Part 15Tiiiit... Suara klakson motor terdengar keras di depan rumah, Mas Yogi sudah selesai mandi. “Ada siapa?” tanyaku sendiri. Seorang wanita turun dari motor itu, tapi driver motor itu aku sangat kenal, ya dia adalah Firman si pria cantik yang selalu menjadi ekor di belakang suamiku, “Firman? Siapa wanita itu?” Bisikku. Yogi yang sudah selesai mandi dengan spontan menyambut kedatangan mereka. “Eh Mbak Yanti, Mari mari masuk,” ajak Mas Yogi mempersilahkan mereka.“Oh, ini yang namanya Yanti itu? teman sekantor yang katanya manajer di kantor Mas Yogi,” lirihku. “Wah, wah, kebetulan nih, Ini baru mau makan, Yuk, kita makan bareng!” ajak Mas Yogi. “Ma...,” Panggil Yogi, aku tahu kode itu tertuju padaku. “Mulai deh, pasti dia sok mesra lagi di hadapan teman-temannya,” sungutku. Aku segera mengambil jilbab instanku dan menghampiri mereka,“Mbak kenalin, ini istri saya –Silvi,” Ucap Mas Yogi, yah benar, tingkah lakunya sama saat aku di kenalkan pada Firman dulu, manis dan sok id
Part 16Aku menceritakan setiap keluh kesahku kepada Mbak Yanti, mata wanita itu menatap seolah kasihan kepadaku.Trilil... Satu pesan dari pria misterius yang waktu itu, masuk ke dalam ponselku, dia mengirimiku foto Mas Yogi yang sedang berada di kios bakso bersama Firman.[Suami Mbak sedang bersama pacarnya,] pesan dari si ‘Arman The Boss’."Lho, sebenarnya orang ini siapa sih? Kok tahu segala aktivitas suamiku?” Tanyaku setengah berbisik dengan heran.“Siapa dek?” Tanya Mbak Yanti. “What? Dek? Dia panggil aku adek?” bisikku dalam hati. Aku merasa bahagia, baru kali ini aku serasa memiliki saudara, selama ini aku hanya hidup sendiri tanpa adik ataupun kakak. “Mbak, menurut Mbak kira-kira ini laki-laki, siapa ya?” sudah beberapa hari ini Terus saja mengirimi saya foto Mas Yogi sama Firman katanya Firman itu pacarnya Mas Yogi saya kan aneh. Masa iya Firman pacarnya Mas Yogi?” paparku.Wanita itu hanya mesem. Aneh. “Emang kamu per
Part 17Kakimu mesra, Mas!Aku tidak memberitahu Mas Yogi bahwa ada seseorang yang selalu mengirimiku pesan berisi foto-foto nya, kenikmatanku hilang dalam sekejap saat membaca satu pesan dari si Arman itu. Bakso kesukaanku itu berubah rasa menjadi hambar karena satu orang ini. Mbak Yanti memberiku kode untuk tetap tenang, aku duduk dan kembali menyantap bakso itu dengan terpaksa. Kunyahanku berubah kesal, aku menggigit bakso dengan kasar. “Sialan, di mana dia bersembunyi?” aku geram. Mungkin benar apa kata Mbak Yanti, dia bisa saja menjadi ulat bulu yang mengganggu rumah tanggaku, aku harus kuat, aku mengatur nafasku yang agak sesak waktu itu. Usai menyantap bakso Mbak Yanti pun pamit pulang di antar oleh Firman. Tapi si Firman itu malah balik kembali ke rumahku usai mengantar Mbak Yanti. Aku yang sejak tadi sudah membersihkan ruang tamu bekas makan-makan kami semua mendengar suara kedatangan motor Vario milik Firman. “Kenapa sih, cowok itu ke si
Part 18Hari ini hari libur, tapi sepertinya Mas Yogi mempunyai acara sendiri, pagi-pagi sekali si pria kemayu itu sudah datang ke rumah, katanya mau pergi sama Mas Yogi. Aku yang tak berani bicara ini mencoba mengumpulkan kekuatan untuk bisa berani mengungkap kebenaran di balik mereka berdua.Mas yogi masih di kamar tamu saat Firman dating, entah kenapa sudah hampir 10 hari kami tinggal di rumah ini Mas Yogi serasa menjauhi aku terus. Apalagi jika malam tiba, aku lebih banyak tidur berdua sama Viyo. “Pagi banget, akunya juga belum mandi, tunggu aja lah! Aku mandi dulu sebentar.’ ucap Mas Yogi.Firman menunggu sendiri di ruang tamu sedangkan Mas Yogi asik membersihkan diri di kamar mandi. Entah apa yang terlintas dalam benakku spontanitas tanganku meraih Alquran kecil yang biasa aku pakai, aku memberanikan diri mendekati Firman walau sebenarnya aku merasa malas berhadapan dengan laki-laki brengsek ini yang terus saja mengekor di belakang suamiku. Aku sodorkan A
Bab 19MengintaiPart 19 Yah benar ini adalah jalan menuju hotel Rodante, hotel yang belum lama ini aku salah faham pada Mia –adik bungsunya Mas Yogi. Dugaanku sepertinya tidak salah, mereka menuju ke hotel Rodante persis dengan yang aku pikirkan, aku melihat dari kejauhan dua orang laki-laki sedang menaiki sebuah motor. “Astaghfirullah hal’adzim… Apa yang kamu lakukan, Mas?” sahutku dalam bisik. Tangan itu memeluk suamiku dari belakang, pipinya ia sentuhkan ke punggung Mas Yogi, aku melihat mereka dari belakang, punggungnya yang anggun itu membuatku jijik. “Kenapa kau merayu suamiku? Tidakkah ada laki-laki lain yang kau bisa kau rayu?” gerutuku pada Firman.Entahlah, aku tidak tahu, hatiku dalam kebimbangan, apakah ini kesalahan Mas Yogi atau mungkin ini karena penyakit laknat yang dibawa oleh Firman? Sejujurnya aku lebih condong kepada si Firman itu, sejak dia datang ke rumahku mas Yogi lebih banyak keluar rumah dibanding berkumpul bersama keluarga meskipun itu di hari libur. Aku
Part 20Pertengkaran Dahsyat“Harusnya aku yang bertanya, Mas! Mau ke mana kamu sama dia, HAH? Sampai-sampai berboncengan mesra di atas motor berdua, seperti sepasang kekasih, GILA kamu, Mas!” “Kenapa kau tidak mencari wanita yang halal saja untuk kau peluk? Kenapa pria pendosa itu yang kau pilih untuk jadi pasangan selingkuhmu, Mas?” “Kenapa kau manorehkan dosa besar dengan perbuatan laknatmu itu? Aku heran sama kamu, Mas. Apa benar kamu itu jeruk makan jeruk, HAH?” sungutku. “LANCAAANGG!!!” Teriak Mas Yogi. Entah kenapa mulutku rasanya tak bisa berhenti mengucapkan unek-unek dalam hati. Telapak tangannya hampir saja melayang dan mendarat lagi di pipiku, namun sebelum itu terjadi aku menyodorkan dengan ikhlas pipiku sendiri untuk ia tampar. Ku dekatkan wajahku pada wajahnya itu. “Pukul, Mas. PUKUL!” Teriakku. “Pukul aku, Mas, pukullah! biar wajahku benar-benar menjadi memar dan menjadi bukti kekerasan perlakuanmu,” ancamku. Aku m
Part 21Dia Selingkuh, Ayah. "Silvi?" Ibuku terlihat kaget saat aku sampai di rumahnya. Jaraknya jauh dari rumahku sekitar satu setengah jam perjalanan mobil. “Tumben, siang-siang ke sini? Hari minggu lagi, biasanya kamu ke sini hari Sabtu.” Sapa Bu Teti, ibuku. “Emangnya besok kamu nggak ngajar?” tanya ibuku. Aku bingung harus menjawab apa, biasanya hari Minggu jam segini jadwalnya aku pulang kembali ke rumahku, tapi sekarang aku malah baru dating. Seberapa heran pun ibu melihat kedatanganku, dia tetap menyambutku dan cucunya dengan hangat. Aku sembunyikan tangisku, ku tahan dan aku coba merahasiakannya, kejadian yang menimpaku beberapa saat lalu tidak boleh membuat ibuku khawatir. “Mana Yogi, Nak? Kenapa kamu tidak berbarengan dengannya?” selidik ibuku. Deg.... Jantungku mulai berdebar, mendengar nama itu hatiku sesak rasanya membayangkan penghianatan yang telah ia lakukan terhadapku. “M… anu, Mas Yogi sibuk, Bu. Dia ke luar k
Part 22 --- Tak Ingin PisahAku tersentak dengan perkataan ayahku sendiri, bulir di mataku semakin deras, kelabu yang membendung di pelupuk mataku tumpah sudah. Bagaimana bisa aku menerima dia sebagai maduku, sedangkan dia sendiri adalah haram untuk suamiku.Aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku di hadapan ayah, “Oh ayah, andaikan kau tahu siapa pasangan selingkuhnya Mas Yogi, mungkin sikapmu tidak akan seperti ini kepadaku,” bisikku dalam hati. “Aku pun ikhlas, ayah, jikalau dia seorang wanita, tetapi kalau pasangan selingkuhnya si Firman itu, aku tidak bisa menerimanya, aku tidak bisa diam saja, ayah, ini adalah perbuatan dosa yang sangat besar, aku tidak mau menjadi istri bayangan yang menutupi dosa-dosa suamiku, aku tidak mau tergolong sebagai kaum Nabi Luth, ayah.” Lirihku. Pasti tak terdengar oleh ayah. “Sudah, jangan membantah! Kamu wanita, fahamlah fitrahnya wanita itu harus menurut apa kata suamimu, Nak.” Ucap ayah bijak. Ayahku
Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi
Azam merasakan kebahagiaan yang tak terkatakan saat ia berjumpa dengan putri pertamanya yang baru lahir. Detik-detik tersebut memancarkan kehangatan dan cahaya dalam hati Azam, memberikan perasaan penuh kasih sayang dan kegembiraan yang meluap-luap.Ketika Azam mengadzani putrinya, air mata haru mengalir di pipinya. Setiap tetesan air mata itu merupakan ungkapan perasaan campur aduk dalam hati Azam yang begitu mendalam. Air mata tersebut adalah bukti dari kekuatan emosi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Azam merasa sangat berterima kasih kepada Silvi, ibu dari putrinya, karena telah memberikan kehidupan baru yang tak ternilai harganya. Ia merasakan rasa syukur yang tak terbatas atas hadirnya sang putri, karena kehadirannya memberikan kehidupan baru yang penuh makna bagi Azam."Terimakasih, sayang," ucap Azam seraya mengecup kening istrinya. tangannya menggenggam tangan istrinya yang masih lemas terbaring di rumah sakit. Silvi tersenyum, dia bahagia bisa memberikan kebahag
Silvi termenung sebelum pergi tidur, kehamilannya sudah memasuki usia hampir 9 bulan, ia merasa bayi dalam perutnya aktif, lama kelamaan merasakan kontraksi yang mengguncang perutnya. Tanda-tanda persalinan sudah jelas terlihat, dan waktunya untuk melahirkan semakin dekat. Namun, suaminya, Azam, sedang berada di luar kota karena pekerjaan yang tidak dapat dihindari.Dalam situasi ini, Silvi tidak merasa sendirian. Ia didampingi oleh ayah dan ibunya yang dengan segera mengambil tindakan. Meskipun hari sudah larut malam dan ada mitos yang mengatakan bahwa seorang ibu hamil tidak boleh keluar di malam hari, mereka memutuskan untuk segera pergi ke bidan terdekat.Keputusan ini dibuat demi keselamatan calon cucu mereka. Mereka menyadari bahwa mitos itu hanya cerita tanpa dasar ilmiah, dan yang terpenting adalah memastikan bahwa Silvi mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkannya saat ini. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan menunda perjalanan ke bidan hanya karena kepercayaan tak b
Part 133Setelah meninggalkan toilet, Silvi dan Azam merasakan kelegaan saat tiba di kamar mereka. Mereka dapat merasakan betapa amannya lingkungan di sekitar mereka ketika aura mistis yang menyeramkan perlahan mulai memudar dan menghilang.Silvi, seorang wanita yang berambut panjang dan mata cerah, merasa dadanya menjadi lebih lega. Dia bisa bernapas dengan tenang, merasa bahwa ancaman yang terasa di toilet tadi telah ditinggalkannya jauh di belakang. Setiap langkah yang diambilnya kini terasa ringan, tanpa rasa takut yang menghantui.Sementara itu, Azam, seorang pria bertubuh tegap dengan senyum lebar, juga merasakan perubahan suasana yang sama di sekitarnya. Dia merasa ketegangan yang sebelumnya meliputi setiap serat ototnya perlahan-lahan mengendur. Pikirannya menjadi lebih jernih, dan ia dapat merasakan kembali kehangatan dan kenyamanan di dalam kamar.Saat mereka duduk di tempat tidur, Silvi dan Azam saling pandang dengan lega. Mereka tahu bahwa mereka telah melalui pengalaman y