"Bella, turun kamu! Kita harus bicara!"
Astaga, kenapa dia harus melalukan ini? Jantungku berdebar, aku tidak siap jika harus berhadapan dengannya apalagi bicara berdua, aku menggelengkan kepala menandakan jika aku menolak untuk bicara dengannya."Kita harus bicara Bella, kamu tidak bisa seperti ini!" Dia terlihat semakin kesal."Mang, tutup jendelanya, lanjut jalan!" Titahku pada Mang Ujo dengan tergesa-gesa."Kenapa Nya? Memangnya dia siapa?" Mang Ujo menoleh ke arahku dan menatap penuh tanya."Sudah Mang, cepat tutup dan jalan!""Bella, kalau kamu tidak mau bicara berdua denganku, aku akan mengatakan semuanya pada suami kamu!" Pria itu mengancam, dia adalah James kekasihku. Ralat, sekarang sudah mantan karena aku telah menikah dengan David.Sebelum aku menikah, hubungan kami sedang tidak baik-baik saja, pria blasteran Italia-Jawa yang telah menjalin hubungan denganku sejak kami masih di bangku SMA itu ketahuan memiliki hubungan dengan sahabatku sendiri. Tentu saja aku sakit hati dan kecewa, mungkin karena itu juga aku langsung menerima tawaran untuk menikah dengan David, aku terbawa emosi.Setelah suasana hatiku membaik dan aku bisa berpikir dengan jernih, aku ingin merubah keputusan, menikah bukan impianku saat itu, tapi orang tuaku tak mengindahkan permintaanku, sekali aku setuju maka ucapan tidak bisa ditarik kembali.Lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak padaku, bukannya mendapatkan pria yang lebih baik aku malah mendapat yang jauh lebih buruk. Seberengseknya kelakuan James, dia tidak pernah kasar atau menghinaku seperti yang dilakukan David."Bella! Kasih aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya sama kamu. Sampai detik ini kita belum putus, kita perlu bicara, Bella!" Cerocos James yang membuat aku pusing.Aku malu pada Mang Ujo, sebelum James berkata lebih banyak, aku memutuskan untuk keluar dari mobil, beberapa langkah menjauh ke tepi jalan dan James dengan sendirinya mengikutiku."Apan-apaan ini, James? Kamu membuatku malu, bagaimana jika sopir itu melaporkan kejadian ini pada David? Kamu tidak akan selamat, suamiku pasti akan memberimu pelajaran!" Sergahku dengan emosi, sungguh aku tidak mau memperpanjang ururusan dengannya.James mencoba meraih tanganku, namun gerakan tanganku lebih cepat menghindarinya, "Bella, aku bisa jelaskan semuanya, aku dan Nanda tidak ada hubungan apa-apa, tolong percaya!" Wajahnya memelas, dia terlihat sangat frustasi, aku suka pemandangan yang ditampilkan oleh pengkhianat ini."James, aku sudah tidak mau mendengar apapun lagi darimu. Itu semua tidak penting untukku, jalani saja hidup masing-masing dan lupakan semuanya." Kataku begitu santai."Tidak bisa Bella, kamu masih kekasih aku. Kita belum putus!" Tegas pria itu."Sejak kamu mengkhianati aku lalu aku menikah dengan pria lain, secara tidak langsung hubungan kita sudah berakhir. Jangan membuatnya rumit, jika kamu mengganggu aku lagi--"Sebelum aku selesai bicara, James sudah menyela."Aku tidak peduli! Aku akan hadapi suami kamu, apapun risikonya. Bukankah kamu tidak cinta pada suamimu? Kamu masih mencintaiku, kan? Tidak mungkin kamu melupakanku begitu saja."Aku melipat kedua tangan di bawah dada, mengangkat dagu dan memasang ekspresi angkuh, aku tidak boleh luluh padanya, aku tidak sudi memungut sampah yang sudah aku buang."Mungkin saja, karena sekarang aku sudah mendapatkan pria yang lebih segalanya darimu. Dia tampan, kaya,dan romantis, tidak ada yang aku sesali dan aku tidak perlu membuang-buang waktu meratapi buaya darat seperti mu!" Ujarku melebih-lebihkan, meski kenyataannya tidak seperti itu tapi aku harus melakukannya agar James minder lalu mundur, aku ingin dia berhenti menggangguku entah itu secara langsung atau sekadar lewat pesan.Dia terdiam. Lama!.Sial, membuang waktuku saja, aku bisa telat menghadiri acara penting. Sepertinya James kena mental, buktinya dia tidak bisa berkata-kata, tentunya dia tahu siapa David Mario Kalingga.Tidak mau membuang waktu lebih lama lagi, aku melangkah pergi meninggalkannya, namun James membuntutiku dari belakang dan berusaha menggenggam tanganku."Bella, aku mohon beri aku kesempatan sekali lagi, aku tidak mau putus. Aku janji akan berubah dan berusaha menjadi pria yang lebih baik dari suamimu.""Mustahil!" Aku menghempas tangannya, kemudian buru-buru masuk ke mobil dan menurup pintunya rapat sebelum James menghalaunya."Bella... Bella... Aku mohon Bella!" Pria itu menepuk-nepuk kaca jendela mobil."Cepat jalan, Mang!" Titahku pada Mang Ujo, dia lekas menyalakan mesin mobil dan melaju menuju tempat tujuan."Maaf Nya, tadi itu siapa? Kenapa dia mencegat kita, Nyonya ada masalah dengan dia?" Mang Ujo terdengar khawatir."Bukan siapa-siapa Mang, hanya orang iseng. Em... Mang, tolong jangan bilang kejadian tadi ke David, ya? Bukan apa-apa, saya takutnya masalah melebar dan diperpanjang...." Pintaku, sungguh saat ini aku gemetar, takut David akan tahu kejadian tadi, dia bisa marah dan mengadukanku pada Nyonya Arinda sekaligus orang tuaku."..... Soalnya kami baru saja menikah, saya tidak mau suasana pengantin baru rusak karena orang asing." Tambahku, meski pandangan Mang Ujo terhadapku tidak penting, tetap saja aku tidak mau jika aku terkesan buruk di mata orang lain atas sesuatu yang bukan sebenarnya, tadi James sangat jelas mengatakan bahwa kami belum putus di depan Mang Ujo, bisa saja Mang Ujo berpikir yang tidak-tidak.Walaupun aku tidak mencintai David, tapi aku menghargai statusku saat ini, tidak mungkin aku bermain api di belakangnya."Baik, Nya." Jawab Mang Ujo.******Acara doa bersama sudah selesai, sekarang aku sedang bergabung dengan kerabat dan para sahabat Ibu mertuaku."Kak, tidak makan?" Tanya Amel, adik David yang mengambil camilan di depanku."Sudah, tadi Kakak makan kue.""By the way Kak, tadi malam Lia bersikap aneh," Bisik Amel padaku."Aneh? Seperti apa?" Aku mengangkat kedua alis, penasaran."Dia menempel di dinding, tidak bergerak sama sekali. Saat aku tanya dia sedang apa, katanya dia dikutuk jadi debu dan tidak tahu caranya kembali jadi manusia."Aku tertawa mendengarnya sampai lupa kalau saat ini aku sedang dikelilingi ibu-ibu sosialita. "Terus?" Aku menagih kelanjutan."Ya, aku bawa dia ke depan cermin, supaya dia sadar kalau dia itu manusia. Eh, dia malah terkejut karena wajah kami mirip, segitunya efek koma dua bulan, tapi anehnya soal hutangku dia masih ingat." Amel mendengkus kesal."Dasar! Kalian ada-ada saja."Amelia dan Julia adalah adik kembar David, aku mengenal mereka seminggu sebelum pernikahan. Amel baik, dia cerewet dan ceria, aku tidak pernah bosan jika bicara dengannya. Sedangkan kembarannya, Julia mengalami koma selama dua bulan setelah hampir tenggelam di laut, katanya gadis itu sangat suka surfing, dia anak pantai."Amel, jangan ganggu Bella. Lebih baik kamu temani Lia di kamarnya, kasihan dia sendirian!" Tegur Nyonya Arinda, sepertinya dia tidak mau aku berbincang dengan Amel."Ih, Mama, orang lagi seru juga." Amel mencebikkan bibirnya dan bangkit dari kursi, dia pergi ke kamar Lia sesuai perintah Ibunya."Oh iya jeng, kalau boleh tahu menantu kamu asal mana?" Tanya Bu Murti, sahabat Nyonya Arinda yang tadi dikenalkan padaku."Dia asli Jakarta, hanya saja orang tuanya punya usaha di luar kota, jadi sering pindah-pindah tinggalnya. Benar, kan Bella?" Nyonya Arinda menoleh dan tersenyum padaku."Iya, aku asli Jakarta" Sahutku."Tangan kamu sepi sekali, tidak pakai cincin atau gelang" Ujar seorang wanita yang tidak aku kenal, dia melirik tanganku yang polos tanpa perhiasan hanya ada cincin pernikahan yang tersemat di jari manisku, aku tidak tahu jika untuk kalangan mereka memakai perhiasan adalah sebuah keharusan.Aku bingung harus menjawab apa, pertanyaan itu membuat aku terdiam beberapa saat."Namanya juga pengantin baru jeng, mungkin lupa, harusnya dia masih istirahat di rumah tapi karena saya yang meminta, dia datang ke sini." Nyonya Arinda membelaku."Sebelun menikah, kamu bekerja?" Tanya wanita itu lagi."Saya masih kuliah Bu, tapi saya punya usaha makanan!" Aku menggigit bibir bawah, takut jawabanku dinilai tidak tepat oleh Nyonya Arinda."Bella masih muda, masih kuliah tapi dia inisiatif bikin usaha sendiri, memang jiwa pengusaha seperti orang tuanya" Kata Nyonya Arinda dengan bangga merangkul bahuku."Semoga yang sekarang langgeng ya. Saya takutnya kejadian seperti waktu itu, sampai diviralkan oleh Ajeng di media sosial, saya terkejut saat tahu sifat asli David." Bu Murti kembali berujar.Aku lihat Nyonya Arinda tersenyum getir, sebenarnya aku tidak tahu apa yang mantan istri David viralkan di media sosial, aku tidak update berita semacam itu."Ibu-ibu saya sudah bilang, kalau semua itu tidak benar, Ajeng hanya cari sensasi, jelas mereka berpisah karena Ajeng punya hubungan dengan pria lain. Tapi, saya bersyukur anak saya lepas dari perempuan licik seperti Ajeng dan mendapatkan istri sebaik Bella!" Nyonya Arinda memaksakan diri untuk tetap tenang, padahal wajahnya tampak memerah menahan emosi.Aku tidak bisa berkomentar, karena sifat David memang tidak baik."Oh begitu, ya saya hanya mendoakan yang terbaik semoga sama Bella langgeng dan diberi momongan." Bu Murti tertawa kecil di akhir kalimatnya, aku sendiri heran kenapa dia berani menyinggung soal sifat David dan momongan, sementara ibu-ibu yang lain bersikap netral dan hanya melontarkan pertanyaan biasa."Pasti, saya yakin tidak lama lagi David dan Bella akan segera memiliki keturunan!" Ucap Nyonya Arinda penuh percaya diri.Kring KringPonselku berdering, aku lupa mengaktifkan mode senyap, sesopan mungkin aku izin untuk pergi menerima telepon.Saat sudah jauh dari keramaian, aku angkat telepon dari David.Tumben sekali pria itu meneleponku, sejak bertukar nomor dia hanya dua kali meneleponku, pertama saat mengabari makan malam, dan saat ini yang kedua."Halo, ada apa?" Tanyaku tanpa basa-basi."Cepat datang ke kantorku, sekarang!" Kata pria itu, dari nada bicaranya dia seperti sedang menahan amarah."Hah? Tapi kenapa? Aku sedang di rumah orang tuamu!""Aku tidak peduli, ke sini sekarang juga atau kamu berada dan masalah besar!""Kamu selalu mengancamku, tidak adakah cara yang lebih baik?""Jangan banyak omong, aku tunggu dua puluh menit dari sekarang!" David menutup sambungan teleponnya.Setelah mendapat panggilan mendadak dari David yang memaksaku untuk datang ke kantornya, aku tidak punya pilihan lain, selain mengikuti kemauan pria itu. Aku menghampiri Nyonya Arinda dan mengatakan David menyuruhku ke kantornya karena ada urusan penting, aku meminta izin padanya untuk pergi meski seharusnya aku masih di sini sampai acara benar-benar selesai. "Ma, boleh ya? David sudah menungguku." Pintaku saat dia seolah keberatan aku akan pergi. "Lagi pula David ada-ada saja, baru menikah kemarin hari ini sudah bekerja, padahal pagawainya banyak, tinggal suruh saja mereka menyelesaikan semua urusan kantor. Huh, ya sudah kamu boleh pergi, hati-hati ya, sayang!" Akhirnya Nyonya Arinda mengizinkan meski sempat menggerutu. Aku mengamit tangannya dan menciumnya, lalu berbalik hendak pergi namun dia menghentikanku, "Sebentar, Bella!" "Ya, Ma?" Aku kembali menghadapnya. "Mungkin David mau memperkenalkan kamu kepada para petinggi perusahaan, sebaiknya kamu pulang dan ganti pakaian dulu
A man tugged at the tie that was draped around his neck, a few seconds later he plopped down on the bed, the stench of alcohol stinging from his mouth and women's perfume wafting on every side of his body. The corners of his lips were bruised and still bleeding freshly, he groaned feeling dizzy and his head was getting more and more inflamed."Daniel!" Call him softly.The owner of the name that was called didn't take long to come, he was surprised to see Gerald's condition, not without reason outside there Mr. Franklin was waiting for his son, and Daniel couldn't let the man see Gerald's condition now."What happened, sir?" Daniel approached him and took off the shoes that were still attached to Gerald's feet."Hm..." Gerald cleared his throat then laughed to himself while babbling incoherently.He was drunk and rambling, Daniel really couldn't believe his master would do something like this, even though he had just recently received a severe punishment from his father."I'm just
Aku pikir menikah untuk membayar hutang orang tua hanya terjadi di dalam novel. Tapi ternyata, kisah seperti itu memang ada di dunia nyata dan aku sendiri mengalaminya. Hari ini aku menikah dengan seorang pria tampan kaya raya yang sebelumnya tidak aku kenal. Dia adalah David Mario Kalingga, putra sulung keluarga Kalingga yang terkenal dengan bisnis real estatenya yang tersebar di seluruh indonesia dan beberapa negara di Asia. Dulu, bertahun-tahun silam sebelum aku lahir, Ayah dan Ibuku memiliki hutang pada keluarga Kalingga, entah jumlahnya berapa mereka tidak pernah memberitahukannya padaku. Mereka hanya bilang, tidak sanggup membayar hutang dan keluarga Kalingga memberi penawaran sebagai keringanan, yaitu aku harus menikah dan melahirkan keturunan untuk keluarga mereka. Tentu saja aku menolak, karena aku ingin fokus kuliah dan berkarir. Aku pikir untuk sekelas keluarga Kalingga, mereka akan memilih wanita dari keluarga kaya yang sepadan dengan status sosial mereka, bukan aku yan
"Satu ..." "Dua!" "Tiga!" David terus menghitung aku masih sibuk memeras rambutku yang basah, langsung kukibaskan rambutku ke belakang, masa bodo jika acak-acakkan aku akan mengeringkan dan menatanya nanti. "Empat!" Sebelum hitungngan kelima aku sudah membuka pintu kamar mandi, tapi ternyata David tidak ada, aku pikir dia berdiri di depan pintu. Jadi, apakah dia hanya menggertakku?. Aku keluar dari kamar mandi dengan jantung yang berdetak kencang tak karuan, aliran darahku menderas membuat bulu kudukku merinding, padahal ini di dalam kamar pengantin yang romantis bukan di tengah-tengah kuburan. Suasana semakin horor, saat David berdiri dan menyandarkan punggung pada lemari, tubuh atasnya polos, sehingga aku leluasa menatap dada bidang dan perut six packnya, di tangannya ada segelas minuman, entahlah aku tidak tahu, mungkin alkohol. Sumpah, ini gila. Dia sangat sexy, aku sampai menggigit bibir bawah menahan agar tidak menjerit di tempat. "Ini, pakailah!" David melempar kain be
Dering ponsel membuyarkan lamunanku, benda persegi panjang yang tergeletak di bawah sofa berbunyi dan menampilkan panggilan dari Nyonya Arinda, Ibu mertuaku. "Astaga, bagaimana ponselku bisa ada di sini?" Aku berjongkok dan mengambil benda itu, tidak sengaja aku melihat sebuah kertas. Ya, hanya sebuah kertas tapi entah kenapa aku sangat tertarik mengambilnya. Tapi, karena ponselku terus berdering aku memilih menerima panggilan telepon dari Nyonya Arinda terlebih dahulu. "Halo, Ma?" Sapaku. "Halo, sayang. Kamu sudah bangun? Mama kira masih tidur, maaf ganggu, ya?" Nada bicaranya yang sangat ramah membuat suasana hatiku menjadi lebih baik. "Eh tidak apa-apa, Ma. Tidak ganggu sama sekali." "Bagaimana semalam? Lancar? Kamu sama David ... Bikin cucu buat Mama, kan?" Mataku melotot, pertanyaan Nyonya Arinda sukses membuatku tersipu, padahal jarak kami jauh. Aku tertawa cengengesan pelan, malu jika harus menjawab pertanyaan itu."Bella?" Tegur Nyonya Arinda karena aku diam sesaat."I-i
A man tugged at the tie that was draped around his neck, a few seconds later he plopped down on the bed, the stench of alcohol stinging from his mouth and women's perfume wafting on every side of his body. The corners of his lips were bruised and still bleeding freshly, he groaned feeling dizzy and his head was getting more and more inflamed."Daniel!" Call him softly.The owner of the name that was called didn't take long to come, he was surprised to see Gerald's condition, not without reason outside there Mr. Franklin was waiting for his son, and Daniel couldn't let the man see Gerald's condition now."What happened, sir?" Daniel approached him and took off the shoes that were still attached to Gerald's feet."Hm..." Gerald cleared his throat then laughed to himself while babbling incoherently.He was drunk and rambling, Daniel really couldn't believe his master would do something like this, even though he had just recently received a severe punishment from his father."I'm just
Setelah mendapat panggilan mendadak dari David yang memaksaku untuk datang ke kantornya, aku tidak punya pilihan lain, selain mengikuti kemauan pria itu. Aku menghampiri Nyonya Arinda dan mengatakan David menyuruhku ke kantornya karena ada urusan penting, aku meminta izin padanya untuk pergi meski seharusnya aku masih di sini sampai acara benar-benar selesai. "Ma, boleh ya? David sudah menungguku." Pintaku saat dia seolah keberatan aku akan pergi. "Lagi pula David ada-ada saja, baru menikah kemarin hari ini sudah bekerja, padahal pagawainya banyak, tinggal suruh saja mereka menyelesaikan semua urusan kantor. Huh, ya sudah kamu boleh pergi, hati-hati ya, sayang!" Akhirnya Nyonya Arinda mengizinkan meski sempat menggerutu. Aku mengamit tangannya dan menciumnya, lalu berbalik hendak pergi namun dia menghentikanku, "Sebentar, Bella!" "Ya, Ma?" Aku kembali menghadapnya. "Mungkin David mau memperkenalkan kamu kepada para petinggi perusahaan, sebaiknya kamu pulang dan ganti pakaian dulu
"Bella, turun kamu! Kita harus bicara!"Astaga, kenapa dia harus melalukan ini? Jantungku berdebar, aku tidak siap jika harus berhadapan dengannya apalagi bicara berdua, aku menggelengkan kepala menandakan jika aku menolak untuk bicara dengannya."Kita harus bicara Bella, kamu tidak bisa seperti ini!" Dia terlihat semakin kesal."Mang, tutup jendelanya, lanjut jalan!" Titahku pada Mang Ujo dengan tergesa-gesa."Kenapa Nya? Memangnya dia siapa?" Mang Ujo menoleh ke arahku dan menatap penuh tanya."Sudah Mang, cepat tutup dan jalan!" "Bella, kalau kamu tidak mau bicara berdua denganku, aku akan mengatakan semuanya pada suami kamu!" Pria itu mengancam, dia adalah James kekasihku. Ralat, sekarang sudah mantan karena aku telah menikah dengan David. Sebelum aku menikah, hubungan kami sedang tidak baik-baik saja, pria blasteran Italia-Jawa yang telah menjalin hubungan denganku sejak kami masih di bangku SMA itu ketahuan memiliki hubungan dengan sahabatku sendiri. Tentu saja aku sakit hati
Dering ponsel membuyarkan lamunanku, benda persegi panjang yang tergeletak di bawah sofa berbunyi dan menampilkan panggilan dari Nyonya Arinda, Ibu mertuaku. "Astaga, bagaimana ponselku bisa ada di sini?" Aku berjongkok dan mengambil benda itu, tidak sengaja aku melihat sebuah kertas. Ya, hanya sebuah kertas tapi entah kenapa aku sangat tertarik mengambilnya. Tapi, karena ponselku terus berdering aku memilih menerima panggilan telepon dari Nyonya Arinda terlebih dahulu. "Halo, Ma?" Sapaku. "Halo, sayang. Kamu sudah bangun? Mama kira masih tidur, maaf ganggu, ya?" Nada bicaranya yang sangat ramah membuat suasana hatiku menjadi lebih baik. "Eh tidak apa-apa, Ma. Tidak ganggu sama sekali." "Bagaimana semalam? Lancar? Kamu sama David ... Bikin cucu buat Mama, kan?" Mataku melotot, pertanyaan Nyonya Arinda sukses membuatku tersipu, padahal jarak kami jauh. Aku tertawa cengengesan pelan, malu jika harus menjawab pertanyaan itu."Bella?" Tegur Nyonya Arinda karena aku diam sesaat."I-i
"Satu ..." "Dua!" "Tiga!" David terus menghitung aku masih sibuk memeras rambutku yang basah, langsung kukibaskan rambutku ke belakang, masa bodo jika acak-acakkan aku akan mengeringkan dan menatanya nanti. "Empat!" Sebelum hitungngan kelima aku sudah membuka pintu kamar mandi, tapi ternyata David tidak ada, aku pikir dia berdiri di depan pintu. Jadi, apakah dia hanya menggertakku?. Aku keluar dari kamar mandi dengan jantung yang berdetak kencang tak karuan, aliran darahku menderas membuat bulu kudukku merinding, padahal ini di dalam kamar pengantin yang romantis bukan di tengah-tengah kuburan. Suasana semakin horor, saat David berdiri dan menyandarkan punggung pada lemari, tubuh atasnya polos, sehingga aku leluasa menatap dada bidang dan perut six packnya, di tangannya ada segelas minuman, entahlah aku tidak tahu, mungkin alkohol. Sumpah, ini gila. Dia sangat sexy, aku sampai menggigit bibir bawah menahan agar tidak menjerit di tempat. "Ini, pakailah!" David melempar kain be
Aku pikir menikah untuk membayar hutang orang tua hanya terjadi di dalam novel. Tapi ternyata, kisah seperti itu memang ada di dunia nyata dan aku sendiri mengalaminya. Hari ini aku menikah dengan seorang pria tampan kaya raya yang sebelumnya tidak aku kenal. Dia adalah David Mario Kalingga, putra sulung keluarga Kalingga yang terkenal dengan bisnis real estatenya yang tersebar di seluruh indonesia dan beberapa negara di Asia. Dulu, bertahun-tahun silam sebelum aku lahir, Ayah dan Ibuku memiliki hutang pada keluarga Kalingga, entah jumlahnya berapa mereka tidak pernah memberitahukannya padaku. Mereka hanya bilang, tidak sanggup membayar hutang dan keluarga Kalingga memberi penawaran sebagai keringanan, yaitu aku harus menikah dan melahirkan keturunan untuk keluarga mereka. Tentu saja aku menolak, karena aku ingin fokus kuliah dan berkarir. Aku pikir untuk sekelas keluarga Kalingga, mereka akan memilih wanita dari keluarga kaya yang sepadan dengan status sosial mereka, bukan aku yan