Part 7 Vidio Syur Malam ini Yogi tidur dengan cepat, ponsel yang sering dia pandangi tergeletak begitu saja di dekat televisi. Silvi tidak lagi tertarik dengan ponsel itu, dia meraih ponselnya dan melihat halaman f******k miliknya. Tak ada pemberitahuan status terbaru dari Yogi, "Kok aku nggak bisa lihat statusnya Mas Yogi, ya?" bisik Silvi heran. "Ah mungkin Mas Yogi nggak pasang status hari ini, tumben," Pikirnya."Bentar, status yg kemaren aku komentari juga hilang?" Silvi merasa aneh. "Apa mungkin akunku di blokir?" Terka Silvi. Pekerjaan rumah sudah selesai dari tadi, biasanya setrikaan menggunung di akhir pekan, Silvi tak bisa tidur dia membuka komputer yang terpasang di kamarnya. Ia tidak gaptek, Silvi bisa mengoperasikan komputer sejak ia SMA, saat itu ia berharap ada satu game di komputer itu yang bisa mengisi waktunya malam ini. Klik... Klik... Klik... Silvi membuka folder-folder milik Yogi. Macam-macam, makalah, proposal, bahkan fotopun bertebaran dalam disk comput
Part 8 Akun 'Cinta Sejati'“Apakah alasan Mas Yogi tidak menyentuhku itu karena dia tidak suka kepada wanita?”“Ya Allah Bodohnya aku,” keluh Silvi.Silvi mematikan komputer itu, bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Amarahnya yang sedang panas ini berusaha ia redam dengan air wudhu. Sajadah ia bentangkan, salat pun ia dirikan, setelah itu Silvi mengambil Alquran kecilnya. Hal ini selalu ia lakukan acap kali ia merasa gelisah memikirkan nasib rumah tangganya yang selama ini terasa hambar.Terkadang dia menyesal mengapa dulu dia begitu cepat mengambil keputusan untuk mau menikah dengan laki-laki seperti Yogi. Namun di balik itu dia terima takdir yang telah Allah gariskan untuk dirinya, ayat-ayat Alquran dilantunkannya, membuat hatinya semakin tenang, ketika ia rasa hatinya sudah tenang Silvi menyimpan kembali Alquran kecil itu dan membereskan mukena serta sajadah yang ia gunakan dengan rapi. Ia melihat Yogi yang tertidur lelap memeluk sang buah hati, Silvi membaringkan tub
part 9Bab 9Laki-laki MisteriusJarum suntik masih menusuk di urat nadi tangan kirinya, Silvi berusaha menenangkan hatinya, ini bukan kali pertama dia menemukan sesuatu hal yang janggal tentang suaminya.“Mbak yakin nggak sakit apa-apa?” Tanya Mia yang setia menemaninya. Silvi mulai berhenti menangis."Mia, Mbak nitip Viyo, ya!” ucap Silvi tiba-tiba dengan mata yang kosong. Silvi berkata sambil melamun, ia tak melihat ke arah Mia melainkan seperti termenung. “Iya Mbak, tenang aja, Viyo aman bersama saya, ada nenek juga di rumah, jadi Mbak nggak usah khawatir.” Jawab Mia. “Bukan untuk saat ini saja, tapi untuk selamanya. Jika suatu saat nanti terjadi apa-apa kepada Mbak tolong jaga Viyo.” Lanjut Silvi. “Hus, jangan ngomong begitu, Mbak! Mbak kan udah sehat, kata dokter besok Mbak udah boleh pulang,” hibur Mia. “Semoga aja tidak ada apa-apa,” dalam hati Silvi udah siap jika hal buruk menimpa nasib rumah tangganya. “Sudah, Mbak
Part 10POV SilviSeorang pria paruh baya tengah mengamati sebuah rumah kecil sederhana dengan bangunan semi permanen. Netranya melihat ke sana kemari, kemudian aku melihat mulutnya bertasbih menyebut nama sang Khalik, sekejap matanya tertutup. "Subhanalloh, La ilaha illallah," ucap pria itu. Aku tersenyum dan terenyuh, menghampiri pria paruh baya yang selama ini menyayangiku dan selalu ada untukku. Ya itu adalah ayahku ‘pak Rahmat’ begitu panggilannya. "Ini rumah yang cocok untuk kamu, Silvi,” ucap ayah. “Meski bangunannya kecil tapi ayah yakin rumah ini akan membawa berkah untukmu," tegasnya. Di samping rumah terlihat ada bangunan besar yang belum selesai dengan atap yang diberi kubah polos, terlihat baru dipasang. Aku melihat tampak segerombolan bapak-bapak yang kompak sedang bergotong-royong saling membantu menyelesaikan bangunan itu, sesekali ayahku melihat mereka lalu mendekati, aku mengikutinya.“Permisi,” Sapa ayah. Bapak-bapak pun menyambut dengan senyum, “Eh, Pak, Mong
Part 11[Maaf Bu, boleh saya minta foto keadaan rumah sekarang? Maaf banget saya ngerepotin,] pesanku pada Bu Erni. Tak lama kemudian Bu Erni mengirim foto kepadaku. [Terimakasih, Bu.] balasku. Aku menatap lekat foto itu dan benar saja ada dua motor terparkir di depan rumahku, aku kenal motor itu, itu adalah motor Vario milik Firman. Hatiku lemas tak berdaya, sungguh aku merasa menjadi wayangnya Mas Yogi yang bisa dipermainkannya sesuka hati, dimanfaatkan dan dijadikan bayang-bayang untuk menutupi perbuatan laknatnya itu. Mungkin benar prasangkaku, Mas Yogi mengirimku ke tempat wisata bersama keluarganya ini agar dia bisa bersenang-senang dengan si pria cantik itu. Mobil rombongan berhenti di sebuah masjid besar, lokasinya masih sangat jauh dari penginapan yang akan kami sewa. Semua turun, segera bergegas untuk melaksanakan salat magrib. Tidak ada satupun yang tahu bahwa hatiku sangat gelisah, langkahku gontai menuju pintu masjid besar itu, ku ayunkan tanganku men
Part 12Pov Yogi Waktu menunjukkan pukul 02.00 siang kami sekeluarga bersiap untuk pulang"Kamu yakin mau pulang pakai motor?” tanya Ibuku khawatir. Raut wajahnya tentram terpancar jiwa kasih nya untukku. “Iya, Mah, tenang aja, aku gantian sama Firman, kok, jadi kalau aku capek di jalan ya kita gantian nyetir motornya.” Jawabku. Aku melihat istriku memandangku sinis entah apalah yang ada di pikirannya aku tak peduli.“Kalau kamu capek, aku bisa bawa motor sendiri, Yog. Kamu ikut sama keluarga aja naik mobilnya Mbak Yuni,” saran Firman. Istriku, Silvi sontak memandangi Firman. “Nggak, nggak, jalanan jauh banget loh, udah gitu berkelok-kelok pula, nanti kalau ada apa-apa di jalan gimana?” sanggahku mengkhawatirkan Firman.Istriku berpaling muka, sepertinya dia tidak setuju kalau aku perhatian sama Firman, mungkin karena selama ini aku tidak terlalu memanjakannya, terlihat jelas sekali bahwa dirinya tidak suka sama Firman. “Ya udah, yuk kita pulang aja, udah makin sore ini.” ujar istr
Part 13Aku katakutan setengah mati, di kamar tamu ini aku membalut seluruh tubuhku dan menutupi kepalaku dengan selimut erat-erat, hingga terasa panas melumuri tubuhku, kamar ini memang sudah lama sengaja dikosongkan, maksudnya untuk tamu, agar selalu tertata rapid an indah. Aku mendengar ada suara langkah kaki, Tap tap tap... “Suara apa itu?” tanyaku pada jiwaku sendiri. Tanganku semakin bergetar tubuhku berkeringat dingin dan bulu kudukku sudah berdiri sejak tadi."Pergilah, tolong pergi dari sini," rintihku ketakutan. Aku memejamkan mata dan membaca ayat-ayat Alquran sebisaku. Namun suara itu terus saja terdengar.“Jika sudah selesai melihat-lihat rumah tolong pergilah,” kesahku. Aku bicara seperti itu dari dalam kamar, tidak berani keluar kamar karena aku tidak siap melihat sosok yang bermain diruang tamu itu. Aku meringkuk sendiri di ruang kamar tamu. Entah kenapa bakatku yang dulu bisa melihat hantu sekarang datang lagi, apa mungkin sifat indigoku itu telah kembali? Tidak,
Part 14Pov SilviHari ini adalah anniversary pernikahan kami, Entahlah Mas Yogi ingat atau tidak. Jika tidak ingat itu lebih bagus, aku ingin membuat surprise untuknya, ku belikan mini cake berwarna biru kesukaan suamiku.Ku lihat jam tepat pukul 05.00 sore, biasanya Mas Yogi pulang sekitar jam itu, aku bersiap dengan Viyo membawa Mini cake berukuran sedang ke ruang tamu dan menghiasnya dengan 4 lilin karena tahun ini adalah tahun keempat pernikahan kami. “Sttt... Ma, suara itu suara motor papa, ayo kita siap-siap!” ajak Viyo, dia sudah tak sabar ingin memberikan ayahnya kejutan. sebuah motor yang suaranya tidak asing di telinga menghampiri rumah yang baru 3 bulan ini kami cicil. Brem… brem… brem… motor itu berhenti tepat di depan rumah, pintu sengaja ku buat tertutup.“Yeeeey...,” sorak Viyo. “Selamat ulang tahun pernikahan, Mas.” Sambutku pada Mas Yogi yang baru saja masuk melalui pintu utama rumah kami.“Eh, ya ampun, ini hari ulang jadi kita? Aku sampai lupa.” ucap Mas Yogi men
Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi
Azam merasakan kebahagiaan yang tak terkatakan saat ia berjumpa dengan putri pertamanya yang baru lahir. Detik-detik tersebut memancarkan kehangatan dan cahaya dalam hati Azam, memberikan perasaan penuh kasih sayang dan kegembiraan yang meluap-luap.Ketika Azam mengadzani putrinya, air mata haru mengalir di pipinya. Setiap tetesan air mata itu merupakan ungkapan perasaan campur aduk dalam hati Azam yang begitu mendalam. Air mata tersebut adalah bukti dari kekuatan emosi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Azam merasa sangat berterima kasih kepada Silvi, ibu dari putrinya, karena telah memberikan kehidupan baru yang tak ternilai harganya. Ia merasakan rasa syukur yang tak terbatas atas hadirnya sang putri, karena kehadirannya memberikan kehidupan baru yang penuh makna bagi Azam."Terimakasih, sayang," ucap Azam seraya mengecup kening istrinya. tangannya menggenggam tangan istrinya yang masih lemas terbaring di rumah sakit. Silvi tersenyum, dia bahagia bisa memberikan kebahag
Silvi termenung sebelum pergi tidur, kehamilannya sudah memasuki usia hampir 9 bulan, ia merasa bayi dalam perutnya aktif, lama kelamaan merasakan kontraksi yang mengguncang perutnya. Tanda-tanda persalinan sudah jelas terlihat, dan waktunya untuk melahirkan semakin dekat. Namun, suaminya, Azam, sedang berada di luar kota karena pekerjaan yang tidak dapat dihindari.Dalam situasi ini, Silvi tidak merasa sendirian. Ia didampingi oleh ayah dan ibunya yang dengan segera mengambil tindakan. Meskipun hari sudah larut malam dan ada mitos yang mengatakan bahwa seorang ibu hamil tidak boleh keluar di malam hari, mereka memutuskan untuk segera pergi ke bidan terdekat.Keputusan ini dibuat demi keselamatan calon cucu mereka. Mereka menyadari bahwa mitos itu hanya cerita tanpa dasar ilmiah, dan yang terpenting adalah memastikan bahwa Silvi mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkannya saat ini. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan menunda perjalanan ke bidan hanya karena kepercayaan tak b
Part 133Setelah meninggalkan toilet, Silvi dan Azam merasakan kelegaan saat tiba di kamar mereka. Mereka dapat merasakan betapa amannya lingkungan di sekitar mereka ketika aura mistis yang menyeramkan perlahan mulai memudar dan menghilang.Silvi, seorang wanita yang berambut panjang dan mata cerah, merasa dadanya menjadi lebih lega. Dia bisa bernapas dengan tenang, merasa bahwa ancaman yang terasa di toilet tadi telah ditinggalkannya jauh di belakang. Setiap langkah yang diambilnya kini terasa ringan, tanpa rasa takut yang menghantui.Sementara itu, Azam, seorang pria bertubuh tegap dengan senyum lebar, juga merasakan perubahan suasana yang sama di sekitarnya. Dia merasa ketegangan yang sebelumnya meliputi setiap serat ototnya perlahan-lahan mengendur. Pikirannya menjadi lebih jernih, dan ia dapat merasakan kembali kehangatan dan kenyamanan di dalam kamar.Saat mereka duduk di tempat tidur, Silvi dan Azam saling pandang dengan lega. Mereka tahu bahwa mereka telah melalui pengalaman y