Setelah itu Pak Aman pun langsung kembali ke kerumunan divisinya. Ada beberapa orang yang bertanya ada apa karena mereka penasaran kenapa Pak Aman disuruh oleh Danita untuk berbicara berdua saja. Begitupun dengan Siska. "Pak, kenapa tiba-tiba saja dipanggil oleh Nyonya besar? Apakah ada masalah?" tanya Siska, ingin tahu. Karena dia harus tahu apa pun yang berkaitan dengan perusahaan ini, termasuk hal-hal kecil seperti tadi. Pak Aman menoleh sebentar kepada Siska, lalu dia pun menghela napas panjang. "Ini semua karena gara-gara kamu, Siska," ucap Pak Aman.Sebenarnya dia itu sedang mencari alasan lain yang masuk akal, agar tidak ada yang curiga. "Loh, kenapa aku? Memangnya apa salahku? Aku kan memang mengatakan hal yang baik. Daripada si Aminah, aku itu lebih baik dari segalanya. Aku juga kan salah satu OG yang banyak diminati dan teladan. Kenapa tiba-tiba saja Nyonya besar itu kenal dengan Aminah?" "Ya, karena memang kamu itu tidak memancarkan kebaikan," ucap Pak Aman dengan bera
"Selamat malam, Nyonya. Apa yang sekiranya membuat Nyonya datang ke perkumpulan kami? Kami ini hanya orang-orang biasa di perusahaan," ucap salah satu dari dividi marketing itu. Dia adalah manajer marketing yang ada di perusahaannya. Sementara Danita ingin bertemu Andri, dia adalah kepala marketing yang berarti wakil dari manajer itu. Danita tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, saya hanya menyapa dari berbagai divisi. Ingin tahu karyawan anak saya itu siapa saja," ucap Danita memulai pembicaraan. Dia berusaha untuk ramah dan terlihat biasa saja. Padahal dirinya sedang meneliti gelagat Andri dan tampang dari pria itu. Sebenarnya, dibandingkan pria-pria yang lain Andri hanya terlihat biasa saja. Tetapi pakaiannya rapi dan penambilan klimis. Danita yakin, semua ini pasti karena kesuksesan istrinya yang merawat Andri sampai seperti sekarang. Tidak menyangka saja wanita secantik dan terbaik di sampingnya ini dikhianati oleh suaminya sendiri. Kayaknya tidak ada yang berani mengungkapkan sem
Siska terus berjalan keluar gedung megah itu. Dia akan menghentikan taksi. Walaupun meminta untuk diantar oleh Andri, rasanya mustahil. Karena pria itu bersama istrinya. "Sial, kenapa istrinya cantik banget, sih? Hah! Tapi untunglah Mas Andri mau berpaling kepadaku. Kalau tidak, maka urusannya akan kacau. Lagi pula, sampai detik ini kenapa aku tidak bisa menghentikan marketing yang begitu laris manis itu? Aku sengaja mendekati Mas Andri karena dia adalah kepala marketing. Dengan begitu, aku bisa tahu triknya seperti apa agar penjualan semakin meningkat," ungkap Siska sembari berjalan keluar gerbang dari hotel mewah itu. Baru juga hendak melangkah keluar dari gerbang hotel, tiba-tiba saja seseorang menarik rambut Siska. Membuat wanita itu mengerang kesakitan. "Siapa ini? Sakit!" jerit Siska dengan suara yang melengking. Ternyata itu adalah Amar. Amar langsung menarik rambut Siska dengan begitu kencang, tetapi pria itu juga langsung membekap mulut Siska karena takut jika ada orang-o
"Pak, eh Mas. Aku duluan ke pelaminan, ya? Rasanya kakiku sakit sekali," bisik Aluna di dekat telinga Darren yang sedari tadi mereka terus-terusan berkeliling menyapa para kolega.Bukan masalah heels saja, tapi dia benar-benar malu dengan tatapan orang-orang yang begitu tajam. Bahkan ada yang terang-terangan mengagumi Aluna dengan sorot matanya yang nakal. Sebenarnya Darren bukannya tidak tahu. Tetapi dia berusaha untuk menahan diri agar tidak membuat masalah di tempat pernikahannya ini. Jadi mereka adalah para tamu, untuk sekarang Darren membiarkan begitu saja. Tetapi kalau sampai ada yang berani menyentuh Aluna barang sedikit, maka dia akan pastikan kalau orang itu celaka. Darren melakukan ini bukan atas dasar mencintai, tapi dia tidak suka kalau miliknya diganggu oleh siapa pun, begitu pikir sang pria. "Sebentar, dan tolong biasakan untuk memanggilku Mas saja? Jangan Pak! Kamu pikir aku ini sudah bapak-bapak dan tua?" jawab Darren setengah berbisik, tidak mau sampai orang lain
"Sudahlah, kamu itu tidak perlu menyelidiki Ibu seperti itu. Lagian, Ibu melakukan apa pun pasti untuk kamu. Sekarang, sebaiknya kamu ajak Aluna untuk pergi ke hotel." Mendengar kata hotel, tubuh Aluna tersentak. Dia benar-benar kaget dengan perkataan mertuanya itu. Terlihat sekali kalau sang gadis begitu gugup. "Loh, kenapa ke hotel?" tanya Darren, bingung. Sama sekali tidak berpikiran aneh-aneh, berbeda dengan Aluna yang sudah berdebar hebat. Takut jika terjadi sesuatu di kamar hotel itu. "Ya, kata kamu kan kamu protes kalau Ibu dari tadi menghilang terus, jadi sekarang giliran Ibu yang ada di sini. Lagi pula ini sudah larut malam, jadi sebaiknya kamu dan Aluna istirahat, ya." Darren mengangguk-anggukkan kepala, lalu menyodorkan tangannya kepada Aluna. Gadis itu terkesiap, memandangi Darren beberapa detik. "Kenapa diam saja? Ayo!" seru Darren memerintah. Aluna pun kaget dan langsung menerima uluran itu. Mereka pergi dari singgasana menuju kamar hotel. Sungguh pikiran Aluna be
"Apa Bapak bilang tadi? Saya harus tidur di sofa? Yang benar saja, Pak!" "Ya, benar. Ini kan hotel yang disewakan oleh ibuku, jadi aku yang berhak untuk tidur di kasur." "Tapi saya ini juga kan menantunya ibunya Bapak, harusnya Bapak itu mengalah kepada perempuan. Apa tidak pernah mendengar istilah ladies first?!" Mendengar itu Darren langsung berdiri. Dia melipat tangan di depan dada sembari berjalan mendekat ke arah gadis yang memakai slayer. Aluna pun agak kesulitan mundur, takut jika menginjak gaun yang dipakainya. Lalu, saat Darren sudah berada di hadapan Aluna, dia pun memberikan tatapan smirk, seperti seorang pemburu yang siap melihat mangsanya."Oke, kamu yakin ingin satu kasur denganku? Aku tidak akan bisa menjamin, tidak terjadi apa-apa nanti, ya," ucap Darren, membuat Aluna langsung menggelengkan kepala dan mundur beberapa langkah. Untung saja tidak sampai jatuh. "Bukan seperti itu, Pak. mMaksud saya Bapak yang di sofa, saya yang di kasur," ujar Aluna membuat Darren b
Aluna berjalan peran mendekati suaminya yang sedang tertidur lelap. Dengkuran Darren sampai terdengar keras. Dia meneliti wajah Darren dengan begitu seksama. Dari dekat Darren seperti seseorang yang begitu baik dan juga polos, berbeda sekali saat pria itu terbangun dengan kata-kata yang pedas. Seperti langit dan bumi atau lebih tepatnya seperti dua kepribadian yang berbeda. "Aku seperti melihat orang lain saat dia tertidur," gumam Aluna dengan pelan. Dia memandangi pahatan indah milik Darren. Tuhan memang benar-benar Maha Adil. Walaupun Darren begitu sempurna dengan ketampanan dan kekayaan yang melimpah, tapi sifat pria itu tidak bisa dibandingkan dengan pria-pria di luar sana yang mungkin lebih baik sifatnya dibandingkan Darren. Gadis itu langsung mundur lagi, karena menurutnya tidak pantas saja kalau Aluna memperhatikan orang yang sedang tidur. Meskipun itu adalah suaminya, tetap saja Aluna merasa tidak pantas. Sebab mereka hanya melakukan pernikahan ini dengan perjanjian. Namu
Keesokannya, pagi-pagi sekali Aluna membangunkan Darren. Pria itu sempat kesal dan dia tidak menghiraukan panggilan Aluna, malah mengubah posisi tidur. Aluna lama-lama kesel juga dan memilih untuk menarik selimut Darren. Pria itu bangun sembari menggerutu."Pak, kenapa Bapak malah tidur terus? Saya butuh baju ganti. Kalau Bapak begini terus, bagaimana saya bisa keluar dari tempat ini?!" seru Aluna kesal.Darren yang mulai terganggu pun akhirnya terduduk dengan mata yang masih mengantuk. Padahal biasanya dia bangun subuh-subuh untuk mempersiapkan segala pekerjaannya, tetapi karena kemarin benar-benar melelahkan, membuat pria itu akhirnya tertidur pulas sampai pagi. "Kenapa sih kamu menggangguku? Bukankah aku sudah menyuruh Amarudin untuk memberikan baju? Kenapa dia belum datang juga?" Pertanyaan itu membuat tubuh Aluna menegang. Dia juga gugup, tidak mungkin gadis itu mengatakan kalau Amarudin mengantarkan sebuah lingerie, bisa-bisa Darren berpikiran liar dan mungkin juga akan terja