Leni mengedipkan matanya. Bukankah Brandon mau mengembalikan ponselnya sekarang juga?"Apakah aku harus memberimu uang?" tanya Leni. Begitu dia mengucapkan kata-kata ini, dia menyadari bahwa ucapan ini sangat bodoh. Dengan status Brandon sekarang, apakah dia masih memerlukan uangnya Leni?Seperti yang diduga, Brandon tersenyum sambil menatap Leni seakan-akan Leni adalah orang bodoh.Leni menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Menurutmu, apa yang harus kulakukan?" Lagi pula, apa pun yang dia lakukan, hasilnya tetap sama, dia menduga bahwa pria ini ingin membalaskan dendamnya dari tiga tahun yang lalu dengan ponsel ini.Intinya, Leni akan membiarkan Brandon melampiaskan amarahnya."Selama tiga tahun, kamu pernah pacaran, nggak?" tanya Brandon.Leni menggelengkan kepalanya, dia tidak mengerti mengapa Brandon melontarkan pertanyaan ini."Kalau begitu, pernah suka pada siapa pun, nggak?" tanya Brandon lagi.Sepertinya terlalu banyak! Sepuluh jari tangan Leni juga tidak cukup untuk menghit
Wajah Leni memerah, lalu memucat. Bibirnya bergerak, tetapi dia hanya bisa berkata, "Maaf."Bagaimanapun, dialah yang mengucapkan kata-kata ini dan dia juga yang tidak menaati ucapannya sendiri."Kamu memang harus minta maaf padaku," kata Brandon.Mobil ini menjadi hening. Entah berapa lama kemudian, mobil ini akhirnya berhenti. Saat Leni mengikuti Brandon turun dari mobil, dia baru menyadari bahwa dia kembali lagi ke vila tempat Brandon membawanya kemarin.Mengingat kembali saat Brandon melarangnya untuk keluar semalam, langkah Leni pun terhenti."Kenapa? Kamu nggak berani masuk, ya?" tanya Brandon sambil menatap Leni.Leni berusaha untuk memaksakan seulas senyuman di wajahnya dan berkata, "Bagaimana kalau kita bicarakan saja di luar?"Brandon tersenyum sinis dan berkata, "Leni, aku punya banyak sekali cara untuk menahanmu. Selain itu, aku juga bisa jamin, kali ini, kalaupun Michael mau membawamu pergi, kamu nggak akan bisa pergi semudah itu."Leni seketika terdiam. Setelah ragu-ragu
"E ... enak," jawab Leni. Lidahnya terasa agak kaku, dengan rasa koktail memenuhi mulutnya.Koktail ini seharusnya diminum dengan pelan, tetapi sekarang, dia malah menghabiskannya dalam sekali teguk. "Brandon, apa yang kamu mau aku lakukan, supaya amarahmu bisa terlampiaskan? Cepat katakan!" kata Leni.Mungkin karena dia sudah meminum segelas minuman beralkohol, dia menjadi jauh lebih pemberani, suaranya juga menjadi lebih keras.Dengan tatapan gelap, Brandon berkata, "Kamu bisa membayar utangmu padaku."Leni memiringkan kepalanya sambil menatap Brandon dengan matanya yang bulat dan terbuka lebar, seakan-akan dia sedang memikirkan sesuatu. "Aku hanya perlu membayar utangku padamu?" tanya Leni."Iya," jawab Brandon.Leni berdiri dan menggelengkan kepalanya. Sepertinya, efek alkohol mulai bekerja dalam tubuhnya, membuatnya merasa agak pusing.Seperti yang diduga, koktail ini masih seperti dulu, efeknya kuat.Namun, kali ini, karena efek minuman itu, Leni menjadi pemberani, dia bisa melak
Saat Brandon mengatakan pada Leni bahwa dia adalah anak haram, Leni hanya tersenyum dan berkata, "Terus kenapa kalau kamu anak haram? Kamu adalah kamu, kamu yang tiada duanya di dunia ini. Kesuksesan seseorang nggak ditentukan oleh identitasnya, apakah dia anak haram atau bukan.""Kamu nggak merasa bahwa kelahiranku memalukan?" tanya Brandon.Pada saat itu, apa yang Leni katakan? Leni berkata dengan serius, "Aku merasa bahwa orang tuamu memiliki pandangan yang sangat nggak bertanggung jawab terhadap pernikahan. Kalau sudah punya anak, mereka seharusnya menikah. Kalau nggak bisa menikah, mereka seharusnya menjaga jarak atau melakukan tindakan pencegahan. Eh, bukankah katanya pacaran yang nggak bertujuan menikah hanyalah sebuah permainan?"Inilah pertama kalinya seseorang mengatai orang tuanya seperti ini di hadapan Brandon.Namun, tahukah Leni bahwa terkadang, alasan orang-orang berpacaran tanpa tujuan menikah adalah karena mereka memiliki terlalu banyak tujuan lainnya dan ada berapa ba
Melihat Leni yang sedang terlelap, Brandon meraih sebelah tangan Leni dan menggenggam tangan wanita tersebut.Brandon benar-benar berhasil menemukan wanita ini! Leni bukan lagi sosok yang hanya berada dalam ingatan Brandon, melainkan benar-benar muncul di hadapannya."Hari ini, kamu sudah janji, aku nggak akan mengizinkanmu untuk mengingkari janjimu," kata Brandon. Suaranya samar-samar terdengar di dalam kamar yang hening ini.Namun, balasan yang dia dapatkan hanyalah suara napas wanita itu....Setelah wawancara, Irene kembali ke Kediaman Yunata. Bagi Irene, wawancara hari ini sebenarnya sangat mudah. Pihak pewawancara juga hanya melihat surat keterangan sehatnya, lalu menanyakan beberapa pertanyaan mendasar padanya.Hanya saja, saat Irene ditanya mengapa seorang mahasiswa berprestasi lulusan fakultas hukum ingin menjadi pengantar makanan, meskipun Irene sudah mempersiapkan sebuah jawaban, dia tetap merasa gugup. Oleh karena itu, dia hanya bisa mengatakan dengan bahasa yang sesimpel m
Irene seketika terkejut. "Apa katamu?""Kakak nggak dengar, ya?" Dengan sabar, Michael mengulangi ucapannya. "Kubilang, kalau Kakak nggak menyukai perusahaan itu, sebaiknya perusahaan itu disingkirkan."Michael seperti sedang mengucapkan sesuatu yang sangat sepele.Namun ... disingkirkan?!Tatapan Irene seketika menegang. Apakah maksud Michael seperti yang Irene pikirkan? Perusahaan itu termasuk perusahaan baru yang lumayan terkemuka dalam industri pengantaran makanan. Meskipun mereka masih kalah dari perusahaan-perusahaan ternama, akhir-akhir ini, mereka juga lumayan terkenal. Irene juga pernah membaca laporan, bahwa perusahaan itu akhir-akhir ini berhasil menggalang dana dan menginvestasikan sebesar 3,4 triliun.Perusahaan seperti ini bukanlah sebuah perusahaan yang bisa disingkirkan dengan mudah.Namun ... Michael bisa melakukan sesuatu yang tidak mungkin terjadi hanya dengan satu patah katanya."Hanya karena aku nggak menyukainya?" tanya Irene sambil menatap Michael dengan tatapan
Di mana dia berada?Leni tercengang sesaat. Kemudian, ingatan dari kejadian sebelumnya mulai melintas dalam benaknya. Dia pun langsung bangkit duduk.Dia ... minum minuman beralkohol lagi hingga dia mabuk!"Sudah bangun, ya?" Terdengar suara seorang pria di dalam ruangan. Tubuh Leni seketika menjadi kaku. Kemudian, dia menoleh dan memandang ke arah datangnya suara itu.Seperti yang diduga, pada saat ini, Brandon sedang duduk di sofa di dekat ranjang sambil menatap Leni."Sudah ... sudah bangun ..." kata Leni dengan malu-malu sambil bergegas bangkit dari ranjang. Dia melihat pakaian yang masih lengkap di tubuhnya. 'Seharusnya nggak ada yang terjadi, deh,' pikir Leni. Namun, untuk berjaga-jaga, dia tetap bertanya, "Setelah aku mabuk, aku nggak melakukan apa pun, 'kan?""Kamu melakukan banyak hal, mau dengar yang mana?" tanya Brandon dengan santai.Leni langsung terkejut.Banyak hal ... apa yang sudah dia lakukan?! Kali ini dia mabuk, pikirannya kacau, tidak seperti dulu, saat dia bangun,
"Baiklah, ayo pacaran," kata Leni, seakan-akan dia sudah pasrah dengan nasibnya. Lagi pula, Brandon akan tetap balas dendam, jadi setidaknya Leni bisa memiliki persiapan mental untuk pembalasan dendam ini. "Kalau begitu, kamu ... emm, kamu bisa mengembalikan ponselku padaku."Leni tidak melupakan tujuan utama dia mengikuti Brandon ke vila ini, yaitu untuk mendapatkan kembali ponselnya.Brandon menatap Leni sejenak, lalu melemparkan ponsel yang terletak di atas meja ke Leni."Ahh!" teriak Leni dengan terkejut sambil menangkap ponselnya. Leni membeli ponsel ini dengan harga 20 juta. Jika ponsel ini terjatuh ke lantai hingga layarnya pecah, biaya perbaikannya juga di atas empat juta.Bahkan hanya memikirkannya pun Leni sudah merasa sakit hati!Selain itu, jika ponselnya benar-benar rusak, dia juga tidak berani meminta ganti rugi dari Brandon!Leni menyalakan ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul lewat sembilan malam. Selain itu, Leni juga menerima banyak sekali panggilan tidak terjawab d