"Kalau seperti ini, aku bisa bertahan ya kira-kira sampai satu bulan!" ujarnya sambil tersenyum kecil. Bella mengambil sebuah tas kecil milik ibunya yang berada di dalam lemari kaca. Gadis itu tanpa rasa berdosa, mengambil sejumlah uang tunai dan juga perhiasan emas milik ibunya Catherine tanda bukti kepemilikannya agar memudahkannya untuk dijual. Setelah dirasa cukup, Bella segera keluar dengan tergesa-gesa, dan kembali menuju kamarnya. Bella menutup pintu kamarnya dan menguncinya, lalu memasukkan perhiasan dan uang tersebut ke dalam saku celana dan juga tas yang akan dibawa keluar. Mengandalkan kesibukan yang tengah terjadi, Bella melempar tas miliknya dari jendela kamarnya dan terjatuh di halaman samping. Selanjutnya ia berjalan seperti biasa, dengan menggunakan kaos dan celana pendek sambil berpura-pura memainkan ponselnya. Setelah berhasil keluar dan berjalan ke halaman samping, Bella kembali memutar otak untuk bisa melewati gerbang utama dan mengelabui pandangan s
"Mark, a-aku minta maaf kalau aku sudah berbuat salah padamu. Tapi sungguh, kamu cuma salah paham saja!" ungkap Jelita sambil menahan gemetar karena menahan rasa sakit pada kakinya. Dengan raut wajah dinginnya Mark hanya berkata tanpa menulis sedikitpun ke arah istrinya, "Masuk saja, nanti kita bicarakan lagi!" Jelita pun segera masuk ke dalam mobil dengan dibantu Zeya dan juga Nicky. Hingga semula selesai, Nicky mulai mengemudikan mobilnya kembali meninggalkan area rumah sakit. Sepanjang perjalanan mereka terdiam, tidak ada yang bersuara sedikitpun. Hanya Zeya dan Nicky yang saling lirik satu sama lainnya, seakan memberikan isyarat tanpa harus mengeluarkan suara. "Ta, aku Ama Nicky ada perlu sebentar. Gak apa-apa, kan kamu sama Mark nunggu dulu?" tanya Zeya. Jekita pun mengangguk dan hanya berkata dengan suara yang bahkan nyaris tidak terdengar, "Ya, gak apa-apa." Setelah berputar-putar untuk mencari tempatnya yang pas, pada akhirnya mereka memasuki kawasan Pantai Ancol. Nick
"Sayang?" tanya Nicky tersentak. Zeya mencubit bokong Nicky hingga pria itu meringis kesakitan dibuatnya. Gadis itupun segera mengambil ice cream milik lalu kian mengeratkan genggamannya pada lengan kekar Nicky yang terbalut kemeja berlengan panjang. "Mereka siapa, Sayang?" tanya Zeya sambil menunjuk dua orang yang sudah membuat Nicky menjadi seperti orang lain. Nicky yang mengerti maksud Zeya pun mulai mengikuti alur sandiwara gadis itu, "Oh, dia mantan aku sayang bersama dengan calon suaminya yang paling mapan." Tidak terima dengan jawaban Nicky, sontak membuat Ayrin meradang. Ayrin yang tidak mengetahui bagaimana suksesnya Nicky saat ini, terus menerus meremehkan pria itu tiap kali mereka bertemu dan dengan bangga selalu berkata jika Nicky tidak akan pernah bisa move on dari dirinya. "Ya iyalah, calon suamiku adalah seorang manager dari perusahan besar. Tidak seperti kamu yang hanya merupakan karyawan biasa!" serunya yang membuat Zeya ingin tertawa terpingkal-pingkal. "H
Lidahnya terasa sangat kaku untuk mengungkapkan semua isi hatinya. Mark tergugup, ia takut jika pernyataannya hanya membuat hubungan mereka semakin memburuk.y kok "Mark, tolong jangan berpikir terlalu keras. Itu hanya membuat perasaanmu menjadi buruk hanya karena pikiran-pikiran tidak penting," ucap Jelita tiba-tiba, yang seolah mengerti akan kegelisahan Mark. Pria itu pun mengangguk, lalu kembali menggenggam lembut tangan Jelita yangbterasa hangat dan nyaman. Mark menatap istrinya berusaha mencari celah pada hati Jelita. "Jelita, maukah kamu menjadi istriku?" tanyanya tiba-tiba. Jelita terdiam, merasa bingung dengan apa yang baru saja Mark ungkapkan padanya. "Loh, kan aku memang sudah menjadi istri kamu." "Bukan, bukan seperti itu Jelita. Kita memang suami istri, tapi pernikahan kita berawal dari sebuah keterpaksaan. Dan aku ingin mengulangnya sejak awal, karena aku mulai menyadari jika aku sudah jatuh cinta padamu." Jelita terperangah dengan pengakuan dari Mark yang seol
"Eh apa-apaan ini?! Saya bukan orang gila!" teriak Bella sambil terus menerus memberontak, berusaha keras dari kekangan tangan kedua orang petugas keamanan tersebut. Semua mata tertuju padanya, Bella benar-benar terlihat lusuh dengan pakaiannya yang kotor dan mengeluarkan aroma tidak sedap. "Aduh, cepat, Pak! Bau banget!" seru seorang staf sambil menutup hidungnya. "Heh! Sembarangan kau bilang! Kamu ini gak tau siapa saya, hah?!" bentak Bella murka. Namun tidak ada satupun omongannya yang digubris oleh orang yang ada di sana. Bella benar-benar disangka seorang gelandangan yang dalam gangguan jiwa. "Pak, tolong deh telepon dinas sosial atau rumah sakit jiwa sekalian, ini tuh sudah meresahkan. Saya takut kalau cuma kita usir, malah bisa membahayakan orang sekitar." Mendengar saran itu sontak Bella semakin berteriak-teriak. Gadis itu meronta meminta untuk dilepaskan tetapi semua ucapannya hanya didengar sebagai angin lalu. "Kalian ini tidak tau, saya adalah Bella Dinata!
"Apa sayangku? Ayo dong kamu panggil aku sayang juga, atau my hubby juga boleh," pinta Mark menggoda Jelita. "Gak! Gak mau! Alay," tolak Jelita yang merinding membayangkan ia menggunakan panggilan tersebut. Mark tertawa kecil lalu mencubit pipi istrinya dengan gemas. "Pelit!" "Bodo amat!" jawab Jelita cepat. "Pelit!" "Bodo amat!" Keduanya pun saling bersahut-sahutan dengan kata-kata yang sama. Hingga Mark mulai menggelitik istrinya, membuat Jelita tertawa dan bergeliat hingga tiba-tiba. Bruk! Jelita terjatuh menindih tubuh Mark. Sontak ia ingin bangkit tep kedua lengan pria itu malah memeluknya dengan erat. Kedua mata Mark yang menatapnya tajam, membuat Jelita mengalihkan pandangannya. Rasa malu kini tengah dirasakannya, hingga wajahnya kembali berubah merah seperti kepiting rebus. "Sayang," sapa Mark dengan lembut. Mark membelai lembut rambut istrinya dan menyisipkannya ke belakang telinga. Hembusan napas mereka saling beradu, terasa begitu hangat hingga membuat
'Selamat pagi, Dok! Perkenalan nama saya Jelita Anjani. Saya akan mulai Koas di rumah sakit ini, mohon bantuannya.' 'Biar saya bantu Dok! Saya sama sekali tidak masalah kalau cuma membawa berkas-berkas seperti ini!' 'Dok, kebetulan saya membawa bekal. Apa dokter mau? Kebetulan saya sudah makan tadi.' Kilatan demi kilatan awal pertemuannya dengan Jelita seakan terus menghantui Veshal saat ini. Pria itu terduduk diam di taman rumahnya, me atap cahaya bintang yang perlahan mulai menghilang. 'Saya memang berusaha untuk merelakan kamu tetapi mengapa rasanya begitu sulit?' Setiap kali ia mengedipkan matanya, setiap kali ia memejamkan matanya, bayangan senyuman Jelita trus menerus membayanginya, membuatnya tidak bisa tenang walaupun untuk sesaat. "Apakah jika aku menyusup di antara hubunganmu dengan Adimas maka aku memiliki kesempatan?" gumam Veshal bermonolog. "Tidak, pasti tidak akan pernah ada kesempatan untuk aku. Karena sejak awal kamu bukan tercipta untuk diriku." Ia mengusap w
"Kalian semua harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi hari ini!" Suara seorang wanita paruh baya terdengar lugas dengan wajah merah padam yang terlihat jelas pada kulit putihnya."M-maafkan anak kami, s-saya mohon maaf, Nyonya!" jawab Jimmy gugup."Kau pikir dengan meminta maaf semua ini akan selesai? Keluarga kalian benar-benar mencoreng nama baik keluarga Dinata! Lihat saja apa yang akan saya lakukan pada bisnis kalian!" ucap Catherine murka.Jimmy dan Rieta terlihat pucat pasi menghadapi kemarahan pasangan Catherine dan Chandra Dinata. Perbuatan putri sulungnya yang kabur bersama pria lain saat hari pernikahannya membuat posisi keduanya berada diujung tanduk."Kami akan menarik seluruh saham yang kami tanam, saya sudah tidak peduli jika kalian akan jatuh miskin saat ini juga!" ancam Catherine kembali."J-jangan, Nyonya. Saya akan melakukan apapun untuk menebus kesalahan putri saya. Saya mohon!" pinta Jimmy berlutut."Saya bersedia menggantikan posisi Kak Chintya untuk menikah