Dering ponsel membuyarkan lamunanku, benda persegi panjang yang tergeletak di bawah sofa berbunyi dan menampilkan panggilan dari Nyonya Arinda, Ibu mertuaku. "Astaga, bagaimana ponselku bisa ada di sini?" Aku berjongkok dan mengambil benda itu, tidak sengaja aku melihat sebuah kertas. Ya, hanya sebuah kertas tapi entah kenapa aku sangat tertarik mengambilnya. Tapi, karena ponselku terus berdering aku memilih menerima panggilan telepon dari Nyonya Arinda terlebih dahulu. "Halo, Ma?" Sapaku. "Halo, sayang. Kamu sudah bangun? Mama kira masih tidur, maaf ganggu, ya?" Nada bicaranya yang sangat ramah membuat suasana hatiku menjadi lebih baik. "Eh tidak apa-apa, Ma. Tidak ganggu sama sekali." "Bagaimana semalam? Lancar? Kamu sama David ... Bikin cucu buat Mama, kan?" Mataku melotot, pertanyaan Nyonya Arinda sukses membuatku tersipu, padahal jarak kami jauh. Aku tertawa cengengesan pelan, malu jika harus menjawab pertanyaan itu."Bella?" Tegur Nyonya Arinda karena aku diam sesaat."I-i
"Bella, turun kamu! Kita harus bicara!"Astaga, kenapa dia harus melalukan ini? Jantungku berdebar, aku tidak siap jika harus berhadapan dengannya apalagi bicara berdua, aku menggelengkan kepala menandakan jika aku menolak untuk bicara dengannya."Kita harus bicara Bella, kamu tidak bisa seperti ini!" Dia terlihat semakin kesal."Mang, tutup jendelanya, lanjut jalan!" Titahku pada Mang Ujo dengan tergesa-gesa."Kenapa Nya? Memangnya dia siapa?" Mang Ujo menoleh ke arahku dan menatap penuh tanya."Sudah Mang, cepat tutup dan jalan!" "Bella, kalau kamu tidak mau bicara berdua denganku, aku akan mengatakan semuanya pada suami kamu!" Pria itu mengancam, dia adalah James kekasihku. Ralat, sekarang sudah mantan karena aku telah menikah dengan David. Sebelum aku menikah, hubungan kami sedang tidak baik-baik saja, pria blasteran Italia-Jawa yang telah menjalin hubungan denganku sejak kami masih di bangku SMA itu ketahuan memiliki hubungan dengan sahabatku sendiri. Tentu saja aku sakit hati
Setelah mendapat panggilan mendadak dari David yang memaksaku untuk datang ke kantornya, aku tidak punya pilihan lain, selain mengikuti kemauan pria itu. Aku menghampiri Nyonya Arinda dan mengatakan David menyuruhku ke kantornya karena ada urusan penting, aku meminta izin padanya untuk pergi meski seharusnya aku masih di sini sampai acara benar-benar selesai. "Ma, boleh ya? David sudah menungguku." Pintaku saat dia seolah keberatan aku akan pergi. "Lagi pula David ada-ada saja, baru menikah kemarin hari ini sudah bekerja, padahal pagawainya banyak, tinggal suruh saja mereka menyelesaikan semua urusan kantor. Huh, ya sudah kamu boleh pergi, hati-hati ya, sayang!" Akhirnya Nyonya Arinda mengizinkan meski sempat menggerutu. Aku mengamit tangannya dan menciumnya, lalu berbalik hendak pergi namun dia menghentikanku, "Sebentar, Bella!" "Ya, Ma?" Aku kembali menghadapnya. "Mungkin David mau memperkenalkan kamu kepada para petinggi perusahaan, sebaiknya kamu pulang dan ganti pakaian dulu
A man tugged at the tie that was draped around his neck, a few seconds later he plopped down on the bed, the stench of alcohol stinging from his mouth and women's perfume wafting on every side of his body. The corners of his lips were bruised and still bleeding freshly, he groaned feeling dizzy and his head was getting more and more inflamed."Daniel!" Call him softly.The owner of the name that was called didn't take long to come, he was surprised to see Gerald's condition, not without reason outside there Mr. Franklin was waiting for his son, and Daniel couldn't let the man see Gerald's condition now."What happened, sir?" Daniel approached him and took off the shoes that were still attached to Gerald's feet."Hm..." Gerald cleared his throat then laughed to himself while babbling incoherently.He was drunk and rambling, Daniel really couldn't believe his master would do something like this, even though he had just recently received a severe punishment from his father."I'm just
Aku pikir menikah untuk membayar hutang orang tua hanya terjadi di dalam novel. Tapi ternyata, kisah seperti itu memang ada di dunia nyata dan aku sendiri mengalaminya. Hari ini aku menikah dengan seorang pria tampan kaya raya yang sebelumnya tidak aku kenal. Dia adalah David Mario Kalingga, putra sulung keluarga Kalingga yang terkenal dengan bisnis real estatenya yang tersebar di seluruh indonesia dan beberapa negara di Asia. Dulu, bertahun-tahun silam sebelum aku lahir, Ayah dan Ibuku memiliki hutang pada keluarga Kalingga, entah jumlahnya berapa mereka tidak pernah memberitahukannya padaku. Mereka hanya bilang, tidak sanggup membayar hutang dan keluarga Kalingga memberi penawaran sebagai keringanan, yaitu aku harus menikah dan melahirkan keturunan untuk keluarga mereka. Tentu saja aku menolak, karena aku ingin fokus kuliah dan berkarir. Aku pikir untuk sekelas keluarga Kalingga, mereka akan memilih wanita dari keluarga kaya yang sepadan dengan status sosial mereka, bukan aku yan