Tampaknya, Dev keberatan memenuhi keinginan Xander untuk berkenalan dengan Kirei. Dia punya alasan tersendiri bersikap begitu. Dev juga tidak merasa bersalah atau sekadar tak enak hati.
“Bukankah kamu mengundangku untuk makan malam?” Nada pertanyaan Dev bagai sindiran halus, berhubung belum ada satu menu pun yang dihidangkan.
“Oh, astaga. Aku terlalu fokus pada pembahasan tanah,” ujar Xander, yang segera menekan tombol merah di kaki meja.
Tak berselang lama, tiga pelayan masuk ke ruangan itu. Masing-masing dari mereka membawa satu menu. Sesaat kemudian, muncul seorang lagi membawa troli dengan botol minuman keluaran brand luar negeri.
“Aku sengaja hanya memsan sedikit makanan. Kamu jarang makan banyak jika kutraktir,” ucap
Kirei menatap Dev, meskipun wajah pria itu tidak terlihat jelas. Sesaat, dia memejamkan mata, menikmati sentuhan nakal sang suami. Namun, Kirei segera tersadar, ketika tangan Dev menelusup ke balik celana dalam, bermaksud menyentuh area kewanitaannya secara langsung.“Tidak. Kamu belum mencuci tangan,” cegah Kirei, seraya menahan tangan Dev hingga berhenti bergerak.Dev mengembuskan napas berat bernada keluhan, lalu menarik tangannya dari balik celana dalam Kirei. Dia kembali duduk pada posisi siap mengemudi. Namun, tak segera menyalakan mesin kendaraan. Dev terdiam beberapa saat, seperti tengah memikirkan sesuatu. Sesaat kemudian, barulah pria itu menyalakan mesin kendaraan, lalu menginjak pedal gas.Tak ada perbincangan selama dalam perjalanan. Hingga sedan hitam yang Dev kendarai mem
“Buku yang kubutuhkan tidak ada di perpustakaan pribadimu. Semua tentang bisnis dan …. Aku mahasiswi jurusan sastra.”Dev tersenyum simpul. “Buku apa yang kamu butuhkan? Aku akan mampir ke toko buku sambil pulang.”Kirei menyebutkan nama buku yang dia butuhkan sedangkan Dev mendengarkan dengan serius. Sesekali, pria tampan 38 tahun tersebut menautkan alis, lalu mengembuskan napas pelan.Sementara itu, Xander memperhatikan dengan sorot tak dapat diartikan. Dia tahu Dev sedang bicara dengan Kirei, wanita yang membuat penasaran karena belum sempat menyebutkan nama.Naluri Xander sebagai pria berlabel casanova begitu tergelitik, meskipun tahu betul bahwa Kirei merupakan istri Dev. Namun, godaan paras menawan dan tubuh
Malam belum terlalu larut, ketika Kirei menutup buku, lalu meletakkannya di meja. Wanita muda itu terdiam beberapa saat, sebelum beranjak dari tempat tidur.Kirei melangkah keluar kamar, menyusuri koridor berhiaskan lampu tempel dengan jarak yang sudah diatur sedemikian rupa. Tujuannya adalah ruang kerja Dev. Dia tahu pada jam seperti itu, sang suami masih di sana.Sesaat kemudian, Kirei sudah tiba di depan ruang kerja Dev. Sebelum mengetuk pintu, dia menggulung rambut menggunakan jedai, lalu merapikan tali kimono.“Ah, bodoh sekali aku!” gerutu Kirei pelan. “Kenapa menemui Dev dengan pakaian seperti ini?”Kirei sadar hanya akan ‘cari mati’, bila menghadap Dev dengan penampilan seperti itu. Akhirnya, dia berbalik hend
“Ah …. Ya, Tuhan …,” desah manja Kirei kembali terdengar. Kali ini bahkan lebih nyaring dari sebelumnya. Beruntung karena suara wanita muda itu tersamarkan, oleh alunan lagu yang belum dimatikan.Kirei menggigit bibir cukup kencang, merasakan sapuan lembut Dev di area kewanitaannya. Selama ini, dia yang hanya membayangkan, akhirnya, dapat merasakan sendiri seberapa nikmatnya diperlakukan seperti itu.“Oh, Dev. Aku tidak tahan.”Desahan manja mengalir tanpa henti dari bibir Kirei. Lagi dan lagi. Dev membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.“Ah …. Aku menyukainya. Tapi, ini terlalu nikmat …,” racau Kirei. Entah sadar atau tidak, saat berkata demikian. Kirei bagai terlupa akan
“Hm. Benar-benar cantiK,” ucap pria yang tak lain adalah Xander. “Billy memang bisa diandalkan.” Senyum simpul tersungging dari bibir teman sekaligus rekan bisnis Dev tersebut.Xander asyik mengawasi Kirei yang tengah berbicara dengan Tristan. Tak ada yang luput dari pandangan pria 38 tahun itu. Dari ujung rambut hingga ujung kaki. diperhatikannya secara detail.“Betapa beruntung Dev memilikimu ….” Xander mengalihkan perhatian pada dua lembar kertas, berisi segala informasi tentang Kirei. “Kirei Karenina. Kirei ….”Xander sudah memperoleh apa yang dia inginkan. Entah bagaimana caranya, Billy bisa mendapatkan informasi tentang istri Dev tersebut.“Jadi, kamu adalah putri dari Sigit Surya
Sepulang dari rumah sakit, Kirei langsung disuguhi wajah dingin Dev, yang duduk penuh wibawa, dengan kaki kanan berada di paha kiri. Dari sorot matanya, terlihat jelas bahwa Dev tidak menyukai apa yang Kirei lakukan.Kirei dapat menangkap bahasa tubuh Dev dengan baik. Meskipun belum terlalu lama tinggal dengan pria itu, tetapi dia mulai mengenal karakter pengusaha tampan 38 tahun tersebut.Walaupun tak nyaman, Kirei bersikap sok tenang. Dia juga tidak terlalu memedulikan Dev, dan lebih memilih langsung menuju kamarnya.“Kirei Karenina!” panggil Dev tegas, tanpa mengubah sikap duduk.Kirei yang awalnya berniat menghindari Dev, terpaksa menghentikan langkah. Namun, dia tak menoleh. Tidak juga mengatakan apa-apa.
“Pak Xander?” sapa Kirei sopan.Xander mengangguk tenang. “Aku ingin bertemu dengan Dev,” ucapnya.“Tapi, Dia sedang keluar. Ada urusan pekerjaan,” terang Kirei, sesuai dengan yang Santi katakan tadi.“Oh, begitu. Sayang sekali. Padahal, ada hal penting yang harus kami bahas.”Kirei menatap aneh sejenak. Sesaat kemudian, wanita muda itu kembali terlihat biasa. “Kenapa tidak menghubunginya secara langsung?”Xander langsung menanggapi dengan gelengan. “Dev tidak akan memeriksa telepon genggamnya, bila sedang membahas masalah pekerjaan.”“Kemarin, dia menjawab panggilan telepon dariku,” gumam Kirei po
Tak sesuai yang dikatakan Santi. Ternyata, Dev pulang lebih cepat. Kedatangannya membuat Santi jadi kelabakan, berhubung mengetahui Kirei keluar bersama Xander. “Pak Dev? Bukannya Anda baru akan pulang nanti malam?” “Memangnya kenapa?” Dev menatap datar sang pelayan.Santi segera menggeleng. “Saya belum menyiapkan makan siang. Apa Anda ingin saya buatkan kopi?” tawarnya.“Boleh. Antarkan ke ruang kerja.” Dev berbalik, meninggalkan Santi yang memasang raut tegang.Santi bergegas ke dapur, lalu mengirimkan pesan kepada Kirei.[Pak Dev pulang lebih cepat. Beliau pasti marah kalau tahu Mbak Kirei tidak ada di rumah.]
Dev mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Kirei ke seluruh penjuru kota. Dia menekankan kepada mereka agar tidak kembali ke markas, sebelum benar-benar yakin bahwa Kirei tidak ditemukan di manapun. Tiga hari pencarian besar-besaran dilakukan. Seakan tak ada rasa lelah, mereka memeriksa ke seluruh tempat. Namun, Kirei tak ada di mana-mana. Seperti sebelumnya, wanita itu sangat pandai menyembunyikan diri agar tak mudah ditemukan. “Kami sudah memeriksa setiap tempat dan …. Nona Kirei tidak ada di wilayah yang menjadi area pencarian kami,” lapor Mathias, yang bertugas memimpin kelompok 15. Rasa takut tersirat jelas dari parasnya, berhubung laporannya barusan pasti akan membuat Dev marah besar. “Kau yakin sudah mencari Kirei ke berbagai penjuru kota?” Dev menatap tajam Mathias yang berdiri dengan ekspresi cukup tegang.Mathias mengangguk tegas, berusaha menutupi ketakutan akan kemarahan sang tuan besar. “Aku membagi kelompok 15 jadi beberapa bagian, Tuan. Kami berpencar dan mel
“Nyonya!” Beto segera menghampiri Maitea. “Apa yang terjadi?” tanyanya sekali lagi, seraya menurunkan tubuh di sebelah ibunda Dev tersebut.“Ki-Kirei …. Di-dia … dia menyerangku …,” ucap Maitea terbata karena sambil menahan sakit di lengannya.“Ya, ampun. Tuan Dev pasti akan marah besar karena ini,” ujar Beto. “Apa Anda bisa bangun?”Maitea mengangguk. “Panggilkan Dokter Maldonado sekarang juga. Setelah itu, bawa rekan-rekanmu mencari Kirei,” titah Maitea.“Tuan Dev hanya menempatkan sepuluh orang di depan, dan sepuluh orang di belakang,” ucap Beto, seraya menghubungi Dokter Maldonado. Sesaat kemudian, panggilannya tersambung. Beto meminta sang dokter agar segera datang ke sana.“Dokter Maldonado akan segera kemari, Nyonya. Aku harus menghubungi Tuan Luis terlebih dulu.”Beto memanggil seorang pelayan, yang langsung membantu Maitea ke kamarnya. Setelah itu, dia bergegas menghubungi Luis sambil berjalan keluar rumah."Nyonya Maitea terluka. Nona Kirei menyerangnya, sebelum melarikan di
“Tidak, Nak! Apa yang kau lakukan?” Maitea berusaha meminta pisau yang Kirei pegang. “Berikan padaku,” bujuknya lembut, menyembunyikan rasa gugup dan khawatir yang tiba-tiba hadir. “Jika aku tidak bisa keluar dalam keadaan hidup, maka tak apa dalam kondisi tidak bernyawa. Hidupku sudah hancur. Semua angan indah tentang masa depan dan cita-cita, sirna seketika saat aku harus berurusan dengan Dev.”“Semua bisa dibicarakan baik-baik.”Kirei menggeleng kencang, membantah ucapan Maitea. “Dev memberikan kesempatan besar. Namun, dia telah memangkas habis kebebasanku. Lambat laun, napasku pun pasti harus sesuai dengan keinginannya.”“Tidak, Nak. Putraku pasti memiliki alasan kuat melakukan itu. Dia tidak pernah bertindak sembarangan tanpa perhitungan matang,” bantah Maitea.“Mama tidak tahu apa yang telah Dev lakukan. Dia kerap bersikap kasar dengan memberikan hukuman padaku,” tutur Kirei cukup tegas. “Aku pernah dihukum di ruang bawah tanah selama dua hari, dengan tiga ekor anjing buas yang
“Tidak ada hukuman lagi?”“Aku akan tetap memberikan hukuman, andai kau melanggar aturanku,” tegas Dev.“Kamu memberikan hukuman untuk kesalahan yang tidak jelas. Apakah itu adil?” Setelah lebih banyak memilih diam, Kirei akhirnya bersuara. “Aku sudah sering mengatakan ini padamu. Namun, kamu tetap egois dan hanya melihat dari satu sudut pandang, yaitu sudut pandangmu."Dev tidak menanggapi.“Apa yang bisa kulakukan, Dev? Apakah aku harus memasang papan di depan dada, yang bertuliskan ‘Dilarang menatapku’? Itu yang kamu mau?”“Aku hanya takut kehilanganmu.”“Pria yang menatapku, belum t
Kirei menoleh, menatap dengan sorot tak dapat diartikan. Namun, dia tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ucapan Dev. Akhirnya, dia lebih memilih diam, lalu memalingkan muka.Beberapa saat kemudian, mobil yang Dev dan Kirei tumpangi sudah tiba di halaman parkir belakang rumah perkebunan milik Maitea. Kedatangan mereka disambut senyum hangat ibunda Dev tersebut.Bahasa tubuh Maitea masih terlihat sama. Dia tidak menunjukkan kemarahan atau semacamnya, meskipun Kirei sudah melakukan kesalahan dengan melarikan dari sang putra. Entah kesalahan atau bukan yang Kirei lakukan. Namun, sepertinya Maitea berusaha memahami situasi yang dihadapi wanita muda itu.“Apa kabar, Nak? Selamat datang kembali di rumah ini,” sambut Maitea hangat dan penuh kasih. Dipeluk serta diciumnya kening Kirei, bagai seorang ibu te
Dev mengepalkan tangan mendengar ucapan Kirei. Tanpa banyak bicara, dia berlalu keluar kamar. Dev mengunci pintu, agar Kirei tidak bisa melarikan diri.Dengan langkah gagah penuh percaya diri, dia menuju kamar Luis.“Ada yang bisa kubantu, Tuan?” tanya Luis.Dev tidak segera menjawab. Dia menatap sang ajudan, dengan sorot tajam penuh makna. Namun, hanya lewat tatapan seperti itu, Luis sudah mengetahui apa yang akan Dev katakan.“Owen Wyatt,” ucap Dev dingin.Luis mengangguk. “Siap, Tuan.”“Ingat. Jangan meninggalkan jejak sedikit pun.”
Kirei terbelalak lebar, lalu mundur. Namun, Owen langsung pindah ke belakang sehingga dia tak bisa ke mana-mana. “Owen … kau ….” Suara Kirei begitu lirih. Bibirnya pun bergetar menahan kemarahan yang bisa dilampiaskan.“Luis akan memberikan bayaranmu,” ucap seseorang, yang tak lain adalah Dev. Pria tampan berkemeja putih itu tersenyum kalem, dengan sorot tak dapat diartikan yang terus tertuju kepada Kirei.“Terima kasih, Tuan Dev,” sahut Owen tanpa beban.“Ayo, pulang,” ajak Dev, seraya maju ke hadapan Kirei yang menatap ketakutan. “Kita akan kembali ke Meksiko.”Kirei menggeleng kencang, menolak keras ajakan Dev. Namun, dia tidak bisa melarikan diri, berhubung Owen menahannya dari bela
“New York?” Kirei menatap tajam Owen yang langsung mengangguk. “Kenapa? Kenapa kau ingin membawaku ke sana?” tanya Kirei penuh selidik.“Bukankah kau tidak ingin kembali pada Dev Aydin? Pria itu ada di kota ini. Jika kau juga masih di sini, bukan tak mungkin dia akan menemukanmu dalam waktu dekat,” jelas Owen.Namun, Kirei langsung menggeleng kencang. “Tidak!” tolaknya tegas, seraya berdiri dan menjauh dari Owen. “Aku tidak akan mengulangi kebodohan yang sama, dengan langsung percaya pada pria yang belum kukenal baik.”“Apa yang salah dariku? Aku tidak punya niat buruk padamu. Aku justru ….” Owen yang sudah beranjak dari duduk, berjalan ke hadapan Kirei. “Kau sangat menarik,” ucapnya, seraya menyentuh pipi wanita itu.“Jangan merayuku!” Kirei menepiskan kasar tangan Owen dari wajahnya. “Aku tidak mengenalmu dan tak tahu apa yang kau inginkan.”“Jika aku punya niat buruk, aku pasti sudah memberitahukan keberadaanmu sejak awal kepada Dev Aydin. Aku juga tidak akan mengakui telah ditugas
Kirei tersenyum lebar, diiringi gelengan tak percaya. “Kupikir, kau tidak selucu ini, Tuan Wyatt.”“Aku serius.”Perlahan, senyuman Kirei memudar. Raut wajahnya berubah aneh.“Kenapa?”“Seharusnya, aku yang bertanya kenapa.”Owen tidak menjawab. Dia berbalik, menghadapkan tubuh sepenuhnya kepada Kirei. Pria tampan berambut cokelat gelap itu makin mendekat. “Anggap saja sebagai salam pertemuan dan perpisahan.”“Maksudmu?” Kirei menatap tak mengerti.“Aku tak tahu apakah kita akan bertemu lagi atau tidak. Kau wanita yang sangat menarik, Helena.&rdqu