Kinanti tertawa terbahak-bahak mendengar curhatan hati Serena, dari sejak dirinya datang mengunjungi sahabatnya itu hingga kini masih saja mulut Serena bercerita."Puas?!" Ingin sekali mengacak kulit yang mulus itu bahkan meremas wajah Kinanti, "dasar sahabat nggak ada akhlak!" Gerutu Serena."Abisnya kamu lucu," kata Kinanti masih diselingi tawa."Ketawa aja terus, jangan berhenti.""Ahahahhaha........Ya ampun aku kencing," Kinanti sampai kencing di celana karena, terlalu banyak tertawa."Dasar jorok!" Akhirnya tangan Serena benar-benar sampai pada Kinanti, kesal bukan main tentunya."Aku pinjem baju kamu dong.""Ambil di lemari!"Jika Serena hanya mengerucutkan bibirnya maka lain halnya dengan Kinanti, dirinya begitu terhibur melihat wajah Serena yang kesal."Beruntung Bude Neno dan Mama udah pulang kampung pagi tadi, kalau enggak dari kemarin sampai hari ini dan seterusnya aku akan sangat malu. Terutama pada Bude Neno."Serena geleng-geleng kepala mengingat kelakuannya, niat hati
Adam harus keluar kota untuk pekerjaan, sedangkan Kinanti tak bisa ikut. Selain mengingat Fikri yang masih terlalu kecil, kini Kinanti juga sedang mengandung anak kedua.Kandungannya sudah berusia 7 Bulan, Sarah pun tak lagi memberikan ijin bagi menantunya tersebut untuk berpergian jauh.Kinanti pun mengerti, tentu demi kebaikan diri dan anak-anaknya."Mas, jangan nakal ya. Jangan lirik-lirik perempuan di sana. Ini masih di perut juga," Kinanti mengerucutkan bibirnya, menunjuk perutnya yang membuncit.Adam mengelus perut Kinanti, berjongkok agar lebih mudah untuk menciuminya."Karena, kalau Mas main serong nanti Mas berhadapan sama dua orang anak laki-laki Mas sendiri. Jadi hati-hati!""Ayah berangkat kerja dulu, kamu jangan nakal selama Ayah pergi. Kalau pengen ditengok sabar dulu, tunggu sampai Ayah pulang," Adam seakan berbicara pada anaknya.Janin yang masih berusia 7 Bulan itu seakan mengerti, terasa ada gerakan membuat Adam tertawa bahagia."Sayang dia respon," Adam begitu bang
Sekalipun kini keduanya tengah melakukan video call, tapi tak serta bisa membuat kerinduan terobati."Sayang, mana mukanya?"Adam tak melihat wajah Kinanti hingga bingung dan bertanya-tanya."Apa?" Kinanti mengarahkan kamera padanya, hingga Adam bisa melihatnya dengan jelas."Nah gitu dong, wajah kamu kok pucat banget?" Adam melihat dengan jelas pada layar ponselnya, istrinya memang sangat cantik tanpa polesan make up sekalipun.Akan tetapi, kini terlihat lebih pucat."Apa kamu sakit?""Mas, kapan pulang?""Jawab dulu pertanyaan Mas!""Iya, dada Kinan sakit. ASI-nya nggak keluar, udah beberapa hari ini Mas pergi. Sakit banget Mas."Adam menarik napas panjang sambil melihat wajah istrinya.Kinanti menutup mata tak nyaman dengan keadaan saat ini, hanya bisa melihat tanpa menyentuh."Kinan, istirahat dulu ya Mas."Belum juga Adam memberikan ijin malah panggilan sudah terpuaskan oleh Kinanti.Sesaat kemudian ponselnya berdering kembali, nama suaminya Adam lagi-lagi tampak di sana.Kinant
Adam sampai di Jakarta malam harinya, dirinya segera kembali pulang untuk menemui istrinya. Sepanjang perjalanan menuju rumah hatinya terus berdebar, menantikan saat-saat akan bertemu.Tiba-tiba tanpa sengaja matanya melihat seorang wanita yang tengah duduk di pinggir jalan menikmati sepiring nasi goreng."Apa aku tidak salah?" Adam merasa tak asing dengan wanita tersebut."Tapi, bukankah Renata sudah keguguran?" Adam pernah mendengar dari Kinanti perihal Renata yang mengalami keguguran, akan tetapi, barusan matanya sendiri yang melihat perut Renata yang membuncit."Sepertinya aku salah melihat orang," Adam memilih fokus mengemudikan mobil, menuju rumah untuk berjumpa dengan Kinanti.Ponselnya berdering, Sarah menghubungi dan mengatakan bahwa Kinanti sudah di bawa ke rumah sakit.Anaknya terlahir prematur, kedua kalinya itu terjadi.Dengan segera Adam menuju rumah sakit, ternyata Zidan sudah berhasil melakukan tindakan operasi sesar."Maaf Adam, kami terpaksa melakukannya karena, t
Adam memeluk Kinanti dengan rasa haru, untuk kedua kalinya merasa kecewa pada dirinya sendiri.Bahkan di saat sudah berusaha untuk menjadi suami terbaik malah istrinya tetap harus melahirkan secara prematur.Sejak kembali dirinya terus memeluk Kinanti, hatinya masih berkecamuk."Mas, Kinan nggak papa," Kinanti menunjukkan dirinya yang sudah lebih baik, walaupun masih lemah dan sedikit sulit bergerak.Paling tidak dirinya sudah baik-baik saja, tanpa ada yang perlu di khawatirkan."Mas minta maaf, nggak nyangka kamu bisa lahiran prematur untuk kali ini pun. Kamu terlalu stress 'ya?" Adam menciumi kening Kinanti hingga berulangkali, memohon maaf atas kesalahannya."Mas, Kinan nggak papa. Anak kita juga nggak papa," lagi-lagi Kinanti bersuara untuk meyakinkan Adam."Nama anak kalian mau di kasih nama siapa?" Adam dan Kinanti pun beralih melihat Sarah, keduanya sampai lupa akan hal tersebut."Mas mau ngasih nama siapa?""Belum kepikiran sayang, Mas belum dapat nama yang cocok," Adam tak m
Terasa sulit menapakkan kaki pada rumah yang seharusnya sudah tidak seharusnya di datangi, raut wajah kenangan indah bersama Renata saat masih bersahabat dulu terlintas jelas.Rumah itu menjadi saksi bisu di mana dirinya sering mengunjungi ataupun sekedar untuk menjemput sahabatnya sebelum ada drama pernikahan ini.Pergi berdua, tertawa bersama, bernyanyi bersama, bertengkar dan akhirnya berdamai kembali dalam waktu yang sama.Tiga orang sahabat yang biasanya saling merangkul pundak satu sama lainnya kini telah hancur begitu saja.Hancurnya persahabatan meninggalkan kenangan yang begitu menyakitkan, semua kebersamaan yang indah kini hanya sebuah kenangan.Dia penyebabnya.Hati yang tak bisa di ajak berkerja sama, dada yang terus berdegup kencang saat dia menyapa. Bahkan tubuh yang berdesir saat sentuhan tangan sampai pada puncaknya.Mengapa?Mengapa harus ada cinta di antara mereka?Mengapa tak bisa bersahabat dengan murni tanpa campuran cinta segitiga yang begitu rumit.Bukankah seh
"Terlambat! Anak ku sudah menganggap mu mati! Kami pun sudah merasa kau sudah di kuburkan!"Tampaknya luka yang dirasakan oleh Irma sudah dalam, sehingga untuk mengijinkan bertemu Renata walaupun hanya satu detik sudah tak bisa.Irma begitu tegas untuk kali ini, berbeda jauh saat dulu masih menjalin hubungan keluarga. Baik sebelum menikahi Renata saat itu.Mungkinkah Zidan tak dapat bertemu dengan Renata?Apakah dengan memohon pun tak bisa juga membuat hati Irma terketuk.Sedangkan dirinya butuh penjelasan, dirinya ingin melihat dengan mata kepala. Dan bertanya langsung, benarkah Adam mengatakan bahwa Renata tengah berbadan dua.Biar matanya sendiri yang menyaksikan, sebagai seorang dokter tentu Zidan tahu berapa usia kandungan Renata, dan semuanya dapat di simpulkan saat itu juga."Ma, tolong ijinkan aku bertemu dengan Renata, sekali dan mungkin untuk yang terakhir."Semoga untuk kali ini Zidan dapat di meluluhkan hati Irma."Sekali ini saja, aku mohon.""Sekalipun kau memohon, berw
Syukuran untuk anak kedua Adam dan Kinanti pun di gelar dengan penuh kebahagiaan, 7 Hari setelah kelahirannya kini bayi itu pun diberi nama Kenan Agatha Sanjaya.Adam dan Kinanti terlihat begitu bahagia, keduanya tak lepas dari senyum indah yang merekah.Beberapa keluarga dan tamu pun mulai memberikan selamat atas kelahiran baby Kenan.Akan tetapi, Fikri begitu rewel mungkin karena, perhatian untuknya kini sudah terbagi menjadi dua."Halo," Zidan mendekati Fikri dan mencoba menjadi penghibur Fikri yang tengah kesal.Bocah itu berdiri di sudut tak ingin berbicara dengan siapapun."Ayah gendong sini," Adam mencoba untuk berdamai dan ingin menggendongnya, sayangnya Fikri menolak.Tingkah lucu anak sulung Adam itu mengundang gelak tawa para tamu."Sama Tante Zahra mau?" Zahra menawarkan diri berharap Fikri mau dengan nya.Fikri masih saja menggeleng."Sama Tante Serena gimana?" Tawar Serena.Fikri seketika mengangguk, dan mengulurkan tangannya untuk digendong."Ternyata Fikri sayangnya Ta