Usai makan, Sophia pikir, mertuanya itu akan segera pulang. Tapi yang ada, mertuanya malah duduk santai di depan televisi. Petra yang sibuk membaca koran pagi ini, dan juga Mia yang sibuk dengan ponselnya. Sophia melirik Shaka yang berdiri tak jauh dari dirinya, meminta bantuan pria itu untuk membebaskan diri dari kedua mertuanya. Sophia harus pergi ke kios bunga membantu ayahnya menanam beberapa bunga yang baru saja datang. Dia tidak mungkin menghabiskan waktu seharian di rumah dengan kedua mertuanya. Apalagi Shaka bilang, jika siang ini dia ada jadwal makan siang bersama dengan kekasihnya.
"Apa yang kalian lakukan? Nggak mau duduk bareng kita?" kata Petra.Sophia melirik canggung, bukan masalah tidak mau duduk. Tapi yang ada wanita itu ingin segera pergi dari tempat ini dengan cepat. "Hmm, Papi saya harus pergi ke kios bunga." kata Sophia akhirnya. Memberanikan diri mengatakan hal itu, karena Sophia tahu jika Shaka tidak akan mengatakan hal apapun pada ayahnya.Petra mengerutkan keningnya mendengar ucapan Sophia. Mereka ini baru saja menikah, masa iya sudah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing? Masa iya, tidak ada waktu satu atau dua minggu untuk mereka istirahat dirumah dan menikmati hari-hari pernikahan mereka."Papi … Shaka itu juga hanya kerja. Kalau cuma duduk di rumah nemenin Sophia, itu istrinya mau makan apa? Ya nggak mungkin dong Shaka mau ngasih Sophia rumput sama batu tiap bulan!!" cetus Mia tidak suka. Apapun keputusan Petra, Mia selalu tidak suka.Ya, pernikahan begini sama sekali tidak dia inginkan. Untung saja pernikahan mereka tidak mewah, tidak mengundang banyak orang kecuali keluarga. Tidak ada media atau apapun itu untuk meliput pernikahan mereka. Mia benar-benar malu memiliki menantu seperti Sophia, meskipun parasnya cantik jika wanita itu cacat untuk apa? Yang ada, akan ada banyak orang menghina dan juga mengejek Mia yang memiliki menantu cacat. Itu sebabnya dia paling benci dengan Sophia, Mia pikir semua ini terjadi juga karena Sophia."Kamu kayaknya lupa siapa Shaka!!" cibir Petra.Mia sama sekali tidak lupa siapa Shaka, hanya saja Mia tidak suka jika Shaka terus-terusan bersama dengan Sophia. Saling mengenal, atau melakukan banyak hal untuk kedekatan mereka, menurut Mia itu sama sekali tidak perlu.Disini, Sophia membenarkan ucapan Mia. Dia tahu betul siapa suaminya, tapi jika terus menerus di rumah memangnya Shaka mau melakukan apa? Sophia tahu suaminya itu kaya raya, bukan berarti Shaka harus berdiam diri kan? Mungkin Shaka bisa pergi ke kantor melihat bener pekerjaan karyawan atau mungkin menghadiri meeting penting yang akan menguntungkan perusahaan. Atau mungkin Shaka bisa memantau beberapa proyek yang sedang dijalani sebelum menikah dengan Sophia. Tidak masalah jika baru menikah dan Shaka bekerja keras, dia juga butuh makan setiap harinya."Ya juga ya. Belum lagi nanti kalau punya baby, banyak sekali kebutuhan yang bakalan kamu perlukan, Shaka." ucap Petra berpikir."Nah itu Papi tau, masa iya Shaka diam aja di rumah? Shaka 'kan bos, harus ngasih contoh yang bagus dong untuk karyawan." timbal Shaka mencoba untuk menyakinkan ayahnya.Petra tertawa kecil mendengar hal itu. Dia pikir Petra ini anak kecil yang gampang sekali di bohongi? Selama ini Petra tahu betul bagaimana cara kerja Shaka di kantor. Selain jarang masuk kantor, Shaka juga sering meminta orang lain untuk mewakilkan rapat penting perusahaan. Perkara saham juga Petra tahu jika mengalami penurunan sepuluh persen, sayangnya Shaka tidak menyadari hal itu."Contoh yang baik bagaimana, Shaka?" kekeh Petra.Shaka menggaruk keningnya yang tidak gatal sama sekali. Dia ingin membuka mulutnya, tapi Sophia lebih dulu membuka mulutnya lebih dulu."Papi, saya akan ke kios ada pesanan bunga." Sophia berdiri di depan Petra dengan lebih keyakinan. Dia tidak nyaman berada di rumah ini, apalagi Mia yang terus memperhatikan Sophia dengan tidak suka. "Ayah saya nggak bisa merangkai bunga cafe." jelas Sophia kembali.Apa dia sedang menyelamatkan aku? Pikir Shaka menatap Sophia tajam.Petra menghela nafasnya panjang, dia pikir setelah menikah mereka akan menghabiskan waktu bersama untuk saling mengenal. Tapi sayangnya, apa yang diinginkan Petra tidak terwujud. Mereka masih menganggap jika pernikahan ini hanya untuk sebuah pertanggungjawaban Shaka yang sudah membuat Sophia pincang. Padahal Petra sudah berharap setelah menikah hal indah terjadi diantara mereka. Tapi yang ada mereka malah sibuk dengan urusan mereka masing-masing.Sophia berpamitan untuk pergi, mencium punggung kening mertuanya dengan pelan. Meskipun Mia merasa ogah-ogahan, demi di depan Petra dia pun membiarkan Sophia untuk menyentuh tangannya."Saya pergi dulu, ayah saya sudah menunggu." pamit Sophia.Petra mengangguk, mempersilahkan Sophia untuk segera pergi. Mungkin benar, jika ayahnya telah menunggu. Apalagi selama ini yang mengurus penuh kios bunga itu ayahnya dan juga Sophia, ibunya hanya sekedar membantu saja tidak lebih."Mau kemana?" tanya Petra langsung, melihat Shaka yang bergegas ikut pergi.Mia mendesah, "Yang jelas Shaka juga harus kerja Papi." belanya.Petra tahu, tapi laki-laki itu meminta Shaka untuk tetap di rumah, ada beberapa hal tentang pekerjaan yang Petra ingin bahas dengan Shaka. Saham perusahaan menurun, Petra juga mendapat laporan jika Shaka suka sekali bolos masuk kerja. Dia sering meninggalkan meeting, dan tidak kembali ke kantor. Tidak hanya itu, Petra juga mendapat laporan jika Shaka mengambil uang perusahaan dengan alasan proyek barunya. Dan sampai saat ini Petra tidak tahu proyek mana yang sedang Shaka kerjakan, perusahaan mana yang bekerja sama dengannya, atau mungkin laporan penanaman saham.Tentu saja hal itu membuat Shaka diam. Pasalnya, uang yang dia ambil dari perusahaan itu digunakan untuk membelikan rumah Valery. Dia tidak mungkin tega melihat Valery diusir dari rumah yang dulu disita oleh bank. Ayahnya terlalu banyak hutang, hingga aset satu-satunya yang mereka miliki diminta orang lain. Tak hanya itu, Shaka juga membelikan mobil mewah pengeluaran terbaru untuk Valery, dia sudah menggunakan semua tabungannya hanya saja karena tidak cukup Shaka pun meminta uang perusahaan dengan alibi proyek baru. Shaka tidak tahu jika ayahnya akan memeriksa sampai sejauh ini."Aku tahu, jika dia harus bekerja. Tapi … aku juga harus tahu kan uang itu perginya kemana?" ucap Petra."Pi itu hanya uang kecil, jangan diperbesar.""Iya Pi, itu tidak seberapa. Lagian kalau untung juga duitnya masuk ke kantor." timbal Shaka.Melipat tangannya di depan, Petra pun mengamati apa yang Shaka lakukan, "Mau untungnya masuk ke kantor atau tidak. Yang jelas Papi tidak menerima proyek nggak jelas kamu yang ini. Dimana tempatnya, gimana perkembangannya, kamu aja nggak ngomong loh sama Papi."Shaka memijat pelipisnya pusing, dia tahu, tapi masalahnya bukan berarti apapun yang Shaka lakukan ayahnya harus tahu 'kan? Dia ini putra satu-satunya, masa iya ayahnya sendiri saja tidak percaya sama dia? Selama ini Shaka juga bekerja dengan baik, meskipun jarang ke kantor Shaka tidak pernah mendengar ada keluhan satu pun. Semuanya berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang Shaka dan juga Petra inginkan. Lalu masalahnya dimana?"Nanti Papi juga tahu itu proyek ada dimana. Untuk saat ini masih dirahasiakan." jelas Shaka tegas. Seolah dia tengah membuat Petra percaya dengan ucapannya."Pi apaan sih, sama anak sendiri loh ini masa iya nggak percaya." sela Mia yang terlihat kesal dengan sikap Petra."Bukannya begitu Mi, yang namanya bisnis itu– Mami mau kemana? Mi jangan pergi dulu!" Petra berteriak ketika Mia pergi begitu saja sambil menarik tangan Shaka. Anak itu terlalu dimanja oleh ibunya, sehingga suka sekali berbuat semaunya. Belum lagi latar belakang mereka dan juga jabatan, sehingga membuat Shaka menganggap apapun bisa dilakukan dan diselesaikan dengan uang.Sesampainya di depan rumah, Mia pun langsung merapikan baju Shaka yang sedikit kusut. Tak hanya itu, Mia juga membenarkan letak dasi Shaka yang tidak beraturan."Pergi sana, kemanapun yang kamu suka."Tentu, Shaka langsung tersenyum sambil menarik dasinya sedikit kencang, "Memang Mami yang paling baik banget, tau apa yang anaknya butuhkan.""Iyalah. Mami tahu kamu suntuk dengan perempuan itu. Mami juga begitu, kalau bukan karena Papi mu sudah dipastikan Mami akan menyingkirkan perempuan itu dengan cepat!!"Hal itu terlalu cepat, dan Shaka tidak ingin. Dia ingin melihat Sophia menderita selama hidup dengannya, dia ingin membuat Sophia membayar atas apa yang dia lakukan pada hidup Shaka. Mengikat laki-laki itu dengan benang tak kasat mata yang membuat hidup Shaka hancur. Setidaknya, Shaka harus membuat hidup Sophia hancur lebih dulu sebelum mereka berpisah. Tidak ada kebahagiaan, yang ada sebuah siksaan yang akan Sophia ingat seumur hidup."Aku pergi Mi, jaga diri baik-baik." pamit Shaka mengecup kening ibunya dengan sayang.Mia tersenyum penuh lebar sambil melambaikan tangan ke arah mobil yang baru saja pergi. Dia begitu setuju dengan apa yang Shaka katakan, jika putranya tidak bisa melakukan dengan baik. Bukankah … ibunya harus turun tangan?To be continuedMelihat kedua orang tuanya dan juga dua karyawannya duduk di depan pintu kios. Sophia pun buru-buru turun dari motor dan menghampiri mereka. Perempuan itu sesekali mencari keberadaan kunci kios yang selalu saja dia taruh di dalam tas yang sering dia bawa. Ayahnya menelpon, jika dia tidak membawa kunci kios begitu juga dengan ibunya yang tidak ingat sama sekali dengan kunci kiosnya. Apalagi selama ini Sion dan juga Sophia yang memegang kedua kunci usaha mereka. "Sorry ya Yah, aku telat lagi." kata Sophia tidak enak hati, sambil membuka pintu kiosnya.Sion menghela nafasnya panjang, "Harusnya Ayah yang nggak enak, ganggu acara kamu sama mertua kamu. Ayah yang minta maaf." "Nggak papa, Yah, mereka cuma sarapan aja kok di rumah habis itu pulang." Tetap saja Sion tidak enak hati, kalau saja Sion tahu mungkin dia akan pulang ke rumah dan tidak meminta Sophia untuk pulang. Putrinya membutuhkan waktu untuk mengenal keluarga suaminya, tapi sayang nya Sion malah mengganggu waktu itu.Sophia
Sophia tidak tahu apa maksud hari spesial yang Shaka ucapkan semalam. Pria itu terlihat begitu marah ketika sampai di rumah dan melihat kedua orang tua mereka tengah duduk santai sambil mengobrol banyak hal. Jika diingatkan Sophia bilang pada Petra jika hari itu Shaka sedang lembur, ada banyak sekali pekerjaan yang harus Shaka kerjakan sehingga dia tidak bisa ikut makan malam atau bertemu dengan keluarga Sophia. Bahkan Sophia juga tidak tahu jika Petra nekat menelpon Shaka dan meminta pria itu untuk pulang ke rumah bertemu dengan keluarga Sophia. Bahkan tidak ada Shaka pun juga semuanya akan membaik, apalagi Sophia juga tahu jika setelah menikah Shaka tersiksa dengan kehidupannya yang tidak bisa bertemu dengan kekasihnya. “Jangan mempersulitku lagi!!” ucap Shaka tegas. Sophia menoleh menatap Shaka dengan wajah bingung. Mempersulit apa? Bahkan Sophia tidak melakukan apapun pada kehidupan Shaka. Dia tidak meminta atau mengganggu Shaka selama ini, lalu Sophia mempersulit dari mana? “A
Turun dari ojek online Sophia pun mendengus. Rumahnya sudah seperti rumah tidak berpenghuni yang gelap gulita dan banyak sekali daun kering masuk ke halaman rumah. Karena terlalu sibuk hari ini Sophia jadi lupa untuk membawa beberapa tanaman yang bisa ditanam di depan rumah dan juga samping rumah. Sophia pikir lahan kosong ini bisa digunakan menanam sayur dan juga beberapa bunga yang bisa dijual di jika bunganya. Setidaknya ada pohon mawar dan juga kaktus pun tidak masalah bagi Sophia, yang penting ada tanaman hijau yang membuat indah rumah ini. Tapi karena pesanan terlalu banyak membuat Sophia lupa. Wanita itu masuk lebih dukungan ke dalam rumah, di deretan rumah ini hanya rumah Sophia yang terlihat gelap sendiri. Hingga lampu putih dan kuning pun menyala dengan terang, buru-buru Sophia membersihkan halaman rumahnya yang kotor dan juga dalam rumah. Sesekali menatap sekeliling komplek perumahan ini yang terbilang sepi tapi banyak sekali rumah dengan pintu terbuka. Mungkin mereka bisa
Seperti biasa, setelah memasak untuk dirinya sendiri. Sophia langsung pergi ke toko bunga, dia bisa melihat Lala yang sudah duduk di depan toko dengan wajah cemberutnya. Sophia pun tersenyum lalu menghampirinya.“Tumben banget La, datang sebelum aku datang.” kekeh Sophia “Dih, Mbak Phia lupa ya.” Alis Sophia mengerut, “Lupa apa La?” “Hari ini—” Lala menghentikan ucapannya ketika melihat sebuah mobil mewah berhenti tak jauh dari toko bunga Sophia. Dia mengerutkan keningnya, mobil itu sering Lala lihat sejak dulu sampai saat ini ketika Sophia membuka toko bunga, jam makan siang, dan juga sore hari. Tapi Lala tidak tahu siapa pemilik mobil itu, ketika Lala atau Sophia yang mendekati mobil itu yang ada mobilnya malah pergi dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Entah apa hubungannya hanya saja Lala takut jika orang di dalam mobil itu adalah orang jahat. Apalagi lagi maraknya penculikan dan penjualan organ tubuh manusia dengan nilai yang fantasi.“Selamat pagi.” sapa orang itu dengan se
Sejujurnya Sophia masih tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Shaka. Apa yang membuat pria itu tidak suka ketika Sophia bersama dengan Shaka. Bukannya terlalu percaya diri atau berbunga-bunga tapi sungguh, Sophia tidak tahu maksud dari ucapan Shaka. Dia ingin bertanya lebih jauh lagi, tapi melihat raut wajah Shaka saja langsung membuat Sophia malas. Hingga pagi ini Sophia lambung pergi ke toko bunga untuk mengambil beberapa tanaman yang ingin dia bawa pulang ke rumah. Hari ini Sophia berniat untuk pulang cepat, dan meminta Sion untuk menutup toko bunganya. Sophia ingin berkebun di rumah, dia juga sudah membeli beberapa benih sayuran untuk ditanam. Sophia juga membawa beberapa kompos dan juga tanah agar cepat subur. “Sebanyak ini yakin Mbak mau dibawa pulang?” tanya Lala pemasaran.Sophia mengangguk, “Iya lah, pengen tanam di rumah. Di depan rumah gersang gak ada apa-apa.” cerita Sophia Lala hanya mampu mengangguk, dari dulu Sophia suka sekali dengan bunga dan dia tidak bisa melih
Valery berdecak kesal, ketika mendengar seringan ponsel Shaka yang tidak berhenti sejak setengah jam yang lalu. Wanita itu mendorong tubuh Shaka yang berada di atasnya hingga menggulingkan di sampingnya. Permainannya baru saja dimulai, tapi yang ada ponsel itu terus menerus berbunyi sejak tadi dan membuat Valery terganggu.“Angkat dulu gih, siapa tahu penting dari istrimu!!” ucap Valery dengan nada cemburu.Shaka menghela nafasnya panjang, mencoba menetralkan apa yang baru saja dia lakukan. Jangan sampai orang yang berbicara dengannya munafik curiga dengan deru nafas Shaka yang naik turun ini. Meraih ponselnya Shaka pun menahan layar ponselnya sejenak, benar saja yang menelpon dirinya sejak tadi adalah Sophia. Ada apa? Pikir Shaka.Pria itu menatap Valery, seolah tatapan itu meminta izin pada Valery jika dia ingin menerima panggilan masuk dari Sophia. Tapi yang ada Valery malah membuang muka, seolah dia tidak peduli dengan apa yang akan Shaka lakukan. Sedikit menjauh untuk menghargai
“Kamu gila ya!!” teriak Shaka tertahan.Setelah makan malam bersama. Petra dan juga Mia pulang dari rumah Sok gua dan Shaka tepat jam sepuluh malam. Itu sebabnya Shaka berani berteriak di depan Sophia dengan jawaban yang tidak masuk akal wanita itu. Dia bilang siap untuk hamil Shaka? Sialan menyentuhnya saja Shaka tidak kepikiran. Apalagi sampai membuat Sophia hamil, ini benar-benar gimana menurut Shaka. Sophia menggeleng, “Tidak. Kenapa?” “Masih tanya kenapa? Kamu tau nggak akibatnya dari jawabanmu itu apa?” “Aku tau.”“Lalu kenapa menjawab seperti itu, Sophia. Ingat ya perjanjian kita di awal, kita harus berpisah dalam waktu satu tahun, karena aku ingin menikahi wanita yang aku cintai.” “Iya aku tau, tanpa diulang.” jawab Sophia santai. Melihat reaksi Sophia, Shaka mendadak emosi sendiri. Wanita itu terlihat santai sambil memainkan ponselnya yang terus menyala, entah apa yang wanita itu lakukan tapi mampu membuat Shaka benar-benar marah.“Sophia aku sedang berbicara serius.”
Sophia terkejut bukan main ketika melihat Alcand yang tiba-tiba saja datang ke toko bunganya. Ini masih terlalu pagi untuk mereka bertemu, sedangkan Alcand sendiri yang bilang akan datang ke toko sekitar jam sepuluh siang. Tapi ini masih jam delapan pagi dan Alcand sudah ada di tokonya? Mau apa?“Hei … bukannya kesini jam sepuluh ya?” kata Sophia mengingatkan. Alcand mengangguk, dia membenarkan apa yang Sophia katakan. Dia seharusnya datang jam sepuluh siang, tapi karena tidak bisa menahan diri akhirnya Alcand pun datang pagi. Untuk melihat sudah sampai mana persiapan Sophia tentang cafenya. Sion berdehem untuk menyadarkan posisinya, “Kalian saling kenal?” “Astaga Ayah, Phia sampai lupa mau ngomong sama Ayah kalau Mas Alcand ini ngajakin Phia kerjasama. “ jelas Sophia yang benar-benar lupa tentang kerjasama yang sudah mereka bahas satu minggu yang lalu. “Kerjasama apa? Buka toko bunga lagi?” Alcand menggeleng, dia pun mengambil alih apa yang seharusnya Sophia jelaskan. Awalnya Al
Apa yang diharapkan terwujud. Asriel dan juga Sophia sudah resmi menjadi suami istri beberapa jam yang lalu. Asriel dengan lantang mampu mengucapkan janji suci yang membuat Sophia gemetar. Padahal Sophia sudah merasa takut jika pernikahannya dengan Asriel akan gagal. Tapi ternyata … “Susah banget sih ini gaun lepasnya.” ucap Sophia. Wanita itu mencoba untuk menurunkan resleting gaun yang berada di punggungnya.Melihat hal itu Asriel pun mencoba membantu Sophia untuk melepaskan gaun yang wanita itu kenakan. Gaun pilihan ibunya yang katanya memberatkan tubuh Sophia. Asriel pikir hanya satu kali saja Sophia gantung baju, ternyata Irana sudah menyiapkan empat gaun untuk Sophia kenakan sampai malam hari untuk resepsi. “Kamu ngapain?” tanya Sophia heran.“Bantu kamu.” Asriel terlalu fokus menatap punggung Sophia yang terpampang jelas sekali di mata Asriel. Tangannya reflek menyentuh punggung itu dan mengusapnya.Sedangkan Sophia, dia sudah mencoba menopang baju bagian depan agar tidak j
Setelah melihat undangan yang sudah jadi, Sophia dan juga Irana memilih untuk pergi ke butik. Irana ingin memilih gaun yang cocok untuk Sophia menikah dengan putranya. Pernikahan ini sudah Irana idamkan sejak dulu, hanya saja putranya tidak ingin menikah jika bukan dengan Sophia. Entah apa maksudnya, Irana juga tidak mempermasalahkan status Sophia yang janda. Karena dengan uang, Asriel bisa mengubah semua identitas Sophia sesuai dengan apa yang dia inginkan. Masuk ke dalam butik, Irana meminta beberapa orang untuk menunjukkan beberapa gaun mewah untuk dipilih Sophia.“Kamu mau pilih yang mana, Phia?” tanya Irana.Sophia bingung dihadapi dengan beberapa gaun mewah di depannya. Sudah dipastikan gaun itu akan terasa berat dan tidak nyaman untuk Sophia kenakan. Mau menolak secara kasar pun juga Sophia sungkan, dipikir nanti Sophia tidak punya sopan santun oleh Irana. “Aku bingung, Tante.” jawab Sophia akhirnya Irana tertawa kecil. Dia pun memilih satu gaun putih bersih nomor dua dari s
“Aaaa sialan!!” umpat Valery. Sepanjang hari ini beritanya hanya satu. Tentang pernikahan Sophia dan juga Asriel yang menjadi berita paling terdepan. Unggahan Asriel membuat beberapa wartawan mulai meliput dan mencari tahu wanita mana yang berhasil dan beruntung menikah dengan pria itu. Dan yang jelas wartawan dengan cepat menemukan wanita yang beruntung itu. Siapa lagi jika bukan Sophia dan yang langsung membuat Valery tidak suka. “Jangan mengumpat, Saverio tahu apa yang kamu katakan, Valery.” ucap Ranu.Ya, keluar dari rumah sakit dan Shaka menceraikan Valery. Wanita itu yang takut hidup miskin dan serba kurang akhirnya memilih menikah dengan Ranu. Sesuai dengan janji yang Shaka katakan waktu itu, dia memberikan sejumlah uang untuk Valery, dengan harapan wanita itu bisa mengelolanya dengan baik. Dan masalah perusahaan Ranu, selama tiga bulan ini sedikit demi sedikit bisa kembali bangkit dan tidak kekurangan biaya apapun. Ranu pikir Shaka akan berbohong dan membiarkan dia hidup gel
Sudah tiga bulan lamanya, setelah pindah rumah Sophia tak lagi pernah melihat sosok Alcand kembali. Pria itu seolah hilang ditelan bumi, tidak lagi pernah mengirim pesan atau mungkin meneleponnya seperti dulu. Bukannya Sophia berharap, tapi setidaknya pria itu mendatangi Sophia sekali saja untuk meminta maaf pada Sophia. Setidaknya mengakui jika dia salah telah membuat Sophia kembali merasakan sakit, padahal Alcand pernah berjanji pada Sophia untuk membuat wanita itu bahagia.Ah ya, tentang Ayu. Karena hubungannya dengan Alcand sudah merenggang, awalnya Sophia ingin memberhentikan Ayu untuk bekerja dengannya di toko bunga. Uang yang Sophia berikan tidak sebanyak yang Alcand berikan pada Ayu setiap bulannya. Tapi yang terjadi, Ayu lebih dulu meminta resign dari kerjanya dan ingin pulang ke kampung. Ibunya sedang sakit dan tidak ada yang merawat ayah dan juga adiknya di kampung, itu sebabnya Ayu memilih untuk pulang kampung dan membuka usaha kecil-kecilan. Setidaknya jika terjadi sesuat
Shaka melemparkan tatapan tajam pada wanita yang baru saja bangun dari tidur panjangnya. Mungkin sekitar tiga hari Valery tidak sadarkan diri setelah pasca melahirkan. Wanita itu masih sibuk menatap bayinya yang ada di sampingnya. Lebih tepatnya masih ada di dalam boxs bayi dan tidur. Selama Valery tidak sadarkan diri, Shaka terus saja memaksa Ranu untuk mengatakan hal sejujurnya pada Shaka tentang Ranu dan juga Valery. Anggap saja Shaka bodoh selama ini, sehingga dia ingin mencekik Valery saat ini juga.Diperhatikan dari kejauhan, Valery pun mengerutkan keningnya heran. “Sayang kamu tidak ingin melihat bayi kita? Atau mungkin memberi nama untuk bayi kita mungkin?” Bayi kita? Setelah Valery melahirkan dan mengetahui kebenarannya, sekalipun Shaka tidak ingin melihat bayi itu. Meskipun suster dan juga para dokter meminta Shaka untuk melihat, atau mungkin menggendong bayi mereka. sekalipun, Shaka tidak menyentuh bayi itu. Rasanya dia benar-benar bodoh selama ini, dibutakan oleh cinta V
Terpantau terlalu jauh, akhirnya Sophia pun menerima ajakan Alucard yang katanya ingin menunjukkan sesuatu pada Sophia. Entah apa yang ingin Alucard tunjukan sehingga mampu membuat Sophia tidak tenang. Sejak pagi hingga sore hari, Sophia terus menerus marah tidak jelas karena penasaran dengan ucapan Alcand. Jika pria itu kembali melamar Sophia, ingat kata Ayu dan juga Ibu, Terima saja mungkin bahagia Sophia ada di tangan Alcand. Tentu saja Sophia juga sudah memikirkan matang-matang jawaban apa yang harus diberikan pada Alcand. Melihat Alcand yang datang, Sophia pun tersenyum sangat cerah. Apalagi Alcand yang baru saja turun dari mobilnya sambil membawa bunga mawar salem kesukaan Sophia. "Terimakasih." ucap Sophia saat menerima rangkaian bunga dari Alcand."Ayo kita pergi sekarang." ajak Alcand. Sophia mengangguk, setelah menaruh bunga yang diberikan di ruang tamu Sophia memilih untuk pergi cepat. Dengan status barunya yang seorang janda, banyak sekali tetangga yang mencibir apalagi
Dua orang pria dewasa tengah duduk santai sambil menikmati segelas wine di tangan mereka. Hampir satu jam lebih mereka hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun, bahkan satu kata pun tidak keluar dari bibir mereka. Tentu saja hal itu membuat suasana menjadi bosan. "Mau sampai kapan berdiam diri terus menerus seperti ini?" ucap salah satunya. Pria yang mengenakan baju merah.Pria berbaju hitam pun mendesah, dia pun menggeleng lalu mengangguk. "Aku juga tidak tahu." "Mau aku kasih saran?" "Apa?" "Lebih baik selesaikan dengan cepat sebelum semuanya berakhir dengan saling menyakiti. Kamu terlihat serius tapi sebenarnya kamu hanya ingin tahu saja kan?"Pria berbaju hitam itu langsung diam. Semua itu tidak benar, apa yang dia lakukan itu benar apa adanya. Dia sangat serius hingga ingin meminang wanita itu untuk menjadi bagian dalam hidupnya. Tapi disisi lain dia sedang menyakinkan dirinya jika apa yang dia rasakan itu adalah rasa cinta, bukan rasa tertarik sesaat yang dimana tidak ada ni
“Bu di depan ada orang yang ingin membeli bunga rangkai.” ucap Ayu.Alis Sophia mengerut secara sempurna. Dia pun menatap Ayu dengan heran, bunga rangkai di depan sudah di pesan oleh seseorang dan satu jam lagi akan diambil oleh orang memesan. Dan sekarang ada orang yang datang untuk membeli bunga rangkai itu? Dengan berjalan tertatih, Sophia pun keluar ruangan nyamannya untuk melihat siapa yang ingin membeli bunga rangkai miliknya. Dan itu adalah Valery yang datang dengan perut buncit nya. Sophia menarik nafasnya, sejujurnya dia paling malas tapi mau bagaimana lagi. Menuruni dua anak tangga untuk bisa berdiri tepat di depan Valery.“Mau apa?” tanya Sophia heran.“Mau apa? Seharusnya tanpa aku jelaskan kamu sudah tau maksud dari kedatanganku, Sophia.” Dan nyatanya sampai saat ini Sophia tidak tahu apa yang dimaksud oleh Valery. Wanita itu datang ke toko bunganya dengan keadaan marah tidak jelas, jika saja Sophia bisa membaca pikiran orang mungkin tanpa diperjelas pun Sophia akan ta
Saka berlari kencang setelah menerima panggilan masuk dari Petra, yang memberi kabar jika Mia mengalami kecelakaan dan tak sadarkan diri. Shaka yang panik pun segera menjumpai Petra yang tengah duduk di depan ruang rawat.“Apa yang terjadi, Pi? Bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya Shaka bertubi-tubi.Petra menggeleng, “Papi juga tidak tahu apa yang terjadi. Ada seseorang yang menerima panggilan Papi, dan orang itu bilang jika Mami kamu kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit. Mami kamu tidak sadarkan diri selama dua jam, dokter sedang memeriksa dan semoga saja semuanya baik-baik saja.” Shaka juga berharap seperti itu, semoga tidak terjadi sesuatu dengan ibunya. Jantung Shaka berdebar kencang tidak sepertinya biasanya, sesuatu telah terjadi tapi yang ada dipikiran Shaka malah Sophia. Seolah dia ingin sekali memberitahu Sophia jika ibunya mengalami kecelakaan. Tapi detik berikutnya Shaka pun kembali berpikir, untuk apa juga dia memberitahu Sophia tentang hal ini. Toh, wanita itu tidak a