Sama sekali tidak mengetahui bahan-bahan untuk mengola pasta, Dita men-scrol HP nya. Mem bawa langka kaki nya menuju kulkas, untuk memastikan ada, atau tidak nya, bahan-bahan yang dia butuhkan. Dan-memang benar apa yang di katakan Bibi Siti, bahan-bahan nya tidak lengkap. "Ternyata, ada beberapa bahan yang tidak ada," gumam Dita, dan mem bawa pandangan nya pada Bibi Siti , yang saat ini tengah ber kutat dengan tumpukan piring kotor, "Bi--, aku pamit ke kamar" pamit Dita, dan segera mem bawa langka kaki nya dari dalam dapur, tanpa menunggu jawaban wanita paruh baya itu. Beberapa detik kemudian, Dita telah berada di depan kamar. Mem buka pintu kamar, dan diri nya mendapati Aditya yang saat ini sedang santai, sembari ber main game. Dan, itu seketika mem buat Dita geram. "Se-andai nya, saat ini aku tidak tinggal di rumah nya, mungkin aku sudah menimpuk kepala nya, dengan menggunakan gitar ini. Biar-mampus, atau gila sekalian!" umpat Dita dalam hati, dengan tatapan tajam nya yang dia be
Mendapati apa yang ter jadi pada Dita, mem buat Arman terkejut bukan main. Dengan segera pria itu menghampiri Dita, dan berusaha melepas kan tangan Dina, yang men cengkram rambut rambut nya. Sangat kuat cengkraman tangan itu, mem buat Arman sempat kesusahan, saat akan melepas kan tangan Dina. Men coba sedikit lama, akhir nya genggaman tangan itu dapat ter lepas juga."Kak Arman---," lirih Dita, yang nampak ter haru, sebab tidak menyangkah, Arman akan datang menolong nya. "Ayo, kita pergi!" ajak Arman. Menarik tangan wanita itu, yang membuat langka kaki Dita- ter bawa oleh nya. Men dapati Dita yang telah di bawah oleh lelaki asing, mem buat emosi dalam diri Dina kian ber kobar, sebab merasa diri nya belum cukup memberi pelajaran pada gadis ber kaca mata itu, "Kembali kau, Dita! Kembali kau, gadis kampung!" teriak Dina, dengan nada penuh emosi, dan berusaha melepas kan tubuh nya dalam pelukan Aditya "Lepas kan Adit! Lepas kan!" hardik Dina, dengan berusaha melepas kan diri, dari ke
Beberapa menit kemudianMasih merasa kesal dengan Aditya-atas kejadian kemarin, membuat Dina masih memasang wajah cemberut nya. Namun-tak bisa di pungkiri, dalam diri nya ter selip rasa bahagia, sebab Aditya mengajak nya untuk bertemu, dan dalam diri Dina meyakini, kalau Aditya pasti mau meminta maaf pada nya. "Katakan. Untuk-apa, lo ngajak gue bertemu?!" tanya Dina, dengan nada penuh emosi, dan tatapan kesal nya pada Aditya. Menghela napas nya berat, saat akan mengatakan sebuah keputusan, yang sangat berat untuk nya. Namun, Aditya tidak memiliki pilihan lain, selain memilih keputusan ini,"Maaf," lirih Aditya, dengan raut wajah nya yang nampak sangat sulit untuk di jabar kan."Maaf? Apa kah--." Belum juga Dina menyelesai kan ucapan nya, Aditya sudah menyela ter lebih dahulu. "Gue-ingin kita putus," ujar Aditya, dengan nada yang masih sama.Tubuh nya hampir saja tumbang, Dina men dengar kata-kata yang baru saja dia dengar dari mulut Aditya, yang mem buat nya se-akan runtuh, "Gue, la
Dita yang terus memberontakkan tubuh nya, membuat Aditya sempat kesulitan saat membawa wanita itu menuju mobil nya, Namun-lewat kerja keras nya, akhirnya Aditya dapat membawa gadis berkacama mata itu ke dalam mobil. "Aku ingin turun!" hardik Dita-dengan nada penuh emosi, dan akan menurun kan ke dua kaki nya, dari dalam mobil. Namun, gadis itu urungkan saat Aditya ber suara."Apa-mau, gue cium?!" ancam Aditya, yang membuat nyali Dita menciut, dan seketika wanita itu duduk tenang. Memutari mobil nya, Aditya membawa tubuh itu pada kursi kemudi. Saat akan melajukan kendaraan roda empat nya, pria itu mendapati Dita yang belum memasang sabuk pengamannya. Mendesah pelan, dengan segera mendekat pada Dita. Dan apa yang Aditya lakukan, membuat Dita seketika mengambil ancang-ancang, dan memberi jarak antara diri nya, dan pria itu. "A-apa, yang akan kamu lakukan?" tanya Dita terbata, dan wajah nya yang nampak gugup.Tak menyambut, Aditya-segera memasang sabuk pengaman, dan mendapati apa yang
Sepanjang perjalanan, Dita setia membisu, membiarkan diri nya-tenggelam, dalam apa yang tengah menjadi beban pikiran nya. Apa yang terjadi hari ini, membuat nya sangat sulit untuk mempercaya-nya, walaupun itu memang nyata.Aditya pernah mengatakan, akan menceraikan diri nya suatu saat nanti, dan menikahi Dina, wanita yang sesungguh nya, dia cintai. Namun-justru yang terjadi, membuat nya sulit untuk percaya. Pria itu meng-akhiri hubungan nya, dengan Dina, dan yang membuat Dita-masih belum bisa mempercayai nya, Aditya berziarah ke makam kedua orang tua nya, dan memperkenalkan diri nya sebagai menantu, dan seorang suami. "Apa-yang lo, pikirkan?!" tanya Aditya tiba-tiba, yang membuat lamunan Dita membela seketik. Memalingkan pandangan nya pada Aditya, dan tertawa garing."He--he---he--, aku tidak memikir kan apa-apa," sahut Dita, yang memilih untuk berbohong, sebab tidak ingin Aditya bertanya panjang lebar.Namun, Aditya tidak percaya begitu saja, "Apakah-kamu, tidak yakin-kalau aku ben
Dalam suasana seperti ini, membuat suasana canggung begitu-terasa untuk Dita. Gadis berambut hitam itu-berusaha ingin melepaskan tengan nya dalam genggaman Aditya, namun-cengkraman tangan pria itu terlalu kuat. "Kita-mau ke mana?" tanya Dita ragu, sebab langka kaki mereka, sudah sedikit jauh dari taman. "Ikut-saja. Kamu pasti akan menyukai nya," sahut Aditya-dengan langka kaki yang terus-dia ayunkan, dan apa yang pria itu ucapkan, berhasil memancing rasa penasaran Dita. Dan, rasa penasaran yang kini bersemayam dalam diri nya, membuat Dita pasrah, saat Aditya terus menarik tangan nya. Hingga beberapa menit kemudian, kini mereka telah tiba disebuah danau kecil. Dita terperangah, menatap penuh kagum, pada pemandangan indah di depan nya. Mengayun kan langka kaki nya menuju bibir danau, menyaksikan kunang-kunang yang beterbangan di sekitar nya," ini sangat indah," gumam nya-menatap Aditya, dan kembali memalingkan pandangan nya ke depan. Dan, Aditya yang mendapati kebahagian Dita, hanya
Dita-telah kembali berada di dalam kamar nya, bersama Aditya. Wanta itu-kini sudah membaringkan tubuh nya di sofa, yang biasa menjadi tempat tidur nya. Iseng membuka aplikasi hijau nya, Dita mendapati sebuah pesan yang dikirim oleh Arman.{Malam, Dit--, udah bobo, belum?} Sepenggal kalimat perhatian, berhasil mengembangkan senyum bahagia di wajah Dita. Tanpa, menunggu lama lagi-gadis berambut hitam itu, langsung membalas pesan, yang Arman kirimkan untuk nya. {Belum. Kak, Arman juga belum tidur-ya. Padahal ini sudah jam 11 malam.} Usai menekan anak panah, Dita menunggu dengan gelisah, berharap Arman-segera membalas nya. Hingga sedetik kemudian, sebuah pesan kembali masuk di dalam aplikasi WA nya.{Belum. Soal-nya belum ngantuk. Bagaimana kabar nya? Udah lama, nggak ketemu.}Senyum kembali mengembang di wajah Dita, setelah membaca pesan yang baru saja Arman kirimkan, "Sudah-lama? Bukankah, beberapa hari yang lalu, kami baru saja bertemu?"gumam Dita, dengan senyuman yang terus mengem
KampusSebuah mobil mewah-memasuki kawasan area-kampus Bima Bangsa. Masuk nya-mobil mewah itu ke dalam area kampus, membuat pandangan para mahasiswa kampus elite itu, seketika teralihkan, sebab sudah tahu-siapa pemilikdari mobil mewah itu.Salah satu nya-Dina, yang saat ini tengah melewatkan waktu nya, bersama Rara-sahabat baik nya, di depan gedung kampus, di mana ada-sebuah taman kecil di sana. "Din, ada-Adit!" ujar Rara, yang seketika mengalihkan pandangan Dina. Gambaran kesedihan terlihat jelas di wajah wanita muda itu, saat menyadari-kalau Aditya bukan kekasih nya lagi. Begitu sakit, sebab merasa-Aditya, cinta Aditya pada nya-palsu. Masih-membawa pandangan nya pada mobil-dari sang mantan e-kasih, hingga sekejap raut wajah Dina, maupun Rara berubah, setelah mendapati-Aditya, yang ke luar dari dalam mobil, bersama Dita. Mendung yang tadi nya-menyelimuti wajah itu, hilang tanpa sisa, sebab kini berganti-dengan amarah yang teramat sangat.Berat-menurunkan kedua kaki itu, namun, sang
Beberapa jam kemudianBeberapa menit menempuh perjalanan--akhirnya mobil yang membawa Dita telah kembali berada di rumahnya. Saat akan turun dari dalam mobil, mimik wajah Dita seketika berubah setelah mendapati adanya sebuah mobil asing yang terparkir di depan rumah. Melangkahkan kakinya--namun pandangan itu tak Dita putuskan dari mobil berwarna merah itu. "Dita---." Panggil suara tidak asing-membuat pandangan Dita teralihkan, dan seketika mimik wajah Dita berubah kaget--setelah mendapati siapa yang menyeruhkan namanya itu."Anita!" gumam Dita dengan tatapan tidak percayanya. Dita segera mengambil langka lebarnya menghampiri wanita yang sudah lama tidak dia temuinya itu.Namun, adanya baby Damar dalam gendongan Anita membuat antusias di dalam diri Dita hilang sekejap. "Kapan kau datang?" tanya Dita, tanpa meminta persetujuan Anita--wanita itu segera mengambil alih Damar dalam gendongan sahabatnya, dan melabuhkan kecupan singkat pada pipi gembul baby Damar. "Sekitar dua puluh menit y
Kendaraan yang membawa Dita--telah terparkir di halaman depan rumah sakit. Dengan ragu, wanita bernama Anandita Setiawan itu menurunkan kedua kakinya. "Apakah perlu saya temani, Nyonya?" tanya sang sopir tiba-tiba, saat Dita tak kunjung melangkahkan kakinya ke dalam bangunan di depannya. "Tidak perlu Pak, Bapak tunggu di sini saja," sahut Dita dengan menoleh sebentar pada sopir pribadinya, dan kembali membawa pandangan pada bangunan yang berada di depan."Baiklah Nyonya, kalau begitu saya akan memarkirkan mobil-dan menunggu anda di sana saja," ujar sang sopir memberitahu, seraya jari telunjuknya mengarah pada sebuah pohon yang rindang yang berada di dekat halaman parkir. "Baik Pak," sahut Dita, dan sang sopir segera melajukan kembali kendaraan roda empat itu. Dita menghembuskan napasnya kasar, meraup udara sebanyak mungkin--saat merasa pasukan oksigen di dalam dadanya berkurang. Suasana hatinya tiba-tiba tak karuan. Antara iya, dan tidak, untuk dirinya masuk ke dalam bangunan rum
Awan tak lagi putih, langit tak lagi biru--sebab kini bumi telah diselimuti kegelapan kala malam kembali menyapa. Angin berhembus sedikit kencang, membuat tirai yang menggelantung tertiup kala angin berhasil mencuri masuk ke dalamnya. Mendapati hal itu Dita segera menghampiri. Kedua tangannya menarik ujung gorden, dan menyatukannya dengan lebih rapat lagi. Mengedarkan pandangannya menjelajahi seisi ruangan. Suasana kamar kini sangat berbanding terbalik dengan tadi. Tadinya kamar ini sangat riuh, dengan celotehan, dan tangisan ketiga buahatinya. Namun, kini telah lenggang karena bayi-bayi miliknya sudah terlelap. Menghembuskan napasnya panjang, Dita meraup oksigen sebanyak mungkin melepas lelah yang begitu menggerogoti di tubuh. Dita merasa seperti baru saja melepaskan beban yang cukup berat. "Ternyata ada asam-manisnya," gumam Dita, dengan senyuman yang dia ukir di wajahnya. Dita memutuskan untuk kembali melihat ketiga bayinya. Menyingkap tirai tipis yang menghalangi pandangan, s
Sangat tidak keberatan untuk seorang Aditya Wijaya jika Dion memberikan putranya untuk dia asuh--sebab perasaan memiliki itu sudah ada untuk anak dari sahabat baiknya itu sejak dia lahir. Namun, yang jadi pertanyaan untuk Aditya--kenapa Dion ingin memberikan anaknya pada dia, sebab pria itu sendiri pernah meminta padanya agar Aditya mengikhlaskan Damar untuknya."Katakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi, sampai kau ingin memberikan Damar padaku?" tanya Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar menuntut. Kedua alis tebal Aditya menyurut, saat pupil hitam pekat pria itu semakin tajam ketika menatap Dion. Bukan hanya Aditya saja yang dibuat kaget dengan permintaan Dion, namun Dita juga. Dirinya sama sekali tidak keberatan jika Dion memberikan putranya pada dia, dan Adtya, untuk diasuh oleh mereka. Namun, yang membuat Dita heran---sebab Dion--dulu ingin merawat putranya sendiri. "Iya, Dion. Aku sama sekali tidak masalah kalau kau memberikan Damar pada aku, dan Aditya. Aku akan mer
Baby Adrian yang sudah mabuk ASI perlahan melepaskan puting susu ibunya sendiri, dan kini sudah terlihat jauh lebih tenang dari sebelumnya. Dan saat Dita kembali menyodorkan putingnya, bayi itu kembali melepaskannya dan kini justru memasukkan gumpalan jari ke dalam mulutnya. Baby Adrian kini fokus bermain."Sepertinya dia sudah kenyang," ujar Aditya. "Iya Mas," sahut Dita membenarkan, dan wanita itu memutuskan untuk membaringkan putranya disamping saudara kembarnya. Dalam keadaan kenyang, membuat baby Adrian dan juga Adriana tak lagi rewel. Kedua bayi itu kini bermain, menendang-nendang kecil kaki mereka, ataupun mengemut jari-jarinya. Dan, kegiatan kecil yang dilakukan oleh bayi kembar itu mampu membuat perasaan kedua orang tuanya terhibur. "Mereka sangat menggemaskan ya, Dit?" ujar Aditya-dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Sekilas menatap pada Dita, dan kembali memfokuskan pandangannya pada kedua anaknya. Aditya nampak sangat menikmati apa yang dia lakukan saat ini. "Mas-
Dua bulan kemudianWaktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa dua bulan telah berlalu, sejak kelahiran baby Adrian, dan Adriana. Banyak hal yang telah dilewati dalam dua bulan terakhir ini. Salahsatunya Dita yang kini telah pindah dari villa, dan menempati rumah barunya, yang barus atu bulan ini dibeli oleh Aditya.Hari-hari yang dilewati Dita penuh dengan kebahagiaan. Suami yang sangat mencintainya, dan memiliki kedua anak yang semakin hari, semakin menggemaskan di matanya. Dita, seperti memiliki mainan baru-sebab sejak kehadiran baby Adrian, dan baby Adriana membuat hari-hari dari Ibu muda itu terasa jauh lebih berwarna. Namun, kadang Dita suka menemukan kerepotan kalau kedua bayi kembar itu rewel bersamaan.Dan, tanpa Dita sadari dirinya sering mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Seperti biasa, saat pagi hari sebelum Aditya bangun Dita telah berkunjung ke kamar bayi yang bersebelahan dengan kamarnya, dan Aditya. Berada di kamar dengan cat berwarna putih yang mendomi
Dunia Dita seperti berhenti berputar, setelah dirinya mendapati kedatangan Mama Nita. Serasa seperti mimpi, bolamata wanita itu tak ada kedipan sama sekali saat menatap pada wanita yang masih berstatus ibu mertuanya nya. Hingga, Dita nampak tercengang saat menyadari kalau saat ini posisinya dan Mama Nita sudah sangat dekat. Sekian tahun tak bersua, membuat suasana canggung begitu terasa untuk kedua wanita beda generasi itu. Saling menatap, namun keduanya tetap dengan diam. Bingung, harus memulainya dari mana. "Dit--." Mama Nita bersuara pelan, setelah sekian detik keheningan melandanya dan Dita. Dia tahu, kalau menantunya itu ingin menyapanya lebih dulu namun merasa sungkan."Maa," sahut Dita, dengan senyum yang terkesan dipaksakan. Sebab, walaupun sang ibu mertua telah bersuara terlebiih dahulu namun dirinya masih merasa canggung. "Maaf, untuk semuanya. Mama sangat menyesal. sebab telah membencimu padahal kau tidak melakukan kesalahan apapun,"lirih Mama Nita. Mimik wajahnya tela
Aditya membeo. Pria itu masih memfokuskan pandangannya pada kedua orangtuanya. Kedatangan mereka sama sekali tidak disangka-sangka pria itu. Terutama sang Bunda--yang juga turut datang bersama ayahnya. "Adit! Bagaimana? Apakah Dita, sudah melahirkan?" tanya Mama Nita. Mimik wajah wanita paruhbaya itu menunjukkan kekhwatirannya yang teramat sangat. Saat melayangkan pertanyaan, Mama Nita melemparkan pandangannya ke arah pintu ruang operasi. Aditya tak langsung menyambut. Sebagai orang yang turut tahu tentang dia dan Dita selama ini, Aditya melirikkan matanya-menatap sang ayah dengan lekat. Dan, Papa Herman yang ditatap seperti itu hanya menganggukkan kepalanya pelan. Pria paruhbaya itu seolah sudah mengerti tatapan dari putranya, itu. "Belum Maa," sahut Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar berat. Saat menjawab pertanyaan Mama Nita, hati Aditya mendadak perih sebab operasinya sudah memakan waktu sedikit lama. Raut wajah pria itu mendadak layu. "Kita berdoa semoga operasinya be
Suara dering telepone terdengar di dalam ruangan, membuat keheningan yang melanda seketika membelah. Dan, ternyata itu panggilan telepone yang datang dari gawai milik Aditya yang saat ini sedang dalam pengisian daya. "Dari tadi HPmu terus saja berbunyi, dan sepertinya itu telepone yang penting," ujar Mama Nita memberitahu.Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ibunya tanpa menunggu lama lagi, Aditya segera menghampiri gawainya yang tersimpan di atas sebuah kabonet kecil. Melepaskan colokannya, dan mendapati nama Bibi Supi pada layar HPnya. Meyakini ada sesuatu yang serius, Aditya segera melakukan panggilan balik pada Bibi Supi. Saat melakukan telepone balik, Aditya tak berada lagi di ruangan yang sama dengan kedua orang tuanya dan Roki. Lki-laki tampan itumemilih untuk berpisah ruang, menuju teras rumah dengan kolam renang yang berada di depannya. Apa yang Aditya lakukan, membuat ketiga sosok yang bersamanya seketika dilanda rasa penasaran. Dan, mendapati bagaimana gestur tub