dokter Zidan mengingat saat beberapa hari yang lalu membawa bayi."Iya, saya
"Adam, aku lapar sekali. Dengan sengaja nggak makan di rumah! Karena, ingin makan bersama, sampai di sini kamu ngajak aku pulang? Aku lapar, anak kamu lapar. Baru saja aku sampai," keluh Renata menatap Adam dengan rasa bingungnya."Ya, sudah. Kalau gitu kamu makan saja, aku sedang tidak berselera.""Kamu sakit?" Renata memegang dahi Adam tetapi, tak terasa panas sama sekali, "ya udah, mungkin kamu butuh istirahat," Renata tak ingin banyak bertanya mengingat Adam memang sedang sibuk-sibuknya bekerja beberapa hati ini.Keduanya berjalan dengan bergandengan, keluar dari ruangan Adam menyusuri lorong-lorong rumah sakit.Tak ingin terus berdebat dengan suaminya, Renata memilih untuk pulang dan makan di rumah saja."Itu Kinanti, kan?"Renata berhenti melangkah begitu juga dengan Adam.Keduanya menatap Kinanti dan Dokter Zidan berjalan dari arah yang berlawanan."Sayang, dia, bekerja di sini?"Adam hanya diam tanpa menjawab, lagi-lagi Kinanti tersenyum lepas pada Dokter Zidan. Keduanya sali