Setelah masuk ke dalam ruangan, dia dikagetkan lagi dengan semua arsitektur tempat itu yang begitu indah. Benar-benar seperti kastil, lebih besar dan megah. Salah satu satpam menyuruh Aluna untuk duduk. Setelahnya tak lama kemudian ada beberapa wanita paruh baya memakai pakaian khas maid, itu adalah ART yang ada di sini.Namun bukannya merasa senang, gadis itu malah jadi gugup sendiri. Takut jika Darren melakukan sesuatu yang aneh untuknya. Bagaimana kalau misalkan dia dijebak dengan semua rencana yang Darren buat? Biasanya pria itu akan melakukan hal aneh padanya. "Silakan, tunggu sebentar, ya, Nona. Saya akan bertanya dulu kepada Tuan Darren. Apakah Nona langsung masuk kamarnya atau tunggu di sini." Aluna langsung terperangah dan saat itu juga sang gadis langsung berpikiran kalau memang semua ini adalah rencana Darren. Kalau benar begitu, maka sang gadis tidak akan mau meminta maaf. Sebaliknya dia akan memaki-maki Darren karena sudah mempermainkannya seperti ini. Padahal semalama
Darren yang saat itu juga baru bangun hanya terdiam. Dia berpikir kalau saat ini pria itu sedang bermimpi bertemu dengan Aluna, karena menurutnya tidak mungkin gadis itu mau menghampirinya. Mengingat bagaimana tabiat Aluna selama ini. Jadi, pria itu berpikir kalau sekarang sedang bermimpi. Untuk beberapa saat mereka saling pandang. Maid yang ada di luar pun merasa malu sendiri melihat aktivitas mereka saat ini. Jadi, tanpa permisi wanita paruh baya itu pun meninggalkan mereka berdua. Tiba-tiba saja Darren tersenyum, membuat Aluna semakin tidak bisa berkutik. Gadis itu malah semakin mematung, sampai jari jemarinya tidak bisa digerakkan sama sekali kala melihat senyuman Darren untuk pertama kalinya. Pria itu terlihat melengkungkan bibir yang begitu tulus. Ini tabu, karena selama ini Darren jarang sekali tersenyum kepadanya. Yang dilakukan pria itu hanyalah marah-marah dan terus-terusan saja menyiksanya. Darren semakin yakin itu mimpi saat melihat kalau Aluna hanya diam saja. Pria it
Sudah 5 menit berlalu mereka saling diam. Saat ini Darren dan Aluna berhadapan di kamar pria itu. Darren melakukan itu, takut kalau sampai Danita marah lagi kepadanya. Walaupun sekarang dia bertanya-tanya kenapa Danita tadi datang, lalu tiba-tiba kembali pergi. Hanya saja pertanyaan itu harus disimpan terlebih dahulu, karena saat ini ada yang lebih penting. Yaitu mengurusi kedatangan Aluna yang tiba-tiba saja hadir tanpa permisi dengan alasan yang begitu mengagetkan. Kebetulan di kamar Darren ada sofa yang biasa dipakai untuk menonton TV. Jadi, mereka bisa saling berhadapan. Aluna menunduk, dia benar-benar malu mengingat kejadian hari ini. Harusnya dari tadi dia itu tidak datang ke rumah Darren. Harusnya dia juga mendengarkan kata Amalia agar tidak keluar, karena besok adalah hari pernikahan. Mau ditaruh di mana mukanya? Terlebih Darren tiba-tiba saja mencium Aluna, setelah itu kembali berekspresi menyebalkan di depannya. Darren menghela napas panjang, lalu menyandarkan punggungny
Tempat pukul 10.00 pagi akhirnya Aluna pun keluar dari rumahnya Darren. Dia sama sekali tidak bertemu dengan Danita dan itu memang sudah direncanakan oleh wanita paruh baya itu. Dia hanya bisa mengintai dari CCTV, tapi tidak termasuk di dalam kamar Darren. Ya, karena kamar anaknya itu bebas dari CCTV sesuai dengan keinginan Darren. Tentu saja karena itu adalah sebuah privasi. Sebenarnya dari tadi ingin sekali menemui Aluna dan menceritakan banyak hal sebelum menjadi menantunya, tetapi ada misi yang belum terlaksana. Apalagi dia harus mengungkap kejahatan yang dilakukan Siska dan juga beberapa kasus yang ada di perusahaan anaknya. Darren harus tahu semua itu. Memang sepertinya dia harus mengirimkan satu orang untuk menjadi mata-mata di perusahaan, agar tahu mana yang berkhianat dan mana yang bekerja dengan benar. Darren pun mengantarkan Aluna sampai gerbang rumah. Dia tidak mau sampai Danita melihat kalau dirinya tidak melakukan apa-apa untuk gadis itu atau akan ada perdebatan di ru
"Kenapa Ibu selalu mengancamku, sih? Bisakah Ibu sekali-kali mendukungku atau memberikan nasihat yang baik? Bukan malah menakut-nakutiku seperti itu," ucap Darren tiba-tiba saja membuat Danita terkesiap. Biasanya pria itu anti sekali jika mengungkapkan perasaannya yang sedang dia pikirkan atau dirasakan. Tetapi untuk kali ini wanita paruh baya itu sungguh kaget saat tahu kalau Darren tiba-tiba saja berkata seperti itu. Kala dia putus dengan Monica pun pria itu memilih untuk menyendiri dan menjauh dari hiruk pikuk, termasuk dari ibunya. Namun sekarang tiba-tiba saja Darren seperti ini. Ini sungguh menarik bagi Danita, yang sudah dipastikan kalau Aluna itu bukan gadis sembarangan yang bisa membuat anaknya uring-uringan seperti sekarang. "Tumben kamu bilang seperti itu? Biasanya kalau kamu ada masalah tentang wanita diam saja. Bahkan menjauh dari Ibu dan sama sekali tidak mau bercerita, tapi kenapa sekarang malah mengatakan hal seperti itu? Kamu butuh saran dari Ibu? Dukungan dari Ibu
"Tanya sesuatu? Tanya apa? Kalau aku bisa menjawab, tentu saja aku menjawabnya. Lagian, kenapa kamu harus izin segala, sih? Biasanya juga langsung bertanya," ujar Aluna karena merasa heran saja Alika tiba-tiba meminta izin seperti itu. Seperti bukan sahabatnya saja. Alika menggigit bibir bawah, merasa takut jika Aluna marah kepadanya. Tetapi rasa penasaran ini mencuat, apalagi banyak sekali karyawan lain yang mendesaknya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai undangan itu tersebar luas di perusahaan. Secara pribadi Alika juga benar-benar takut jika Aluna dijahili oleh Darren karena setahunnya pria itu antipati terhadap wanita manapun dan juga rumor tentang ibunya yang mendesak pria matang itu untuk segera menikah sudah menyebar luas. Jadi, banyak sekali asumsi yang mengatakan kalau Aluna itu dijadikan istri palsu oleh Darren. Tetapi selain itu ada juga yang menuduh kalau Aluna adalah gadis mata duitan yang menggoda Darren hingga pria seperti Darren bisa menikahi sang
"Oh, kamu berani mengancam, ya? Songong sekali kamu! Mentang-mentang akan menjadi istrinya seorang bos, jadi kamu bisa berkata seperti itu. Ke mana saja kemarin menghindariku dan berbicara kalau kamu ini tidak mau berhubungan dengan siapa pun? Tetapi secara terang-terangan undangan itu tersebar. Ternyata kamu itu hanyalah seorang wanita munafik yang ingin mendapatkan harta kekayaan pria kaya seperti Pak Darren, kan?" terang Amar dengan penuh emosi. Aluna benar-benar tidak terima. Pria yang tidak tahu asal-usulnya ini menghina dirinya begitu saja. Padahal harusnya Amar itu tahu kalau posisinya itu tidak seperti yang disebutkan tadi. Dengan geram dia pun mendekat kepada Amar dan melotot. "Jaga ucapanmu, Amar! Kamu sudah kelewat batas. Semua yang kamu katakan itu fitnah. Kalau kamu berani mengucapkan hal seperti itu, akan kulaporkan kamu ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan perbuatan yang tidak menyenangkan. Pergi dari sini! Aku tidak mau lagi melihatmu dan jangan pernah m
Dengan helaan napas panjang, akhirannya Aluna dapat menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, sampai dia benar-benar harus menikah dengan Darren. Mendengar itu, Alika hanya bisa terperangah dan tidak percaya. Ternyata temannya ini begitu menyimpan banyak kepahitan dan ada kejadian-kejadian yang terlewatkan oleh Alika. Sang gadis bahkan sampai menggeleng-gelengkan kepala, tidak percaya dengan semua ini. Ada rasa sedih yang menyeruak karena dia tidak bisa membantu temannya dalam keadaan seperti sekarang. Namun mau bagaimana lagi? Temannya itu sudah terikat dan kalau misalkan Aluna yang membatalkan secara ke pihak pernikahan ini, itu sama saja dia tetap akan mempunyai utang 100 juta kepada Darren. "Ya Tuhan, jadi ini semua karena utang almarhum ayah lo? Duh, gue dateng lo udah pakai bahasa formal aku-kamu. Pakai bahasa biasa saja, ya? Gue deg-degan, nih," terang Alika melembutkan suara. Sekarang gadis itu mulai mengerti situasi dan berusaha untuk menghibur Aluna agar tetap tenang. M
Aroma makanan yang menyerang itu membuat rasa lapar semakin menjadi. Bahkan suara perutnya terdengar. Gadis itu meringis sembari memegangi perut. Kalau sudah begini, apakah dia harus menyerah untuk keluar? Tetapi bagaimana kalau ternyata benar Darren ada di sana? Yang ada dia gengsi dan malu sendiri, sebab tahu kalau dirinya kabur tanpa pamit kepada bosnya. Bagaimanapun Darren itu adalah bosnya sendiri. Pasti akan ada kata-kata yang membuat Aluna kembali merasa sakit hati, tapi kalau diam saja pun dia pasti akan kelaparan dan entah sampai jam berapa pria itu akan ada di sini. Darren melihat ke sekitar, berharap kalau Aluna datang. Tetapi tidak juga keluar. Dia berbisik kepada mertuanya, apakah rencana yang tadi itu berhasil atau tidak."Aluna belum keluar, Bu?" tanya Darren memastikan."Sudah tenang aja, sebaiknya kamu makan, ya?" Amalia terlihat santai.Dia malah menyendokan makanan di piring menantunya. Sebab Amalia mengatakan kalau Aluna pasti akan keluar. Entah cepat atau lambat
Entah berapa lama Aluna menunggu di kamar. Tetapi dia kesel dan juga lapar kalau terus-terusan berada di kamar. Masalahnya gadis itu tidak mendengar suara mobil Darren menjauh, artinya sang suami masih ada di sini.Kalau begitu, dia terjebak di kamar dan tidak bisa ke mana-mana. Lalu, bagaimana dengan urusan perut? Cacing-cacing yang ada di perutnya juga sudah protes untuk diberi makan.Gadis itu mencoba mencari sesuatu di kamarnya, mungkin saja ada camilan atau setidaknya permen yang bisa dikunyah. Tetapi tak ada, sejak pernikahan dirinya kamar ini sudah benar-benar dibersihkan oleh ibunya dan yang tertinggal hanya barang-barang milik pribadi. Gadis itu menghela napas pelan, tak tahu apa yang harus dilakukan kalau sudah begini. Sementara itu Amalia saat ini sedang sibuk di dapur. Dia berusaha untuk memasak apa pun yang spesial untuk menantunya, karena dia juga tahu mana mungkin Aluna kuat seharian di kamar, apalagi kalau sampai mencium aroma masakan sang wanita.Mana mungkin Aluna b
Amalia pun tidak bisa mengelak lagi kalau Darren sudah mengatakan hal seperti itu. Dengan senyuman tulus Amalia menganggukkan kepala, tetapi tidak mengatakan kalau Aluna ada di sini.Wanita paruh baya itu memberikan isyarat kepada Darren dengan menganggukan kepala dan mengacuhkan jari jempol ke arah kamar Aluna. Seketika pria itu tersenyum. Dia mengerti apa yang dikatakan oleh Amalia. Dengan suara pelan Amalia pun memberikan wejangan kepada menantunya itu. "Sepertinya dia masih merajuk. Kalau kamu mau, tunggu saja sampai sore di sini. Ibu akan siapkan kamar lagi di sini, kalau perlu kamu menginap saja. Lagi pula Aluna mana mungkin bisa tahan seharian di kamar. Bagaimana?"Mendengar itu Darren terdiam. Dia benar-benar takut dengan apa yang dikatakan oleh mertuanya. Pria itu pikir Amalia akan marah besar karena tahu mereka bertengkar. Padahal baru dua hari menjadi suami istri, tapi semua di luar dugaan. Amalia bahkan begitu bijak memberikan solusi terbaik. "Ibu tidak akan ikut campur
"Kamu mau makan sesuatu?" tanya Amalia saat melihat Aluna yang hanya berdiam diri."Tidak, Bu. Aku hanya istirahat sebentar, kok," ucap gadis itu. "Ya, sudah kalau begitu. Sebaiknya kamu ke kamar saja." Aluna setuju. Mungkin memang sebaiknya dia menjernihkan pikiran sebentar di dalam kamar, tempat ternyaman yang tidak ada siapapun mengganggu. Baru juga 10 menit wanita itu tiduran di kamar, tiba-tiba saja suara deru mobil terparkir di depan rumah Amalia. Sang wanita paruh baya langsung melihat dan yang keluar dari mobil ternyata Darren. Dengan cepat wanita itu menyambut kedatangan menantunya."Nak Darren? Tumben ke sini? Memang sudah pulang kerja?" tanya Amalia.Sebenarnya dia hanya basa-basi, sebab tahu kalau menantunya ini pasti akan menjemput Aluna. Tetapi dia tidak mau ikut campur terlalu jauh. Kalaupun memang ada masalah, biarkan saja seperti ini. Lagi pula mereka sudah berumah tangga, hal yang wajar jika ada pertengkaran kecil. Berharap ini tidak akan membuat hubungan mereka m
"Baiklah, Bu. Aku tidak akan menginap Aku hanya ingin istirahat di sini aja, boleh?" tanya Aluna, akhirnya memilih untuk mengalah. Dia tidak mau membuat ibunya semakin kepikiran. Aluna yakin, ibunya pasti mengatakan hal itu untuk meminimalisir pertengkaran antara dirinya dan Darren. Bisa gawat juga kalau Danita bertengkar dengan Amalia karena mengizinkan seorang menantu kabur dari rumah mertua tanpa mengatakan apa-apa. "Baiklah kalau begitu. Sebaiknya kamu duduk saja dulu. Istirahatlah sebisanya. Setelah itu kamu kembali kepada suamimu, ya?" ucap Amalia yang membuat Aluna hanya bisa terdiam. Tampaknya sekarang dia harus mencari tempat persembunyian yang sekiranya tidak akan diketahui oleh siapa pun, terutama Darren. Karena kalau dia pergi ke rumah ibunya ataupun bersama dengan Alika, itu pasti akan mudah sekali terbaca oleh Darren. Gadis itu menghela napas panjang dan memilih untuk menyandarkan punggung. Dia akan istirahat dan menenangkan pikiran dulu, sampai benar-benar tahu baga
Sudah 10 menit berlalu, tapi tidak ada kabar dari Aluna. Darren mulai uring-uringan. Dia sudah berusaha untuk meminta Alika mencari Aluna, sayangnya belum juga ketemu. Kalau sudah begini maka kejadiannya akan benar-benar membuat Darren bahaya. Bagaimana kalau Danita tahu kejadian tadi? Bisa-bisa dia akan dimarahi habis-habisan, lebih parahnya warisan yang seharusnya milik Darren akan dibekukan. Membayangkannya saja membuat Darren tak kuasa, apalagi kalau jadi kenyataan. Darren mengerang dan mengacak-ngacak rambut yang sudah disusun rapi. "Ah, sial! Kalau sudah begini, aku harus turun tangan sendiri," ucap pria itu. Dia pun tidak mau menunggu kabar dari Alika ataupun Amarudin, dia akan mencari Aluna bagaimanapun caranya Darren harus bertemu dengan Aluna dan membawa gadis itu pulang. Sementara itu, Aluna sama sekali tidak kembali ke kantor dan memilih untuk pulang ke rumah ibunya. Dia akan berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan ibunya, berharap kalau di sana mendapat ketenang
"Lo tahu ngga? Tadi itu Bu Aluna keluar dari ruangan Pak Darren dengan wajah marah. Terus tak lama kemudian Pak Darren juga keluar, dia malah kebingungan." Tak sengaja Alika mendengar pembicaraan salah satu rekan kerjanya yang tempat duduknya bersebelahan dengan dia. Sontak Alika pun menoleh dengan alis saling bertautan. "Tunggu, tunggu, tunggu! Kalian berdua lagi ngomongin apa?" tanya Alika membuat kedua wanita itu langsung menoleh. "Ini temen lo tuh, Aluna. Katanya udah keluar dari kantor Pak Darren dengan wajah marah. Apa mereka bertengkar, ya?" tanya salah satu di antara mereka kepada Alika, membuat sang gadis kaget. "Salah lihat kali," ucap Alika, karena nggak mau sampai salah bicara atau diam saja. Takut jika rekan-rekan kerjanya berpikiran macam-macam terhadap dua orang itu. "Mana mungkin salah lihat! Orang gue lihat sendiri, kok," timpal salah satunya yang sedang berdiri. "Bu Aluna kan teman lo, apa nggak sebaiknya lo cari tahu? Jangan-jangan mereka sedang bertengkar ata
Darren dan Aluna saling pandang. Pria itu tampaknya benar-benar baru sadar apa yang sudah dikatakannya barusan. Apalagi melihat Aluna yang marah dengan wajah memerah, dia itu juga melihat kalau sang gadis mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ini bahaya. Jika seorang Aluna bisa marah seperti ini, artinya dia sudah keterlaluan mengatakan hal tadi. "Aluna, dengarkan aku dulu. Tadi itu--" "Nggak, Pak. Cukup! Saya sudah mengerti. Bapak menilai saya serendah itu. Padahal Bapak sendiri yang membuat aturan, tapi Bapak yang melanggarnya. Harusnya Bapak sadar, kalau bukan karena saya mungkin saat ini Bapak masih dikejar-kejar untuk mencari jodoh." "Iya, aku tadi salah. Aku benar-benar minta maaf dan tidak sengaja mengatakan itu." "Tidak sengaja, Pak? Bapak spontan mengatakan itu sambil tertawa. Itu membuat harga diri saya diinjak-injak." "Loh, aku tidak menginjak harga dirimu. Aku benar-benar menghormatimu, bahkan aku khawatir terjadi sesuatu kepadamu. Sampai mencari ke mana-mana."Al
Darren langsung memundurkan tubuhnya, tapi dia masih menatap gadis itu dengan tajam. Entah kenapa reaksi yang diberikan oleh Darren membuat Aluna ketakutan sendiri. Mungkinkah pria itu tahu kalau dirinya tidak ada di pantry saat itu. "Jangan bohong! Aku tadi ke pantry dan tidak ada siapa-siapa." Seketika Aluna hanya bisa terdiam, suaranya tidak keluar sama sekali menandakan kalau dirinya benar-benar sudah terpojok. Gadis itu merutuki diri, tapi juga tidak tahu harus berbuat apa-apa. Sebab dirinya malu jika berhadapan dengan Darren. Saat ini saja kalau Darren tidak memberikan ekspresi marah, mungkin kelebatan saat mereka melakukan adegan ciuman itu akan kembali terulang. "Katakan, Aluna. Kenapa kamu menghindariku? Apa gara-gara aku menciummu?"Tubuh Aluna menegang. Wajahnya saat ini benar-benar memerah. Haruskah Darren mengatakan hal seperti itu di depan gadis yang belum pernah tersentuh oleh pria manapun? Ini memalukan untuk Aluna. Gadis itu sampai menunduk karena malu. Melihat r