“Kenapa dia mengabaikanku?” Isabel meremas ponselnya. Sejak beberapa hari belakangan, Lucas selalu mengabaikan panggilan dan pesannya. Tidak ada panggilannya yang dijawab. lucas hanya membalas singkat pesannya dengan kata ‘sibuk.’ Isabel menatap dirinya dari pantulan cermin wastafel. Menyentuh satu titik merah di pipinya. “Jerawat sialan.” Mengumpat. “Wajahku berantakan karena memikirkan Lucas!” Isabel mengusap rambutnya kasar. Haruskah aku meneleponnya lagi? Ia tidak boleh kehilangan Lucas. Lucas adalah segalanya baginya. Tidak ada pria yang seperti Lucas. Lucas membawanya ke surga, memberinya kebahagiaan uang yang tidak ada nilainya. Tapi tetap saja… Lucas tidak menjawab satupun panggilan ponselnya. “Brengsek!” teriak Isabel. Di sisi lain… Di sebuah kamar… Dua insan yang masih terlelap dalam tidur mereka masing-masing. Lucas terbangun—menatap Lila yang masih tertidur. Tubuh polos mereka hanya tertutupi oleh selimut berwarna putih. Lucas meraih pon
“Kau cantik!” Lucas memeluk Lila dari belakang. Lila baru saja menyelesaikan acara bersih-bersih tubuhnya. pergerakannya mengusap handuk ke rambut terhenti saat Lucas memeluknya. “Aku tahu.” Lila mengangguk. Lucas tertawa pelan. “Kau tahu? Kau sudah tahu kau cantik?” “Hm.” Lila mengangguk dengan percaya diri. “Banyak yang menyebutku cantik. ya… meskipun aku tidak tahu wajahku seperti apa…” “Tapi sepertinya memang cantik karena aku memiliki hidung yang lumayan tinggi.” Lucas tertawa…. Ia mengambil handuk itu—kemudian mengambil alih pekerjaan Lila. Mengusap handuk itu di rambut keemasan Lila dengan telaten. Sesekali menatap pantulan mereka berdua lewat cermin di depan. “Biasanya, Bi Rosa yang membantuku,” ucap Lila. “Tapi sekarang kau…” “Ternyata selain pintar membunuh orang. Kau juga bisa melakukan hal-hal seperti ini..” “Berhenti meledekku.” Lucas menunduk dan mengecup leher Lila. “Apa leherku ada banyak jejak kissmark?” tanya Lila. “Beritahu aku jika ada. Jang
Tidak disangka oleh Lila. Lucas menyuapinya dengan telaten. Bahkan tanpa mengomel tanpa decakan penolakan. Pria itu langsung menyanggupi permintaannya. Tanpa teras, sudut bibir Lila tersenyum saat mengunyah makanan yang disuapi oleh Lucas. “Dasar manja..” lirih Lucas. “Aku lupa rasanya di suapi seperti ini.” Lila meraba gelas yang berisi air putih. Tapi Lucas tidak membiarkannya. Pria itu justru mengambilkannya gelas dan membantunya minum. Setelah minum… “Aku tidak disuapi..bahkan waktu kecil. Aku lupa rasanya disuapi.” Lila tersenyum tipis. “Berkat kau…aku bisa merasakan disuapi..” Lucas tersenyum dan mengusap pelan puncak kepala Lila. “Aku akan menyuapimu jika kau menuruti semua keinginanku.” Lila sudah tahu. “Keinginan untuk bercinta.” “Kau pintar. Kau semakin pintar sering bergaul denganku.” Lucas terkekeh pelan. “Selain itu, kalau kau ingin aku menyuapimu. Kau harus makan yang banyak!” Lucas mengambil sisa makanan yang berada di sudut bibir Lila. Bibirn
Lucas menahan nafas saat melihat tubuh Lila yang hanya terbalut oleh dalaman berwarna hitam. Ia mengerjap pelan. “Lucas!” panggil Lila. “Mana pelampungnya..” “Iya-iya.” Lucas mendekat dan memasang pelampung itu di tubuh Lila. Sedangkan dirinya hanya menggunakan celana pendek. Ia tidak memerlukan pelampung itu untuk berenang. Lucas menarik pinggang Lila. “Aku bisa gila.” “kenapa? melihat tubuhku?” “Hm.” Lucas menunduk. Mengecup pipi Lila. Lila menggeleng pelan. “Kau sendiri yang membuka pakaianku. Tapi kau sendiri yang gila. lalu aku harus apa?” tanya Lila. Lucas yang membantunya membuka pakaiannya. Padahal Lila juga tidak ingin hanya menggunakan dalaman saja. Tapi pria itu memang pemaksa. “Bagaimana kalau kita ke dalam saja?” Lucas menarik pinggang Lila yang sudah terbalut dengan pelampung. Lucas menunduk dan mencium bibir wanita itu dengan rakus. Melumat dan menyesapnya dengan candu. Lila menepuk dada pria itu sampai ciuman mereka terlepas. “Ayo berenang!” Lucas me
Lila terbangun lebih dulu. Mereka masih berada di atas laut. Nafas Lucas mengenai tengkuknya—juga tangan pria itu yang berada di perut. Lila memutar tubuhnya. Meski tidak bisa melihat—ia bisa merasakan wajah pria itu begitu dekat dengannya. “Kau sudah bangun hm..” Lucas mengeratkan pelukannya. Tubuh mereka sama-sama polos di bawah selimut. Tangan Lila terangkat. Meraba wajah Lucas… Mengusap pipi pria itu pelan—sampai jemarinya turun menyentuh rahang. Rahang yang kasar karena ditumbuhi oleh bulu-bulu halus. Lucas masih memejamkan mata, membiarkan Lila yang menyentuh wajahnya. “Kau penasaran dengan wajahku? Atau kau penasaran seperti apa aku?” tanya Lucas. “Hm.” Lila mengangguk. Lucas membuka mata—dalam posisi berbaring dan menatap mata biru itu… Lucas tersenyum. Ia memang banyak tersenyum saat bersama Lila. Entah kenapa…. Rasanya damai saja. Lucas tidak memikirkan apapun saat bersama Lila. Moment mereka.. Kebersamaan mereka seolah membawa Lucas ke dala
“Aku akan memberitahumu…” balas Lila. “Tapi turunkan aku dulu.” Lucas meremas pinggang Lila sebentar. “Baiklah.” Lucas menurunkan tubuh Lila. Dengan posisi menyamping—mereka saling berhadapan. “Aku tidak tahu persis umur berapa aku saat itu. ketika aku lumayan besar, paman mengajakku ke tempat usahanya yang saat itu masih kecil.” “Kasino tempat paman dulu hanya menjual lotre kecil-kecilan. Jarang orang yang pergi ke sana.” “Lalu.. ketika aku hanya duduk di sana. orang-orang berdatangan. Mereka membeli dalam jumlah banyak dan membuat kasino paman begitu ramai.” “Paman pernah bilang dulu di antara pada maid, ada rumor yang mengatakan kalau aku pembawa keberuntungan. Tapi paman tidak terlalu mendengarkannya. Sampai hari itu, paman berkali-kali mengajakku ke tempatnya. Dan benar, aku selalu menarik pelanggan. Sejak saat itu aku dan paman menyadari kalau keberuntunganku memang ada.” Lucas menarik pinggang Lila. Memeluk pinggang wanita itu. dengan kaki yang menimpa kaki mung
“Karena aku percaya padamu,” balas Lila. “Kau tidak pernah menyakitiku—ah. Tidak!” Lila menggeleng. “Kau pernah menyakitiku tapi jarang..” Lucas melotot. “Kapan aku menyakitimu?” Tidak terima dikatakan menyakiti wanita itu. Kapan? Seorang Lucas yang kejam menyakiti wanita rapuh seperti ini? “Di mobil!” Lila menggebu-gebu. “Kau mengurungku di mobilmu dan menghukumku. Kau pikir aku tidak terluka dengan perbuatanmu?!” “Kau sendiri juga menikmatinya kan?” tanya Lucas. membawa tangan Lila ke dadanya yang telanjang. “Kau juga mendesah—” “Cukup!” Lila menarik tangannya. “Intinya saat itu aku tidak suka.” Lucas berdecak. “Yasudah!” tidak mau memperpanjang perdebatan mereka. “Pokoknya kenapa aku menceritakanmu semuanya. karena aku menganggapmu sebagai temanku yang bisa dipercaya. Kau orang kedua yang bisa aku ajak bicara dengan leluasa.” Lucas tersenyum miring. “Kau yakin kita hanya teman?” “Maksudmu?” tanya Lila. Lucas menunduk—menarik pinggang Lila hingga tubuh mereka m
“Lucas..” panggil Lila. “Sebenarnya ada yang ingin aku katakan..” “Katakan saja..” jemari Lucas mengusap bibir bawah Lila. “Sebenarnya…” Lila sangat ragu. Tapi kapan lagi memberitahu Lucas. Bukankah saat ini adalah waktu yang tepat? “Sebenarnya anakku—” “Cek!Cek!” suara itu. Suara yang begitu keras terdengar dari atas. Lucas mendongak ke atas. di sanalah ia menemukan satu helikopter yang terisi anak buahnya. Satu dari mereka menggunakan sebuah toa untuk memanggilnya. “Sir, permisi. Saya ada ingin berbicara penting!” suara pria itu. Lucas memejamkan mata. Sebenarnya tidak suka kalau waktunya diganggu seperti ini. Apalagi… Lucas segera menoleh pada Lila. Wanita itu hanya menggunakan dalaman berwarna hitam. Tidak bisa! tidak ada yang boleh melihat tubuh Lila selain dirinya. Ia segera menyembunyikan Lila di belakangnya. “Katakan!” teriak Lucas. “Jika tidak penting, aku akan membunuhmu!” Lila yang berada di belakang Lucas berdecak mendengar perkataan pria
“Berhenti membuatku marah.” Lucas memejamkan mata. “Aku ingin membunuh semua orang yang ada di sini..” Lila mengerjap. “Jangan pernah membunuh mereka,” balas Lila. “Maka berhentilah melawanku.” Lucas menatap tajam Lila. “Aku akan berhenti melawan jika kau melepaskan mereka!” Lucas mundur beberapa langkah. Mengambil satu kunci yang dibawanya. Kemudian membuka sel Bi Rosa serta Omar dan Gate. Sehingga mereka pergi dari ruang bawah tanah itu meninggalkan Lucas dan Lila di sana. Mereka sempat menatap Lila dengan kasihan. Tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain segera pergi. Jika mereka berusaha menyelematkan Lila juga percuma. Hal itu akan menambah kemarahan Lucas dan bisa berakhir lebih buruk. “Sudah…” lirih Lucas. “Jangan membantahku apalagi melawanku.” Lucas mendekati Lila. Kembali mengurung wanita itu di tembok. “Tidakkah kau sadar jika aku pergi karena kesalahanmu juga?” tanya Lila. “Kau tidak tahu alasanku pergi?” tanyanya. Lucas menyipitkan mata.
Lucas tertawa. Tawa seram yang menggelegar. Ia mengusap pipinya yang terasa sedikit panas akibat tamparan. “Kau berani padaku.” Lucas menatap tajam Lila. “Aku akan menunjukkanmu siapa aku!” menarik Lila. “Maid!” teriak Lucas. Satu maid datang dengan terburu-buru. Maid itu menunduk takut. “Ambil bayinya!” maid itu berusaha mengambil leonard yang berada di gendogan Lila. Namun Lila tidak melepaskan anaknya. ia berusaha menahan Leonard agar tetap berada di dalam gendongannya. Uweeek! Tangisan Leonard yang terdengar. “Jangan!” Lila menarik Leonard. “Lepaskan atau aku akan membunuh anakmu!” ancam Lucas. Jika saja Lila bisa memberitahukan bahwa anak yang ingin dibunuh itu adalah anak pria itu sendiri. Lila akhirnya melepaskan Leonard yang berada di gendongannya. Merelakan Leonard diambil oleh orang lain. Namun Lila memastikan jika wajah Leonard tertutup oleh kain gendong. Ia tidak akan membiarkan Lucas melihat wajah anaknya. Baru saja melepaskan Leonard, Lila
Derrick dilepaskan. Dengan anak buahnya yang masih hidup. Namun, hal yang paling berharganya justru pergi. Derrick menatap nanar Lila yang sudah dibawa pergi oleh Lucas. “AAARGGGH!” teriak Derrick sembari menangisl. Memukul kursi besi itu dengan tangannya berkali-kali. Sampai tangannya berdarah sekalipun. Gagal. Gagal menjaga wanita yang paling ia cintai. Gagal melindungi sahabatnya. Sebelum pergi, Lila sempat berkata. “Ada maupun tidak ada aku. Kau harus tetap hidup lebih lama. Kau satu-satunya sahabat yang aku miliki. Aku tidak mau melihatmu menyerah dengan mudah pada hidup.” Itulah pesan Lila sebelum dibawa Lucas pergi. BRAAK BRAAK Derrick meraung sampai terguntai lemas di lantai. Mengusap wajahnya kasar… Itulah akhir dari pertemuan mereka. Tidak ada rencana yang bisa mereka lakukan. Rencana untuk mengunjungi wanita itu setiap bulan. Rencana untuk menjadi ayah dari anak wanita itu. Semuanya musnah begitu saja. “Dia pergi?” tanya seorang pria b
Derrick mengarahkan pistolnya pada Lucas. “Kau kalah.” Lucas tersenyum miring. “Anak buahmu akan mati di sini…” Derrick membawa Lila ke belakangnya. “Kau melanggar peraturan.” Derrick berdecih. “Tidak seharusnya kau berada di sini.” Derrick menatap tajam Lucas. “Kau yang akan mati. Kau yang kalah.” Lucas mengedikkan bahu. “Sayangnya mulai sekarang setengah dari bagian timur adalah wilayahku. Kau tidak tahu? Aku baru saja membeli bandara ini.” “Membeli beberapa tanah dan bangunan di sini…” lanjut Lucas dengan senyum smirk. Derrick menatap anak buahnya yang kalah jumlah. Ada begitu banyak anak buah Lucas. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah anak buahnya yang ada di sini. Anak buah Lucas menyergap anak buahnya hingga tidak bisa bergerak.Banyak anak buahnya di rumah untuk melindungi rumah serta markas utamanya. Ia tidak mengira kalau Lucas secepat itu membeli bandara. Sebelum membeli tiket—ia sudah memastikan jika bandara ini sangat aman dari Lucas. Pria ini memang benar-ben
“Sekarang, Sir.” Sam memberi aba-aba pada Lucas. Lucas sudah memasuki mobil untuk menuju kediaman Derrick yang terletak di derah timur. Membutuhkan waktu hampir 2 jam untuk ke sana. Mereka hampir sampai. Rombongan Lucas begitu banyak. Ada belasan mobil hitam yang terisi dengan anak buah. Mereka siap menggunakan senjata masing-masing. Tidak tanggung-tanggung ketika berada di sana. Mereka langsung adu senjata. DOOR! DOOR! Suara pistol tidak terelakkan lagi. Semua anak buah Derrick yang berjaga di depan langsung tumbang. Lucas duduk manis di dalam mobil sedangkan anak buahnya yang menyelesaikan. Setelah menghabisi anak buah Derrick—mobil kembali berjalan sampai di rumah yang tidak begitu besar. Lucas berdecih—rumah itu hanya cukup untuk menampung hewan peliharaan Lucas seperti serigala. Lucas keluar dari mobil. Ia melihat satu dari mereka yang familiar di ingatannya. Si rambut merah. Pria itu menodongkan senjata ke arahnya. “Kau si red velvet ya kan?” Lucas ter
Kamboja adalah negara yang akan didatangi Lila untuk bersembunyi. Di sanalah nanti, Derrick juga bisa memperluas usahanya. Lila berkemas… Hanya membawa barang-barang penting saja. Terutama keperluan Leonard. “Mamamama…” Lila meraba kasurnya sebelum duduk di samping Leonard. “Terima kasih sudah bertahan bersama mama..” Lila mengusap pelan kaki anaknya. Ia tersenyum. “Kita akan pergi. nanti…” Lila membayangkan di tempat baru. “Di sana, kita akan mulai hidup baru. Mama yakin kita bisa hidup bersama dengan damai di sana.” Lila sudah melihat tempat yang akan ia tempati. Tempatnya bagus dan tidak ada hal yang aneh. Untuk itu ia ingin segera ke sana saja. Lila mengangkat Leonard dan menggendong anaknya dengan nyaman. Tok tok “Aku sudah selesai!” teriak Lila. Akhirnya mereka berada di dalam mobil. Derrick berada di sampng Lila. Pria itu tidak berhenti menatap Lila dari samping. ‘aku puas-puaskan melihatnya. Setelah ini aku tidak bisa melihatnya lagi..’ Derrick meli
“Sir, keberadaan rumah Derrick sudah diketahui. Apakah kita langsung menyerang saja?” tanya Sam pada Lucas. Lucas yang awalnya sibuk melihat dokumen kini mendongak. “Apa kau yakin Lila ada di sana?” tanya Lucas. “Anak buah yang saya kirim ke tempat milik Derrick mengatakan, tidak menemukan Lila di sana. Kemungkinan besar nona Lila di rumah Derrick.” “Anak buah juga sudah melacak keberangkatan di bandara. Tidak menemukan jejak kepergian nona Lila di sana.” Sam mengatakannya dengan begitu yakin. Penyeledikian itu memakan waktu yang begitu lama. Lucas mengerahkan anak buahnya yang paling kompeten untuk mencari keberadaan Lila. “Kau ada rencana untuk ke sana?” tanya lucas. “Saya sudah merencanakannya, Sir.” Sam mengangguk. “Pertama, tempatkan anak buah kita di berbagai usaha Derrick.” “Lalu kita akan menyerang rumah bajingan itu.” “Kau yakin kita tidak kalah jumlah dengan mereka?” tanya Lucas. menyerang bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan senjata dan perso
Setelah Derrick menarik Lila. Mereka berada di kamar Lila untuk berbicara. “Aku tidak bisa mengirimmu pergi sendirian.” Derrick memandang lekat Lila. “Kau harus tetap di sampingku agar aku bisa memastikan keselamatanmu.” Lila tersenyum. hatinya menghangat mendapat perhatian dari Derrick. Namun keberadaannya di samping pria itu justru akan menjadi malapetaka. “Aku punya firasat buruk jika aku tetap di sini.” Tangan Lila terangkat—ia menyentuh lengan Derrick. “Tidak masalah di manapun aku berada. Yang penting aku bisa tetap aman jika Lucas tidak menemukanku. Jika situasi nanti memungkinkan, kau bisa mengunjungiku dan Leonard.” Derrick menatap tangan Lila yang berada di lengannya. Tangan mungil wanita itu yang masih menyentuh lengan kemejanya. “Mana bisa aku membiarkanmu pergi setelah sekian lama aku berusaha mendapatkanmu…” Derick memejamkan mata sebentar. “Tetap di sini. aku akan menjaga kalian. aku tidak akan membiarkan Lucas mendapatkanmu kembali.” Lila menggeleng
“Kau masih belum menemukan apapun?” tanya Lucas sembari mengangkat gelasnya. Ia mengguncangnya pelan. Cairan yang berwarna cokelat itu bergerak hingga sedikit tumpah. Lucas mencengkram gelas itu sangat kencang. Kuku jemarinya memutih. “Aku sudah memberimu waktu seminggu untuk mencarinya, tapi kau—” lucas mengangkat kepalanya dan menatap tajam Dante. “Kau tidak menemukan apapun..” Lucas tersenyum miring. “Kau ingin berhenti bekerja?” Dante menggeleng dengan keras. “Tidak, Sir. Saya sudah berusaha untuk melacak di mana keberadaan nona. Tapi sistem saya tidak bisa menembusnya. Sepertinya Derick menggunakan Teknologi terbaru.” “Saya punya rencana untuk menggunakan cara manual. Dengan memata-matai anak usahanya…” Dante menunjukkan tabletnya pada Lucas. “Di sini letak usaha Derick. Tapi hal itu sangat berisiko.” Dante mengambil lagi tabletnya. “Itu bukan daerah anda…” Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi. “Aku sekarang tidak peduli wilayah siapa. yang aku inginkan hanyalah me