Setelah mendengar alasan Damian yang logis, Freya duduk dengan tubuh yang masih lemas. Lalu Damian segera masuk ke dalam mobil dan segera menyalakan mesin mobil. "Nona, pakai sabuk pengaman dulu," Damian mengingatkan, lalu ia berusaha untuk membantu memakaikannya. Freya terkejut, jantungnya berdegup sangat kencang. Saat tangan Damian tepat berada di atas dadanya. Hal itu juga membuat Damian lupa diri. "Maafkan aku nona, karena telah lancang. Tapi setidaknya jika sudah memakai sabuk pengaman akan aman," sesal Damian, yang berusaha menjelaskan atas sikapnya yang lancang karena ke khawatirannya. Wajah Freya memerah, entah kenapa akhir-akhir ini setiap kali ketika Damian dekat dengannya. Membuat perasaannya tak menentu. "Tidak papa, tapi lain kali jangan di ulangi lagi." Freya memalingkan wajah ke arah samping. Semakin ia dekat dengan Damian. Hatinya semakin merasakan hal yang aneh. Dan hal itu membuat dirinya selalu salah tingkah. "Baiklah, lain kali aku akan meminta ijin dulu pada
Setelah Damian kembali ke dalam mobil, Freya terlihat cemberut, bahkan sampai mengerucutkan bibirnya karena sikap suaminya cukup membuatnya sedikit tidak suka"Maafkan aku nona, karena telah membuat nona menunggu lama," sesal Damian, yang perlahan mulai menghidupkan mesin mobil. Lalu Freya mulai mengungkapkan kekesalannya. "Untuk apa minta maaf padaku, lagian hanya mengangkat telpon saja kenapa harus sembunyi-sembunyi seperti itu?" Freya bertanya dengan nada yang tidak suka. Damian terdiam, untuk yang pertama kali. Dia melihat Freya sangat marah tidak seperti biasanya yang selalu acuh dan tidak peduli terhadapnya. Bahkan tanpa sungkan lagi wanita cantik itu pun mulai melontarkan pertanyaan yang membuat Damian terkejut. "Kamu mengangkat telpon dari siapa? kenapa harus diam-diam seperti tadi. Memang tidak bisa di sini saja apa!" Protes Freya seraya memalingkan wajah ke arah samping. Damian terkejut, ketika mendengar pertanyaan istrinya yang sedikit terdengar menekan dan juga seolah t
Freya menarik tangan Damian, rasanya ia sudah tidak sabar ingin segera memakan eskrim yang membuatnya ngiler. Bahkan untuk pertama kalinya wanita cantik itu ingin mencoba padahal sebelumnya ia tidak suka. "Hati-hati nona, jalannya jangan terlalu cepat. Nanti jatuh," Damian berusaha mengingatkan sang istri. Karena lelaki itu tidak mau jika sampai terjadi apa-apa. Akan tetapi Freya tidak menggubris. "Kamu ini nyebelin, ayo cepat. Jalannya lamban sekali.""Iya-iya," Damian menggelengkan kepala, lalu mengikuti Freya dari belakang. Ketika mereka tiba di kedai eskrim yang cukup ramai. Para pelayan di sana menyambut kedatangan mereka dengan ramah dan penuh hormat. "Selamat datang, tuan dan nona." Sapa kedua pelayan sembari membungkukan badan, Damian hanya mengangguk.Pelayan wanita itu bahkan menawarkan Freya dan Damian sebuah meja khusus untuk pasangan, yang hanya ada untuk hari ini saja. "Apakah nona dan tuan akan makan di sini?" tanya sang pelayan. "Iya, aku ingin makan di sini. Dan b
Damian sangat kesal, ketika melihat Freya lebih memilih untuk membela wartawan tadi. Lelaki tampan itu membuka pintu, lalu masuk ke dalam mobil, dengan emosi yang membakar dirinya. "Ck, Freya bisa-bisanya lebih mementingkan orang lain, di bandingkan aku suaminya," Damian berdecak kesal, sembari memukul stir mobil untuk meluapkan kekesalannya. Tanpa membuang waktu lagi, Damian yang sudah habis kesabaran. Kini ia pun menghidupkan mesin, lalu mengemudikan kendaraan roda empat mewahnya itu dengan kecepatan yang sangat tinggi. Sepanjang jalan Damian terus berpikir, entah apa lagi yang kurang darinya. Agar membuat sang istri sedikit menghargainya meskipun hanya sebagai seorang Damian, pria sederhana. "Sebagai seorang Dave, aku sudah berusaha menebus semua kesalahanku padanya. Tapi dia malah tidak pernah menghargai perasaanku, mungkin semua wanita sama saja, hanya melihat seorang pria dari kedudukannya!" Dave merasa kesal dan marah. Bahkan membayangkan sang istri di wawancara seorang pri
Beberapa kali Freya mencoba untuk menelpon Damian, namun nihil tidak ada jawaban sama sekali dari suaminya itu. Padahal ia ingin meminta maaf atas sikap kasarnya tadi. "Sepertinya dia benar-benar marah, ya sudah lebih aku menunggu saja," Freya duduk di sofa, melihat eskrim yang sengaja di belikan oleh suaminya. Membuat ia merasa bersalah lagi. "Rasanya cukup enak juga, sayang kita hanya makan berdua saja nak," Freya mengajak bicara calon bayi yang masih ada di dalam perut, sembari mengelus kandungan yang perlahan mulai membesar. Suasana apartemen tanpa Damian, membuat Freya merasa kesepian dan merasa kehilangan. Meskipun kebersamaan mereka bukan karena rasa cinta pada pasangan umumnya. Entah kenapa Freya seperti merasakan ada yang kurang dalam dirinya. Terlebih lagi Damian sangat memanjakannya. "Aku ini kenapa ya? bukankah seharusnya dia tidak ada senang. Tapi sekarang aku malah sedih," lirih Freya, yang perlahan beranjak dari tempat duduk, dan berkali-kali membuka tirai jendela.
Damian memapah Freya ke ruangan tengah, Freya tampak begitu ketakutan dengan kegelapan. Kehadiran Damian membuatnya sedikit bernafas lega. "Jangan takut, duduklah sebentar, aku akan menghubungi pihak apartemen untuk memperbaiki kerusakan listriknya," Damian berusaha menghibur Freya. "Iya, tapi aku sesak untuk bernafas jika berada di dalam ruangan gelap seperti ini," Freya mengungkapkan ketidaknyamanannya. Setelah mengirimkan pesan pada pihak pengurus apartemen, Damian mengambil inisiatif untuk membawa Freya ke luar mencari angin segar. "Nona bagaimana jika kita pergi jalan-jalan dulu ke luar, sekalian mencari makan malam. Di luar sana kebetulan ada pasar malam yang cukup ramai pengunjungnya." Ajak Damian yang begitu bersemangat. Freya terdiam, sebenarnya ia sedikit malas untuk pergi keluar. Tapi demi menebus rasa bersalahnya akhirnya ia memutuskan untuk mau menerima niat baik suaminya. "Baiklah, kebetulan aku juga sangat lapar," Freya setuju, tanpa membuang waktu lagi. Damian pun
Damian terheran, ketika melihat Freya yang tiba-tiba saja menghentikan langkah ketika mereka hendak memasuki mall yang mengadakan festival pasar malam itu. "Nona anda sedang memikirkan apa? bukankah tadi begitu bersemangat untuk mengajak makan kenapa sekarang malah diam dan seperti mencari sesuatu?" tanya Damian yang begitu penasaran. Freya tersentak, ketika mendengar pertanyaan Damian. Yang telah membuatnya terbuyar dari beberapa pikiran yang ada di kepalanya. "A-aku sedang tidak memikirkan apa-apa, hanya saja tadi aku seperti melihat Khatrine dengan seseorang yang sangat familiar, tapi aku lupa lagi orang itu pernah aku temui di mana," Jelas Freya yang masih penasaran dan mencari mantan rekan seprofesinya itu. Damian hanya menggeleng, ia terkadang tidak mengerti kenapa istrinya harus serius memikirkan wanita yang pernah ingin mencoba menggodanya beberapa hari yang lalu. "Ck, nona sudahlah. Untuk apa mencari wanita jahat yang sudah menjatuhkan nama baik nona dulu, lebih baik kita
Setibanya di toilet, Dave segera menelpon Mandy sebagai orang kepercayaannya. Lelaki itu tampak tidak percaya jika karyawan yang cukup teladan di perusahaannya tiba-tiba saja mempunyai hubungan dekat dengan Khatrine. Drrtt..drtttPanggilan terhubung, Mandy yang baru saja selesai makan pun segera mengangkat telpon dari sang bos. "Halo tuan, apakah ada yang perlu saya kerjakan?" tanya Mandy dengan begitu antusias. Tanpa berbasa-basi lagi, Dave mulai memberikan sebuah perintah pada asistennya itu dengan apa yang dia khawatirkan. "Mandy! aku ingin mulai besok kau selidiki gerak-gerik Andrew di perusahaan. Jangan ada satu hal pun yang kamu lewatkan mengerti." Dave memberi perintah dengan nada menekan. Hal itu membuat Mandy begitu sigap dan selalu royal terhadap atasannya. "Baiklah tuan, saya akan melaksanakannya. Tapi jika tuan tidak keberatan untuk memberitahu saya, memangnya ada apa sehingga tuan mendadak untuk saya menyelidiki Andre, apa ada hal salah telah ia lakukan?" Mandy begitu
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan