“Jelasin dan bilang ke gue sekarang, kalau sebenarnya lo udah tau, siapa mantan istrinya Yuda!” Mendapatat tatapan penuh intumidasi dari Tiar, sontak membuat Tania terkrkeh hambar. “Maksud lo apa-apaan sih, Ti. Gak jelas banget.” “Tania, lo jelasin ke gue sekarang!” ulang Tiar penuh penekanan, bahkan pria itu sampai mengungkung tubuh sang sahabat diantara dirinya dan tembok.“Ya apa yang harus gue jelasin ke lo Tiar.” balasnya menatap jengah ke arah Tiar. Lantas dengan kasar ia segera menepis tangan kekar itu dan berniat ingin pergi.“Lo kira gue bego apa—”“Emang!” potong Tania cepat, tak lupa ia juga menjukurkan lidahnya, berniat mengejek pria itu. “Ck! Tania setan,” umpat Tiar saat itu juga, membuat sang empu melotot tak terima.“Apa lo bilang?” “Lo kayak setan,” jawab Tiar santai, tak lupa pria itu memincingkan matanya, merasa senang karena berhasil menarik kembali atensi wanita itu.“Ish! Enak aja. Cantik gini di bilang kayak setan, yang ada lo tu kayak genderuwo.” Tani kema
Tepat saat bel berbunyi, keempat orang dewasa itu, sudah sampai di sebuah playgroup yang berada di pusat kota. Yuda berjalan lebih dulu, diikuti ketiga orang dewasa lainnya. “Gak sabar mau ketemu Haura,” celetuk Tania sembari menampilkan wajah penuh kebahagiaan. Membuat ketiga orang lainnya, reflek menoleh, dan menatap ke arahnya. “Tapi Haura nya enggak, dia sawan kalau lihat muka lo!” balas Tiar, yang langsung tertawa puas, apalagi saat melihat raut masam yang langsung Tania tampilkan.“Iya nggak, Yud?” imbuh pria itu meminta dukungan pada Yuda. Yuda sendiri hanya terkekeh, tak berniat meladeni kegaduhan yang orang itu perbuat.“Ish, Tiar. Lo bisa nggak sih diem aja! Gak usah ngomong sama gue!” Tania berdecak malas, bahkan gadis itu sampai menghentak-hentakkan kakinya ke ubin yang dingin. Tak peduli, pada tatapan aneh yang orang lain lemparkan untuknya.“Tania, udah! Malu ih … diliatin anak-anak tuh!” bisik Hanny, mencoba menenangkan.“Tapi Tiar yang mulai, Hanny!” protes Tania tak
“Ada yang bisa jelasin ke aku?” Dengan netra yang terus bergerak menatap kedua temannya secara bergantian, Hanny bertanya dengan begitu tegas, tetapi nadanya cukup santai. Namun, siapa sangka jika tatapan yang tampak tenang itu, justru membuat kedua temannya kicep, dan tidak tau harus merespon seperti apa. Terutama Tania, wanita berambut panjang dengan gelombang dibagian bawah itu hanya diam, sembari sesekali mencuri pandang ke arah Tiar.“Hallo, kalian denger aku?” Hanny malambaikan kedua tangannya tepat di depan wajah dua bujang dihadapannya “He, ayolah! Aku di sini nanya lo, kalian jawabnya pakai mulut, jangan pakai suara hati. Aku nggak bisa denger!” imbuhnya dengan sedikit menaikan nada suara, meski masih terdengar cukup lembut di telinga keduanya.“S-sorry, Han!” cicit Tania, yang kini sudah kembali menyenggol-nyenggol tubuh Tiar, mencoba untuk meminta bantuan pria itu. Padahal Hanny hanya ingin bertanya bukan mamakan dia, tapi kenapa Tania bisa setakut itu? Tiar yang juga me
“Kamu mau ke kantor, ‘kan hari ini?” Raka yang kala itu masih sibuk membenahi dasi di lehernya, sedikit menoleh, menatap sang istri yang terduduk di pinggiran kasur.“Iya, Sayang. Ada apa?” Tidak ada jawaban apapun dari sang empu, membuat helaan nafas sontak keluar dari mulut Raka, sesaat sebelum pria itu kembali menatap kaca di hadapannya.“Aku ikut!” Hanny akhirnya menjawab, lantas wanita itu segera mengambil tas kecil koleksinya dan segera mengahmpiri sang suami.“Ikut? Tumben banget,” balas Raka yang kini sudah kembali menatap sang istri yang sudah berada tepat disampingnya.Namun, saat kedua tangan kekar itu bergerak menyentuh pundak sang istri, tepisan pun langsung ia dapatkan.“Gak usah sentuh aku!” tegas Hanny bersungut-sungut. “Aku ngizinin kamu ada di sini, bukan berarti aku maafin kamu. Jangan kamu kira aku bakal terus percaya sama kamu, dan aku juga akan terus kumpulin bukti buat bongkar kedok kamu,” imbuhnya dengan tatapan yang berubah bengis detik itu juga.“Aku nggak
“Arggghhh, brengs*k!” “Awas kamu Hanny!”Hembusan angin sepoi-sepoi yang menerbangkan setiap helaian anak rambut Devina, nyatanya tak mampu membuat wanita itu merasakam kesejukan. Bahkan hatinya terasa semakin panas di setiap detiknya.Tepat dipinggiran pembatas rooftop, kedua tangan Devina mengepal sempurana, memperlihatkan otot-otot kecilnya yang semakin menonjol.“Aku bakal pastiin kamu yang akan lebih dulu bersujud di bawah kakiku!” Wanita itu kembali menyeringai dengan tatapan angkuh nan bengisnya. “Hei, kamu nggak papa!”“Ngapain kamu kesini?” Devina menoleh, tatakal mendapi sosok Raka yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. Bak tak mengidahkan pertanyaan sang wanita, tangan kekar Raka justru bergerak untuk menggengam sebalah tangan yang masoh terkepal disana. Meski awalnya terdapat penolakan, akhirnya Devina luluh juga.“Kamu nggak ninggalin aku?” Dengan mantap devina menatap wajah Raka. Kini posisi mereka sudah saling berhadapan, keduanya enggan melapas tautan dua tanga
“Oke, udah semua!” Devina yang baru saja tiba, dengan setumpuk dokumen dalam rengkuhannya, berhasil dibuat terbrlalak tatkala beberapa Office boy, mengeluarkan semua barang dari dalam ruangannya.“Pak, ada apa ini?” tanyanya saat masih berada di ambang pintu, membuat beberapa OB itu reflek menoleh dan menghentikan aktivitasnya. “Apa hak kalian mengeluarkan semua barang dari ruangan saya?” imbuhnya, saat telah berhasil menghampiri salah satu pria paruh baya yang ada di sana. Dahi wanita itu menyerngit heran, serta tatapannya nyalang. Namun, penuh dengan pertanyaan.“Maaf, buk! Tapi ini perintah.” Office boy yang diketahui bernama pak Boby itu menjawab. Kemudian pada detik berikutnya, ia kembali menatap beberapa orang rekan kerjanya. “Kalian! mari kita lanjutkan!” Devina diam, tetapi tidak dengan otak di kepalanya. Organ kecil itu, terus berputar di tempat, berusaha mencari jawaban dari segala pertanyaan yang bersarang di sana.“Siapa yang memberi kalian perintah?” Akhirnya Devina m
Matahari yang sudah berada tepat diatas kepala, nampaknya, semakin membuat kepala wanita berambut blonde sebahu itu mendidih.Setelah turun dari mobil taxi yang baru saja ia tumpangi, kini dengan langkah gontainya, ia berjalan menuju sebuah Cafe bergaya elit yang sudah lama tidak ia kunjungi.Lonceng pun sontak berbunyi, tatkala ia mulai melangkahkan kaki, dan membuka pintu utama, membuat tak sedikit pelanggan reflek menoleh ke tempatnya berdiri, termasuk salah satu wanita yang tengah berada di pojok ruangan. “Selamat siang, ibu! Mari saya antar ke ruangan anda!” sapa salah seorang waiters dengan begitu ramah, bahkan ia juga mempersilahkan wanita tersebut dengan sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. Sang empu hanya mengangguk sebagai jawaban, lantas berjalan mendahului waiters tersebut. Dan hal itu berhasil membuat wanita lain, yang sejak tadi terfokus pada adegan kecil tersebut semakin menyerngit heran.“Gak bisa, gue harus selidiki semuanya, sebelum terlambat!” tutur wanita ter
Sesuai yang sudah Tiar katakan sebelumnya, tepat setelah 3 jam berlalu, pria tampan berkacamata itu segera melepas jas putih yang sedari tadi melekat di tubuhnya.Menyisakan sebuah kemeja panjang berwarna Biru, yang saat itu juga langsung ia gulung hingga mencapai siku.Dan tidak perlu waktu lama, pria dewasa itu seger! menekan pedal gas mobilnya untuk segera menemui sang sahabat. Hampir 15 menit berlalu dan kini Tiar sudah sampai pada sebuah rumah megah nan tampak sepi.“Tumben lo pulang?” Tiar berujar setelah berada di ambang pintu, membuat sang pemilik rumah yang tengah terduduk di sofa ruang tamu reflek menoleh.Dan tanpa menunggu disuruh, pria itu langsung bergerak dan mengambil duduk tepat di samping Tania.“Telat 15 menit,” cibir Tania mengecek jam di pergelangan tangannya sendiri.“Ck! Lo kira gue iron man, bisa terbang kemana saja?”“Emang iron man bisa terbang?” balas Tania menanggapi ucapan tidak berfaedah dari Tiar.“Hust! Diem. Gue gak tau dan gak mau tau!” Dengan cepat T
“Bunny!”“Hanny!”Teriakan yang menggema secara bersamaan, berhasil mengambil alih atensi Hanny, membuat wanita itu sontak menoleh guna mencari sumber suara, dan melemparkan senyum, sembari melambaikan tangan, ke arah Haura, juga Tania yang berada di tepian jalan.“Hanny, minggir! Di belakang lo!” Dengan wajahnya yang sudah pucat pasi, Tania kembali berteriak dengan lantang, membuat Hanny menyerngit heran. Namun, tak urung wanita itu menoleh, tapi sayang. Semuanya terlambat.Motor yang terus melaju kencang ke arahnya, membuat kakinya kelu untuk bergerak, saat itu juga netranya membulat sempurna dengan perasaan tak karuan.“Awas!” Hingga teriakan itu kembali menggema, bersamaan dengan tubuhnya yang terhuyung tak tentu arah, dan berakhir dengan suara tabrakan yang begitu nyaring hingga memekikkan telinga. “Hanny!” Tania yang sudah berlari, reflek menghentikan langkahnya, dengan mata yang berembun detik itu juga. Sedangkan yuda, dengan cepat pria itu menutup wajah Haura, tak membiarkan
“Maksudnya pindah?” Tania reflek berdiri dan berbalik badan untuk menatap Tiar yang tengah berdiri.Tiar tidak langsung menjawab, pria itu lebih dulu menghela nafas berat, lantas membalas tatapan Tania tak kalah intens. “ Aku mau ajak Haura pergi dari sini. “Lebih tepatnya, pergi dari kota ini. Aku gak bisa tinggal di sini terus,” imbuhnya sembari menelisik keadaan sekeliling ruangan dengan senyum yang semakin pudar. Jika boleh jujur, Tiar sudah nyaman berada di rumah pemberian Hanny itu. Namun ia juga masih sadar diri. Ia tidak bisa berhutang budi pada wanita itu.“Jangan bilang, ini karena masalah Hanny sama devina?” Tania kembali bergumam, dengan suaranya yang tiba-tiba bergetar. Pertanyaan itu berhasil membuat Tiar langsung menundukan kepala, apalagi saat melihat wajah Tania yang tiba-tiba memerah, dengan mata yang berkaca-kaca.“Emangnya Bunny, sama Ibu punya masalah apa? Gara-gara Haura ya!” Sial sepertinya kedua orang dewasa itu telah melupakan sosok malaikat kecil yang seja
“Ooo … Jadi selama ini kita makan di resto milik pelakor!” Seorang wanita paruh baya memekik dengan begitu lantang. Disambung dengan suara ricuh dari pelanggan lain yang turut mencibir sosok Devina. Tentu saja, mendengar hal itu membuat Hanny merasa puas dengan perlawanan yang ia berikan. Cukup sudah berdiam diri, kini wanita hamil itu akan turun untuk beraksi.“Mending, kita pergi dari sini! Gak usah lagi makan disini. Bisa-bisa laki kita diembat juga sama dia.” Seorang wanita lain, turut nimbrung, lantas berjalan mendekati Devina, tanpa aba-aba ia langsung menyiramkan segelas air yang tergeletak diatas meja. “Dasar pelakor! Tau rasa kamu sekarang!” tuturnya tersenyum senang. Devina yang mendapatkan serangan mendadak, tentu saja berhasil dibuat terkejut. Wanita itu reflek menutup mata, tatkala segelas air langsung terjun membasahi seluruh wajahnya.Devina semakin dibuat naik pitam, dadanya yang bergemuruh, semakin panas saat menghela nafas, dengan kasar ia meraup wajahnya sendiri
Tania yang baru saja hendak pergi bekerja, harus terlonjak kecil tatkala mendapati sang sahabat sudah berdiri di ambang pintu rumahnya, kini wanita itu tak lagi tinggal di apartemen, ia memutuskan untuk kembali ke kediaman kedua orang tuanya. Tania segera meraih punggung Hanny untuk ia cengkram dengan kuat, netranya menelisik setiap jengkal tubuh wanita hamil di hadapannya. “ Hanny? Kok kesini gak bilang-bilang.”Hanny menggeleng, sembari menerbitkan seulas senyum ia meraih tangan Tania untuk ia genggam. “Ada perlu sama kamu,” “Yaudah yuk masuk!” Tania berniat menarik tubuh Hanny untuk melangkah masuk, tetapi wanita itu langsung menolak. Tentu saja, hal itu langsung membuat Tania menyerngit penuh tanya. “Nanti aja deh, Tan. Kamu mau berangkat kerja ‘kan,” tutur Hanny bermaksud untuk kembali beranjak dari sana. Namun, dengan cepat Tania langsung menahan tangannya.“Nggak papa, gue bisa tukeran shift sama dokter lain.” kilah Tania, yang langsung mengeluarkan benda pipih dari dalam
“Udah kenyang?” Tania yang saat ini teng duduk diatas trotoar, menoleh ke arah Yuda yang baru saja memberinya pertanyan.“Udah!” balasnya sembari menunjukan deretan gigi-gigi putihnya yang tersusun rapi.“Yaudah ayok!” Yuda lebih dulu berdiri, bukannya segera mengikuti, Tania justru hanya mendongak dengan menampilkan lipatan-lipatan pada dahinya.“Mau kemana?” wanita itu kembali bertanya dengan wajah cengonya, dan melihat itu membuat Yuda tak lagi bisa menahan kedua sudut bibirnya untuk terangkat.Malam ini, pria itu berhasil melihat siapa Tania yang sebenarnya, bukan gadis bar-bar yang suka asal ceplos, melainkan gadis unik dengan segala kelemotannya. Jadi sekarang dia sudah tidak heran lagi, kenapa Tiar suka sekali memarahi wanita di hadapannya itu. “Pantesan,” Tanpa sadar Yuda berucap, membuat Tania semakin menyerngit penuh tanya, begitu pula dengan dirinya yang juga tampak syok sendiri.“Apanya?” Tania bertanya. Yuda menggeleng cepat.“Bukan apa-apa!” Kali ini, Tania tidak bern
Tak perlu waktu yang lama, taxi yang ditumpangi Tania sudah sampi di tempat tujuan. Sebelum benar-benar beranjak, Tania membayar dan mngucapkan terimakasih kepada pria paruh baya yang sudah mengantarkannya dengan semangat.Seulas senyum pun langsung terbit di wajah cantik wanita itu, tatakal mendapti sebuah Toko bunga yang sudah tutup, lantas netranya bergerak pada favilliun kecil yang ada disebelahnya.“Akhirnya sampai juga,” gumamnya, sebelum kembali melangkah, dan langsung mengetuk pintu yang ada di hadapannya saat ini.“Permisi!” Tania kembali bergumam saat belum juga mendapat respon dari dalam.Gadis itu menghela nafas, “Apa udah pada tidur ya?” tanyanya pada diri sendiri, lantas ia melihat jam yang melingkar cantik di pergelangan tanganya. “Masa iya udah tidur, ‘kan masih jam segini!” sambungnya dilanda rasa bimbang. “Ck! aish!” Wanita itu berdecak, sembari menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Lagi lupa lo ngapain sih, dateng kesini malem-malem. Gak jelas banget s
Sepeninggal kedua temannya, kini tatapan Hanny fokus ke arah depan, wanita itu sama sekali tak mengindahkan keberadaan sang suami yang berada tepat di sampingnya.Awalnya tidak ada yang membuka suara, semua tampak tengah fokus pada pikiran masing-masing. Hingga sang pria lah yang lebih dulu berdehem, tetapi sayang deheman utu sama sekali tak membuat sang istri menoleh ke arahnya. “Sayang,” panggil Raka setengah berbisik, bersamaan dengan itu, tangannya turut bergerak mengusap surai panjang milik Hanny.“Apa?” Akhirnya Hanny menoleh, walaupun tatapannya terlihat sangat tidak bersemangat. “Maafin aku ya!” balas Raka mengulum senyum.“Buat apa?” sembari menarik sebelas alisnya untuk terangkat, Hanny terkekeh singkat.Tangan yang masih setia mengusap surai sang istri, perlahan turun dan berhenti tepat pada kedua tangan Hanny, kemudian ia genggam tangan itu seerat mungkin. “Maaf, aku udah lali jaga kamu!” pria itu berkata penuh penyesalan, saat berhasil mencium kedua tangan sang istri de
Detik demi detik berlalu dengan begitu cepat, menggantikan menit menjadi jam, dan siang menjadi malam. Dan kini, Raka sudah berdiri tegak di hadapan pintu apartemen milik mantan sekretaris.Hampir 5 menit berlalu, tetapi sang empu tak juga kunjung menampakkan batang hidungnya, membuat Raka semakin frustasi.“Dev, ayo dong buka pintunya! Aku mau masuk!” Pria itu terus mengetuk daun pintu dihadapannya dan sesekali berteriak dengan lantang, berharap wanita di dalam sana segera keluar.“Aku masuk, atau pintunya aku dobrak!” Habis sudah kesabaran Raka, pria itu berucap dengan tegas, dan penuh intimidasi.Sedangkan di dalam sana, tepat diatas ranjang, Devina yang tengah berkutat dengan layar laptopnya menghela nafas jengah. Namun, tak urung wanita itu tetap beranjak menuju pintu utama.“Dobrak aja, kalau kamu berani!” katanya tatkala hampir mencapai daun pintu. “Devina!” Teriakan Raka kembali terdengar, membuat Devina mau tidak mau langsung memutar kunci dan membuka pintu tersebut.“Apa?
Sesuai yang sudah Tiar katakan sebelumnya, tepat setelah 3 jam berlalu, pria tampan berkacamata itu segera melepas jas putih yang sedari tadi melekat di tubuhnya.Menyisakan sebuah kemeja panjang berwarna Biru, yang saat itu juga langsung ia gulung hingga mencapai siku.Dan tidak perlu waktu lama, pria dewasa itu seger! menekan pedal gas mobilnya untuk segera menemui sang sahabat. Hampir 15 menit berlalu dan kini Tiar sudah sampai pada sebuah rumah megah nan tampak sepi.“Tumben lo pulang?” Tiar berujar setelah berada di ambang pintu, membuat sang pemilik rumah yang tengah terduduk di sofa ruang tamu reflek menoleh.Dan tanpa menunggu disuruh, pria itu langsung bergerak dan mengambil duduk tepat di samping Tania.“Telat 15 menit,” cibir Tania mengecek jam di pergelangan tangannya sendiri.“Ck! Lo kira gue iron man, bisa terbang kemana saja?”“Emang iron man bisa terbang?” balas Tania menanggapi ucapan tidak berfaedah dari Tiar.“Hust! Diem. Gue gak tau dan gak mau tau!” Dengan cepat T