Akhirnya Serena berhasil membantu seorang wanita melahirkan, bayinya begitu cantik dan menggemaskan.Ibunya terlihat bahagia saat melihat wajah bayinya, tak hentinya wanita yang baru menyandang gelar Ibu itu berucap terima kasih pada Serena.Sebuah kebahagiaan juga terukir dari bibir Serena, suatu kebanggaan tersendiri saat dapat berguna bagi orang lain."Mau dikasih nama siapa Bu?" Serena memberikan bayi tersebut pada sang Ibu."Namanya Rindu," jawab sang Ibu dengan bahagianya.Tak hentinya sang Ibu dan Ayahnya menciumi wajah bayi mereka yang baru lahir dengan wajah cantiknya."Bagus sekali, sesuai dengan baby-nya yang imut."Jam menunjukkan pukul 23:30 Serena segera berpamitan pulang mengingat dirinya juga memiliki bayi di rumah.Bayi besar berstatus suami, entahlah Serena tak tahu apakah bayinya itu tengah merajuk saat ini. Mungkin saja begitu, dan semoga juga dirinya di maafkan.Tetapi, sebagai seorang perawat dirinya tak bisa lepas dari pekerjaan, menolong orang lain adalah suatu
Suara ponsel membuat tidur Serena terusik, dengan setengah kesadaran dirinya meraba ponselnya yang tergeletak atas di samping bantal.Dengan rasa malas Serena meletakan di atas telinganya, belum sempat dirinya berbicara sudah terdengar suara dari balik sambungan telepon."Bayu, kamu kapan sampai? Aku udah nungguin kamu, cepat jemput sekarang!"Terdengar suara wanita yang tengah kesal pada Bayu.Seketika Serena menyadari jika dirinya salah menjawab panggilan, ternyata milik Bayu. Dengan jelas Serena melihatnya, kehilangan kantuk dengan begitu saja.Baiklah tampaknya wanita tersebut harus diberikan pelajaran, dirinya sudah memberikan segalanya apa mungkin Bayu hanya menjadikan dirinya sebagai alat pelapisan.Oh tidak bisa.Serena menaikan volume suara ponsel dan mulai meraba tubuh Bayu."Em," Bayu menggeliat merasakan sentuhan tangan Serena pada bagian intinya.Serena tak perduli, hanya saja saat ini wanita yang menghubungi dirinya harus diberikan pelajaran.Saat ini Serena hanya ingin
"Ahahahhaha.......""Bayu diam!""Tapi, aku mau bilang satu hal ke kamu.""Apa?" Serena mengerucutkan bibirnya, kesal sekali sudah bersikap bodoh tanpa berpikir terlebih dahulu."Itu barusan, kamu bisa begitu tahu dari mana? Atau jangan-jangan?" Bayu memicingkan matanya menatap Serena penuh intimidasi."Apaan sih! Bayu!" Serena ingin sekali menangis.Merutuki kebodohan yang sungguh luar biasa bodohnya."Mantap, aku suka. Lagi yuk!""Nggak mau!"Dengan cepat Serena meloncat dari ranjang sebelum Bayu kembali menindihnya, bahkan sampai terjatuh di lantai."Aduh, sakit banget," Serena pun menggosok bokongnya, sakit dan kesal bercampur menjadi satu.Bukan menolong Bayu justru menertawakan."Ketawa aja, dasar suami durhaka?"Bayu pun menghentikan tawanya, dan ingin menarik selimut yang menutupi tubuh polos istrinya.Semakin istrinya kesal semakin membuatnya bahagia, lucu rasanya dua orang anak manusia yang selalu beradu paham kini malah menikah.Rumah tangga yang keduanya jalani pun penuh d
Kinanti tertawa terbahak-bahak mendengar curhatan hati Serena, dari sejak dirinya datang mengunjungi sahabatnya itu hingga kini masih saja mulut Serena bercerita."Puas?!" Ingin sekali mengacak kulit yang mulus itu bahkan meremas wajah Kinanti, "dasar sahabat nggak ada akhlak!" Gerutu Serena."Abisnya kamu lucu," kata Kinanti masih diselingi tawa."Ketawa aja terus, jangan berhenti.""Ahahahhaha........Ya ampun aku kencing," Kinanti sampai kencing di celana karena, terlalu banyak tertawa."Dasar jorok!" Akhirnya tangan Serena benar-benar sampai pada Kinanti, kesal bukan main tentunya."Aku pinjem baju kamu dong.""Ambil di lemari!"Jika Serena hanya mengerucutkan bibirnya maka lain halnya dengan Kinanti, dirinya begitu terhibur melihat wajah Serena yang kesal."Beruntung Bude Neno dan Mama udah pulang kampung pagi tadi, kalau enggak dari kemarin sampai hari ini dan seterusnya aku akan sangat malu. Terutama pada Bude Neno."Serena geleng-geleng kepala mengingat kelakuannya, niat hati
Adam harus keluar kota untuk pekerjaan, sedangkan Kinanti tak bisa ikut. Selain mengingat Fikri yang masih terlalu kecil, kini Kinanti juga sedang mengandung anak kedua.Kandungannya sudah berusia 7 Bulan, Sarah pun tak lagi memberikan ijin bagi menantunya tersebut untuk berpergian jauh.Kinanti pun mengerti, tentu demi kebaikan diri dan anak-anaknya."Mas, jangan nakal ya. Jangan lirik-lirik perempuan di sana. Ini masih di perut juga," Kinanti mengerucutkan bibirnya, menunjuk perutnya yang membuncit.Adam mengelus perut Kinanti, berjongkok agar lebih mudah untuk menciuminya."Karena, kalau Mas main serong nanti Mas berhadapan sama dua orang anak laki-laki Mas sendiri. Jadi hati-hati!""Ayah berangkat kerja dulu, kamu jangan nakal selama Ayah pergi. Kalau pengen ditengok sabar dulu, tunggu sampai Ayah pulang," Adam seakan berbicara pada anaknya.Janin yang masih berusia 7 Bulan itu seakan mengerti, terasa ada gerakan membuat Adam tertawa bahagia."Sayang dia respon," Adam begitu bang
Sekalipun kini keduanya tengah melakukan video call, tapi tak serta bisa membuat kerinduan terobati."Sayang, mana mukanya?"Adam tak melihat wajah Kinanti hingga bingung dan bertanya-tanya."Apa?" Kinanti mengarahkan kamera padanya, hingga Adam bisa melihatnya dengan jelas."Nah gitu dong, wajah kamu kok pucat banget?" Adam melihat dengan jelas pada layar ponselnya, istrinya memang sangat cantik tanpa polesan make up sekalipun.Akan tetapi, kini terlihat lebih pucat."Apa kamu sakit?""Mas, kapan pulang?""Jawab dulu pertanyaan Mas!""Iya, dada Kinan sakit. ASI-nya nggak keluar, udah beberapa hari ini Mas pergi. Sakit banget Mas."Adam menarik napas panjang sambil melihat wajah istrinya.Kinanti menutup mata tak nyaman dengan keadaan saat ini, hanya bisa melihat tanpa menyentuh."Kinan, istirahat dulu ya Mas."Belum juga Adam memberikan ijin malah panggilan sudah terpuaskan oleh Kinanti.Sesaat kemudian ponselnya berdering kembali, nama suaminya Adam lagi-lagi tampak di sana.Kinant
Adam sampai di Jakarta malam harinya, dirinya segera kembali pulang untuk menemui istrinya. Sepanjang perjalanan menuju rumah hatinya terus berdebar, menantikan saat-saat akan bertemu.Tiba-tiba tanpa sengaja matanya melihat seorang wanita yang tengah duduk di pinggir jalan menikmati sepiring nasi goreng."Apa aku tidak salah?" Adam merasa tak asing dengan wanita tersebut."Tapi, bukankah Renata sudah keguguran?" Adam pernah mendengar dari Kinanti perihal Renata yang mengalami keguguran, akan tetapi, barusan matanya sendiri yang melihat perut Renata yang membuncit."Sepertinya aku salah melihat orang," Adam memilih fokus mengemudikan mobil, menuju rumah untuk berjumpa dengan Kinanti.Ponselnya berdering, Sarah menghubungi dan mengatakan bahwa Kinanti sudah di bawa ke rumah sakit.Anaknya terlahir prematur, kedua kalinya itu terjadi.Dengan segera Adam menuju rumah sakit, ternyata Zidan sudah berhasil melakukan tindakan operasi sesar."Maaf Adam, kami terpaksa melakukannya karena, t
Adam memeluk Kinanti dengan rasa haru, untuk kedua kalinya merasa kecewa pada dirinya sendiri.Bahkan di saat sudah berusaha untuk menjadi suami terbaik malah istrinya tetap harus melahirkan secara prematur.Sejak kembali dirinya terus memeluk Kinanti, hatinya masih berkecamuk."Mas, Kinan nggak papa," Kinanti menunjukkan dirinya yang sudah lebih baik, walaupun masih lemah dan sedikit sulit bergerak.Paling tidak dirinya sudah baik-baik saja, tanpa ada yang perlu di khawatirkan."Mas minta maaf, nggak nyangka kamu bisa lahiran prematur untuk kali ini pun. Kamu terlalu stress 'ya?" Adam menciumi kening Kinanti hingga berulangkali, memohon maaf atas kesalahannya."Mas, Kinan nggak papa. Anak kita juga nggak papa," lagi-lagi Kinanti bersuara untuk meyakinkan Adam."Nama anak kalian mau di kasih nama siapa?" Adam dan Kinanti pun beralih melihat Sarah, keduanya sampai lupa akan hal tersebut."Mas mau ngasih nama siapa?""Belum kepikiran sayang, Mas belum dapat nama yang cocok," Adam tak m