Di sebuah rumah yang terlihat sangat mewah dan megah. Tampak dua orang gadis yang sedang terduduk di ruang tamu menunggu sang tuan rumah untuk datang menemuinya. Dua gadis beda usia itu adalah kakak beradik, anak dari Laela Sari mantan pelayan di rumah tersebut.
Amanda dan Aditama memang sengaja mengundang dua gadis tersebut untuk datang ke rumah. Karena keduanya ingin membicarakan sesuatu hal yang sangat penting dengan kedua gadis cantik itu."Hay-hay, hallo ... cantik!" sapa Amanda. Dengan senyum sumringah menyambut hangat kedua tamunya."Ya, hallo, Tuan, Nyonya. Eh, Bu Manda," jawab Raysa balas tersenyum ramah sembari bersalaman dengan sepasang suami istri itu.Begitu juga dengan adiknya yang benama Anggia Sari pun melakukan hal yang sama dengannya."Ih, jangan panggil kami Tuan ataupun Nyonya dong! Panggil saya Bunda Manda dan Pak Tama saja, ok!" kata Amanda sembari menjatuhkan bokongnya di atas sofa yang berada tepat di depan kedua gadis tersebut.Sedangkan sang suaminya pun ikut duduk di sebelahnya."Ayo-ayo silahkan duduk. Eh, belum dibuatin minuman, ya? Bik ... Bik Ijah!" seru Amanda."Eh, tidak usah repot-repot, Bunda!" cegah Raysa.Terlihat seorang wanita yang menggunakan seragam pelayan menghampiri sang Nyonya. "Iya, Nyonya," jawabnya."Ih, kamu ini bagaimama? Masa ada tamu gak kamu buatin minuman, sih?""Eh, iya ya maaf, Nyonya! Nona-nona mau minum apa?" Dengan tersenyum canggung, pelayan itu menoleh ke arah Raysa dan Anggia."Oh, air putih saja, Mbak." Lagi-lagi Raysa-lah yang selalu menjawab. Sedangkan sang adik hanya terdiam dan mengulas senyum saja."Ih, masa cuma air putih saja, sih? Udah sana, Bik. Tolong buatin 4 gelas orange jus saja, ok?" titah Amanda."Baik, Nyonya."Setelah kepergian pelayan itu, Amanda kembali menoleh ke arah dua gadis tersebut. "Jadi, begini Raysa. Maksud kami memanggilmu datang ke sini adalah, saya ingin meminta bantuan kepada kamu.""Dan kami harap kamu bersedia membantu kami," sahut Aditama."Tentu saja saya bersedia, Pak," tanpa berfikir panjang Raysa langsung menyanggupinya. Padahal ia tidak tau bantuan yang seperti apa yang akan diajukan oleh kedua mantan majikan dari mendiang ibunya."Oh, syukurlah kalau begitu." Amanda merasa senang."Tapi maaf, Bun, Pak. Kalau boleh kami tau bantuan yang seperti apa yang bisa kami lakukan untuk Anda?" sela Anggia yang sedari tadi hanya terdiam saja, kini mulai angkat bicara."Em ... jadi begini ...." Dengan sedikit resah Amanda masih tampak ragu untuk mengutarakan keinginannya.Sehingga membuat suaminya itu menganggukan kepala memberi dukungan untuk memantapkan keinginannya itu.Amanda pun ikut menganggukan kepalanya dengan mantap. Lalu, ia kembali menoleh ke arah dua gadis itu.Sementara dua kakak beradik itu merasa kebingungan dan juga sangat penasaran menunggu jawaban dari wanita tersebut."Jadi begini, Raysa. Anak saya Rafa akan menikah beberapa hari lagi. Namun, karena kecelakaan satu bulan yang lalu, hingga membuat calon istrinya itu malah mengalami koma.""Hah, ko-koma!" pekik kedua gadis itu tampak syok mendengarnya."Iya." Amanda mengangguk lemas."Lalu, apa kaitannya dengan kami, Bun?" tanya Anggia."Kami ingin meminta Raysa agar mau menjadi pengantin pengganti anak kami nanti," sahut Aditama."Apa?! Pe-penganti pengganti!" pekik keduanya secara bersamaan kembali merasa sangat syok."Iya, saya mohon Raysa! Hanya inilah jalan satu-satunya agar pernikahan anak kami tetap berjalan sesuai dengan rencana. Karena jika sampai pernikahan itu gagal, kami pasti akan merasa sangat malu. Udangan sudah terlanjur disebar dan acara resepsi pernikahan pun sudah kami siapkan semua. Masa kami harus membatalkan semuanya, nanti apa kata orang?" terang Amanda mulai menceritakan pokok permasalahannya."Ta-tapi saya--""Begini saja. Kami akan membiayai kuliah adikmu hingga selesai. Dengan syarat kamu harus bersedia menikah dengan anak kami!" ujar Aditama."Iya, kami tau, mungkin ini terkesan sangat memaksakan. Tapi mau bagaimana lagi, hanya kamu-lah harapan kami satu-satunya agar bisa menyelematkan nama baik keluarga ini di depan publik, Raysa."Kini Raysa terdiam seribu bahasa. Hatinya mulai merasa resah dan juga kebingungan. Di satu sisi sebagai seorang kakak, ia menang sangat ingin menguliahkan adiknya. Namun, di sisi lain ia juga tidak mau menikah dengan sembarang orang. Terlebih lagi orang yang tidak begitu ia kenal.Akan tetapi, ia juga merasa tidak enak hati jika menolak keinginan Amanda. Karena wanita tersebut sudah terlalu baik kepadanya. Selama ibunya bekerja di rumahnya ini, Nyonya dari ibunya tersebut sama sekali tidak pernah menganggap ibunya sebagai pelayan. Beliau malah lebih menganggap seperti dengan keluarganya saja.Dan bahkan ketika Raysa tamat SMA dulu beliau sempat menawarkan kuliah gratis untuknya. Namun, ia lebih memilih untuk langsung bekerja saja agar bisa membantu ibunya mencari uang untuk biaya kuliah adiknya kelak.Dan berkat bantuan dari Amanda juga, sehingga ia bisa bekerja di salon milik teman wanita tersebut."Tidak, saya tidak setuju!" ucap Anggia yang tiba-tiba membuyarkan keheningan di ruang itu."Gia!" cicit Raysa mencoba menghentikan ucapan adiknya."Apa sih, Mbak? Mbak pikir aku akan setuju jika Mbak harus menjual kebebasan Mbak demi biaya kuliah Gia. Ngak, aku gak setuju. Lebih baik aku gak kuliah saja. Kan, aku masih bisa langsung bekerja sama seperti Mbak, dulu," jawab Anggia."Udah, kamu bisa diam gak sih? Biar Mbak saja yang memutuskan!""Ta-tapi, Mbak--""Baiklah, saya setuju," kata Raysa mantap.Membuat kedua paruh baya yang semula terlihat sangat tegang dan cemas langsung tersenyum sumringah mendengarnya.Namun, tidak dengan gadis yang baru berusia 18 tahun ini merasa sangat tidak setuju dengan keputusan kakak perempuannya itu."Mbak! Apa-apaan, sih? Aku gak setuju!" pekiknya merasa sangat marah. Dengan mata yang mulai berkaca-kaca ia menatap kakaknya dengan tidak tega."Dengarkan Mbak dulu, Anggia! Mbak ingin kamu kuliah agar bisa membuat ibu bangga nanti. Apa kamu tidak ingin melihat ibu bahagia di alam sana, hah?""Lagi pula, seharusnya Mbak merasa senang dong. Karena bisa menjadi menantu keluarga ini. Ini kesempatan emas bagi Mbak.""Ta-tapi, hiks ... hisk." Gadis belia itu mulai terisak dalam tangisnya karena merasa sangat sedih melihat pengorbanan kakaknya yang hanya demi dirinya bisa kuliah, malah rela menjadi pengantin pengganti."M-mbak ha-hanya dijadikan sebagai pengantin pengganti saja. Apakah nanti Mbak bisa bahagia?" lanjut Anggia."Tenang saja, Sayang. Bunda yakin dengan seiring berjalannya waktu nanti, pasti anak saya bisa mencintai kakakmu ini, Gia," sahut Amanda berusaha menenangkan dan meyakinkannya."Tapi, kalau tidak bagaimana? Apakah Kakak saya hanya akan dijadikan sebagai istri pajangan saja oleh anak Anda?" protes Anggia yang masih belum bisa percaya dengan bagaimana nasib pernikahan kakaknya kelak."Sudah, Bunda. Jangan dengarkan dia. Yang terpenting saya setuju," sahut Raysa mantap.Di dalam sebuah kamar, seorang gadis duduk terdiam di depan cermin. Di depannya ada banyak peralatan make up yang tergeletak di atas meja. Dua orang perias sibuk memoleskan eye shadaow, blush on dan lipstik di wajah gadis itu. Sedangkan orang yang satunya lagi tampak sibuk membetulkan kebaya pengantin yang dikenakan oleh calon pengantin wanita tersebut.Gadis itu tampak begitu cantik dengan kebaya pengantin berwarna perak yang menjulur panjang di bagian belakang itu, kini melekat indah di tubuh rampingnya.Saking cantiknya, sang penata rias pun takjub memandangi hasil dari mahakaryanya yang paripurna itu terlihat begitu sempurna.Dengan kulitnya yang kuning langsat ciri khas orang Indonesia, bibirnya yang tipis, hidungnya yang mancung tapi mungil. Belum lagi gigi gingsul di sebelah kanan yang menambah kesan cantik wajah gadis tersebut.Hanya dengan polesan sederhana yang terkesan natural, pada dasarnya gadis itu memang sudah cantik. Sehingga sang penata rias pun tidak perlu melakukan b
"Tidak sah! Pernikahan ini tidak sah!" Suara teriakan seorang wanita dengan penuh emosi, terdengar begitu lantang menggema ke seluruh ruang. Membuat semua orang yang berada di sana merasa terkejut dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Di mana mereka melihat ada seorang wanita paruh baya sedang berdiri di tengah ruangan."A-amara!" Pekik Aditama dan Amanda merasa syok ketika melihat sang calon besannya itu kini telah datang ke acara pernikahan putranya ini.Begitu juga dengan Rafael yang langsung menoleh dan terbelalak ke arahnya juga. "Ta-tante Amara!" serunya.Sedangkan Raysa dan Anggia yang duduk di belakang sang kakak dengan heran dan kebingungan ikut menoleh ke arah wanita itu juga.Keaadan kini menjadi kacau, kenapa saat ijab kobul sudah selesai. Mama dari tunangan Rafael yang sedang koma itu malah datang ke sana?"Rafael, apa-apaan ini?" Wanita itu melotot tajam ke arah pengantin pria. "Kenapa kamu malah menikah dengan dia?" Teriakan wanita itu begitu menggelegar, sehingga
Wanita yang masih mengenakan kebaya pengantin itu kini tampak berdiri mematung di depan sebuah kamar. Di mana di dalam kamar tersebut ada 4 orang yang sedang berdebat hebat. Karena saking hebatnya mereka terus berdebat hingga seakan tak ada yang mau saling mengalah.Dengan wajah yang menegang, kini ke empat orang itu tengah terduduk di sebuah sofa panjang yang ada di dalam sana."Sungguh aku benar-benar tidak menyangka, kalian sungguh tega! Di saat Lucyana masih terbaring lemah dan tidak berdaya di rumah sakit, Rafael malah memilih untuk menikah dengan wanita lain," ucap Amara merasa sangat marah dan tidak terima anaknya ditinggal nikah oleh kekasihnya ini."Dengarkan penjelasanku dulu, Tante! Aku terpaksa melakukan ini semua juga demi Lucyana," sanggah Rafael. "Apa! Demi Lucyana? Cih, demi Lucyana bagaimana? Jelas-jelas kau telah menghianatinya," cibir Amara merasa muak mendengarnya. "Argh ... bagaimana ini cara ngejelasinnya?" Dengan sedikit kesal, lelaki yang masih mengenakan baj
"Tu-uan Ra-rafael!" Raysa terpekik kaget, saat melihat lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu sudah berada tepat di belakang Amara. Dengan aura yang terasa sangat dingin dan menyeramkan, pria berwajah kebule-bulean itu kini menatapnya tajam. Hingga membuat gadis muda yang baru saja dinikahinya itu menelan ludah kasar. Dalam seketika ia menjadi panik dan juga glagapan, bingung akan berkata apa."Eh, kebetulan kamu ada di sini, Raf. Ini loh, masa si gadis kampungan ini tiba-tiba saja marah-marah gak jelas gitu sama Tante," adu Amara, dengan penuh kebencian ia melirik sinis ke arah Raysa.Dengan cengohnya gadis berkebaya pengantin itu langsung melongo dibuatnya. Sungguh ia tidak mengira kalau wanita itu pintar sekali memutarbalikan fakta. Dan tentu saja ia ingin segera menyanggahnya. Namun, baru saja ia akan membuka mulut, terlebih dahulu wanita paruh baya itu kembali berkata. "Udah gitu dia tadi ngusir aku dan ngelarang aku buat datang lagi ke sini, Rafa." Dengan memasang wa
Sontak gadis itu langsung diam mematung tak bergeming di tempatnya. Niat hati ingin membantu malah perlakuan kasar yang ia dapatkan dari laki-laki tersebut. "Cih, galak banget sih dia. Ganteng sih ganteng. Tapi galaknya minta ampun. Mak-mak di komplek sebelah aja kalah galak sama nih orang." Dengan jengah, dalam hati Raysa ngedumel kesal."Aku tak butuh bantuanmu!" lanjut Rafael. Dengan pandangan merendahkan, ia pun tersenyum sinis. "Kau pikir dengan cara kau bersikap pura-pura sok baik dan sok perhatian kepadaku bisa membuatku luluh. Jangan mimpi kamu! Sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah mau menerima pernikahan ini," tandasnya ketus. Sembari mendengus kesal, gadis bermata bulat itu memutar bola mata sangat malas menaggapinya. Lalu dengan lesu ia menjatuhkan bokongnya di pinggir ranjang. "Ya, aku tau, Tuan. Jika kau terpaksa melakukan pernikahan ini. Sama aku pun juga terpaksa harus menerima permintaan Bunda yang dengan sangat memohon kepadaku agar mau menjadi pengantin seman
Sembari memegangi baju bagian belakang, Raysa membalikan badan dan segera menjauhi lelaki itu. Sedangkan Rafael, dengan wajah yang memerah menahan malu, ia memalingkan wajahnya kikuk. Entah mengapa hatinya berdesir dan jantungnya pun berdetak dengan sangat cepat, tak kala ia sempat memandang punggung mulus milik gadis itu.Ya, walau sebenarnya ini bukanlah kali pertama ia melihat punggung seorang wanita. Karena jujur, ia sudah sering kali melihat pemandangan indah seperti itu dan bahkan lebih dari itu pun ia sudah pernah melihatnya. Karena bagi pria matang sepertinya pasti dia sudah sering melakukan hal lebih dengan tuangannya yaitu saat bersama Lucyana dulu. Akan tetapi kali ini berbeda, Ia sama sekali tidak menyukai gadis itu dan bahkan ia sangat membencinya. Tetapi, kenapa ia merasa ada desiran aneh di saat berada di dekatnya. Padahal baru beberapa jam mereka baru bersama hari ini. Apakah wanita ini sudah dengan cepat mempengaruhinya?"Oh, shitt! Ada apa denganmu, Rafa? Jangan sa
Langkah demi langkah, Raysa berjalan mengendap-endap seperti maling, mulai bergerak untuk mendekati ranjang. Walaupun ia sempat merasa ragu, pada akhirnya Ia memutuskan untuk tidur di sana. Namun, baru saja ia naik ke atas ranjang, tiba-tiba saja lelaki yang terbaring di sana membalikan badan dan langsung memberi tatapan tajam padanya. "Hey, apa yang kau lakukan?" bentak Rafael.Raysa sempat terjingkat kaget dibuatnya. Namun, dengan salah tingkah ia pun nyengir kuda. "Eh, ketauan, ya?" cengirnya.Lalu dengan mengeryitkan dahi, lelaki itu terus menatapnya curiga. "Kenapa kau ada di sini? Apa kau sengaja ingin tidur bersamaku?" cercarnya. "Ya ya, jelas aku akan tidur di sini? Kalau bukan tidur di sini, di mana lagi? Masa aku harus di sofa, ih ... engga banget kali. Yang ada nanti badanku pegel-pegel karena tidur di sofa itu," jawab Raysa sengit."Apa kau serius akan tidur di sini? Aku tidak akan menjamin jika sampai terjadi sesuatu padamu nanti!""Hahaha ...." Gadis berpiama pink ber
Tok-tok-tok!"Rafael, Raysa! Kalian gak papa, kan?" Amanda yang kebetulan melintas di depan kamar sang anak, merasa kaget ketika mendengar suara gaduh dari dalam kamar. Lalu dengan khawatir ia segera mengetuk pintu.Sontak dua orang yang berada di dalam kamar itu terlonjak kaget dan menjadi sangat panik. Lalu dengan kebingungan gadis berambut ikal sebahu itu bergerak mendekati laki-laki yang masih terduduk di lantai. "Em ... maaf, Om! Eh, Tuan. A-ku gak sengaja." ucapnya terbata. Sungguh Raysa merasa tidak enak hati dan sedikit ketakutan padanya. Dengan ragu ia ingin membantunya untuk bangun dan duduk di kursi roda.Namun, baru saja ia akan mengulurkan tangan ke arahnya, dengan sangat galak, Rafael langsung membentaknya kesal. "Jangan sentuh aku!"Otomatis Raysa langsung terdiam dan tak berani untuk menyentuhnya.Tok-tok-tok!"Rafa, Raysa! Buka pintunya!" Suara Amanda kembali terdengar cukup keras. Hingga menarik perhatian penghuni lain untuk datang mendekatinya."Ada apa, Mah?" ta
Setelah makan malam, Amanda dan Aditama sengaja ingin mengajak Raysa untuk mengobrol di ruang tengah. Sementara Anggia lebih memilih untuk beristirahat di kamar.Terlihat kedua paruh baya itu kini sedang terduduk santai di sebuah sofa panjang yang membentang di tengah ruangan. Sedangkan Raysa masih berada di dapur ingin membuatkan minuman hangat untuk keduanya.Kepada pelayan Raysa sempat menanyakan minuman apa yang biasanya disukai oleh kedua mertuanya. Setelah tau, dengan segera ia langsung membuatnya. Lalu dengan membawa nampan, gadis bergaun krem itu berjalan menghampiri keduanya."Pah, Bunda. Ini Raysa buatkan minuman hangat untuk kalian." Dengan satu per satu gadis berambut ikal sebawah bahu itu meletakan tiga cangkir teh hangat di atas meja. Tidak lupa ia juga membawa sepiring kue basah sebagai cemilan dan teman mereka mengobrol."Oh, terimakasih, Sayang. Kamu ini tau aja, kalau Bunda lagi pingin teh hangat," ucap Amanda tersenyum lembut padanya."Iya, Bunda. Tadi Raysa sempat
Keesokan harinya.Scarlett Salon, itulan nama Salon kecantikan tempat Raysa bekerja dulu. Sudah berapa tahun yang lalu ia telah bekerja di sana.Pada awalnya sebagai karyawan baru, ia ditugaskan untuk membantu para penata rias atau hairstyallis untuk menyiapkan dan membersihkan semua alat make up yang mereka gunakan.Seiring berjalannya waktu ia bekerja di sana, ia pun diajari bagaimana cara menjadi karyawan di tempat itu. Mulai dari cara mencuci rambut, merawat kuku dan lain sebagainya yang berhubungan dengan semua pelayanan di salon tersebut.Namun, sekarang ia sudah tidak perlu repot-repot lagi untuk melakukan semua itu. Karena sekarang ia sudah menjadi menantu dari anak seorang pengusaha kaya pemilik pabrik, PT pembuatan makanan kering yang cukup tersohor di negeri ini.Sekarang dirinya tak perlu bekerja di salon itu lagi. Karena sesuai dengan apa yang direncanakan oleh adik dan ibu mertuanya, kini ia malah diajak untuk melakukan perawatan di sana. Sehingga membuatnya merasa ragu
"Oh, jadi itu sebabnya Bunda sampai membenci Tante Amara?" kata Anggia.Raysa menganggukan kepala. "Ya, makanya Bunda gak setuju jika si Om galak itu sampai menikah dengan Lucyana.""Hah, Om galak? O-om gakak siapa, Mbak?" Gadis berkaos putih itu mengerutkan dahi kebingungan."Ya-ya Tuan Rafael-lah, Gia!" jawab Raysa mendengus kesal."Oh, ja-jadi Mbak panggil Kak Rafael siapa tadi? O-OM galak? Bhahaha .... " Tawa gadis muda bermata bulat itu langsung pecah, geli mendengar panggilan mesrah kakaknya untuk suaminya."Ya, terus aja deh, kamu tertawa!" Sembari memutar bola mata malas, Raysa memanyunkan wajah."Hahaha ... ya maaf, Mbak. Habisnya lucu sih. Masa suami sendiri dipanggil Om galak." Sambi terus menahan tawa, Anggia membekap mulutnya yang masih ingin terus ngakak."Ya biarin. Lah, orang bener dia, 'kan emang udah om-om. Mana galak banget lagi. Jadi, ya aku panggil dia Om galak aja," jawab Raysa ketus."Ok-ok, terserah Mbak aja deh, mo panggil dia apa. Tapi yang jelas jika Bunda d
Di balkon, terlihat Raysa duduk melamun sedang memikirkan bagaimana nasib pernikahannya nanti. Karena jujur saja, sebenarnya ia merasa tak nyaman dengan pernikahan yang memang sangat terpaksa ini.Andai saja ini bukanlah permintaan dari Bu Amanda, mungkin ia akan lebih memilih untuk menolak pernikahan ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Semua ini juga ia lakukan demi masa depan sang adik. Ya walau terasa berat, kalau bisa ia harus tetap bertahan sampai masa kuliah adiknya selesai. Yang berarti selama kurang lebih 4 tahun lamanya ia harus terus berhadapan dengan pria galak tersebut."Oh, ya Tuhan, apakah aku mampu bertahan selama itu?" Sembari menghela nafas lemas, gadis itu merasa ragu.Puk!Raysa terjingkat kaget, ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang dari arah bekakang. Seketika ia menoleh ke orang tersebut. "Bunda!" cicitnya sambil tersenyum canggung."Ternyata kamu di sini, Sayang. Pantesan dari tadi Bunda panggilin, kamu gak ngejawab. Dan setelah Bunda cari-cari. Eh, kamunya malah l
Tok-tok-tok!"Rafael, Raysa! Kalian gak papa, kan?" Amanda yang kebetulan melintas di depan kamar sang anak, merasa kaget ketika mendengar suara gaduh dari dalam kamar. Lalu dengan khawatir ia segera mengetuk pintu.Sontak dua orang yang berada di dalam kamar itu terlonjak kaget dan menjadi sangat panik. Lalu dengan kebingungan gadis berambut ikal sebahu itu bergerak mendekati laki-laki yang masih terduduk di lantai. "Em ... maaf, Om! Eh, Tuan. A-ku gak sengaja." ucapnya terbata. Sungguh Raysa merasa tidak enak hati dan sedikit ketakutan padanya. Dengan ragu ia ingin membantunya untuk bangun dan duduk di kursi roda.Namun, baru saja ia akan mengulurkan tangan ke arahnya, dengan sangat galak, Rafael langsung membentaknya kesal. "Jangan sentuh aku!"Otomatis Raysa langsung terdiam dan tak berani untuk menyentuhnya.Tok-tok-tok!"Rafa, Raysa! Buka pintunya!" Suara Amanda kembali terdengar cukup keras. Hingga menarik perhatian penghuni lain untuk datang mendekatinya."Ada apa, Mah?" ta
Langkah demi langkah, Raysa berjalan mengendap-endap seperti maling, mulai bergerak untuk mendekati ranjang. Walaupun ia sempat merasa ragu, pada akhirnya Ia memutuskan untuk tidur di sana. Namun, baru saja ia naik ke atas ranjang, tiba-tiba saja lelaki yang terbaring di sana membalikan badan dan langsung memberi tatapan tajam padanya. "Hey, apa yang kau lakukan?" bentak Rafael.Raysa sempat terjingkat kaget dibuatnya. Namun, dengan salah tingkah ia pun nyengir kuda. "Eh, ketauan, ya?" cengirnya.Lalu dengan mengeryitkan dahi, lelaki itu terus menatapnya curiga. "Kenapa kau ada di sini? Apa kau sengaja ingin tidur bersamaku?" cercarnya. "Ya ya, jelas aku akan tidur di sini? Kalau bukan tidur di sini, di mana lagi? Masa aku harus di sofa, ih ... engga banget kali. Yang ada nanti badanku pegel-pegel karena tidur di sofa itu," jawab Raysa sengit."Apa kau serius akan tidur di sini? Aku tidak akan menjamin jika sampai terjadi sesuatu padamu nanti!""Hahaha ...." Gadis berpiama pink ber
Sembari memegangi baju bagian belakang, Raysa membalikan badan dan segera menjauhi lelaki itu. Sedangkan Rafael, dengan wajah yang memerah menahan malu, ia memalingkan wajahnya kikuk. Entah mengapa hatinya berdesir dan jantungnya pun berdetak dengan sangat cepat, tak kala ia sempat memandang punggung mulus milik gadis itu.Ya, walau sebenarnya ini bukanlah kali pertama ia melihat punggung seorang wanita. Karena jujur, ia sudah sering kali melihat pemandangan indah seperti itu dan bahkan lebih dari itu pun ia sudah pernah melihatnya. Karena bagi pria matang sepertinya pasti dia sudah sering melakukan hal lebih dengan tuangannya yaitu saat bersama Lucyana dulu. Akan tetapi kali ini berbeda, Ia sama sekali tidak menyukai gadis itu dan bahkan ia sangat membencinya. Tetapi, kenapa ia merasa ada desiran aneh di saat berada di dekatnya. Padahal baru beberapa jam mereka baru bersama hari ini. Apakah wanita ini sudah dengan cepat mempengaruhinya?"Oh, shitt! Ada apa denganmu, Rafa? Jangan sa
Sontak gadis itu langsung diam mematung tak bergeming di tempatnya. Niat hati ingin membantu malah perlakuan kasar yang ia dapatkan dari laki-laki tersebut. "Cih, galak banget sih dia. Ganteng sih ganteng. Tapi galaknya minta ampun. Mak-mak di komplek sebelah aja kalah galak sama nih orang." Dengan jengah, dalam hati Raysa ngedumel kesal."Aku tak butuh bantuanmu!" lanjut Rafael. Dengan pandangan merendahkan, ia pun tersenyum sinis. "Kau pikir dengan cara kau bersikap pura-pura sok baik dan sok perhatian kepadaku bisa membuatku luluh. Jangan mimpi kamu! Sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah mau menerima pernikahan ini," tandasnya ketus. Sembari mendengus kesal, gadis bermata bulat itu memutar bola mata sangat malas menaggapinya. Lalu dengan lesu ia menjatuhkan bokongnya di pinggir ranjang. "Ya, aku tau, Tuan. Jika kau terpaksa melakukan pernikahan ini. Sama aku pun juga terpaksa harus menerima permintaan Bunda yang dengan sangat memohon kepadaku agar mau menjadi pengantin seman
"Tu-uan Ra-rafael!" Raysa terpekik kaget, saat melihat lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu sudah berada tepat di belakang Amara. Dengan aura yang terasa sangat dingin dan menyeramkan, pria berwajah kebule-bulean itu kini menatapnya tajam. Hingga membuat gadis muda yang baru saja dinikahinya itu menelan ludah kasar. Dalam seketika ia menjadi panik dan juga glagapan, bingung akan berkata apa."Eh, kebetulan kamu ada di sini, Raf. Ini loh, masa si gadis kampungan ini tiba-tiba saja marah-marah gak jelas gitu sama Tante," adu Amara, dengan penuh kebencian ia melirik sinis ke arah Raysa.Dengan cengohnya gadis berkebaya pengantin itu langsung melongo dibuatnya. Sungguh ia tidak mengira kalau wanita itu pintar sekali memutarbalikan fakta. Dan tentu saja ia ingin segera menyanggahnya. Namun, baru saja ia akan membuka mulut, terlebih dahulu wanita paruh baya itu kembali berkata. "Udah gitu dia tadi ngusir aku dan ngelarang aku buat datang lagi ke sini, Rafa." Dengan memasang wa