Sungguh ia tak percaya akan melihat Aina di sini. Jantungnya berdetak cepat melihat Aina yang tampak jauh lebih cantik dan seksi. Hatinya semakin gelisah ketika langkah wanita itu menuju arah meja tempat suaminya berada. Hatinya memanas kala suaminya berdiri menyambut kedatangan wanita berpakaian ketat dan terbuka itu. Tak terasa air mata mulai mengalir dari kedua sudut netranya. Kali ini hatinya terasa remuk redam saat kemudian wanita itu menghambur ke dalam pelukan suaminya. Mereka begitu mesra. Shinta merasakan dadanya penuh sesak, seakan dihimpit batu besar. Aina, wanita masa lalu Raka. Wanita yang dulu sangat dekat dengan suaminya ketika mereka kuliah di luar negri. Sampai-sampai Aina hamil oleh Raka. Beruntung Aina keguguran, hingga perbuatan yang memalukan itu tidak sampai terdengar oleh keluarga mereka. Namun wanita itu tak pernah bisa melupakan Raka. Apapun akan dia lakukan untuk bisa kembali bersama Raka. Sepasang manusia yang sedang bermesraan itu tak menyadari ada hat
"Raka, jika kamu tetap mengejar perempuan itu, Aku akan bongkar semua rahasiamu sekarang juga!" Raka terperanjat, tiba-tiba saja Aina sudah berada di belakangnya. "Dia istriku, Aina!" sahut Raka dengan suara meninggi. "Aku juga istrimu! Apa kamu lupa, hah?"Aina berdiri dengan sombong seraya melipat kedua tangannya di bawah dada. Sorot matanya tajam semakin tampak angkuh dengan gaya rambutnya yang berkibar. Raka meremas rambutnya sendiri. Dalam hatinya tak henti-hentinya merutuki diri yang tak sanggup melawan Aina. Ancaman demi ancaman yang perempuan itu ucapkan membuatnya tak berdaya hingga mengabaikan Shinta, Istri sahnya. Raka dan Aina kembali ke meja mereka. Dalam hatinya Raka berdoa semoga Shinta baik-,baik saja. Dia yakin Istrinya ke Bandung pasti dengan supir. Mungkin dia akan menghubungi supirnya itu nanti untuk menanyakan keadaan Shinta. "Aina, sampai kapan kamu selalu akan mengancamku seperti ini? Semua keinginanmu sudah aku turuti. Bahkan aku rela menikahimu, meningg
"Siapkan laporan keuangan selama enam bulan terakhir. Aku ingin lebih detail dan rinci. Bukan garis besar seperti yang kamu berikan beberapa hari yang lalu." Said tampak kebingungan. Wajahnya memucat.Tubuhnya mulai gemetar. Shinta terheran dan menatap tajam pada pria tinggi berkacamata itu. "Kenapa diam? Ada apa sebenarnya?" Shinta melipat tangannya di dada dan memiringkan kepalanya. Sorot mata tajam seakan menyelidik, masih tertuju pada Said. "Eeh ... t-tidak ada apa-apa, Bu. S-saya siapkan dulu. Permisi!" Said memutar badannya dan langsung melangkah keluar. "Sudah kuduga. Pasti ada yang tidak beres," pikir Shinta. Shinta Humaira, mulai hari ini dia akan datang ke kantor setiap hari setelah mencurigai adanya skandal antara suaminya dan Aina, wanita masa lalu Raka. Sebagai pemilik tunggal PT Eternal Group, Shinta akan memeriksa satu persatu kondisi keuangan semua anak perusahaannya. Pagi itu, tanpa kehadiran Raka, Shinta hendak mengadakan rapat besar dengan semua pimpinan da
"Mau kemana Raka? Aku masih ingin bersamamu." Aina protes melihat Raka beranjak dari ranjang Tubuh polos mereka masih basah oleh keringat. Mereka baru saja bercinta sepanjang malam layaknya pengantin baru. "Aku harus kembali ke Jakarta pagi ini. Shinta tak menjawab panggilan telponku sejak kemarin." Aina menyeringai. "Bagus dong. Semoga dia mampus sekalian," gumamnya pelan nyaris tak terdengar, seraya membuang pandangan ke arah lain. Aina mengikuti Raka yang sudah masuk ke kamar mandi. Dia berniat hendak kembali mengajak Raka bercinta di sana. Sungguh dia tak mau Raka sampai kembali ke Jakarta secepat ini. Raka tak ingin menghiraukan Aina. Di kepalanya saat ini hanya ada Shinta. Wajah istrinya itu selalu berputar di kepalanya. "Sudahlah Aina. Aku harus segera ke Jakarta. Aku janji akan segera kembali setelah urusanku dan Shinta selesai." Raka bergegas hendak menyelesaikan ritual mandinya. Namun Aina terus mencoba menggodanya dengan gerakan sensual yang begitu menggoda. Raka
"Maira ..., maafkan Aku. Yang kemarin kamu lihat itu tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku memang sedang ada bisnis dengan sebuah perusahaan. Aku baru tau kemarin bahwa perwakilan dari perusahaan itu adalah Aina." Shinta tak mampu lagi membendung air matanya yang sejak kemarin ingin tumpah setelah melihat kemesraan suaminya dengan Aina. Luka itu terasa sangat nyeri hingga ke dasar hati. Shinta hanya diam. Dia menunggu alasan Raka kenapa tidak menyusulnya saat itu. Namun ternyata Raka tak membahasnya sedikitpun. Perlahan Shinta mengurai pelukan Raka yang tak lagi terasa hangat. Menghapus air matanya dan kembali duduk di kursi kebesarannya "Mulai hari ini. Ruangan ini adalah milikku. Dewi sudah memindahkan barang-barang Mas Raka ke ruang sebelah. Jika ingin lebih fokus dengan bisnis di Bandung, silakan!" Shinta bicara tegas tanpa menoleh pada Raka. Saat ini Shinta kembali membuka laporan keuangan pada laptopnya. Tanpa mempedulikan Raka yang masih berdiri memperhatikannya. Raka
"Rein ...!" Raka terlonjak melihat kehadiran Rein di dekatnya. Pria bertubuh tinggi besar itu menghampiri Shinta dengan antusias. Sementara itu, Raka melihat istrinya menyambut Rein dengan senyum mengembang. "Ada hububungan mereka?" geramnya dalam hati. "Rein, bisa bicara sebentar?" Rein dan Shinta menatap heran pada Raka. Dengan memberi kode menggunakan tangannya Raka mengajak Rein sedikit menjauh dari Shinta. "Apa lagi yang ingin Kamu bicarakan?" tanya Rein malas. "Kamu pasti sengaja mendekati Shinta lewat proyek ini. Ingat! Dia itu istriku!' Rein terkekeh melihat kepanikan di wajah Raka. "Tenang saja. Aku bukan bajingan sepertimu!" bisik Rein tepat di telinga Raka, kemudian kembali melangkah tenang menghampiri Shinta. Wajah Raka merah padam. Kedua tangannya mengepal ketat. Berusaha keras untuk memahan emosi yang kian memuncak. Namun saat ini ia tak mungkin meluapkan kemarahannya pada Rein, pria yang terang-terangan mencintai istrinya. Namun Rein juga yang telah mengetahui
"Hai, Sayang!" Jantung Raka seakan hendak melompat melihat siapa yang datang ke kantornya. Ternyata bukan Tedi yang datang. Melainkan seseorang yang sama sekali tidak diharapkan. "Aina ...!" Mata Raka melotot melihat istri simpanannya berada di kantornya saat ini. "Sungguh nekad sekali kamu Aina!" "Kenapa? Kamu keberatan Aku datang ke sini? Salah sendiri. Kenapa mengabaikanku?" Tiba-tiba dua orang security tergopoh-gopoh masuk ke ruangan Raka. "Pak Raka, Pak Raka! Maaf Pak, Saya tadi sudah mencegahnya untuk masuk. Tapi dia memaksa untuk ..." "Sudah, sudah! Biarkan dia di sini. Silakan kalian kembali ke pos!" sanggah Raka seraya mengibaskan tangannya pada dua security itu.. Aina tersenyum sinis, merasa menang dari para security yang mengusirnya tadi. .Kedua security itu diam menatap heran pada Raka. Semua security di sana tau bahwa Aina pernah membuat kekacauan di kantor ini. Mencoba untuk bunuh diri dan mengancam Shinta. Kejadian itu masih segar di ingatan mereka. Namun kena
"M-maaf, Pak! Mulai sekarang setiap pengeluaran uang perusahaan, harus persetujuan Ibu Shinta." Tedi tertunduk tak berani memandang wajah Raka yang memerah. Raka panik. Jika dia tak segera mengiirm uang pada Aina, wanita itu pasti akan berbuat nekad lagi. Bisa-bisa lebih nekad dari pada tadi. "Kamu kan tau Shinta sedang ada di luar kota?" "Iyy-iyaa, Pak." Kali ini terpaksa Raka sedikit keras pada Tedi. Padahal selama ini Raka terkenal sebagai atasan yang jarang sekali membentak, apalagi marah-marah. "Selama Shinta tidak ada di kantor, Aku yang pegang kendali!' tegasnya lagi. Namun Tedi bergeming. Dia masih berdiri mematung di hadapan Raka. Ucapan Shinta waktu itu masih segar diingatannya. "Stop aliran dana perusahaan ke rekening suamiku. Katakan padanya, setiap pengeluaran uang harus melalui persetujuanku." Pernyataan Shinta saat itu cukup tegas. Tedi tidak berani membantah. Dia tau kedudukan Shinta di perusahaan ini. Akan fatal akibatnya jika dia berani membantah pemilik tun