Tok tok! Pintu diketuk. Lucas berdecak menatap pintu. kemudian menjauh dari Lila. “Sir, ada yang ingin saya katakan!” suara bodyguard di ambang pintu. Lucas berdiri—tangannya terangkat menunjuk Lila. “Ingat perkataanku. Jangan memikirkan bajingan itu!” Lila mengangguk. Lucas berdiri—kemudian berjalan. Mendengar dari bodyguard siapa yang ingin bertemu dengannya. Lucas berjalan menuju taman rumah sakit yang sepi. Di sanalah ia bertemu dengan pria tua yang ingin sekali ia hajar. Lucas menatap pria itu. kemudian mengusap tangannya pelan. “Kau tahu..” Menatap Carlo. “….Aku sangat ingin menghajarmu sekarang.” “Kau memang berhak marah.” Carlo mengangguk. “Semua salahku. Tidak seharusnya aku meninggalkannya begitu saja.” Carlo mengusap wajahnya kasar. “Aku terburu-buru karena mendengar ada kekacauan di tempatku yang lain. Jadi aku langsung pergi begitu saja. Aku juga tidak tahu kalau anak buahku ada mengincarnya.” Lucas menatap Carlo tajam. “Mulai sekarang, aku tidak
“Maaf.” Paman Carlo duduk di kursi samping ranjang Lila. “Seharusnya Paman tidak meninggalkan kamu.” “Bukan salah paman.” Lila menggeleng. “Tidak ada yang tahu kalau dia mengincarku.” “Bagaimana keadaan kamu?” tanya paman. “Aku baik-baik saja. aku tidak terluka. Hanya saja, energiku habis karena mencoba melihat aku sedang berada di mana saat itu.” “Kata Lucas aku tidur hampir 24 jam.” “Lila..” panggil paman Carlo. “Mulai sekarang, jangan datang lagi ke tempat usaha paman. Jika kamu ingin bertemu dengan paman, paman akan mendatangi kamu. atau kita bisa bertemu di luar bersama suamimu juga.” Lila berdecak pelan. “Karena Lucas pasti..” lirihnya. “Semua demi kebaikan kamu. Ada banyak musuh yang mengincar kamu. Kali ini dari musuh paman. Siapa yang tahu kalau musuh-musuh Lucas juga melakukannya…” “Jadi lebih baik memang melakukan pencegahan.” Lila mengangguk. “Baiklah.” “Bagaimana dengan Alma?” tanya Lila. “Apa dia tertangkap?” “Hm. Diurus Lucas. Entah Lucas akan memb
Lucas berdecak mendengar pertanyaan dari Lila. Namun tangannya malah bergerak menepuk pelan kepala wanita itu. “Kalau bisa sudah aku serap semua energi keberuntunganmu!” Tangan Lucas bergerak turun—mengusap pelan pipi wanita itu. “Kenapa kau diam saja?” tanya Lucas heran tidak mendengar sahutan dari wanita itu. “Aku sedang berpikir,” balas Lila. Ia tidak menyingkirkan tangan Lucas yang begitu betah mengusap pipinya. "Edward dan Maria…” lirih Lila. “Itu karenamu ya?” Lucas mengangguk. Ia mengambil duduk di samping ranjang Lila. “Aku sudah menghancurkan dua orang.” Lucas menatap Lila yang menatap lurus. Sekali saja… Ia berharap kalau bola wanita itu menghadap ke arahnya. Tapi sayang… Sampai kapanpun tidak akan terjadi. “Setengah jalan.” Lucas tersenyum. “Aku sudah menyelesaikan setengah dari permintaanmu.” “Apa rencanamu pada orang tuaku?” tanya Lila. “Kenapa?” tanya Lucas kembali. “Kau berharap aku tidak terlalu kejam pada mereka?” tanyanya. Lila terdiam
Lucas menatap Lila yang terdiam. “Aku tidak punya pilihan untuk menolak kan?” tanya Lila. Lucas tersenyum miring. “Kau boleh menolak tapi—” Lucas mengusap helaian rambut Lila ke belakang. “Kau akan mendapatkan hukuman.” Lucas mendekat—deru nafas mereka bisa dirasakan masing-masing. Lucas tersenyum menatap kedua mata Lila sudah tertutup. Baiklah ia akan memberikan apa yang wanita itu nantikan. Lucas menarik tengkuk Lila dan mencium wanita itu. Menggigit pelan bibir Lila sampai terbuka. Lucas mencium bibir Lila lebih dalam. Ciumannya turun. Lucas menghirup leher Lila yang jenjang. Menghisapnya dan menggigitnya pelan. Jejak itu tidak akan hilang hingga beberapa hari. Jemari Lucas mengusap pelan pinggang Lila. Tubuh wanita itu masih terbalut dengan pakaian rumah sakit. Lila tidak menghalangi Lucas melakukan apapun pada tubuhnya. “Hmmph!” Lucas kembali mencium bibirnya. Jemari pria itu bergerak mengusap dadanya. melepaskan kancing kemeja rumah sakit yang diguna
Terdiam… Lucas tidak menjawab langsung pertanyaan Lila. “Kau tidak tahu,” genggam tangan Lila pada tangan Lucas merenggang. Lucas yang kembali menggenggam tangan wanita itu. “Dua manusia yang saling mencintai dan berkomitmen untuk hidup bersama selamanya.” Lila menggerakkan tubuhnya—hingga menghadap Lucas. “Aku ingin menyentuh wajahmu.” “Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” tanya Lucas. “Kau membuatku takut.” Lila tertawa. “Aku hanya mencoba dekat denganmu. Karena, sebentar lagi aku akan mengandung anakmu.” Lagi… terus Lila dalam hati. “Baiklah. Aku akan menunjukkanmu wajahku yang tampan ini.” Lucas membawa tangan Lila menyentuh wajahnya. Lila menelusuri wajahnya dengan intens. “Alismu masih lebat.” “Hidungmu mancung.” “Rahangmu tegas..” “Dan..bibirmu tebal.” Itu ulasan yang diberikan Lila pada wajah Lucas. “Aku menjadi percaya kalau kau tampan,” lanjut Lila. Lucas tersenyum miring. “Jika kau bisa melihat, kau pasti sudah jatuh cinta denganku.” “Lantas?”
“Akhirnya mama pulang.” Lila menggendong anaknya. Mencium pipi anaknya pelan. “Apa Leonard rewel saat aku tidak ada bi?” “Tidak, kok. Leonard pintar. Hanya saja, saat malam hari. Terkadang suka terbangun dan menangis.” Bi Rosa mendekat dan mengusap pelan punggung Leonard. “Pasti merindukan mama kamu ya..” Lila mengangguk. “Mama sudah pulang. Mama tidak akan pergi-pergi lagi…” Menimang anaknya dengan sayang. “Terima kasih ya, Bi.” “Sama-sama.” Bi Rosa tersenyum. “Nanti…” ucap Lila. “Seandainya nanti Lucas sering ke sini. Aku minta tolong, jangan sampai Leonard bertemu dengannya.” Sampai saat ini, tidak ada yang tahu kebenaran dengan Leonard. Lila tidak memiliki kepercayaan pada orang sekitarnya. Sedikit kebenaran tentangnya, sering dimanfaatkan orang sekitarnya. Untuk itu, Lila akan menyimpan rahasianya sendiri. “Baik, Non. Bibi akan berusaha.” Bibi mengambil Leonard dari Lila. “Nona istirahatlah, bibi akan menjaga Leonard.” Lila mengangguk. “Nanti main lagi sa
Sebuah kasus akhirnya terungkap. Sebuah penipuan berlian dan pencucian uang yang dilakukan oleh seorang istri calon dewan. Hal tersebut membuat masyarakat begitu heboh. Karena hampir seluruh anggota keluarga Bennedict tersandung skandal besar. Hanya satu yang tidak terlibat.. Yaitu putri sulung mereka yang dikabarkan buta. Maria menghisap rokoknya. Kakinya tidak berhenti bergerak dengan gelisah. Sedangkan ibunya berjalan ke sana ke mari. Memegang telepon—mencoba berkali-kali memanggil pengacara untuk membantu. Namun, kebanyakan pengacara tidak mau memegang kasusnya karena terlanjur besar dan kemungkinan menang sangatlah tipis. “Sial.” Ibu Maria duduk. Maria tersenyum. “Aku sudah bilang pada, Mom. Harus lebih hati-hati. tapi Mom sangat ceroboh sampai semuanya ketahuan.” “Dasar anak tidak tahu diri!” sentak ibunya. “Aku menghasilkan uang denga menipu juga untukmu. Kau membeli barang-barang mahal memangnya dari mana kalau bukan dari uangku?” Maria berdecak. “Lalu
“Kita akan ke mana?” tanya Lila. “Nanti kau tahu.” Lucas menyetir mobilnya sendiri. Namun penjagaan masih ketat. Di belakang dan depan ada mobil yang penuh dengan anak buah Lucas. “Aku sudah mendengar—permintaanku sudah kau kabulkan,” ucap Lila. Lucas menoleh sebentar. “Bagus kalau kau tahu.” Lila memejamkan mata. “Jangan!” tangan Lucas terulur menangkup wajah Lila. Membawa dagu wanita itu hingga menoleh ke arahnya. “Aku akan membawamu ke tempat bagus. Jangan mencoba melihatnya!” tegas Lucas. Tidak lucu jika diperjalanan Lila pingsan setelah menggunakan kekuatannya. Lila mengerucutkan bibirnya. “Baiklah.” Lucas melepaskan tangannya. Ia mendengar, rumah Lila dijual. Sudah masuk ke sebuah situs penjualan tanah dan rumah. “Rumahmu dijual.” Lucas menoleh. “Apa kau ingin membelinya? Oh kau tidak punya uang. Kalau kau mau, aku akan membelinya.” Lila menggeleng. “Tidak usah.” “Tidak ada kenangan bagus di sana.” “Sungguh?” Lucas mengernyit. “Ada, tapi hanya sedik
“Berhenti membuatku marah.” Lucas memejamkan mata. “Aku ingin membunuh semua orang yang ada di sini..” Lila mengerjap. “Jangan pernah membunuh mereka,” balas Lila. “Maka berhentilah melawanku.” Lucas menatap tajam Lila. “Aku akan berhenti melawan jika kau melepaskan mereka!” Lucas mundur beberapa langkah. Mengambil satu kunci yang dibawanya. Kemudian membuka sel Bi Rosa serta Omar dan Gate. Sehingga mereka pergi dari ruang bawah tanah itu meninggalkan Lucas dan Lila di sana. Mereka sempat menatap Lila dengan kasihan. Tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain segera pergi. Jika mereka berusaha menyelematkan Lila juga percuma. Hal itu akan menambah kemarahan Lucas dan bisa berakhir lebih buruk. “Sudah…” lirih Lucas. “Jangan membantahku apalagi melawanku.” Lucas mendekati Lila. Kembali mengurung wanita itu di tembok. “Tidakkah kau sadar jika aku pergi karena kesalahanmu juga?” tanya Lila. “Kau tidak tahu alasanku pergi?” tanyanya. Lucas menyipitkan mata.
Lucas tertawa. Tawa seram yang menggelegar. Ia mengusap pipinya yang terasa sedikit panas akibat tamparan. “Kau berani padaku.” Lucas menatap tajam Lila. “Aku akan menunjukkanmu siapa aku!” menarik Lila. “Maid!” teriak Lucas. Satu maid datang dengan terburu-buru. Maid itu menunduk takut. “Ambil bayinya!” maid itu berusaha mengambil leonard yang berada di gendogan Lila. Namun Lila tidak melepaskan anaknya. ia berusaha menahan Leonard agar tetap berada di dalam gendongannya. Uweeek! Tangisan Leonard yang terdengar. “Jangan!” Lila menarik Leonard. “Lepaskan atau aku akan membunuh anakmu!” ancam Lucas. Jika saja Lila bisa memberitahukan bahwa anak yang ingin dibunuh itu adalah anak pria itu sendiri. Lila akhirnya melepaskan Leonard yang berada di gendongannya. Merelakan Leonard diambil oleh orang lain. Namun Lila memastikan jika wajah Leonard tertutup oleh kain gendong. Ia tidak akan membiarkan Lucas melihat wajah anaknya. Baru saja melepaskan Leonard, Lila
Derrick dilepaskan. Dengan anak buahnya yang masih hidup. Namun, hal yang paling berharganya justru pergi. Derrick menatap nanar Lila yang sudah dibawa pergi oleh Lucas. “AAARGGGH!” teriak Derrick sembari menangisl. Memukul kursi besi itu dengan tangannya berkali-kali. Sampai tangannya berdarah sekalipun. Gagal. Gagal menjaga wanita yang paling ia cintai. Gagal melindungi sahabatnya. Sebelum pergi, Lila sempat berkata. “Ada maupun tidak ada aku. Kau harus tetap hidup lebih lama. Kau satu-satunya sahabat yang aku miliki. Aku tidak mau melihatmu menyerah dengan mudah pada hidup.” Itulah pesan Lila sebelum dibawa Lucas pergi. BRAAK BRAAK Derrick meraung sampai terguntai lemas di lantai. Mengusap wajahnya kasar… Itulah akhir dari pertemuan mereka. Tidak ada rencana yang bisa mereka lakukan. Rencana untuk mengunjungi wanita itu setiap bulan. Rencana untuk menjadi ayah dari anak wanita itu. Semuanya musnah begitu saja. “Dia pergi?” tanya seorang pria b
Derrick mengarahkan pistolnya pada Lucas. “Kau kalah.” Lucas tersenyum miring. “Anak buahmu akan mati di sini…” Derrick membawa Lila ke belakangnya. “Kau melanggar peraturan.” Derrick berdecih. “Tidak seharusnya kau berada di sini.” Derrick menatap tajam Lucas. “Kau yang akan mati. Kau yang kalah.” Lucas mengedikkan bahu. “Sayangnya mulai sekarang setengah dari bagian timur adalah wilayahku. Kau tidak tahu? Aku baru saja membeli bandara ini.” “Membeli beberapa tanah dan bangunan di sini…” lanjut Lucas dengan senyum smirk. Derrick menatap anak buahnya yang kalah jumlah. Ada begitu banyak anak buah Lucas. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah anak buahnya yang ada di sini. Anak buah Lucas menyergap anak buahnya hingga tidak bisa bergerak.Banyak anak buahnya di rumah untuk melindungi rumah serta markas utamanya. Ia tidak mengira kalau Lucas secepat itu membeli bandara. Sebelum membeli tiket—ia sudah memastikan jika bandara ini sangat aman dari Lucas. Pria ini memang benar-ben
“Sekarang, Sir.” Sam memberi aba-aba pada Lucas. Lucas sudah memasuki mobil untuk menuju kediaman Derrick yang terletak di derah timur. Membutuhkan waktu hampir 2 jam untuk ke sana. Mereka hampir sampai. Rombongan Lucas begitu banyak. Ada belasan mobil hitam yang terisi dengan anak buah. Mereka siap menggunakan senjata masing-masing. Tidak tanggung-tanggung ketika berada di sana. Mereka langsung adu senjata. DOOR! DOOR! Suara pistol tidak terelakkan lagi. Semua anak buah Derrick yang berjaga di depan langsung tumbang. Lucas duduk manis di dalam mobil sedangkan anak buahnya yang menyelesaikan. Setelah menghabisi anak buah Derrick—mobil kembali berjalan sampai di rumah yang tidak begitu besar. Lucas berdecih—rumah itu hanya cukup untuk menampung hewan peliharaan Lucas seperti serigala. Lucas keluar dari mobil. Ia melihat satu dari mereka yang familiar di ingatannya. Si rambut merah. Pria itu menodongkan senjata ke arahnya. “Kau si red velvet ya kan?” Lucas ter
Kamboja adalah negara yang akan didatangi Lila untuk bersembunyi. Di sanalah nanti, Derrick juga bisa memperluas usahanya. Lila berkemas… Hanya membawa barang-barang penting saja. Terutama keperluan Leonard. “Mamamama…” Lila meraba kasurnya sebelum duduk di samping Leonard. “Terima kasih sudah bertahan bersama mama..” Lila mengusap pelan kaki anaknya. Ia tersenyum. “Kita akan pergi. nanti…” Lila membayangkan di tempat baru. “Di sana, kita akan mulai hidup baru. Mama yakin kita bisa hidup bersama dengan damai di sana.” Lila sudah melihat tempat yang akan ia tempati. Tempatnya bagus dan tidak ada hal yang aneh. Untuk itu ia ingin segera ke sana saja. Lila mengangkat Leonard dan menggendong anaknya dengan nyaman. Tok tok “Aku sudah selesai!” teriak Lila. Akhirnya mereka berada di dalam mobil. Derrick berada di sampng Lila. Pria itu tidak berhenti menatap Lila dari samping. ‘aku puas-puaskan melihatnya. Setelah ini aku tidak bisa melihatnya lagi..’ Derrick meli
“Sir, keberadaan rumah Derrick sudah diketahui. Apakah kita langsung menyerang saja?” tanya Sam pada Lucas. Lucas yang awalnya sibuk melihat dokumen kini mendongak. “Apa kau yakin Lila ada di sana?” tanya Lucas. “Anak buah yang saya kirim ke tempat milik Derrick mengatakan, tidak menemukan Lila di sana. Kemungkinan besar nona Lila di rumah Derrick.” “Anak buah juga sudah melacak keberangkatan di bandara. Tidak menemukan jejak kepergian nona Lila di sana.” Sam mengatakannya dengan begitu yakin. Penyeledikian itu memakan waktu yang begitu lama. Lucas mengerahkan anak buahnya yang paling kompeten untuk mencari keberadaan Lila. “Kau ada rencana untuk ke sana?” tanya lucas. “Saya sudah merencanakannya, Sir.” Sam mengangguk. “Pertama, tempatkan anak buah kita di berbagai usaha Derrick.” “Lalu kita akan menyerang rumah bajingan itu.” “Kau yakin kita tidak kalah jumlah dengan mereka?” tanya Lucas. menyerang bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan senjata dan perso
Setelah Derrick menarik Lila. Mereka berada di kamar Lila untuk berbicara. “Aku tidak bisa mengirimmu pergi sendirian.” Derrick memandang lekat Lila. “Kau harus tetap di sampingku agar aku bisa memastikan keselamatanmu.” Lila tersenyum. hatinya menghangat mendapat perhatian dari Derrick. Namun keberadaannya di samping pria itu justru akan menjadi malapetaka. “Aku punya firasat buruk jika aku tetap di sini.” Tangan Lila terangkat—ia menyentuh lengan Derrick. “Tidak masalah di manapun aku berada. Yang penting aku bisa tetap aman jika Lucas tidak menemukanku. Jika situasi nanti memungkinkan, kau bisa mengunjungiku dan Leonard.” Derrick menatap tangan Lila yang berada di lengannya. Tangan mungil wanita itu yang masih menyentuh lengan kemejanya. “Mana bisa aku membiarkanmu pergi setelah sekian lama aku berusaha mendapatkanmu…” Derick memejamkan mata sebentar. “Tetap di sini. aku akan menjaga kalian. aku tidak akan membiarkan Lucas mendapatkanmu kembali.” Lila menggeleng
“Kau masih belum menemukan apapun?” tanya Lucas sembari mengangkat gelasnya. Ia mengguncangnya pelan. Cairan yang berwarna cokelat itu bergerak hingga sedikit tumpah. Lucas mencengkram gelas itu sangat kencang. Kuku jemarinya memutih. “Aku sudah memberimu waktu seminggu untuk mencarinya, tapi kau—” lucas mengangkat kepalanya dan menatap tajam Dante. “Kau tidak menemukan apapun..” Lucas tersenyum miring. “Kau ingin berhenti bekerja?” Dante menggeleng dengan keras. “Tidak, Sir. Saya sudah berusaha untuk melacak di mana keberadaan nona. Tapi sistem saya tidak bisa menembusnya. Sepertinya Derick menggunakan Teknologi terbaru.” “Saya punya rencana untuk menggunakan cara manual. Dengan memata-matai anak usahanya…” Dante menunjukkan tabletnya pada Lucas. “Di sini letak usaha Derick. Tapi hal itu sangat berisiko.” Dante mengambil lagi tabletnya. “Itu bukan daerah anda…” Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi. “Aku sekarang tidak peduli wilayah siapa. yang aku inginkan hanyalah me