"Tu-uan Ra-rafael!" Raysa terpekik kaget, saat melihat lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu sudah berada tepat di belakang Amara. Dengan aura yang terasa sangat dingin dan menyeramkan, pria berwajah kebule-bulean itu kini menatapnya tajam. Hingga membuat gadis muda yang baru saja dinikahinya itu menelan ludah kasar. Dalam seketika ia menjadi panik dan juga glagapan, bingung akan berkata apa."Eh, kebetulan kamu ada di sini, Raf. Ini loh, masa si gadis kampungan ini tiba-tiba saja marah-marah gak jelas gitu sama Tante," adu Amara, dengan penuh kebencian ia melirik sinis ke arah Raysa.Dengan cengohnya gadis berkebaya pengantin itu langsung melongo dibuatnya. Sungguh ia tidak mengira kalau wanita itu pintar sekali memutarbalikan fakta. Dan tentu saja ia ingin segera menyanggahnya. Namun, baru saja ia akan membuka mulut, terlebih dahulu wanita paruh baya itu kembali berkata. "Udah gitu dia tadi ngusir aku dan ngelarang aku buat datang lagi ke sini, Rafa." Dengan memasang wa
Sontak gadis itu langsung diam mematung tak bergeming di tempatnya. Niat hati ingin membantu malah perlakuan kasar yang ia dapatkan dari laki-laki tersebut. "Cih, galak banget sih dia. Ganteng sih ganteng. Tapi galaknya minta ampun. Mak-mak di komplek sebelah aja kalah galak sama nih orang." Dengan jengah, dalam hati Raysa ngedumel kesal."Aku tak butuh bantuanmu!" lanjut Rafael. Dengan pandangan merendahkan, ia pun tersenyum sinis. "Kau pikir dengan cara kau bersikap pura-pura sok baik dan sok perhatian kepadaku bisa membuatku luluh. Jangan mimpi kamu! Sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah mau menerima pernikahan ini," tandasnya ketus. Sembari mendengus kesal, gadis bermata bulat itu memutar bola mata sangat malas menaggapinya. Lalu dengan lesu ia menjatuhkan bokongnya di pinggir ranjang. "Ya, aku tau, Tuan. Jika kau terpaksa melakukan pernikahan ini. Sama aku pun juga terpaksa harus menerima permintaan Bunda yang dengan sangat memohon kepadaku agar mau menjadi pengantin seman
Sembari memegangi baju bagian belakang, Raysa membalikan badan dan segera menjauhi lelaki itu. Sedangkan Rafael, dengan wajah yang memerah menahan malu, ia memalingkan wajahnya kikuk. Entah mengapa hatinya berdesir dan jantungnya pun berdetak dengan sangat cepat, tak kala ia sempat memandang punggung mulus milik gadis itu.Ya, walau sebenarnya ini bukanlah kali pertama ia melihat punggung seorang wanita. Karena jujur, ia sudah sering kali melihat pemandangan indah seperti itu dan bahkan lebih dari itu pun ia sudah pernah melihatnya. Karena bagi pria matang sepertinya pasti dia sudah sering melakukan hal lebih dengan tuangannya yaitu saat bersama Lucyana dulu. Akan tetapi kali ini berbeda, Ia sama sekali tidak menyukai gadis itu dan bahkan ia sangat membencinya. Tetapi, kenapa ia merasa ada desiran aneh di saat berada di dekatnya. Padahal baru beberapa jam mereka baru bersama hari ini. Apakah wanita ini sudah dengan cepat mempengaruhinya?"Oh, shitt! Ada apa denganmu, Rafa? Jangan sa
Langkah demi langkah, Raysa berjalan mengendap-endap seperti maling, mulai bergerak untuk mendekati ranjang. Walaupun ia sempat merasa ragu, pada akhirnya Ia memutuskan untuk tidur di sana. Namun, baru saja ia naik ke atas ranjang, tiba-tiba saja lelaki yang terbaring di sana membalikan badan dan langsung memberi tatapan tajam padanya. "Hey, apa yang kau lakukan?" bentak Rafael.Raysa sempat terjingkat kaget dibuatnya. Namun, dengan salah tingkah ia pun nyengir kuda. "Eh, ketauan, ya?" cengirnya.Lalu dengan mengeryitkan dahi, lelaki itu terus menatapnya curiga. "Kenapa kau ada di sini? Apa kau sengaja ingin tidur bersamaku?" cercarnya. "Ya ya, jelas aku akan tidur di sini? Kalau bukan tidur di sini, di mana lagi? Masa aku harus di sofa, ih ... engga banget kali. Yang ada nanti badanku pegel-pegel karena tidur di sofa itu," jawab Raysa sengit."Apa kau serius akan tidur di sini? Aku tidak akan menjamin jika sampai terjadi sesuatu padamu nanti!""Hahaha ...." Gadis berpiama pink ber
Tok-tok-tok!"Rafael, Raysa! Kalian gak papa, kan?" Amanda yang kebetulan melintas di depan kamar sang anak, merasa kaget ketika mendengar suara gaduh dari dalam kamar. Lalu dengan khawatir ia segera mengetuk pintu.Sontak dua orang yang berada di dalam kamar itu terlonjak kaget dan menjadi sangat panik. Lalu dengan kebingungan gadis berambut ikal sebahu itu bergerak mendekati laki-laki yang masih terduduk di lantai. "Em ... maaf, Om! Eh, Tuan. A-ku gak sengaja." ucapnya terbata. Sungguh Raysa merasa tidak enak hati dan sedikit ketakutan padanya. Dengan ragu ia ingin membantunya untuk bangun dan duduk di kursi roda.Namun, baru saja ia akan mengulurkan tangan ke arahnya, dengan sangat galak, Rafael langsung membentaknya kesal. "Jangan sentuh aku!"Otomatis Raysa langsung terdiam dan tak berani untuk menyentuhnya.Tok-tok-tok!"Rafa, Raysa! Buka pintunya!" Suara Amanda kembali terdengar cukup keras. Hingga menarik perhatian penghuni lain untuk datang mendekatinya."Ada apa, Mah?" ta
Di balkon, terlihat Raysa duduk melamun sedang memikirkan bagaimana nasib pernikahannya nanti. Karena jujur saja, sebenarnya ia merasa tak nyaman dengan pernikahan yang memang sangat terpaksa ini.Andai saja ini bukanlah permintaan dari Bu Amanda, mungkin ia akan lebih memilih untuk menolak pernikahan ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Semua ini juga ia lakukan demi masa depan sang adik. Ya walau terasa berat, kalau bisa ia harus tetap bertahan sampai masa kuliah adiknya selesai. Yang berarti selama kurang lebih 4 tahun lamanya ia harus terus berhadapan dengan pria galak tersebut."Oh, ya Tuhan, apakah aku mampu bertahan selama itu?" Sembari menghela nafas lemas, gadis itu merasa ragu.Puk!Raysa terjingkat kaget, ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang dari arah bekakang. Seketika ia menoleh ke orang tersebut. "Bunda!" cicitnya sambil tersenyum canggung."Ternyata kamu di sini, Sayang. Pantesan dari tadi Bunda panggilin, kamu gak ngejawab. Dan setelah Bunda cari-cari. Eh, kamunya malah l
"Oh, jadi itu sebabnya Bunda sampai membenci Tante Amara?" kata Anggia.Raysa menganggukan kepala. "Ya, makanya Bunda gak setuju jika si Om galak itu sampai menikah dengan Lucyana.""Hah, Om galak? O-om gakak siapa, Mbak?" Gadis berkaos putih itu mengerutkan dahi kebingungan."Ya-ya Tuan Rafael-lah, Gia!" jawab Raysa mendengus kesal."Oh, ja-jadi Mbak panggil Kak Rafael siapa tadi? O-OM galak? Bhahaha .... " Tawa gadis muda bermata bulat itu langsung pecah, geli mendengar panggilan mesrah kakaknya untuk suaminya."Ya, terus aja deh, kamu tertawa!" Sembari memutar bola mata malas, Raysa memanyunkan wajah."Hahaha ... ya maaf, Mbak. Habisnya lucu sih. Masa suami sendiri dipanggil Om galak." Sambi terus menahan tawa, Anggia membekap mulutnya yang masih ingin terus ngakak."Ya biarin. Lah, orang bener dia, 'kan emang udah om-om. Mana galak banget lagi. Jadi, ya aku panggil dia Om galak aja," jawab Raysa ketus."Ok-ok, terserah Mbak aja deh, mo panggil dia apa. Tapi yang jelas jika Bunda d
Keesokan harinya.Scarlett Salon, itulan nama Salon kecantikan tempat Raysa bekerja dulu. Sudah berapa tahun yang lalu ia telah bekerja di sana.Pada awalnya sebagai karyawan baru, ia ditugaskan untuk membantu para penata rias atau hairstyallis untuk menyiapkan dan membersihkan semua alat make up yang mereka gunakan.Seiring berjalannya waktu ia bekerja di sana, ia pun diajari bagaimana cara menjadi karyawan di tempat itu. Mulai dari cara mencuci rambut, merawat kuku dan lain sebagainya yang berhubungan dengan semua pelayanan di salon tersebut.Namun, sekarang ia sudah tidak perlu repot-repot lagi untuk melakukan semua itu. Karena sekarang ia sudah menjadi menantu dari anak seorang pengusaha kaya pemilik pabrik, PT pembuatan makanan kering yang cukup tersohor di negeri ini.Sekarang dirinya tak perlu bekerja di salon itu lagi. Karena sesuai dengan apa yang direncanakan oleh adik dan ibu mertuanya, kini ia malah diajak untuk melakukan perawatan di sana. Sehingga membuatnya merasa ragu
Setelah makan malam, Amanda dan Aditama sengaja ingin mengajak Raysa untuk mengobrol di ruang tengah. Sementara Anggia lebih memilih untuk beristirahat di kamar.Terlihat kedua paruh baya itu kini sedang terduduk santai di sebuah sofa panjang yang membentang di tengah ruangan. Sedangkan Raysa masih berada di dapur ingin membuatkan minuman hangat untuk keduanya.Kepada pelayan Raysa sempat menanyakan minuman apa yang biasanya disukai oleh kedua mertuanya. Setelah tau, dengan segera ia langsung membuatnya. Lalu dengan membawa nampan, gadis bergaun krem itu berjalan menghampiri keduanya."Pah, Bunda. Ini Raysa buatkan minuman hangat untuk kalian." Dengan satu per satu gadis berambut ikal sebawah bahu itu meletakan tiga cangkir teh hangat di atas meja. Tidak lupa ia juga membawa sepiring kue basah sebagai cemilan dan teman mereka mengobrol."Oh, terimakasih, Sayang. Kamu ini tau aja, kalau Bunda lagi pingin teh hangat," ucap Amanda tersenyum lembut padanya."Iya, Bunda. Tadi Raysa sempat
Keesokan harinya.Scarlett Salon, itulan nama Salon kecantikan tempat Raysa bekerja dulu. Sudah berapa tahun yang lalu ia telah bekerja di sana.Pada awalnya sebagai karyawan baru, ia ditugaskan untuk membantu para penata rias atau hairstyallis untuk menyiapkan dan membersihkan semua alat make up yang mereka gunakan.Seiring berjalannya waktu ia bekerja di sana, ia pun diajari bagaimana cara menjadi karyawan di tempat itu. Mulai dari cara mencuci rambut, merawat kuku dan lain sebagainya yang berhubungan dengan semua pelayanan di salon tersebut.Namun, sekarang ia sudah tidak perlu repot-repot lagi untuk melakukan semua itu. Karena sekarang ia sudah menjadi menantu dari anak seorang pengusaha kaya pemilik pabrik, PT pembuatan makanan kering yang cukup tersohor di negeri ini.Sekarang dirinya tak perlu bekerja di salon itu lagi. Karena sesuai dengan apa yang direncanakan oleh adik dan ibu mertuanya, kini ia malah diajak untuk melakukan perawatan di sana. Sehingga membuatnya merasa ragu
"Oh, jadi itu sebabnya Bunda sampai membenci Tante Amara?" kata Anggia.Raysa menganggukan kepala. "Ya, makanya Bunda gak setuju jika si Om galak itu sampai menikah dengan Lucyana.""Hah, Om galak? O-om gakak siapa, Mbak?" Gadis berkaos putih itu mengerutkan dahi kebingungan."Ya-ya Tuan Rafael-lah, Gia!" jawab Raysa mendengus kesal."Oh, ja-jadi Mbak panggil Kak Rafael siapa tadi? O-OM galak? Bhahaha .... " Tawa gadis muda bermata bulat itu langsung pecah, geli mendengar panggilan mesrah kakaknya untuk suaminya."Ya, terus aja deh, kamu tertawa!" Sembari memutar bola mata malas, Raysa memanyunkan wajah."Hahaha ... ya maaf, Mbak. Habisnya lucu sih. Masa suami sendiri dipanggil Om galak." Sambi terus menahan tawa, Anggia membekap mulutnya yang masih ingin terus ngakak."Ya biarin. Lah, orang bener dia, 'kan emang udah om-om. Mana galak banget lagi. Jadi, ya aku panggil dia Om galak aja," jawab Raysa ketus."Ok-ok, terserah Mbak aja deh, mo panggil dia apa. Tapi yang jelas jika Bunda d
Di balkon, terlihat Raysa duduk melamun sedang memikirkan bagaimana nasib pernikahannya nanti. Karena jujur saja, sebenarnya ia merasa tak nyaman dengan pernikahan yang memang sangat terpaksa ini.Andai saja ini bukanlah permintaan dari Bu Amanda, mungkin ia akan lebih memilih untuk menolak pernikahan ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Semua ini juga ia lakukan demi masa depan sang adik. Ya walau terasa berat, kalau bisa ia harus tetap bertahan sampai masa kuliah adiknya selesai. Yang berarti selama kurang lebih 4 tahun lamanya ia harus terus berhadapan dengan pria galak tersebut."Oh, ya Tuhan, apakah aku mampu bertahan selama itu?" Sembari menghela nafas lemas, gadis itu merasa ragu.Puk!Raysa terjingkat kaget, ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang dari arah bekakang. Seketika ia menoleh ke orang tersebut. "Bunda!" cicitnya sambil tersenyum canggung."Ternyata kamu di sini, Sayang. Pantesan dari tadi Bunda panggilin, kamu gak ngejawab. Dan setelah Bunda cari-cari. Eh, kamunya malah l
Tok-tok-tok!"Rafael, Raysa! Kalian gak papa, kan?" Amanda yang kebetulan melintas di depan kamar sang anak, merasa kaget ketika mendengar suara gaduh dari dalam kamar. Lalu dengan khawatir ia segera mengetuk pintu.Sontak dua orang yang berada di dalam kamar itu terlonjak kaget dan menjadi sangat panik. Lalu dengan kebingungan gadis berambut ikal sebahu itu bergerak mendekati laki-laki yang masih terduduk di lantai. "Em ... maaf, Om! Eh, Tuan. A-ku gak sengaja." ucapnya terbata. Sungguh Raysa merasa tidak enak hati dan sedikit ketakutan padanya. Dengan ragu ia ingin membantunya untuk bangun dan duduk di kursi roda.Namun, baru saja ia akan mengulurkan tangan ke arahnya, dengan sangat galak, Rafael langsung membentaknya kesal. "Jangan sentuh aku!"Otomatis Raysa langsung terdiam dan tak berani untuk menyentuhnya.Tok-tok-tok!"Rafa, Raysa! Buka pintunya!" Suara Amanda kembali terdengar cukup keras. Hingga menarik perhatian penghuni lain untuk datang mendekatinya."Ada apa, Mah?" ta
Langkah demi langkah, Raysa berjalan mengendap-endap seperti maling, mulai bergerak untuk mendekati ranjang. Walaupun ia sempat merasa ragu, pada akhirnya Ia memutuskan untuk tidur di sana. Namun, baru saja ia naik ke atas ranjang, tiba-tiba saja lelaki yang terbaring di sana membalikan badan dan langsung memberi tatapan tajam padanya. "Hey, apa yang kau lakukan?" bentak Rafael.Raysa sempat terjingkat kaget dibuatnya. Namun, dengan salah tingkah ia pun nyengir kuda. "Eh, ketauan, ya?" cengirnya.Lalu dengan mengeryitkan dahi, lelaki itu terus menatapnya curiga. "Kenapa kau ada di sini? Apa kau sengaja ingin tidur bersamaku?" cercarnya. "Ya ya, jelas aku akan tidur di sini? Kalau bukan tidur di sini, di mana lagi? Masa aku harus di sofa, ih ... engga banget kali. Yang ada nanti badanku pegel-pegel karena tidur di sofa itu," jawab Raysa sengit."Apa kau serius akan tidur di sini? Aku tidak akan menjamin jika sampai terjadi sesuatu padamu nanti!""Hahaha ...." Gadis berpiama pink ber
Sembari memegangi baju bagian belakang, Raysa membalikan badan dan segera menjauhi lelaki itu. Sedangkan Rafael, dengan wajah yang memerah menahan malu, ia memalingkan wajahnya kikuk. Entah mengapa hatinya berdesir dan jantungnya pun berdetak dengan sangat cepat, tak kala ia sempat memandang punggung mulus milik gadis itu.Ya, walau sebenarnya ini bukanlah kali pertama ia melihat punggung seorang wanita. Karena jujur, ia sudah sering kali melihat pemandangan indah seperti itu dan bahkan lebih dari itu pun ia sudah pernah melihatnya. Karena bagi pria matang sepertinya pasti dia sudah sering melakukan hal lebih dengan tuangannya yaitu saat bersama Lucyana dulu. Akan tetapi kali ini berbeda, Ia sama sekali tidak menyukai gadis itu dan bahkan ia sangat membencinya. Tetapi, kenapa ia merasa ada desiran aneh di saat berada di dekatnya. Padahal baru beberapa jam mereka baru bersama hari ini. Apakah wanita ini sudah dengan cepat mempengaruhinya?"Oh, shitt! Ada apa denganmu, Rafa? Jangan sa
Sontak gadis itu langsung diam mematung tak bergeming di tempatnya. Niat hati ingin membantu malah perlakuan kasar yang ia dapatkan dari laki-laki tersebut. "Cih, galak banget sih dia. Ganteng sih ganteng. Tapi galaknya minta ampun. Mak-mak di komplek sebelah aja kalah galak sama nih orang." Dengan jengah, dalam hati Raysa ngedumel kesal."Aku tak butuh bantuanmu!" lanjut Rafael. Dengan pandangan merendahkan, ia pun tersenyum sinis. "Kau pikir dengan cara kau bersikap pura-pura sok baik dan sok perhatian kepadaku bisa membuatku luluh. Jangan mimpi kamu! Sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah mau menerima pernikahan ini," tandasnya ketus. Sembari mendengus kesal, gadis bermata bulat itu memutar bola mata sangat malas menaggapinya. Lalu dengan lesu ia menjatuhkan bokongnya di pinggir ranjang. "Ya, aku tau, Tuan. Jika kau terpaksa melakukan pernikahan ini. Sama aku pun juga terpaksa harus menerima permintaan Bunda yang dengan sangat memohon kepadaku agar mau menjadi pengantin seman
"Tu-uan Ra-rafael!" Raysa terpekik kaget, saat melihat lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu sudah berada tepat di belakang Amara. Dengan aura yang terasa sangat dingin dan menyeramkan, pria berwajah kebule-bulean itu kini menatapnya tajam. Hingga membuat gadis muda yang baru saja dinikahinya itu menelan ludah kasar. Dalam seketika ia menjadi panik dan juga glagapan, bingung akan berkata apa."Eh, kebetulan kamu ada di sini, Raf. Ini loh, masa si gadis kampungan ini tiba-tiba saja marah-marah gak jelas gitu sama Tante," adu Amara, dengan penuh kebencian ia melirik sinis ke arah Raysa.Dengan cengohnya gadis berkebaya pengantin itu langsung melongo dibuatnya. Sungguh ia tidak mengira kalau wanita itu pintar sekali memutarbalikan fakta. Dan tentu saja ia ingin segera menyanggahnya. Namun, baru saja ia akan membuka mulut, terlebih dahulu wanita paruh baya itu kembali berkata. "Udah gitu dia tadi ngusir aku dan ngelarang aku buat datang lagi ke sini, Rafa." Dengan memasang wa