Pertemuan KeluargaHesti terlihat mengunjungi kediaman keluarga Hartawan, bersama dengan Evan. Evan tahu, betapa Hesti sangat gugup, dia terus menggenggam tangan Hesti, penuh dengan perasaan yang sangat luar biasa.“Hesti, Evan, ayo silahkan duduk,” ucap pak Hartawan menyambut putra kesayangannya itu, juga calon menantunya.“Hesti, bagaimana kabar Bintang? ayah dengar kemarin dia sakit,” tanya pak Hartawan.“I-iya, namun keadaannya sudah baik, sudah sehat, demam karena masalah pencernaan,” ucap Hesti.“Syukurlah kalau begitu, maaf kemarin ayah dan ibu masih di Amerika, jadi tidak bisa menengok Bintang,” ucap ibunda Evan.“Ti-tidak apa apa tante, eh ibu,” ucap Hesti yang masih begitu canggung dengan panggilan itu.“Hahaha, kamu harus terbiasa memanggil kami ibu dan ayah, sebentar lagi kalian akan menikah,” ucap pak Hartawan.“Iya, ibu senang sekali,” ucap ibunda Evan.“Ayah, apa ada sesuatu yang ingin ayah dan ibu sampaikan, kenapa meminta Evan dan Hesti datang?” tanya Evan.“Kamu tahu
Kenyataan Tidak TerdugaEvan mendatangi kediaman pak Jeff, dia datang tanpa janji, ada sesuatu yang harus diketahui lebih lanjut.“Silahkan masuk, saya akan segera memanggilkan pak Jeff,” ucap asisten rumah tangga yang bekerja di rumah pak Jeff.“Terimakasih,” ucap Evan yang kemudian duduk di ruang tengah rumah pak Jeff.Evan melihat ke arah sekeliling, banyak foto di sana, pak Jeff dan istrinya, juga foto kedua putrinya. Mereka tampak begitu bahagia, keluarga yang terlihat begitu harmonis.“Pak Evan,” sapa pak Jeff yang kemudian muncul dengan wajah yang cukup kusut.“Selamat siang pak Jeff,” sapa Evan seraya berdiri.“Silahkan duduk, terimakasih sudah mengunjungi saya,” ucap pak Jeff.“Saya datang sebagai teman juga pengacara,” ucap Evan.“Pak Evan pasti menertawakan saya, saya memang laki laki yang sangat bodoh, bahkan saat ini istri dan kedua putri saya memilih untuk tinggal di apartemen, mereka meninggalkan saya,” ucap pak jeff.“Tidak, saya tidak pernah berpikir seperti itu, ini
Keahlian Dari LahirEvan terlihat ada di sebuah kafe, menunggu seseorang.“Kak,” sapa seorang laki laki yang terlihat duduk di depan Evan. Melihat laki laki muda itu, Evan tersenyum.“Obit, bagaimana kabarmu?” tanya Evan.“Setelah membaca pesan dari kakak, aku langsung ke sini,” ucap Obit.“Ya, kamu tidak pernah sempat untuk membalasnya,” ucap Evan.“Ya, tapi kakak tahu, aku pasti datang,” ucap Obit seraya tersenyum.Obit, laki laki berusia dua puluh empat tahun, memiliki visual yang luar biasa, tinggi, proporsional, berkulit putih bening, rambut sedikit panjang namun belum termasuk gondrong, lurus, hitam. Wajahnya sangat manis, wajah kecil, hidung mancung, mata tajam, semua orang yang melihat akan sepakat bahwa laki laki ini sangat tampan. Apalagi dia adalah CEO muda dari sebuah perusahaan game rintisannya.“Ada perlu apa kakak mencariku? apa ada hal penting?” tanya Obit.“Ya, aku merindukan adik laki lakiku,” ucap Evan. Mendengar hal itu, Obit mengulaskan senyum.“Bagaimana kabar ka
Tusukan Di HatiHesti terlihat duduk di sebuah kafe, dia ingin bertemu dengan seseorang, demi menjaga semuanya, seperti yang seharusnya. Dari pintu masuk kafe terlihat Hanung berjalan masuk, rupanya orang yang ingin Hesti temui adalah Hanung.“Kamu ingin menemuiku?” tanya Hanung.“I-iya, terimakasih sudah datang,” ucap Hesti. Hanung terlihat duduk di hadapan Hesti, mereka hanya berdua, bertemu sebagai mantan suami istri.“Apa pengacara itu tahu kamu mengajakku bertemu?” tanya Hanung. Mendengar pertanyaan itu, Hesti menjawabnya dengan anggukan.“Ada apa? kenapa tidak bicara di rumah? aku bisa bermain dengan anak anak,” ucap Hanung.“Kamu bisa datang kapan saja mas, mereka anak anakmu,” ucap Hesti.“Tentu saja, walaupun kamu menikah lagi, mereka tetap anak anakku,” ucap Hanung sedikit kesal.“Apa yang sebenarnya ingin kamu bicarakan?” tanya Hanung.Pramuniaga terlihat menghampiri Hanung dan Hesti, dia memberikan lembar menu, tanpa melihat menu itu, Hesti langsung memesan dua soup rumput
PertemuanTania dan ibu Hanung, bu Suseno bertemu di sebuah rumah makan yang cukup terkenal.“Kenapa tidak bertemu di rumah? Buang buang uang saja,” ucap bu Suseno.“Ibu, sesekali tidak apa apa makan di luar, kami juga ingin menyenangkan ibu. Oh iya, ini ada sedikit bingkisan untuk ibu, dari Tania,” ucap Tania seraya tersenyum.Bu Suseno terlihat menatap wajah Tania dengan pandangan mendalam, lalu beralih ke meja yang disana sudah ada dua buah paperbag putih yang bertuliskan sebuah brand ternama.“Ya Tuhan, apa isinya,” ucap bu Suseno yang terlihat begitu antusias.“Ini tas terbaru, edisi terbatas, Tania pikir ibu belum memilikinya karena baru rilis kemarin malam,” ucap Tania seraya tersenyum.“Wah, benarkah,” ucap bu Suseno antusias seraya membuka dan mengeluarkan isi dari paper bag itu.Seketika senyuman yang ada di wajahnya semakin melebar, matanya berkelip kelip, tas yang mahal itu melunturkan kekerasan dan sikap angkuhnya.“Seleramu memang luar biasa, ini pasti mahal sekali,” ucap
Video ViralHesti masuk ke dalam kantor, semua orang terlihat mengamatinya, dengan sangat serius. Beberapa karyawan firma hukum sunhope terlihat terpaku dengan ponsel mereka, lalu mengarahkan mata pada Hesti. Dari dalam kantor Evan, dia terlihat berjalan cepat ke karah Hesti lalu segera menggandeng tangan Hesti lalu membawanya masuk ke dalam kantor.“Ada apa?” tanya Hesti yang masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.“Kamu sudah melihat video viral itu?” tanya Evan.“Video direktur utama white skin? Tentu saja tidak,” ucap Hesti.“Bukan, bukan video itu,” ucap Hesti.“Lalu video apa?” tanya Hesti.Evan berdiri di hadapan Hesti, lalu memegang kedua bahu Hesti.“Aku harap kamu bisa kuat, menguatkan hati dan juga dirimu,” ucap Evan.“Ada apa?” tanya Hesti mulai khawatir.“Duduklah dulu,” ucap Evan yang kemudian menuntun Hesti untuk duduk. Setelah Hesti duduk, Evan menunjukkan sebuah video yang siap di putar.“Apa ini?” tanya Hesti yang benar benar memperlihatkan kekhawatiran.“Lihat
Sesak Di HatiHesti menangis, sejadi jadinya, dia sudah hampir lima jam berada di dalam kamar, duduk di tempat yang sama. Hatinya sangat terluka, dia tidak menyangka Hanung, mantan suami yang pernah begitu dia cintai, rela mengorbankan apapun, karir, kehidupan, cinta, harus mengatakan hal yang tidak pantas, tidak seharusnya diucapkan oleh seorang suami, baik masih menjadi suami ataupun mantan suami.Hesti memukul mukul dadanya, begitu sedih karena hatinya tidak juga membaik. Debaran dadanya masih saja begitu kuat, hatinya sangat terluka.“Hes, keluarlah, kamu harus makan, ini sudah jam dua siang,” ucap Evan yang sudah ada lagi di balik pintu. Dia terlihat membawa nampan berisi makanan.“Aku tahu kamu begitu terluka, namun ini tidak benar, kamu kuat dan kamu sudah siap dengan apapun yang terjadi,” ucap Evan berusaha membujuk Hesti supaya mau keluar dari rumahnya.“Kamu sudah berhasil melewati semuanya, aku yakin kali ini juga,” ucap Evan lagi.“Biarkan aku masuk, kamu pasti tidak mau m
PersahabatanBu RT dan bu Anna mendatangi rumah Hesti, mereka membawa banyak sekali makanan, mereka datang untuk memberi dukungan terhadap Hesti setelah membiarkannya menikmati waktunya sendiri.“Kita sudah cukup memberi waktu bu Hesti untuk bersedih dan menangis, sekarang waktu kita untuk menghiburnya,” ucap bu RT kepada bu Anna ketika mereka hendak masuk ke rumah Hesti.“Iya bu RT, kita harus menyelamatkan bu Hesti dari kesedihan,” ucap bu Anna.Mereka berdua kemudian masuk ke dalam rumah Hesti, berharap kehadirannya bisa memberi sedikit semangat.Bu RT, bu Anna dan Hesti duduk di ruang tengah, bu RT menggenggam tangan Hetsi, bu Anna terus mengelus bahu Hesti. Mereka saling memberi kekuatan tanpa suara, saling menyalurkan perasaan melindungi, berharap Hesti bisa segera bangkit.“Bu Hesti pasti kuat menghadapi semua ini,” ucap bu Anna.“Bu Hesti akan melewati semua ini, bu Hesti harus sabar, kuat, demi anak anak. Anything in life worth having comes from patience and hard work,” ucap