KampusSebuah mobil mewah-memasuki kawasan area-kampus Bima Bangsa. Masuk nya-mobil mewah itu ke dalam area kampus, membuat pandangan para mahasiswa kampus elite itu, seketika teralihkan, sebab sudah tahu-siapa pemilikdari mobil mewah itu.Salah satu nya-Dina, yang saat ini tengah melewatkan waktu nya, bersama Rara-sahabat baik nya, di depan gedung kampus, di mana ada-sebuah taman kecil di sana. "Din, ada-Adit!" ujar Rara, yang seketika mengalihkan pandangan Dina. Gambaran kesedihan terlihat jelas di wajah wanita muda itu, saat menyadari-kalau Aditya bukan kekasih nya lagi. Begitu sakit, sebab merasa-Aditya, cinta Aditya pada nya-palsu. Masih-membawa pandangan nya pada mobil-dari sang mantan e-kasih, hingga sekejap raut wajah Dina, maupun Rara berubah, setelah mendapati-Aditya, yang ke luar dari dalam mobil, bersama Dita. Mendung yang tadi nya-menyelimuti wajah itu, hilang tanpa sisa, sebab kini berganti-dengan amarah yang teramat sangat.Berat-menurunkan kedua kaki itu, namun, sang
Dita mengayunkan langka kaki nya-pelan, menyusuri lorong panjang-yang akan membawa gadis itu menuju gerbang kampus. Hari-hari nya yang dilalui Dita terasa sunyi, sejak Jeni mendiamkan nya, apalagi hari ini Lisa tidak masuk kampus. Dan-jika-bertanya, kenapa Dita tidak bersama Aditya, padahal pria itu adalah suami nya? Jawaban nya, Dita sama sekali tidak perduli, dengan apa yang Aditya lakukan. Langka kaki yang tengah Dita ayunkan, harus dgadis itu hentikan, saat dari jauh-diri nya mendapati Dina, yang berada di depan nya. "Dina--," gumam Dita pelan, dengan pandangan yang terus dia bawah, pada gadis muda itu. Tak-ingin terjadi pertikaian lagi, seperti hari kemarin, Dita memutuskan untuk berbelok arah, guna menghindari Dina. Namun, alunan langka kaki itu Dita hentikan, saat tiba-tiba saja Dina bersuara pada nya, "Tinggalkan-Aditya!" Dita bersuara dengan tegas, namun kata-kata yang dia lontarkan penuh akan amarahdi dalam nya. Dita-masih mematung di tempat nya, dengan tubuh masih set
Ada apa dengan nya? Aditya sendiri pun tak mengerti, namun-suasana hati nya saat ini, benar-benar sedang tidak baik-baik saja. Api-amarah yang saat ini bersarang di dalam nya, membuat Aditya memutuskan menghabiskan waktu nya di kolam renang, yang berada tepat di bawah balkon kamar nya. Menyelam-sedalam mungkin, hingga beberapa menit lama nya. Kembali muncul di permukaan, dengan napas nya yang memburu. Mengusap kasar wajah itu, tercetak jelas kebencian dari sorot mata nya, saat bayangan kebersaan Dita, dan Arman-kembali melintas dalam pikiran nya. Senyuman Dita, kebahagiaan wanita itu-saat bersama Arman, membuat api yang sudah ada di dalam diri Aditya, kian membara. Aditya memutuskan untuk menyudahi aktifitas mandi nya, saat mendapati senja yang sudah menyapa. Melilitkan handuk di pinggang nya, lelaki tampan itu- menjangkau ponsel nya yang tersimpan di atas meja. Sebuah pesan dalam berupa kiriman gambar, masuk ke dalam aplikasi hijau, dan Aditya segera membuka nya. Gambar-gambar k
Membiarkan beberapa detik milik nya-masih terbenam di dalam sana, setelah mencapai puncak dalam perjalanan bercinta nya bersama Dita, akhir nya Aditya mencabut pusaka itu. Menatap pada milik Dita, yang basah, bercampur darah, dan juga, cairan dari nya. Seringai tercetak di sudut bibir Aditya, bangga sebab telah mengambil kegadisan, dari istri nya. Menyandarkan tubuh nya pada dinding bathube, menatap pada Dita-yang masih bersandar, dengan kondisi nya yang berantakan. Senyuman kembali tercetak di wajah Aditya, saat mendapati tanda-tanda merah-yang dia ciptakan, pada sekujur tubuh Dita. Apa lagi payu darah wanita itu, yang nampak ada sedikit luka, akibat gigitan kecil dari nya. "Kau-masih hanyut, dalam permainan kita?!" Suara Aditya-berhasil membuat Dita, kembali pada dunia nya. Membuka kedua mata nya pelan, kembali menyadari-apa yang baru saja terjadi. Segera menyambar kain-yang menggantung pada bibir bathube, dan menutupi tubuh polos nya. Dan-apa yang Dita lakukan, membuat Aditya sek
Kembali di posisi intim bersama Aditya, membuat Dita malu. Jelas masih hangat terasa, tentang kejadian tadi malam. Selama ini-hubungan nya, dan Aditya, hanya sebuah status, tanpa ada nya kemesraan sama sekali, layak nya-pasangan suami-istri pada umum nya. Namun, semalam kedua nya telah melakukan penyatuan. Sangat merasa canggung, dengan suasana pagi ini, Dita setia melemparkan pandangan nya ke arah luar, menikmati indah kota J, di pagi hari."Apa dia masih kesal, sama, gue? Sebab sedari tadi, dia hanya diam saja," gumam Aditya dalam hati. Sesekali pria berwajah tampan itu, melirikkan mata nya menatap Dita. Merasa di-abaikan oleh wanita itu, Aditya berpura-pura batuk. UHUUKUHUUKUHUUKApa yang Aditya lakukan, berhasil mengalihkan pandangan Dita, walaupun wanita itu, hanya sekedar melirik saja, dan itu tertangkap oleh diri nya. "Lo, marah sama-gue?""Marah?" sahut Dita, yang kini membalikkan wajah nya penuh pada pria di sebelah nya."Iya. Dari tadi, lo hanya diam saja, dan terus me
Tengah tak menentu suasana hati itu-atas apa yang terjadi dalam hubungan nya, dan Aditya. Dita memilih menghabiskan waktu nya di taman, setelah mengikuti satu mata kuliah. Mengayunkan langka kaki nya menuju taman. Namun-saat memijakkan kedua kaki nya taman itu, Dita mendapati keberadaan Jeni, yang tengah membaca buku, dan hanya se-orang diri. Merasa ini moment yang tepat bagi nya, untuk membereskan masalah nya, dan wanita itu, Dita segera membawa langka nya, menuju Jeni, yang sama sekali tak menyadari kedatangan nya. Begitu fokus, membaca sebuah novel karya Khalil Gibran. Mendapati ada nya bayangan yang menuju pada nya, Jeni seketika mengangkat wajah nya. Raut wajah itu berubah, setelah mendapati kedatangan Dita. Segera bangun, dan melangkah pergi. Namun, alunan langka itu-harus dia hentikan, saat tiba-tiba saja Dita bersuara pada nya, "Aku ingin berbicara dengan mu!" Membalikkan tubuh nya menghadap pada Dita, menatap pada wanita itu, "Aku rasa, tidak ada yang perlu di bicarakan!" s
Hari berlalu begitu cepat. Tidak terasa, moment yang di tunggu-tungu oleh Aditya, dan juga Dita- selama ini, akhir nya datang. Hari bersejarah itu tiba, dengan menyabet gelar, yang mereka kejar selama mengenyam pendidikan di kampus Bima Bangsa, salah satu kampus bergengsi yang ada di kota J.Senyum bahagia yang dirasakan oleh Mahasiswa-mahasiswa saat ini, sangat berbanding terbalik dengan apa yang Dita rasakan. Tak ada sama sekali pancaran kebahagian di sana, hanya murung, dan terlihat jelas kesedihan di wajah, yang berbingkai kaca mata minus nya. Bukan tanpa alasan-Dita terlihat tak bersemangat, sebab wanita itu telah memantapkan hati nya untuk pergi kehidupan Aditya selama nya, setelah diri nya di wisuda. Dita, hanya tidak ingin Aditya terjebak dalam situasi yang salah seperti ini, selama nya, dan memberikan kebahagian buat pria itu, dengan cinta nya yang sesungguh nya. Senyuman terus terukir di wajah Dita, saat memandang Aditya-dan Dina, dan ke dua sahabat pria itu, Roki, dan Dio
2 tahun, kemudianWaktu berlalu begitu cepat, dan tidak terasa 2 tahun telah berlalu, sejak pergi nya Dita dari kehidupan seorang Aditya Wijaya. Bukan hanya meninggalkan kenangan, namun-wanita itu berhasil membuat kebencian yang begitu mendalam dalam diri pria itu. Walaupun hari-hari itu terasa berat-untuk dia lalui, namun-kenyataan nya-hidup harus tetap berlanjut. Hingga kini diri nya, berakhir menikah dengan Jeni. Aditya tidak pernah menyangkah, malam itu-dia akan berakhir dalam satu ranjang bersama Jeni, yang tak lain adalah sahabat, dari Dita. Tak ada cinta, membuat rumah tangga Aditya, dan Jeni jalani, terasa nelangsa. Berpura-pura bahagia di depan media, maupun ke dua orang tua, namun nyata nya semua itu palsu. Bandara.Cantik. Itulah penampakkan sosok wanita, yang saat ini-tengah berjalan dengan anggun nya. Mengayunkan langka kaki nya-menuju pintu ke luar, sembari satu tangan nya, menarik sebuah koper. Kaca mata hitam bertengger di atas hidung mancung nya, dalam balutan celan
Beberapa jam kemudianBeberapa menit menempuh perjalanan--akhirnya mobil yang membawa Dita telah kembali berada di rumahnya. Saat akan turun dari dalam mobil, mimik wajah Dita seketika berubah setelah mendapati adanya sebuah mobil asing yang terparkir di depan rumah. Melangkahkan kakinya--namun pandangan itu tak Dita putuskan dari mobil berwarna merah itu. "Dita---." Panggil suara tidak asing-membuat pandangan Dita teralihkan, dan seketika mimik wajah Dita berubah kaget--setelah mendapati siapa yang menyeruhkan namanya itu."Anita!" gumam Dita dengan tatapan tidak percayanya. Dita segera mengambil langka lebarnya menghampiri wanita yang sudah lama tidak dia temuinya itu.Namun, adanya baby Damar dalam gendongan Anita membuat antusias di dalam diri Dita hilang sekejap. "Kapan kau datang?" tanya Dita, tanpa meminta persetujuan Anita--wanita itu segera mengambil alih Damar dalam gendongan sahabatnya, dan melabuhkan kecupan singkat pada pipi gembul baby Damar. "Sekitar dua puluh menit y
Kendaraan yang membawa Dita--telah terparkir di halaman depan rumah sakit. Dengan ragu, wanita bernama Anandita Setiawan itu menurunkan kedua kakinya. "Apakah perlu saya temani, Nyonya?" tanya sang sopir tiba-tiba, saat Dita tak kunjung melangkahkan kakinya ke dalam bangunan di depannya. "Tidak perlu Pak, Bapak tunggu di sini saja," sahut Dita dengan menoleh sebentar pada sopir pribadinya, dan kembali membawa pandangan pada bangunan yang berada di depan."Baiklah Nyonya, kalau begitu saya akan memarkirkan mobil-dan menunggu anda di sana saja," ujar sang sopir memberitahu, seraya jari telunjuknya mengarah pada sebuah pohon yang rindang yang berada di dekat halaman parkir. "Baik Pak," sahut Dita, dan sang sopir segera melajukan kembali kendaraan roda empat itu. Dita menghembuskan napasnya kasar, meraup udara sebanyak mungkin--saat merasa pasukan oksigen di dalam dadanya berkurang. Suasana hatinya tiba-tiba tak karuan. Antara iya, dan tidak, untuk dirinya masuk ke dalam bangunan rum
Awan tak lagi putih, langit tak lagi biru--sebab kini bumi telah diselimuti kegelapan kala malam kembali menyapa. Angin berhembus sedikit kencang, membuat tirai yang menggelantung tertiup kala angin berhasil mencuri masuk ke dalamnya. Mendapati hal itu Dita segera menghampiri. Kedua tangannya menarik ujung gorden, dan menyatukannya dengan lebih rapat lagi. Mengedarkan pandangannya menjelajahi seisi ruangan. Suasana kamar kini sangat berbanding terbalik dengan tadi. Tadinya kamar ini sangat riuh, dengan celotehan, dan tangisan ketiga buahatinya. Namun, kini telah lenggang karena bayi-bayi miliknya sudah terlelap. Menghembuskan napasnya panjang, Dita meraup oksigen sebanyak mungkin melepas lelah yang begitu menggerogoti di tubuh. Dita merasa seperti baru saja melepaskan beban yang cukup berat. "Ternyata ada asam-manisnya," gumam Dita, dengan senyuman yang dia ukir di wajahnya. Dita memutuskan untuk kembali melihat ketiga bayinya. Menyingkap tirai tipis yang menghalangi pandangan, s
Sangat tidak keberatan untuk seorang Aditya Wijaya jika Dion memberikan putranya untuk dia asuh--sebab perasaan memiliki itu sudah ada untuk anak dari sahabat baiknya itu sejak dia lahir. Namun, yang jadi pertanyaan untuk Aditya--kenapa Dion ingin memberikan anaknya pada dia, sebab pria itu sendiri pernah meminta padanya agar Aditya mengikhlaskan Damar untuknya."Katakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi, sampai kau ingin memberikan Damar padaku?" tanya Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar menuntut. Kedua alis tebal Aditya menyurut, saat pupil hitam pekat pria itu semakin tajam ketika menatap Dion. Bukan hanya Aditya saja yang dibuat kaget dengan permintaan Dion, namun Dita juga. Dirinya sama sekali tidak keberatan jika Dion memberikan putranya pada dia, dan Adtya, untuk diasuh oleh mereka. Namun, yang membuat Dita heran---sebab Dion--dulu ingin merawat putranya sendiri. "Iya, Dion. Aku sama sekali tidak masalah kalau kau memberikan Damar pada aku, dan Aditya. Aku akan mer
Baby Adrian yang sudah mabuk ASI perlahan melepaskan puting susu ibunya sendiri, dan kini sudah terlihat jauh lebih tenang dari sebelumnya. Dan saat Dita kembali menyodorkan putingnya, bayi itu kembali melepaskannya dan kini justru memasukkan gumpalan jari ke dalam mulutnya. Baby Adrian kini fokus bermain."Sepertinya dia sudah kenyang," ujar Aditya. "Iya Mas," sahut Dita membenarkan, dan wanita itu memutuskan untuk membaringkan putranya disamping saudara kembarnya. Dalam keadaan kenyang, membuat baby Adrian dan juga Adriana tak lagi rewel. Kedua bayi itu kini bermain, menendang-nendang kecil kaki mereka, ataupun mengemut jari-jarinya. Dan, kegiatan kecil yang dilakukan oleh bayi kembar itu mampu membuat perasaan kedua orang tuanya terhibur. "Mereka sangat menggemaskan ya, Dit?" ujar Aditya-dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Sekilas menatap pada Dita, dan kembali memfokuskan pandangannya pada kedua anaknya. Aditya nampak sangat menikmati apa yang dia lakukan saat ini. "Mas-
Dua bulan kemudianWaktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa dua bulan telah berlalu, sejak kelahiran baby Adrian, dan Adriana. Banyak hal yang telah dilewati dalam dua bulan terakhir ini. Salahsatunya Dita yang kini telah pindah dari villa, dan menempati rumah barunya, yang barus atu bulan ini dibeli oleh Aditya.Hari-hari yang dilewati Dita penuh dengan kebahagiaan. Suami yang sangat mencintainya, dan memiliki kedua anak yang semakin hari, semakin menggemaskan di matanya. Dita, seperti memiliki mainan baru-sebab sejak kehadiran baby Adrian, dan baby Adriana membuat hari-hari dari Ibu muda itu terasa jauh lebih berwarna. Namun, kadang Dita suka menemukan kerepotan kalau kedua bayi kembar itu rewel bersamaan.Dan, tanpa Dita sadari dirinya sering mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Seperti biasa, saat pagi hari sebelum Aditya bangun Dita telah berkunjung ke kamar bayi yang bersebelahan dengan kamarnya, dan Aditya. Berada di kamar dengan cat berwarna putih yang mendomi
Dunia Dita seperti berhenti berputar, setelah dirinya mendapati kedatangan Mama Nita. Serasa seperti mimpi, bolamata wanita itu tak ada kedipan sama sekali saat menatap pada wanita yang masih berstatus ibu mertuanya nya. Hingga, Dita nampak tercengang saat menyadari kalau saat ini posisinya dan Mama Nita sudah sangat dekat. Sekian tahun tak bersua, membuat suasana canggung begitu terasa untuk kedua wanita beda generasi itu. Saling menatap, namun keduanya tetap dengan diam. Bingung, harus memulainya dari mana. "Dit--." Mama Nita bersuara pelan, setelah sekian detik keheningan melandanya dan Dita. Dia tahu, kalau menantunya itu ingin menyapanya lebih dulu namun merasa sungkan."Maa," sahut Dita, dengan senyum yang terkesan dipaksakan. Sebab, walaupun sang ibu mertua telah bersuara terlebiih dahulu namun dirinya masih merasa canggung. "Maaf, untuk semuanya. Mama sangat menyesal. sebab telah membencimu padahal kau tidak melakukan kesalahan apapun,"lirih Mama Nita. Mimik wajahnya tela
Aditya membeo. Pria itu masih memfokuskan pandangannya pada kedua orangtuanya. Kedatangan mereka sama sekali tidak disangka-sangka pria itu. Terutama sang Bunda--yang juga turut datang bersama ayahnya. "Adit! Bagaimana? Apakah Dita, sudah melahirkan?" tanya Mama Nita. Mimik wajah wanita paruhbaya itu menunjukkan kekhwatirannya yang teramat sangat. Saat melayangkan pertanyaan, Mama Nita melemparkan pandangannya ke arah pintu ruang operasi. Aditya tak langsung menyambut. Sebagai orang yang turut tahu tentang dia dan Dita selama ini, Aditya melirikkan matanya-menatap sang ayah dengan lekat. Dan, Papa Herman yang ditatap seperti itu hanya menganggukkan kepalanya pelan. Pria paruhbaya itu seolah sudah mengerti tatapan dari putranya, itu. "Belum Maa," sahut Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar berat. Saat menjawab pertanyaan Mama Nita, hati Aditya mendadak perih sebab operasinya sudah memakan waktu sedikit lama. Raut wajah pria itu mendadak layu. "Kita berdoa semoga operasinya be
Suara dering telepone terdengar di dalam ruangan, membuat keheningan yang melanda seketika membelah. Dan, ternyata itu panggilan telepone yang datang dari gawai milik Aditya yang saat ini sedang dalam pengisian daya. "Dari tadi HPmu terus saja berbunyi, dan sepertinya itu telepone yang penting," ujar Mama Nita memberitahu.Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ibunya tanpa menunggu lama lagi, Aditya segera menghampiri gawainya yang tersimpan di atas sebuah kabonet kecil. Melepaskan colokannya, dan mendapati nama Bibi Supi pada layar HPnya. Meyakini ada sesuatu yang serius, Aditya segera melakukan panggilan balik pada Bibi Supi. Saat melakukan telepone balik, Aditya tak berada lagi di ruangan yang sama dengan kedua orang tuanya dan Roki. Lki-laki tampan itumemilih untuk berpisah ruang, menuju teras rumah dengan kolam renang yang berada di depannya. Apa yang Aditya lakukan, membuat ketiga sosok yang bersamanya seketika dilanda rasa penasaran. Dan, mendapati bagaimana gestur tub