Irene ragu-ragu sesaat, lalu berkata, "Nggak apa-apa. Hanya saja, saat kamu mengantarkanku ke kamarku, kulihat kamu nggak masuk kamar, tapi malah jalan ke bawah. Jadi, kupikir, jangan-jangan kamu terkena masalah. Emm, kalau nggak ada apa-apa, aku pergi dulu ...."Kemudian, Irene berbalik dan hendak meninggalkan tempat ini.Namun, sepasang tangan malah memeluknya dari belakang. "Jadi, Kak, kamu khawatir, ya?" tanya Michael.Irene seketika merasa seakan-akan dia diselimuti oleh hawa pria ini. Untuk sesaat, dia tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan ini.Khawatir? Apakah dia sedang mengkhawatirkan pria ini?Pikiran Irene menjadi kacau. Apakah dia mencari pria ini karena pria ini menyelamatkannya? Oleh karena itu, malam ini, dia tidak menganggap pria ini sebagai Michael, melainkan "Mike", sehingga dia mengkhawatirkan pria ini?Saat Irene sedang memikirkan hal ini, tiba-tiba, suara napas di telinganya terdengar terengah-engah. Michael juga mengeluarkan suara rintihan yang samar-sama
"Kalau nggak minum obat, kamu bisa makin kesakitan, nggak?" tanya Irene. Tiba-tiba, Irene seperti teringat akan sesuatu. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencari toko obat di internet.Meskipun ada toko obat yang agak jauh dari tempat ini, kelebihannya adalah asalkan mereka membayar ongkos kirim, mereka akan mendapatkan obatnya dalam waktu 20 menit. Cara ini lebih cepat daripada membiarkan petugas keamanan pergi membeli obat.Setelah berpikir sejenak, Irene langsung memesan obat sesuai dengan yang dia belikan untuk Michael sebelumnya. Setelah pesanannya berhasil, tatapannya tertuju pada pria ini.Tubuh pria ini sudah pelan-pelan meringkuk. Bibirnya terkatup rapat, seakan-akan dia sedang menahan erangan pelan yang hendak keluar dari mulutnya, tetapi hal ini malah membuat suara napasnya terdengar kasar.Pada saat ini, matanya tertutup rapat. Bulu matanya yang panjang membentuk bayangan di bawah matanya.Pria yang berkuasa di Kota Cena ini malah terlihat seperti seorang anak kecil
Oleh karena itu, Irene berkata pada Michael, "Tunggu sebentar di sini, ya. Aku pergi ambil obat dulu. Kemudian, dia langsung berlari keluar dari rumah duka ini dengan terburu-buru.Michael berbaring di atas sofa. 'Sebentar, ya .... Dulu, saat Irene pergi beli obat pada tengah malam, dia juga mengucapkan kata itu,' pikir Michael.Baiklah, aku akan menunggu, aku akan menunggunya pulang ....'...Irene berlari dengan terburu-buru ke gerbang besi kediaman ini. Lampu jalan di sisi gerbang itu secara kebetulan menyinari pengantar obat yang tampak kebingungan.Pria ini jelas-jelas juga tidak menyangka bahwa tengah malam begini, dia akan mengantarkan obat ke depan pintu kediaman sebesar ini."Ini pesananmu? Nona Irene?" tanya pria itu."Iya, itu aku," jawab Irene sambil menerima obat dari tangan pria itu. Setelah berterima kasih pada pria itu, Irene berbalik dan berlari lagi ke arah Rumah Duka.Pengantar obat itu menggaruk kepalanya sambil memandang kediaman luas yang tidak berujung ini, masih
Michael membuka matanya secara perlahan dan menatap Irene. Seperti sebelumnya, Irene kembali dengan napas yang terengah-engah. 'Meskipun Irene takut padaku, nggak menyukaiku dan bahkan mungkin membenciku, dia tetap nggak tega melihatku kesakitan, ya?' Sambil memikirkan hal ini, bahkan rasa sakit di tubuh Michael juga rasanya jauh mereda.Michael membuka mulutnya dengan patuh dan menelan obat dan air yang Irene bawakan untuknya.Tatapan Irene pun tertuju ke bibir pria ini. Jelas-jelas terlihat bekas gigitan di bibir Michael. Sebelumnya, dia pasti benar-benar kesakitan, sehingga dia bisa menggigit bibirnya hingga terluka."Kalau kamu terus menatapku seperti itu, aku akan menciummu," kata Michael.Irene seketika tersadar. Wajahnya pun memerah. "Aku hanya melihat bibirmu yang terluka, nggak ada maksud lain," kata Irene."Nggak apa-apa juga kalau kamu punya maksud lain. Kalau Kakak ingin menciumku, kamu bisa melakukannya kapan pun itu," kata Michael. Pada saat ini, meskipun wajahnya tetap p
Sebelumnya, Michael tidak akan mengucapkan kata-kata seperti ini. Namun, pada saat ini, melihat Irene berdiri di depan papan roh ayahnya, entah mengapa kata-kata ini keluar dari mulutnya Michael.Michael merasa seakan-akan hanya saat dia menghadapi Irene barulah dia bisa mengeluarkan kata-kata yang sudah terpendam dalam lubuk hatinya."Kalau dipikir-pikir, dulu, ayahku juga pasti pernah bertemu dengan banyak wanita dan pasti ada yang lebih cantik dari dia. Tapi, demi seorang wanita seperti ini, ayahku malah menyerahkan segalanya, bodoh sekali," gumam Michael."Ayahmu nggak tentu hanya menyukai ibumu karena ibumu cantik. Saat seseorang benar-benar menyukai orang lain, penampilannya mungkin nggak sepenting itu lagi. Selain itu ... sepertinya dia akan menyukai semua tentang orang itu, baik yang baik maupun yang buruk," kata Irene.Tatapan Michael berkilau sesaat, tetap tertuju pada wajahnya Irene. "Mungkin ... seperti yang kamu katakan, saat seseorang benar-benar menyukai orang lain, pena
Melihat Michael menghentikan langkahnya, Irene bertanya dengan heran, "Ada apa?""Nggak apa-apa," jawab Michael sambil menunduk.Saat kedua orang ini kembali ke rumah utama, Irene bertanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang?""Sudah jauh membaik," jawab Michael."Meskipun sakit maag ini sudah penyakit lama, kamu tetap harus meluangkan waktu untuk pergi periksa ke rumah sakit," kata Irene. "Ada beberapa penyakit yang berasal dari penyakit kecil yang nggak dirawat, hingga akhirnya menjadi penyakit parah.""Jadi, Kakak sedang mengkhawatirkanku, ya?" tanya Michael sambil tersenyum.Irene terdiam sejenak. Dia merasa agak canggung, jadi dia ingin naik ke lantai atas. Namun, Michael malah langsung memeluk wanita ini sambil berkata, "Baik, aku janji, aku akan meluangkan waktu untuk pergi merawat tubuhku di rumah sakit. Aku juga akan minum obat yang kamu belikan hari ini dengan patuh. Kalau aku bersedia mendengarkan ucapanmu, apakah kamu akan lebih menyukaiku sedikit saja?""Apa?" Irene merasa kebi
Dengan susah payah, Leni akhirnya mematikan panggilan ini. Irene berkata, "Apa yang dikatakan ibumu padamu? Kamu terlihat sangat sengsara, bahkan menyuruh ibumu untuk menghukummu.""Apa lagi kalau bukan soal kencan buta?" Leni menjulingkan matanya dan berkata, "Ibuku bilang, pria ini sangat terkenal. Ibuku merebutnya dari ibu-ibu lainnya dengan susah payah, supaya aku pergi bertemu dengan pria itu terlebih dahulu."Leni juga tidak berdaya melawan ibunya.Sepertinya, menurut ibunya, dalam dua tahun ke depannya, jika dia tidak juga menikah, dia mungkin tidak akan bisa menikah seumur hidupnya.Setelah berpikir sejenak, Irene berkata, "Kalau begitu, coba pergi saja, anggap saja ini kesempatan.""Nggak, deh. Sekarang, aku sudah cukup tua. Aku hanya akan pusing kalau aku pergi kencan buta lagi," kata Leni. Setiap dia teringat akan desakan ibunya selama beberapa hari terakhir, dia merasa seakan-akan dia ingin muntah darah."Kenapa? Ada apa?" tanya Irene.Leni menatap sahabatnya ini, lalu berk
Bagaimanapun, Leni juga tidak pernah mengalami terlalu banyak kegelapan dunia ini, tidak seperti Irene yang sudah mengalami terlalu banyak penderitaan di penjara. Terkadang-kadang, Irene bahkan tidak memiliki tenaga untuk menangis lagi."Puih!" Puding yang masih belum Leni telan pun menyembur keluar. Dia langsung mengambil tisu untuk mengelap mulutnya, lalu berkata pada Irene, "Irene, jangan bercanda saat aku sedang makan, ucapanmu konyol sekali.""Aku serius," kata Irene.Kedua orang ini saling bertatapan. Sesaat kemudian, Leni tertawa dengan sinis dan berkata, "Kalau dia benar-benar masih menyukaiku, kami juga nggak cocok. Coba kamu pikirkan, Keluarga Sinatra itu keluarga seperti apa? Kalau aku benar-benar menikah dengannya, ke depannya, hidupku akan menjadi pertarungan dalam keluarga kaya. Dengan daya tempurku, sepertinya aku akan dianiaya di sana."Jadi, Leni tidak ingin memikirkan hal-hal seperti ini. Setelah dia membayar "utangnya" pada Brandon, dia akan mendapatkan kebebasan lag