Part 59
Teman LamaPonselku terus saja berbunyi, aku yakin itu adalah panggilan dari Yogi, kupeluk buah hatiku erat-erat, air mataku kembali mengaliri pipi, semua penumpang yang ada di angkutan umum yang sedang aku tumpangi ini menatapku, aku tertunduk menahan kesedihan ini.Rasa kesal dalam hati menyelimuti, ingin rasanya aku pergi jauh dari kota ini. Aku tidak mau putraku terpengaruh buruk jika bertemu terus dengan laki-laki laknat itu."Mama, kenapa pergi? Viyo masih mau main,” keluh Viyo sambil memandang wajahku, sepertinya ia heran kenapa aku tiba-tiba menggendongnya dan terus pergi terburu-buru dari taman itu.Tak tega rasanya melihat wajah polos putraku ini, ia tidak tahu apa-apa dan tidak mengerti apapun masalahku. Yang dia tahu hanyalah bahwa Firman adalah teman ayahnya, yang pernah bermain dan memberinya hadiah.“Oh, Tuhan,” aku menarik nafas panjang.Aku tidak tahu harus berkata apa dan harus bagaimana menjelaskannya. Kadang kala akPart 60Jumpa DiaAku kesal tiada tara, meski begitu aku tidak menampakkan kekesalanku di hadapan Viyo, aku berpura-pura bahagia di depannya. Saat ini Vio terlihat senang, aku mengajaknya ke tempat makan khusus fried chicken. Di sini juga tersedia wahana anak, Viyo melahap ayam crispy nya dengan semangat, memang makanan itu adalah favoritnya. Dia semakin bahagia saat aku pesankan es krim cokelat kesukaannya. Meski hati ini kesal kepada dua laki-laki yang selama ini membuatku kecewa,senyum anakkulah yang selama ini menajadi penawar kepedihanku. “Aku harus kuat,” bisikku dalam hati. “Ini tidak bisa dibiarkan, jika begini terus bisa-bisa Voyi ketemu terus sama dia, aku harus cari cara agar Viyo terjauh dari Yogi dan Firman. Pikiranku menjalar kemana-mana, “Sepertinya aku harus mengajukan hak asuh, tapi pada siapa aku harus mengadu?’ ucapku dalam hati. “Biarlah besok akan kucoba pergi ke pengadilan Agama,” ucapku dalam hati. Kunikmati ayam crispy
Part 61Mati Gaya"Halo, Halo, Silvi, kamu masih di sana kan kamu dengar aku kan?" ucap Ema di ujung telepon sana. "Eh, iya, iya, sory, aku ngelamun." jawabku reflek.“Jadi apa?” Tanya Ema. "Kemarin tuh tadinya aku mau kirim foto Zais, tapi aku nggak tahu nomor kamu yang baru, akhirnya fotonya gak nyampe deh," ucap Ema. “Iya gak apa-apa, sebenarnya hari ini aku juga ketemu sama Anton,” ujarku pelan. “Apa? kamu ketemu sama Anton? Di mana, Vi?” Tanya Ema penasaran. “Di Sini, di pengadilan. tadinya aku mau ngedaftarin hak asuh Viyo,belumpun masuk, di gerbang aku lihat Anton dan Zais berjabat tangan, Ma, aneh kan?” tuturku. Aku yang sedang berbicara di telepon ini menengok ke arahnya, tanpa disengaja kami beradu pandang. Deg... “Apa ini? kenapa jantungku tiba-tiba berdebar?” dia mendekatiku.Tap… tap… tap… Suara sepatunya semakin terdengar jelas di telingaku. Pandangannya tertuju padaku yang berdiri agak jauh dari pintu
Part 62Menculik ViyoPalu sudah diketuk, aku tidak usah repot-repot bersusah payah untuk memperjuangkan Viyo di hadapan hakim agar hak asuhnya jatuh padaku. Ternyata memang benar, keahlian Zais sebagai pengacara yang handal membuatnya sangat mudah untuk melawan pengacara yang disewa oleh Yogi. Bagaimanapun Viyo sangat dekat kepadaku lagi pula menurut undang-undang anak dibawah 5 tahun itu lebih baik bersama ibunya.“Terima kasih, Kak Jaiz, aku memang tidak salah pilih, kau benar-benar memenangkan kasus ini untukku.” ucapku bahagia. “Sudah aku bilang, ini adalah keahlianku. Jadi kamu nggak usah khawatir.” Jawab Zais. “Kalau begitu, kita harus MOU dong, berapa biaya yang harus aku bayar? Apa bisa dicicil selama 6 bulan?” tanya aku sambil bercanda.“Tidak usah, Silvi saying. Apapun yang kau inginkan aku pasti akan memenuhinya.” ucap Zais. “Apa? Sayang? Oh my God, ini cowok terlalu blak-blakan.” Bisikku nyinyir dalam hati. “Aku rasa ini saatnya
Part 63Tuuut... Aku memanggil ponsel Yogi, tetapi tak kunjung tersambung . "Benar-benar gila, dia benar-benar gila." ucapku geram. Aku yang sedang berada di dalam angkutan umum ini merasa marah sekali, tingkahnya sangat kekanak-kanakan. Padahal meskipun hak asuh ada di tanganku aku tidak mungkin membuat Viyo melupakan ayahnya. "Dasar laki-laki tidak berguna," aku mengumpat mantan suamiku dalam hati. "Untung saja aku pasang GPS di kalung Viyo, aku bisa dengan mudah melacak keberadaannya." Ucapku seraya membuka aplikasi GPS di ponselku. Aku segera melapor ke pihak yang berwajib di temani kak Zais. ku tunjukkan aplikasi GPS ku kepada polisi, terlihat Viyo sedang berjalan di suatu Jalan Raya. "Mereka bergerak, aku tidak bisa tinggal diam sebaiknya kita segera mengikuti mereka" Pintaku. Aku meminta bantuan polisi untuk mengikuti jejak Viyo dengan arahan aplikasi GPS yang terpasang di ponselku. "Lihat, lihat, dia bergerak lagi Ayo kita ikuti."
Part 64Ancaman Penculik"Cuih," terdengar suara penculik itu meludah, "Persetan dengan polisi, aku tidak takut dengan mereka, coba saja kau laporkan jangan salahkan aku kalau suami dan anakmu sudah aku habisi," ancam penculik itu. "Tidak, jangan, jangan kau sakiti dia, aku akan menuruti mu, ke mana aku harus menyerahkan uang itu?" Tanya Silvi. "Nah gitu dong, jadilah istri penurut, kan lebih enak dan cepat," jawab penculik itu. "Jangan bertele-tele, katakan di mana aku harus menemuimu? Segera bebaskan Yogi dan Anakku!" Pinta Silvi. "Baiklah baiklah, kau terburu-buru sekali ya, Nyonya! Bawa uang itu dan temui aku di gedung tua belakang bukit, ingat kau harus datang sendiri tidak boleh dengan polisi, aku pasti tahu kalau kau datang dengan polisi, dan aku tidak segan-segan untuk menghabisi suami dan anakmu, mengerti?" Ancam si penculik itu.“Baiklah, sesuai keinginanmu,” jawab Silvi. “Good,” jawab penculik itu. Teleponpun di tutup da
Part 65TertembakHai bos ada perkembangan baru?" Terdengar suara si penjaga itu menyapa seseorang. Yogi penasaran dengan bos si penjaga itu. Dia kemudian bersembunyi di belakang lemari lusuh yang ada di ruangan itu sambil memegang kayu di tangannya, Viyo ikut bersembunyi bersama ayahnya. “Nak, kamu ngumpet di sini ya! Jangan bicara!” pinta Yogi. Viyo menggigit jadi dan mengangguk. Yogi mencoba melindungi diri dan putranya dengan kayu itu. "Mana dia? Mana sumber emas kita?" Terdengar suara laki-laki itu berbicara. "Ya ampun bos aku meninggalkannya dia sedang makan," jawab si penjaga itu. "Apa? Mana bisa dia makan dia kan kau ikat?" Bentak si bos."Astaga, semoga dia tidak kabur," ucap si penjaga itu sambil lari menghampiri tempat Yogi makan. "Mati aku bos, dia hilang bos, ke mana dia pergi? Tadi kan kita berdiri di depan pintu mana mungkin dia melarikan diri keluar, dia pasti masih ada di sini," ucap si penjaga itu sambil panik memegang
Part 66Masih CintaSaat membuka matanya Yogi baru sadar bahwa dia terbaring di atas kasur rumah sakit. "Silvi, di mana Silvi?" Panggil Yogi yang masih lemas itu, jarum infusan yang tertancap di tangannya tidak dihiraukan, dia langsung mencabut dengan paksa selang infusan itu, lalu Yogi berjalan keluar ruangan mencari informasi tentang Silvi. Terlihat di luar ruangan itu ayah Yogi sedang menunggunya di kursi tunggu. "Ayah di mana Silvi? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Yogi panik. "Nak, Kenapa kau keluar dari ruangan? Ayo masuk kau harus istirahat!" Pinta Pak Rahmat. "Tapi Silvi, Silvi di mana Ayah? Apa dia baik-baik saja?" Kata Yogi masih khawatir. "Tenang saja, Silvi sudah baik-baik saja, dia sekarang dalam perawatan dokter sangat penting bagimu untuk memulihkan tenaga mu kembali agar kamu bisa bertemu dengan Silvi," jawab Pak Rahmat sambil membaringkan Yogi kembali di kasur perawatan.Yogi sedikit merasa lega karena sudah tahu kabarnya Silvi bahwa dia baik-baik saja.“Viy
Part 67Kekhawatiran Usai salat makan malam, seperti biasa Zais nongkrong di depan TV di ruang keluarga di rumahnya. Seperti biasa juga ibunya membuatkan cemilan malam, kali ini ibunya Zais menggoreng tahu bulat yang gurih dan renyah di taburi keju lembut. Nikmat rasanya jika dimakan bersama dengan keluarga, apalagi dimakan hangat-hangat dadakan. Di sela-sela iklan di TV tak sengaja Zais melihat berita bahwa seorang wanita tertembak oleh penculik mantan suaminya. Dia kemudian memperhatikan iklan itu, ternyata lokasi yang disorot oleh kamera di TV itu adalah rumah ibunya Silvi. Terlihat banyak wartawan yang mengerumuni mobil putih yang baru datang dari rumah sakit, Silvi dipeluk oleh ibunya, kemudian dibawa masuk ke rumah sederhana itu. Terlihat Pak Rahmat menjawab beberapa pertanyaan wartawan. "Yah dia tertembak di lengan kanannya," jawab Pak Rahmat di TV. Zais kemudian melihat dan memperhatikan lengan kanan yang tertutupi oleh baju muslim yang dipakai oleh S
Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi
Azam merasakan kebahagiaan yang tak terkatakan saat ia berjumpa dengan putri pertamanya yang baru lahir. Detik-detik tersebut memancarkan kehangatan dan cahaya dalam hati Azam, memberikan perasaan penuh kasih sayang dan kegembiraan yang meluap-luap.Ketika Azam mengadzani putrinya, air mata haru mengalir di pipinya. Setiap tetesan air mata itu merupakan ungkapan perasaan campur aduk dalam hati Azam yang begitu mendalam. Air mata tersebut adalah bukti dari kekuatan emosi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Azam merasa sangat berterima kasih kepada Silvi, ibu dari putrinya, karena telah memberikan kehidupan baru yang tak ternilai harganya. Ia merasakan rasa syukur yang tak terbatas atas hadirnya sang putri, karena kehadirannya memberikan kehidupan baru yang penuh makna bagi Azam."Terimakasih, sayang," ucap Azam seraya mengecup kening istrinya. tangannya menggenggam tangan istrinya yang masih lemas terbaring di rumah sakit. Silvi tersenyum, dia bahagia bisa memberikan kebahag
Silvi termenung sebelum pergi tidur, kehamilannya sudah memasuki usia hampir 9 bulan, ia merasa bayi dalam perutnya aktif, lama kelamaan merasakan kontraksi yang mengguncang perutnya. Tanda-tanda persalinan sudah jelas terlihat, dan waktunya untuk melahirkan semakin dekat. Namun, suaminya, Azam, sedang berada di luar kota karena pekerjaan yang tidak dapat dihindari.Dalam situasi ini, Silvi tidak merasa sendirian. Ia didampingi oleh ayah dan ibunya yang dengan segera mengambil tindakan. Meskipun hari sudah larut malam dan ada mitos yang mengatakan bahwa seorang ibu hamil tidak boleh keluar di malam hari, mereka memutuskan untuk segera pergi ke bidan terdekat.Keputusan ini dibuat demi keselamatan calon cucu mereka. Mereka menyadari bahwa mitos itu hanya cerita tanpa dasar ilmiah, dan yang terpenting adalah memastikan bahwa Silvi mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkannya saat ini. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan menunda perjalanan ke bidan hanya karena kepercayaan tak b
Part 133Setelah meninggalkan toilet, Silvi dan Azam merasakan kelegaan saat tiba di kamar mereka. Mereka dapat merasakan betapa amannya lingkungan di sekitar mereka ketika aura mistis yang menyeramkan perlahan mulai memudar dan menghilang.Silvi, seorang wanita yang berambut panjang dan mata cerah, merasa dadanya menjadi lebih lega. Dia bisa bernapas dengan tenang, merasa bahwa ancaman yang terasa di toilet tadi telah ditinggalkannya jauh di belakang. Setiap langkah yang diambilnya kini terasa ringan, tanpa rasa takut yang menghantui.Sementara itu, Azam, seorang pria bertubuh tegap dengan senyum lebar, juga merasakan perubahan suasana yang sama di sekitarnya. Dia merasa ketegangan yang sebelumnya meliputi setiap serat ototnya perlahan-lahan mengendur. Pikirannya menjadi lebih jernih, dan ia dapat merasakan kembali kehangatan dan kenyamanan di dalam kamar.Saat mereka duduk di tempat tidur, Silvi dan Azam saling pandang dengan lega. Mereka tahu bahwa mereka telah melalui pengalaman y