Tidak segan Nadira menampar pipi Nadila karena sejak awal dia sudah dibuat geram oleh kelakuan buruk saudara kembarnya. “Kamu udah gila!”
Nadila memegangi pipinya yang berdenyut, tetapi dia balik mendorong Nadira. “Aku nggak peduli walau kamu anggap aku gila toh sekarang aku Nadira yang akan tinggal di rumah mewah dan bergelimang harta!”
“Aku nggak akan biarin kamu gantiin posisi aku. Aku akan bongkar semuanya!” Emosi Nadira meledak-ledak. Ini adalah pertama kalinya dia dibuat seperti memiliki kepribadian pemarah karena gadis ini terbiasa hidup damai dengan nada suara senada. Lembut dan mengalun bak princess.
Namun, alih-alih merasa terancam atau takut justru Nadila mengejek, “Liatlah orang yang gila harta ini, sampai-sampai dia nggak mau berbagi sama saudara kembarnya sendiri.”
“Apa!” Nadira dibuat geleng-geleng kepala mendengar ucapan Nadila.
“Aku tau kok, pasti berat buat kamu lepasin semua kenikmatan yang kamu dapatkan dari orangtua angkat kamu, tapi kamu harus sadar diri dong, sekarang kamu udah nikah sama Nathan tanpa orangtua angkat kamu tau. Apa kamu pikir mereka masih mau terima kamu yang nikah diem-diem?”
Namun, Nadira tidak gentar dan tidak termakan ucapan Nadila. “Sebelum pulang dari luar negeri aku udah bilang ke orangtua aku kalo aku akan datang ke resepsi saudara kembar aku, mereka ngizinin dan sekarang lagi nunggu aku pulang. Jadi, aku akan pulang dan urus surat cerai sama Nathan, sekalian bongkar kebusukan kamu di depan orangtua Nathan!”
Nadila bersikap tenang. “Oh ya, apa kamu yakin rencana kamu akan berhasil?”
“Liat aja!” Nadira segera menggenggam tangan Nadila, dia berusaha menyered gadis itu ke depan Nathan, tapi suara Sopia-orangtua angkat Nadira terdengar dari handphone Nadila.
“Ada apa, Sayang? Resepsinya sudah selesai? Kamu sudah sampaikan permintaan maaf Mama sama Papa kan, karena tidak bisa hadir ..., sekarang Mama sama Papa baru aja mau pulang, tapi kamu harus sabar ya karena kita pakai kapal laut bukan pakai pesawat, kamu duduk manis aja di rumah.” Wanita bernama Sopia terkekeh hangat.
Kedua mata Nadira membelalak, lalu sebelum sempat berkata, Nadila menyahut Sopia, “Iya, Ma. Dira akan tunggu Mama sama Papa di rumah ....”
“Have a nice day, Honey ....” Panggilan diputus oleh Sopia karena jaringan yang kurang stabil.
Saat ini Nadila menyeringai licik, “Aku akan menjadi Nadira. Jadi mendingan kamu nggak usah bertingkah dan coba-coba pulang ke orangtua angkat kamu!”
Nadira berkata geram, “Aku akan bongkar semuanya!”
Nadila menyahut santai, “Kamu tega ngancurin hati orangtua kita?”
Seketika, Nadira mengerjap. “Apa maksud kamu?”
“Kalo kamu bongkar hal ini, hati Mama sama Papa akan hancur dan malu di hadapan orangtua Nathan sekaligus orangtua angkat kamu.”
Sejenak, Nadira dibuat mati kutu karena ucapan Nadila. Gadis ini tidak ingin menyakiti hati orangtuanya. Namun, kemudian kembali meluapkan emosinya, “Harusnya kamu yang malu, lagian kamu yang udah bikin malu orangtua kita karena tindakan gila kamu!”
“Aku nggak akan bikin malu orangtua kita kok, selama kamu mau kerjasama. Intinya sekarang kamu udah nikah sama Nathan, lagian semua data pernikahan diganti pake nama kamu kan, penghulu mengatakan Nadira binti Abdul. Entah orangtuanya Nathan sadar atau nggak, tapi pernikahan kalian sah secara agama dan negara.”
Nadira merasa terpojok. Dia ingin kembali pada orangtua angkatnya, tapi tanpa melukai orangtua kandungnya apalagi membuat ayah dan ibunya malu di hadapan orangtua Nathan, sekalian orangtua angkatnya karena mereka sudah membesarkan putri selicik Nadila.
Nadila menyadari ketidak berdayaan Nadira jadi dia tersenyum penuh kemenangan. “Kamu terima aja ya, peran kamu sekarang. Lagian ... pasti kamu juga mau merasakan kasih sayang orangtua asli kamu kan, yang nggak pernah kamu dapatkan sejak bayi.”
Nadira mendengus berang, “Liat aja nanti. Suatu hari pasti kebusukan kamu akan terbongkar!”
Lagi, Nadila menempelkan telunjuknya di permukaan bibir, tapi kali pada permukaan bibir miliknya. “Kamu tenang aja, selama kerjasama kita baik pasti semuanya aman terkendali. Oh iya, kamu kuliah di luar negeri, kan. Untuk yang itu kamu juga tenang aja, aku nggak akan kacaukan nilai kamu kok, karena aku juga mahasiswa berprestasi di sini.”
Nadira mendengus tanpa ingin menatap wajah licik Nadila. Saat ini handphone miliknya kembali berdering karena Nathan memanggil. Jadi, dengan penuh amarah gadis ini mengatakan jika Nadila di sini.
Namun, tentu saja Nadila tidak ingin bertemu Nathan karena hanya akan ada perdebatan. Gadis ini segera masuk ke dalam taxi, lalu pergi.
Maka saat Nathan datang, dia hanya melihat Nadira yang sedang dipenuhi amarah. “Kamu harus bersyukur nggak nikah sama Dila karena dia manusia licik!” Gadis ini pergi begitu saja meninggalkan Nathan di halaman.
Nadira menghubungi orangtua kandungnya untuk memberi tahukan rencana busuk Nadila. Segera, Sinta merintih dengan suara mengiris hati. “Nak, tolong maafkan Dila ....”
Nadira membuang udara panjang, dia tidak ingin pasrah, tapi situasi memaksanya. “Iya, Ma. Mama sama Papa tenang aja, Dira sayang Mama sama Papa, Dira nggak akan buat Mama sama Papa malu dan kecewa.”
Tanpa sengaja Nathan mendengar ketulusan Nadira pada orangtuanya, gadis itu sangat berkebalikan dengan Nadila. Lalu berkata penuh keyakinan karena merasa jika Nadira adalah gadis yang tepat untuk dijadikan pendamping hidupnya, “Dira, ayo kita jadi suami istri yang sebenarnya. Bukan karena kamu sedang menggantikan Dila, tapi jadilah Dira-istri aku ....”
Bersambung ...
“Aku nggak ada waktu mengurus hubungan kita!” ujar dingin Nadira.Sesaat, Nathan membeku melihat reasksi Nadira yang di luar dugaannya. “Kita suami istri yang sah.”“Anggap aja ini pernikahan nggak disengaja. Jadi jangan dibawa serius!” Nadira segera mengemasi pakaiannya.“Mau kemana?”“Ke rumah orangtua aku.”Nathan tidak bisa membatasi apalagi melarang hak hidup Nadira karena saat ini pernikahan mereka tidak seperti pernikahan pada umumnya, jadi walaupun dirinya seorang suami, Nathan merasa saat ini posisinya bukan apa-apa.Jadi, Nathan mengantar Nadira pulang ke rumah orangtuanya. Abdul dan Sinta segera memeluk Nadira tanpa henti seiring dengan tangisan.“Ma, Pa, Dira akan tinggal di sini sekalian mengurus masalah Dira sama Dila.”Sinta berkata lirih, “Mama sama Papa tidak pernah membedakan kasih sayang. Kami menyayangi kamu sama seperti menyayangi Dila walau kita selalu terpisah jarak dan kamu sudah diakui sebagai anak dari orangtua angkat kamu. Tetaplah di sini, Nak. Dan biarkan
Nadira terengah-engah saat bersembunyi di ruang dosen setelah berlari untuk menghindari dua orang pria penagih hutang. “Menyebalkan!”Punggung Nadira dicolek Nathan saat kebetulan Nadira memasuki ruangannya. “Ada apa, hm?” Suaranya lembut dan wajahnya selalu teduh.Sontak bahu Nadira melonjak. “Astaga!”Kini, Nadira berusaha mengatur napasnya saat Nathan memperhatikannya dengan dahi mengeryit heran.“Dila punya hutang. Di luar ada penagih hutang!”Dahi Nathan semakin berkerut heran, “Nggak mungkin Dila punya hutang sampai penagih hutang kesini.”“Aku juga nggak tau. Tapi mereka mengira aku Dila!”“Ya udah, sekarang temui mereka. Aku akan bantu kamu karena aku rasa mereka salah orang.” Nathan segera berjalan di sisi Nadira.Setelah Nathan meminta surat-surat resmi dari kedua pria itu, ternyata benar data diri Nadila ada di sana sekalian dengan rincian pinjamannya.“Waktu kalian hingga pukul 12 malam!” Kedua pria ini pergi setelah memberikan peringatan.Nathan memegangi pelipisnya seiri
Nathan mencoba membuat kesepakatan dengan perusahaan yang memberikan hutang pada Nadila. Laki-laki ini membayar sebesar 50 juta, lalu sisanya minggu depan supaya bunganya tidak semakin bertambah.Saat ini Nadira merasa sedikit lega. “Syukur kamu punya uang, walau dikit tapi membantu, seenggaknya kita punya waktu.”“Iya ....” Nathan tersenyum tenang karena sekarang Nadira sudah memadamkan api amarahnya.“Tapi kok tabungan kamu dikit banget sih!” celetuk Nadira.Mendapatkan kalimat itu membuat Nathan merasa terhina, tapi dia tidak marah karena Nadira dibesarkan di keluarga old money. “Sebenernya aku punya 70 juta, tapi 20nya buat kebutuhan hidup kita sekalian buat keperluan mendadak.”“Dikit banget!” Nadira masih merasa tidak puas.Saat ini Nathan merasa semakin kecil di hadapan Nadira. “Itu tabungan aku setahun, hasil kerja di dua propesi sekaligus.”“Apa aja?”“Dosen sekalian guru les SMP.”“Oh!” Datar Nadira.“Mungkin buat kamu aku nggak ada apa-apanya, tapi buat aku uang segitu sang
“Kamu bisa pulang sendiri?” tanya Nathan pada Nadira setelah jam mengajarnya selesai.“Emangnya kamu mau kemana?” Nadira hanya penasaran, tidak pernah terpikir jika Nathan memiliki rencana tanpa sepengetahuannya. Tidak ragu Nathan membuat alasan, “Aku harus ngajar les anak SMP.”“Oh ..., ya udah, pergi aja. Aku bisa pulang naik bus sama temen-temennya si Dila!” Nadira menambahkan decakan hingga membuat Nathan tertawa kegelian.Nathan memberikan nasihat dengan lembut, “Temen-temennya Dila temen kamu juga.”“Mereka emang solidaritas banget sih, tapi kan tetap aja aku ini Dila di mata mereka!” Jika harus diungkapkan sampai kapanpun Nadira tidak suka dianggap sebagai Nadila karena mereka adalah orang berbeda dengan kepribadian berbeda. Gadis ini tidak ingin disamakan dengan saudara kembarnya yang gila harta sampai mengorbankan keluarganya sendiri dan dengan teganya menyakiti hati orangtuanya.Puncak kepala Nadira dielus penuh ketulusan oleh Nathan. “Nggak apa-apa ..., lama-lama kamu akan
Berkat alasan cerdas yang dikatakan Nathan, akhirnya dia bisa bertatap muka dengan Nadila. “Jangan terus menempatkan Dira dalam situasi yang sulit.” Suaranya terjaga.Nadila melipat tangan di depan dada dengan sangat angkuh. “Nadira sudah menjadi Nadila. Itu memang hidup Nadila. Terima saja!”“Kamu yang menempatkan Dira dalam kehidupan kamu.”“Memang kenapa? Apa aku ikut merugikan kamu, sampai-sampai kamu protes ke aku!” Sikapnya masih sangat angkuh.“Nasib hidup kalian memang berbeda, tapi bukan berarti kamu merebut kehidupan Dira secara paksa dan menumpahkan semua kesulitan kamu pada Dira.”“Udah deh jangan sok bijak. Aku kan yang kamu cintai, tapi kok kamu belain Dira!”“Sekarang udah nggak.” Tatapan serta cara bicara Nathan menjadi sangat dingin.“Nggak aneh sih, cowok emang mudah berubah. Hatinya gampang kebawa arus. Beruntung aku nggak nikah sama kamu!”“Yang beruntung itu aku.”Nadila mendengus. “Jangan menilai aku seolah pembawa sial sampai-sampai kamu menganggap beruntung tan
Nadila segera menyadari bahaya jika tidak dapat mengendalikan situasi. Pintu segera dibuka setelah mengondisikan dirinya. “Selamat malam, Ma. Iya, Dira lagi belajar sama guru les.” Senyumannya santun dan indah.Sopia segera menyapa Nathan dengan santun dan memperlakukan Nathan sangat terhormat, “Kami minta maaf karena putri kami mengundang Anda malam-malam begini ....”Nathan segera menyambut uluran tangan Sopia bersama sikap santun. “Tidak apa-apa, Nyonya. Ini memang pekerjaan saya.”“Tidak biasanya Dira mengundang guru les karena biasanya Dira akan belajar bersama Papanya andai ada materi yang tidak dimengerti ....” Tatapannya berbaur pada Nathan dan Nadila.Segera, Nadila beralasan, “Dira mau dapat ilmu tambahan, Ma.”Sopia terkekeh senang, “Kamu memang selalu semangat belajar. Terimakasih ya, Sayang selalu membanggakan kami ....” Sikap, tutur kata, serta tatapan Sopia selalu menunjukan ketulusan hingga membuat Nadila semakin bertekad menjadi Nadira dan tidak akan mundur.Sopia kem
Nathan berkata lembut, “Aku nggak gegabah kok. Aku yakin orangtua kamu nggak akan mengendus hal ini. Itu kan, yang kamu takutkan ....”Sekarang suara Nadira merintih, “Aku nggak mau Nadila ketauan pura-pura jadi aku, apalagi Dila punya hutang banyak. Itu aib buat orangtua kita ....”Nathan menyentuh kedua bahu Nadira sekalian memandang lembut. “Iya ... aku tau dan aku nggak akan pernah lupa. Tapi kamu tenang aja, toh Dila juga nggak mau ketauan, jadi pasti dia juga hati-hati dan semuanya aman.”Nadira segera terjatuh ke atas tepian ranjang, duduk lunglai di sana. “Aku mau kembali ke keluarga aku, tapi dengan cara baik-baik ..., bukan dengan cara kebusukan Dila kebongkar sama orangtua angkat aku, itu aib, kasian Mama sama Papa ....”“Iya, aku ngerti ..., tapi mendingan kamu tenang ya.”Nadira kembali menjatuhkan air matanya hingga Nathan menyadari sisi lemah si gadis yaitu keluarganya.Nathan berkata lebih lembut, berharap dapat menenangkan Nadira, “Aku minta maaf, tapi aku pastikan se
Nadira menceritakan pembullyan yang dialaminya pada Nathan. “Dila nggak berani mengadu ke kamu sama ke Mama dan Papa karena di sini Vika punya kekuasaan. Pasti Dila takut beasiswanya dicabut!”Nathan hanya mendesah. “Kalau musuh kita punya kekuasaan emang lebih baik kita nggak cari gara-gara kalau ingin selamat.”“Tapi nggak mungkin aku diem aja saat dibully!”“Aku tau sifat kamu, tapi sekarang kamu lagi nggak punya kekuasaan apapun. Jadi mendingan diem aja. Diem bukan berarti kalah kok, justru kamu menang karena tetap membanggakan orangtua kamu dengan prestasi sekaligus meringankan biaya yang harus dikeluarkan orangtua kamu.”Nadira tidak ingin menerima kenyataan pahit yang bertubi-tubi ini, tapi itulah kenyataan hidupnya sekarang. Namun, dia tetap mengatakan rencananya, “Tadinya aku mau minta Dila bawa Papa kesini.”“Itu bahaya banget, kan. Apa jadinya saat Vika tahu Tuan Sanjaya ayah angkat kamu. Kamu pikir Vika akan berhenti? Aku takut Vika malah sebarin artikel buruk yang akhirny
Seketika, Nathan terhenyak. “Loh, bukan punya kamu?”Nadira mendengus masih dengan tatapan memicing tajam. “Punya siapa?” Nada suaranya menginterograsi. Tapi sebelum Nathan menjawab, dia mengungkapkan kekesalannya, “Kita emang nggak saling suka, tapi pernikahan ini nggak boleh dirusak sama perselingkuhan kamu. Aku nggak mau Mama sama Papa sedih!”“Eh, jangan salahpaham!” panik Nathan. “Aku juga nggak tau kenapa ada lipstik di tas aku ....”“Mana ada orang selingkuh ngaku!”“Serius!”Raut wajah Nathan menjadi satu-satunya pusat perhatian Nadira karena harus membaca kejujuran atau kebohongan pria di hadapannya.Nadira mendapatkan jawaban memuaskan lewat ekspresi wajah suaminya, hanya saja dia masih berburuk sangka. “Pinter banget akting kamu!”“Sumpah!”Seketika, Nadira dibuat lebih kesal setelah mendengar jawaban Nathan yang itu. “Ish!”“Serius, aku nggak tau apa-apa.”Kini, Nadira memilih mengakhiri argumentasi tidak penting ini karena jawabannya sudah jelas jika itu milik Nadila hany
“Aku udah denger kalo Papa rekrut kamu jadi karyawan. Tapi jangan pernah kamu terima!” ucap Nadila pada Nathan bersama tatapan memicing mengiris.Nathan menyunggingkan setengah bibirnya dengan ekspresi datar. “Keputusan ada di aku, bukan di kamu.”Segera, Nadila mendengus seiring mencondongkan tubuhnya ke arah Nathan yang duduk di hadapannya. “Jangan ngawur. Kamu mau rahasia aku sama Dira terbongkar!”“Itu rahasia kamu. Dira sih biasa aja, malahan dia bersyukur banget kalo rahasia kamu terbongkar.” Lagi, Nathan menyunggingkan bibirnya. Kali ini bermakna mengejek.Nadira menambah volume suaranya dan terkesan mengancam, “Jangan gegabah. Dan aku nggak akan biarin kamu jadi karyawannya Papa!”Lagi, Nathan menyunggingkan setengah bibirnya. “Bener kata Dira.”Segera, ujung mata Nadila semakin mengiris. “Apanya? Tapi aku nggak peduli. Jangan bawa-bawa Dira. Ini urusan kita!”“Dira bisa baca karakter dan tindakan kamu,” ucap datar Nathan.“Ck. Jangan sok suci! Bukan cuma aku yang gila harta,
Malam ini tidak terjadi apapun antara Nathan dan Nadira karena setelah si gadis tanpa sengaja meruntuhkan benteng yang dibuatnya, dengan cepat dia membangun kembali bahkan lebih kokoh karena boneka yang semula berjajar di meja, berpindah tempat ke atas tempat tidur.Senyuman kecut Nathan segera berkembang singkat saat menelan kecewa karena isi kepalanya tidak terhujud, tetapi apa daya, hingga saat ini tidak ada cinta antara mereka. Bahkan title ‘Pernikahan mendadak’ selalu menari-nari.Siapa sangka, pagi harinya Nadila menghubungi untuk mengajak Nathan bertemu secara empat mata.Nathan menerima undangan dari Nadila tanpa melibatkan Nadira karena dia takut ini adalah jebakan Sanjaya yang sudah tahu tentang laporan palsunya.Cafe ekslusif adalah tempat yang dipilih Nadila hingga menambah kecurigaan Nathan, tetapi pria ini tetap melangkah apapun resikonya.Sementara di kampus, Nadira mendapatkan perundungan dari Vika. Gadis ini masuk ke dalam jebakannya setelah Vika menyimpan surat pangg
Nathan mengirimkan chat pada Nadira saat dirinya senggang, bahkan dia rela menunggu istrinya hingga menyelesaikan materi dan memerintah menemuinya di ruangan.“Tumben suruh aku kesini.” Nadira duduk santai di hadapan Nathan seiring menyeruput jus jeruk yang dibelinya dari kantin walau tidak yakin ini higienis, tetapi uang saku dari Nathan tidak banyak, tidak cukup untuk membeli camilan di restoran.Sementara, Nathan memasang tatapan serius dengan nada suara sedikit tegang. “Ada hal penting yang harus aku omongin ke kamu.”Jus jeruk masih diseruput dengan tenang oleh Nadira. “Sepenting apa?” Dia hanya melirik sekilas.“Sangat penting!” Tatapan Nathan berubah memicing tajam.Kali ini tatapan Nadira hanya tertuju pada Nathan. Pun, ujung matanya sedikit memicing. “Tentang apa?”“Sanjaya Gruf!” lugas Nathan hingga membuat kedua bola mata Nadira melebar dan membulat sempurna.“Apa!” Mulut Nadira menganga lebar.Selama beberapa detik, Nathan mengambil udara hingga paru-parunya terisi penuh,
Nathan kembali saat langit hampir gelap, hari ini dia pulang lebih awal dua jam. Nadira adalah orang pertama yang diajaknya berbicara. “Gimana kabar kamu sekarang, udah baikan?” Tatapannya selembut suaranya.“Baik banget!” Nadira menjawab dengan ceria.“Syukur deh.” Nathan senang mendengarnya, tetapi dia enggan memberi tahukan Nadira tentang undangan dari Sanjaya karena mungkin akan kembali merusak suasana hati istrinya.Hingga malam tiba, Nathan tidak pernah membicarakan rencana pertemuannya dengan Sanjaya karena Nadira sedang sangat ceria, bersendau gurau dengan orangtuanya.Lalu, tiba waktu pertemuan. Nathan mengunjungi cabang Sanjaya gruf yang letaknya tidak terlalu jauh dari kampus. Itu adalah tempat pertemuan yang tertera dalam undangan.Sementara, hari ini Nadira tetap di kampus, dia tidak tahu jika suaminya pergi diam-diam.Undangan ditunjukan pada satpam hingga memudahkan Nathan mendapat akses masuk ke perusahaan raksasa ini.Seorang karyawan wanita berkata pada Nathan seusai
Tidak ada angin, tidak ada hujan, Nadila mencari Nadira. Gadis ini mengirimkan chat singkat untuk meminta saudara kembarnya bertemu di perbatasan kota.Namun, sekarang Nadira dan Nathan satu paket, maka mereka datang bersama menemui Nadila.“Waw, apa kiamat sebentar lagi?” celetuk Nadira sebagai kesan pertamanya saat melihat wajah Nadila.Tentu saja ucapan Nadira membuat Nadila berdecak kesal hingga gadis ini tidak ingin membuang waktu bersama saudara kembarnya yang brutal. “Aku cuma mau bilang, kalo sekarang aku udah nggak bisa transfer atau tarik tunai. Papa udah nggak izinin aku pake rekening!”Nadira menangkup mulutnya kaget, tetapi suaranya mengejek, “What?” Bahkan dia tertawa puas di akhir.Nadila segera melanjutkan dengan kesal, “Jadi sementara ini aku akan kirim uang lewat ojek online!”Nadira hendak kembali mengejek, tetapi Nathan mencuri start untuk mengatakan kalimat bijak, “Nggak apa-apa, kamu bisa kirim uang lewat mana aja. Kamu punya kesadaran bayar hutang, itu udah bagu
Jack tidak banyak bicara. Sejak kedatangan Nadira ke rumah, dirinya bungkam, tetapi instingnya mengatakan jika Nadira dan Nadila adalah anak kembar karena tidak mungkin adik dan kakak memiliki wajah identik dengan usia sejajar. Hari ini Sanjaya mengabaikan pria bernama Nathan karena bawahannya sedang meneliti laporan yang diterimanya, tetapi jika laporan itu palsu maka Jack yang akan diperintah untuk mengeksekusi penipuan yang dilakukan si dosen muda. Namun, hati Nadira tetap cemas walaupun matahari sudah tenggelam dan tidak terlihat tanda-tanda keberadaan Jack. "Sayang, makan dulu ...," ucap Sinta yang menghampiri putrinya di kamar. "Iya Ma, sebentar lagi." Nadira duduk di depan meja belajar, tapi bukan sedang belajar karena isi kepalanya dipenuhi kegelisahan. "Kapan suami Dira pulang?" "Katanya sekarang lagi di jalan." Senyuman hambar Nadira karena kegelisahan berhasil merenggut senyuman manisnya. "Ya sudah, kalau tidak mau makan sekarang, kamu makan sama suamimu ya ...." Kek
Nadira berjalan anggun bak princess. Itu karena bando di kepalanya, dia merasa sedang menghadiri pesta besar yang berisi orang-orang kalangan atas. Gaya berjalan Nadira berbeda dari biasanya walaupun gaya berpakaiannya tetap sederhana karena yang melekat di tubuhnya adalah milik Nadila. Semua orang yang melihat sosok Nadira hari ini dibuat terpana walaupun secara penampilan biasa saja, tetapi auranya sangat berbeda hingga gadis ini menjadi pusat perhatian. Sama halnya dengan Vika, gadis ini memicingkan matanya, menatap Nadira dengan tatapan elang. "Kenapa dia, kenapa dia nggak keliatan kaya Dila. Dia seperti orang dari kalangan atas!""Iya," celetuk salah satu kawannya. "Dila berubah. Bukan fisik dan wajahnya, tapi auranya. Dia pake baju sederhana, tapi keliatan mewah. Aku rasain itu setelah Dila nikah." "Apa mungkin aura cewek akan berubah setelah nikah? Tapi nggak masuk akal!" "Dia kaya oranglain!" Tatapannya seolah menancap Nadira.Tatapan Vika semakin memicing tajam dan keing
Nathan sudah mengurus semuanya, jadi saat kembali pukul delapan malam, laporan penyaluran donasi sudah beralih ke tangan Nadira.“Kasih laporan ini ke orang suruhan Papa kamu.” Nada suara Nathan tidak berubah sejak siang tadi.Namun, Nadira hanya memandangi kertas di tangannya. “Kamu yakin nggak akan ketauan?”“Semoga. Aku nggak bisa pastiin.” Nathan menjawab apa adanya, tetapi membuat Nadira memukul dadanya hingga pria ini mengusap bagian yang terkena kepalan tangan istrinya.“Kamu harus yakin dong ini bisa tipu Papa. Jangan bikin aku takut ketauan!” omelan khas Nadira.Nathan hanya tersenyum tenang seiring mengelus puncak kepala Nadira. “Iya ... yakin ..., pokoknya kasih aja ke orang suruhan Papa kamu.”“Ish. Kenapa jadi aku?” rutuk Nadira.“Kan kamu yang di rumah.”“Harusnya kamu yang kasih!”Nada suara Nathan tidak memperdengarkan perubahan intonasi sedikit pun. “Aku nggak bisa. Aku nggak mau Papa kamu makin tau banyak tentang aku. Tentang kerjaanku, tentang anak-anak didik aku. I