"Heh! Kalau jalan tuh pakai mata. Gila, ya!" seru seorang wanita membuat Aluna terkesiap. Saat melihat, ternyata itu adalah Siska. Aluna tampak terkejut melihat wajah Siska yang terdapat luka. Ternyata dari kemarin bekas babak belur di wajah Siska masih tampak jelas dan Aluna baru masuk ke kantor hari ini, jadi dia benar-benar tidak tahu kalau ada kejadian yang seperti itu. "Kenapa kamu melotot seperti itu kepadaku? Tidak pernah melihat wanita cantik, ya?" ujar Siska membuat Aluna menggelengkan kepala dan tak sadar. "Maaf, ya. Aku nggak sengaja nabrak kamu. Lagian, kamu harusnya ke sebelah sana, masih ada pintu, kan? Biasanya juga kalau orang masuk sebelah sini." Sekarang Aluna berusaha untuk membuat argumen, meskipun memang dia salah. Tetapi Siksa juga sama salah, begitu pikir sang gadis.Siska melipat tangan di depan dada, meneliti penampilan Aluna dari atas sampai bawah. Dia tahu saat ini yang ada di depannya itu adalah istri CEO dan pemilik perusahaan ini juga. Tetapi, entah k
"Tolong, ya. Jangan memperlebar masalah ke mana-mana. Aku sudah minta maaf. Padahal tadi kan harusnya kamu juga paham itu. Kita sama-sama salah dan tak perlu kamu bawa-bawa statusku sebagai istri dari bos yang ada di sini. Jadi, sebaiknya akhir ini. Aku juga banyak pekerjaan," ujar Aluna berusaha untuk mengakhiri semuanya. Sebab kalau terus-terusan diladeni juga Siska pasti akan semakin melunjak. Jadi, lebih baik seperti ini dan cepat kembali ke ruangan Darren. Jangan sampai pria itu marah-marah tidak jelas kepadanya lagi. Namun baru juga hendak melangkah, tiba-tiba saja ...."Aw!" Siska menjambak rambut Aluna dengan sangat kencang, membuat gadis itu terkesiap sembari menjerit. Ini benar-benar di luar dugaan. Kenapa Siska malah melakukan kekerasan fisik seperti ini? "Apa yang kamu lakukan? Lepaskan!" seru Aluna berusaha untuk melepaskan diri, tetapi Siska sangat kesal pada Aluna. Sementara itu Darren sedang mondar-mandir tak jelas, sebab tak mendapati Aluna di ruangan. Padahal ru
Wajah Darren sudah memerah. Dia masih mencekik leher Siska, yang benar-benar membuat wanita itu kesakitan dan hampir saja kehilangan napas. Aluna yang berusaha melerai pun tidak digubris oleh Darren. Hingga akhirnya Amarudin yang maju dan berusaha untuk mengingatkan bosnya agar sabar, jangan sampai Siska benar-benar kehilangan nyawa atau ini akan menjadi tindak pidana. "Tuan, sudah lepaskan! Kalau sampai Siska mati, maka Tuan akan berurusan dengan hukum. Ingat, jika perusahaan ini bisa-bisa hancur."Mendengar itu seketika emosi yang menguasai Darren pun turun perlahan. Dia melepaskan cekikannya, membuat Siska langsung tersungkur dengan napas yang terengah-engah. Terlihat bahu Darren naik turun, dengan mengepalkan kedua tangan. Aluna yang melihat itu hanya terdiam dengan perasaan campur aduk, antara kagum, takut dan entah perasaan apalagi yang berbaur jadi satu. Satu hal yang tertanam di benak Aluna, Darren tidak suka kalau ada orang yang jahat kepadanya. Itu artinya sang pria mampu
Darren mengunci ruangannya dengan rapat. Dia bahkan menutup tirai yang ada di ruangannya itu agar tidak ada orang lain yang melihat mereka. Pergerakan sang pria membuat Aluna ketakutan dan bingung. Mungkinkah Darren akan melakukan sesuatu kepadanya? Jantung sang gadis berdetak dengan sangat kencang. Ini sebuah ketakutan yang luar biasa. Bagaimana kalau misalkan pria itu benar-benar melakukan hal-hal di luar batas? Memikirkannya saja membuat tubuh Aluna langsung bergidik ngeri. "Bapak, ngapain menutup tirai dan pintu? Bapak tidak akan melakukan apa-apa kepada saya, kan?" tanya Aluna membuat Darren yang sebelumnya sangat stres juga kesal langsung menoleh. Pria itu menautkan kedua alis sambil menatap sang gadis dengan sorot yang tak bisa diartikan. "Kenapa kamu berpikiran aku akan melakukan sesuatu kepadamu?" tanya Darren.Pria itu mendekat secara perlahan, membuat Aluna meneguk saliva dengan susah payah. Sampai sang gadis terus mundur dan menjauh dari Darren yang mendekat. Tetapi s
"Bagaimana keadaannya, Dok?" "Tidak apa-apa, Pak. Memang kulitnya kemerahan, tapi sejauh ini tidak sampai cedera lebih. Apakah Nyonya merasakan pusing atau kesakitan yang lebih?" tanya dokter itu kepada Aluna yang dari tadi hanya diam.Aluna menganggukan kepala dengan pelan. "Iya, Dok. Agak pusing dan juga rasanya nyeri di kepala," ujar gadis itu, membuat Darren terdiam dengan wajah memerah. Tatapannya begitu menakutkan, dokter itu juga merasakan hawa-hawa yang menegangkan di sana."Tapi, tidak apa-apa, Dok. Saya yakin beberapa hari juga pasti akan membaik," ujar Aluna berusaha untuk menetralkan suasana yang terasa semakin menakutkan. "Iya, Nyonya. Saya akan memberikan resep pereda nyeri dan diusahakan istirahat beberapa hari sampai rasa sakitnya hilang, ya?" terang dokter itu.Aluna mengagumkan kepala dengan patuh sementara Darren hanya terdiam. Tetap beraura dingin. Kedua tangan pria itu dimasukkan ke satu celana, di sana dia benar-benar mengepalkan tangannya. Siska harus mendap
"Loh, kenapa harus saya? Kenapa tidak Bapak saja yang mengambil keputusan untuk menghukumi Siska?" tanya Aluna, tidak paham.Padahal di sini yang jadi bosnya itu Darren. Kenapa juga harus bertanya kepadanya?Darren mengelola napas panjang. Dia melipat tangan di depan dada sembari melihat kepada Aluna dengan ekspresi serius. "Kalau aku yang mengambil keputusan, tentu saja aku sudah melenyapkan nyawa Siska." Aluna tersentak mendengarnya. Pria ini benar-benar sudah gila. Padahal menurutnya kelapanya tidak sampai separah itu, mengingat Aluna juga tidak mendapati luka yang parah. Meskipun memang kepalanya terasa sakit. "Itu tidak berperikemanusiaan, Pak," ucap Aluna dengan wajah serius juga. "Maka dari itu, aku memintamu untuk mengambil keputusan. Hukuman apa kira-kira yang pantas untuk wanita seperti itu?" tanya Darren. Maura diam, menanggung saliva dengan susah payah. Kalau sudah begini bakalan susah, sebab Darren pasti akan mencecarnya dengan permintaan itu, kalau misalkan Aluna memb
"Itu benar-benar gila! Kamu seharusnya tidak membebaskan orang yang sudah membuatmu seperti ini." "Ya, itu kan Bapak. Kalau saya kan tidak seperti itu. Daripada memikirkan masalah Siska, sebaiknya biarkan saja dia keluar dari sini. Lagi pula Bapak sudah mem-blacklist di semua perusahaan, kan? Jadi, itu sudah cukup menurut saya," ungkap Aluna tidak mau membesarkan masalah, karena menurutnya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dibandingkan mengurusi seseorang. Darren sejenak menatap gadis itu, lalu dia hanya menyuruh Aluna untuk kembali ke kursinya. Sementara dia memilih diam di sofa sembari memikirkan apa yang harus dia lakukan kepada Siska. Permasalahannya bukan cuma melukai Aluna. Tetapi, dia mendapat laporan dari Amarudin kalau wanita ini juga memang terus saja membuat masalah selama di sini. Jadi, sang pria akan mengusutnya sampai tuntas. Jangan sampai ada lagi korban atau malah merugikan perusahaan di kemudian hari. Sementara itu Amar tersenyum senang, karena Siska sud
Hari ini Danita tidak pergi ke kantor atau menyamar. Dia memilih untuk di rumah, mempersiapkan segalanya untuk menantu kesayangan. Setelah itu alat-alat masak, bahan-bahan makanan harus dipenuhi dan dia sendiri yang memilihnya. Sementara itu saat ini Aluna sedang mengerjakan semua berkas-berkas yang akan ditandatangani Darren. Sesekali pria itu melirik ke arah Aluna. Gadis itu sama sekali tidak terlihat kesakitan. Padahal hati pria itu sudah panas dan khawatir, jika Aluna mendapatkan luka yang serius. Di saat sedang serius seperti ini, tiba-tiba saja ponsel Aluna berdering. Gadis itu menautkan kedua alis. Ada nama Alika di sana. Padahal baru beberapa hari dia tidak bertemu dengan Alika, tetapi rasanya sangat lama. Tidak ada teman untuk curhat.Darren jadi penasaran saat Aluna menatap layar ponsel itu. Dia jadi curiga. Mungkinkah Aluna menerima telepon dari seorang laki-laki? Rasa penasaran benar-benar menyelusup, hingga sang pria pun berusaha untuk mendengarkan baik-baik apa yang
"Lo jangan diem aja kayak gini, dong! Gue kan jadi bingung harus ngapain. Sebenarnya apa yang terjadi, sih? Kalau misal lo diam aja, ya udah deh gue pergi," ujar Alika, akhirnya kesel sendiri karena dari tadi Aluna hanya diam saja.Saat gadis itu hendak berdiri, Aluna langsung menarik tangan temannya untuk duduk."Oke, oke. Gue akan cerita," ucap Aluna membuat Alika akhirnya bisa bernapas lega. Aluna memberikan isyarat agar Alika mendekat kepadanya, lalu dengan perasaan campur aduk Aluna membisikkan sesuatu kepada gadis itu.Bola mata Alika membulat dengan mulut terperangah. "Lo beneran habis--""Sssttt!" Aluna langsung berdesis sembari menempelkan jari telunjuk ke bibir."Jangan keras-keras!" seru Aluna berusaha untuk melihat ke sekitar. Untunglah orang-orang yang sedang sibuk mengambil makan siangnya, jadi hanya sebagian yang menoleh lalu kembali ke aktivitas semula. Alika masih tampak syok, tapi dia tetap tenang dan mengikuti semua yang diminta oleh temannya. "Sudah jangan dis
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya
Sepeninggalnya Danita, Darren hanya bisa terduduk lemah di kursi kebesarannya. Ada raut kekesalan sebab ternyata Danita sudah mengetahui semua yang terjadi kepada Aluna.Kalau masalah Aluna itu sih hal yang wajar. Tetapi bagaimana dia bisa mengaudit semua divisi dalam waktu 1 minggu? Sementara Darren tidak tahu siapa saja yang berkhianat kepadanya. Melihat itu Aluna pun mendekat. Saat ini dia harus berperan sebagai seorang istri yang baik, membimbing dan menemani Darren melewati semua ini. Walaupun agak canggung. Aluna menepuk pundak Darren, membuat pria itu menoleh dengan tatapan bingung. "Kalau misalkan Bapak butuh bantuan saya, saya akan lakukan itu," ungkap Aluna membuat Darren menautkan kedua alisnya."Maksud kamu apa?" "Iya, masalah audit itu. Kalau misalkan Bapak butuh bantuan, nanti saya dengan Alika akan mencoba mencari tahu siapa saja yang bermasalah di kantor ini," terang Aluna membuat Darren membulatkan mata tak percaya. "Ini beneran kamu, Aluna?" "Maksud Bapak?"Dar
"Nggak usah, Bu. Nggak usah lakukan apa-apa. Lagian Siska udah keluar dari perusahaan ini Pak, eh Mas Darren sudah memecatnya," ujar Aluna membuat Darren menoleh.Pria itu merasa tersentak saat Aluna tiba-tiba saja panggilan dengan kata Mas. Gadis itu sama sekali tidak canggung jika di depan Danita, tetapi kenapa di belakang semua orang Aluna selalu memanggilnya Pak? Alasannya tua. Ini benar-benar membuat Darren kesal. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sampai menyakiti Aluna, bisa-bisa Danita juga melakukan hal yang sama kepadanya. Mungkin membuat Darren sengsara. Itu yang dipikirkan sang pria. "Tapi, itu tidak cukup, Sayang. Siska itu sudah keterlaluan, sampai menjambak kamu. Kalau misalkan dia menjambak harusnya kamu juga menjambaknya." Danita membuat Aluna terperangah sembari mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka kalau wanita elegan seperti ini menyuruhnya balas dendam yang sama.Hanya saja Aluna tidak berpikir demikian."Tidak usah lah, Bu. Lagian menurutku ini
"Ibu!" seru Darren dan Aluna saat mengetahui kalau Danita datang.Wanita paruh baya itu memakai baju branded, penampilan bak seorang konglomerat. Benar-benar elegan. Dia sengaja tidak menyamar dan ingin memastikan terlebih dahulu apakah benar kalau Siska sudah keluar dari perusahaan ini. Sebab dia mendapat kabar dari Amarudin kalau Siska langsung dikeluarkan setelah menyakiti Aluna."Ibu, ngapain di sini?" tanya Darren. Dia berdiri menghampiri Danita, begitupun dengan Aluna.Gadis itu langsung menyalami sang wanita paruh baya, membuat Danita tersenyum. Benar-benar perilaku yang menyejukkan hati. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Danita tiba-tiba saja kepada Aluna, membuat gadis itu menautkan kedua alis. Darren terdiam keheranan. Dia melihat pada kedua wanita berbeda usia tersebut. "Memang kenapa dengan Aluna?" Pertanyaan Darren yang salah membuat Danita langsung mendelik dengan tatapan marah. "Kenapa kamu bilang? Kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada menantu Ibu di sini, k
Raka semakin menggila. Dia bertanya kepada orang-orang yang tiba-tiba saja berkumpul mengelilingi pria itu. Dia seperti seseorang yang kemalingan sesuatu, sampai rasanya begitu menyakitkan. Tak tahu kalau ternyata anak yang begitu dicintainya menghilang tanpa jejak. Di saat keadaan kacau seperti ini, mata Raka menangkap sosok Bu Murni. Ya, tentu saja hanya wanita paruh baya itu yang sangat dekat kepada mantan istrinya. Tanpa diduga Raka langsung menghampiri Bu Murni. Membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka kepada dua orang itu. "Bu, Ibu tahu tidak ke mana Lusi dan Alia? Kenapa rumah ini tiba-tiba saja jadi kontrakan dan dikunci? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka tampak frustrasi.Melihat itu, Bu Murni begitu kasihan. Tampak sekali kalau Raka putus asa dan sangat sedih. Tetapi, dia sudah janji kepada Lusi tidak akan memberitahukan ke mana wanita itu pergi. Karena kalau tidak, maka bahaya mungkin saja menyertai Lusi dan Alia. Apalagi Bu Murni tahu kejadian sa
Siska mengepalkan kedua tangan dengan sangat erat. Dia benci dengan perkataan yang dilontarkan oleh Andri. mMeskipun memang dia tidak perawan saat melakukan hubungan itu dengan sang pria, harusnya Andri sadar diri kalau selama mereka berhubungan hanya dengan Andri lah Siska tidur. Tetapi ternyata pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan malah mengejek wanita itu. "Iya, Mas. Memang aku akui, aku tidak perawan saat tidur denganmu. Tapi saat aku menjadi pacarmu, aku hanya melakukannya denganmu, Mas. Jadi, memang kamu yang harus bertanggung jawab!"Dari seberang sana terdengar tawa Andri yang begitu keras, membuat Siska bingung sendiri. "Itu mimpimu saja, Siska. Aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa pun yang aku lakukan! Bukankah kita sama-sama saling suka? Kecuali aku merudapaksa kamu, itu baru aku akan bertanggung jawab." Mendengarnya Siska marah besar. Dia ingin sekali menampar pria itu. Sayangnya, tidak bisa karena mereka berjauhan."Kurang ajar kamu, Mas! Kamu ben
Saat ini Siska berjalan gontai memasuki kontrakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Padahal sudah dibayar besar oleh pihak perusahaan rival dari perusahaannya Darren, tetapi pada akhirnya semua harus hancur gara-gara perseteruannya dengan Aluna. Di sini Aluna yang salah, kenapa dia yang dipecat? Mentang-mentang istri bosnya. Seharusnya Darren yang bersikap adil dan bijaksana, begitu pikir Siska. Sang wanita pun merebahkan diri di kasur sembari melihat langit-langit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, pasti sebentar lagi dirinya akan dicari oleh perusahaan yang mempekerjakan wanita itu. Entah akan dipecat atau diberikan hukuman, yang pasti Siska harus segera mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari sini secepatnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Di sana ada nama Andri. Dengan cepat sang wanita menerima panggilan dari kekasihnya. "Halo, Mas. Kamu di mana? Aku tadi cari-cari kamu di kantor. Tapi, tidak ada.""Diam!" seru Andri den
Aluna terdiam sejenak. Dia berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan, kenapa tidak mau memanggilnya Pak. "Sebenarnya, banyak alasannya, sih. Tapi sepertinya Bapak tidak usah tahu." "Kenapa? Kalau memang ada alasan, katakan saja." "Ya, saya takut Bapak marah dan malah menghukum saya lebih parah lagi." "Justru kalau kamu tidak mengatakannya, aku akan memberikan hukuman tiga kali lipat lebih dari sekedar mengganti panggilan." Mendengarnya Aluna terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan apa yang dipikirkannya. "Begini, Pak. Pertama, usia Bapak itu lebih matang dari saya, jadi rasanya tidak pantas saja kalau misalkan saya memanggil Bapak dengan sebutan Mas." "Apa?!" Darren langsung berdiri, membuat Aluna terkesiap. "Jadi, menurutmu secara tidak langsung aku ini tua?"Dengan susah payah Aluna berusaha tenang. Dalam hati merutuk, tentu saja pria ini tua. 'Apa dia tidak sadar diri dengan usia